Anda di halaman 1dari 14

Konsep Asuhan Keperawatan

(Cerebrovascular Accident)
1.1.1. Pengkajian
1. Pengkajian umum
a. Identitas klien
1. Umur : semakin bertambah usia, risiko stroke semakin tinggi karena
bekaitan dengan elastisitas pembuluh darah (Sulistyowati & Hariyanto,
2015). Setelah berusia 55 tahun, risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu
sepuluh tahun dua pertiga dari semua serangan stroke tejadi pada orang yang
berusia diatas 65 tahun, tetapi, itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi
pada orang lanjut usia karena stroke dapat menyerang semua kelompok
umur.
2. Jenis kelamin: Tidak adanya hubungan jenis kelamin dengan kejadian
stroke, dapat disebabkan oleh karena kejadian stroke tersebut dapat
disebabkan multifaktorial, bukan hanya karna jenis kelamin, diantaranya
karena diabetes melitus, hiperkolesterolemia, merokok, alkohol dan penyakit
jantung. Seseorang yang memiliki satu atau lebih faktor risiko, memiliki
kemungkinan yang lebih besar untuk mendapatkan serangan stroke daripa-
da orang normal pada suatu saat sela-ma perjalanan hidupnya bila faktor
risiko tersebut tidak dikendalikan (Bethesda Stroke Center, 2012)
3. Pendidikan terakhir : prevalensi stroke lebih tinggi pada kelompok tidak
sekolah dan tidak tamat SD, kemungkinan hal ini erat hubungannya dengan
pengetahuan yang kurang akibat pendidikan rendah, sehingga kurang
mengetahui akibat gaya hidup salah seperti senang makan tinggi lemak dan
lain-lain akan memudahkan timbulnya penyakit degeneratif (Ghani &
Mihardja, 2016)
4. Pekerjaan: Status pekerjaan juga mempunyai hubungan dengan status
ekonomi, sedangkan berbagai jenis penyakit yang timbul sering di dalam
keluarga biasanya ada kaintannya dengan jenis pekerjaan yang bisa
mempengaruhi pendapatan di dalam keluarga. Kejadian kematian yang
disebabkan stroke sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan
pendapatan di dalam keluarga, pada umumnya angka kematian stroke
meningkat pada pasien yang mempunyai status sosial ekonomi rendah
(Noor, 2008; Laily, 2017)
b. Riwayat kesehatan dahulu
1. Riwayat hipertensi : hipertensi merupakan faktor resiko utama stroke.
Hipertensi dapat menyebabkan aterosklerosis dan penyempitan diameter
pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah ke jaringan otak
(Indrawati, 2008), Pembuluh darah tersebut mengalami penebalan dan
degenerasi yang kemudian pecah/ menimbulkan pendarahan (Wijaya &
Putri, 2013 :33)
2. Riwayat penyakit kardiovaskuler misalnya embolisme serebral
Ditandai oleh kondisi awal yang akut, biasanya menyerang pasien dalam
keadaan terbangun dari tidur.
3. Riwayat tinggi kolesterol : kolesterol tubuh dapat menyebabkan
arteroklerosis dan terbentkanya emboli lemak sehingga aliran darah lambat
termasuk ke otak, maka perfusi otak menurun (WIjaya & Putri , 2013 :33).
4. Obesitas : pada obesitas kadar kolesterol tinggi. Selain itu dapat mengalami
hipertensi karena terjadi gangguan pada pembuluh darah. Keadaan ini
berkontribusi pada stroke (Wijaya & Putri, 2013 :33).
5. Riwayat DM : ada penyakit DM akan mengalami penyakit vaskuler,
sehingga terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi arterosklerosis, terjadinya
arterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat dan
terjadi iskemia, Iskemia dapat menyebabkan perfusi otak menurun dan pada
akhirnya terjadi stroke. (Wijaya & Putri, 2013 :33)
6. Riwayat aterosklerosis
7. Riwayat pemakaian kontrasepsi
Faktor risiko stroke ini berkaitan dengan terjadinya fluktuasi dan perubahan
hormonal yang mempengaruhiseorang wanita dalam berbagai tahapan
kehidupanya.penelitian memperlihatkan bahwa kontrsepsi oral jenis
lama,dengan kandungan estrogen yang tinggi dapat memperbesar risiko
stroke pada wanita tetapi kontrasepsi oral jenis baru dengan kandungan
estrogen lebih rendah, secara nyata tidak meningkatkan risiko stroke pada
wanita.

c. Pola Hidup
1. Merokok
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke (Wijaya & Putri, 2013: 33)
2. Riwayat konsumsi alkohol
Pada alkoholik dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke
otak dan kadiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga
terjadi emboli serebral.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,
bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.Adanya penurunan atau perubhaan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan
perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapt terjadi letargi,
tidak respinsif, dan koma (Mutaqqin, 2008)
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
ada riwayat stroke dari generasi terdahulu (Mutaqqin, 2008).
2. Pemeriksaan data dasar
a. Sistem Kardiovaskuler
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif tekanan darah > 200
mmHg (Mutaqqin, 2011)
b. Aktivitas/ istirahat
1. Merasa kesulitantan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia)
2. Merasa mudah lelah, susah istirahat (nyeri, kejang otot)
3. Gangguan tonus otot (flaksid, spastik), paralitik, hemiplegia) dan terjadi
kelemahan umum
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan tingkat kesadaran
c. Sirkulasi
1. Adanya penyakit jantung (mis. Reumatik/ penyakit jantung vaskuler,
endokarditis, polisitemia, riwayat hipotenis postural)
2. Hipotensi arterial berhubungan dengan embolisme/ malformasi vaskuler
3. Frekuensi nadi dapat bevariasi karena ketidakefektifan fungsi/ keadaan
jantung
d. Integritas Ego
1. Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
2. Emosi labil, ketidaksiapan untuk makan sendiri dan gembira
3. Kesulitan untuk mengekspresikan diri
e. Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti inkontinesia urin. Setelah stroke klien
mungkin mengalami inkontinesia urine sementara karena konfusi, ketidak
mampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol stingfer urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini, dilakukan katerisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinesia urine yang
berlanjut menunjukkan keruskan neurologis luas. Pada eliminasi bowel terjadi
kostipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinesia alvi yang
berlanjut menujukkan kerusakan neurologis luas (Mutaaqqin,2008).
f. Makanan/ cairan
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut/ peningkatan TIK (Wijaya
& Putri, 2013). Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi karena sulit
menelan yang diakibatkan oleh kesulitan menelan (gangguan refleks palatum
dan faringeal) (Baticcaca,2008).
g. Neurosensori
1. Adanya sinkope/pusing, sakit kepala berat
2. Kelemahan keesemutan, kebas pada sisi terkena seperti mati/ lumpuh
3. Penglihatan menurun : buta total, kehilangan daya lihat sebagian (kebutaan
monokuler), penglihatan ganda (diplopia)
4. Sentuhan : hilangnya rangsangan sensoris kontra lateral (ada sisi tubuh yang
berlawanan/ pada ekstremitas dan kadang pada ipsilateral satu sisi) pada
wajah.
5. Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
6. Status mental/ tingkat kesadaran : koma pada tahap awal hemoragik, tetap
sadar jika trombosis alami
7. Gangguan fungsi kognitif : penurunan memori
8. Ekstremitas : kelemahan / paralise (kontralateral), tidak dapat
menggenggam, refleks tendon melemah secara kontralateral
9. Afasia : gangguan fungsi bahasa, afasia motorik (kesulitan mengucapkan
kata) atau afasia sensorik (kesulitan memahami kata-kata bermakna)
10. Kehilangan kemampuan mengenali/ menghayati masuknya sensasi visual,
pendengaran, taktil (agnosia seperti gangguan kesadaran terhadap citra diri,
kewaspadaan kelainan terhadap bagian yang terkena, gangguan persepsi,
kehilangan kemampuan menggunakan motorik saat klien ingin
menggunakanya (perdarahan/ hernia)
h. Nyeri
1. Sakit kepala dengan intensitas berbeda (karena arteri karotis terkena)
2. Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketergantungan pada otot/ fasia
i. Pernafasan
Klien dengan imobilisasi seperti storke berisiko tinggi mengalami komplikasi
paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah pneumonia
hipostastik lalu menyebabkan penurunan kemampuan klien untuk batuk
produktif, sehingga penyebaran mukus dalam bronkus meningkat, karena mukus
sangat baik baki pertumbuhan bakteri maka terjadi pneumonia hipostastik
( Potter & Patricia, 2006)
j. Keamanan
1. Motorik/ sensorik : masalah penglihatan, perubahan persepsi terhadap
orientasi tentang tubuh (stroke kanan), kesulitan melihat objek dari sisi kiri,
hilangnya kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
2. Tidak mampu mengenali objek, warna dan wajah yang pernah dikenal
3. Gangguan berespon terhadap panas dan dingin, gangguan regulasi tubuh
4. Tidak mandiri, gangguan memutuskan, perhatian terhadap keamanan sedikit
5. Tidak sadar/ kurang kesadaran diri
k. Interaksi sosial
Masalah bicara/ kurang mampu berkomunikasi
3. Pemeriksaan neurologis
a. Status mental
1. Tingkat kesadaran : kuantitatif dan kulitatif
1) Kesadaran Kuantitatif
Untuk menilai kesadaran kuantitatif dilakukan pengukuran menggunakan
Glasgow Coma Scale. Hasil penilaian memiliki tiga kategori skoring, yaitu
sebagai berikut.
a) Respons membuka mata : skor minimal 4
b) Respons verbal : skor minimal 5
c) Respons motorik : skor maksimal 6

Menurut Debora (2017:222), penilain kesadaran kuantitatif menggunakan GCS


Tabel 2.1 Penlaian Glasgow Coma Scale
Respons Keterangan Skor
Membuka mata spontan 4
Respons Membuka mata dengan rangsang verbal
3
membuka (dipanggil)
mata Membuka mata dengan rangsangan nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsangan apapun 1
Orientasi waktu, orang, tempat baik. Bisa
5
menjawab dengan benar
Berkata-kata, ada maksudnya, tetapi tidak mampu
4
membentuk kalimat yang runtut
Respons
verbal Kata-kata tidak berbentuk kalimat 3
Menggumam dengan tidak jelas 2
Tidak ada respons verbal 1
Mematuhi perintah pemeriksa 6
Mampu menunjukkan area tubuh yang rasa nyeri 5
Menjauhi rangsang nyeri (melindungi bagian
Respons 4
tubuh yang nyeri)
motorik
Respons abnormal: dekortikasi/ ekstensi abnormal 3
Respons abnormal: deserebasi/ fleksi abnormal 2
Tidak ada repons motorik 1

2) Kesadaran Kualitatif
Beberapa tingkatan dalam penilaian kesadaran kulititatif adalah sebagai berikut
(Sheey’s dkk, 2003; Debora ,2017)
a. Kompos mentis : klien dalam keadaan sadar penuh, mampu merespons semua
rangsangan dengan baik
b. Letargi : klien mampu merespons tetapi lambat, klien tampak mengantuk dan tidur
jika tidak ada rangsangan
c. Apatis : klien tidak bangun dengan rangsang minimal, perlu rangsangan yag agak
keras untuk membuat tetap terjaga. Tidak mampu mengikuti perintah pemeriksa
d. Sopor : hanya merespons jika diberirangsangan sangat kuat
e. Sopor koma : hanya memberi respons refleks cahaya, tidak berespons secara fisik,
atau berespons secara fisik hanya untuk tujuan tertentu
f. Koma: tidak merespon rangsangan apapun. Jikakoma masih belum terlalu dalam
mungkin bisa menerima rangsang nyeri yang hebat(desebrasi/ dekortikasi). Jika
dalam kondis koma yang dalam, klien tidak mampu merespons rangsang apapun
2. Pemeriksaan kemampuan berbicara
3. Orientasi (tempat,waktu, orang)
4. Pemeriksaan daya pertimbangan
5. Penilaian daya obstruksi
6. Penilaian kosakata
7. Pemeriksaan respon emosional
8. Pemeriksaan daya ingat
9. Pemeriksaan kemampuan berhitung
10. Pemeriksaan kemampuan mengenal benda
b. Nervus Kranialis
Menurut Debora (2017:234), dua belas saraf beserta funsi dan cara pemeriksaanya :
Tabel 2.2 :Pemeriksaan Sistem Saraf Kranial
Sara Nama Jenis Fungsi Cara pemeriksaan
f
I N.Olfaktorikus sensorik Berfungsi Minta klien menutup
untuk mata, letakkan bau-
mengenal bau- bauan yang dikenali
bauan klien di depan hidung
lalu minta klien
memberi tahu bau
tersebut (misalnya :
minyak kayu putih)
II N. Optikus Sensori Bekerja pada Sama saat memeriksa
k indra dengan kartu snellen
penglihatan; dan membaca pada
lapang pemeriksaan mata
pandang,
kemampuan
melihat, reaksi
pupil terhadap
cahaya,
kemampuan
akomodasi
mata
c. Fungsi III N. Motorik Berfungsi Pergerakan bola mata
motorik Okulomotorius sebagai ke enam arah,
penggerak pemeriksaan respons
kelopak mata, pupil terhadap cahaya
ukuran pupil
dan
reaktivitass
terhadap
cahaya
IV N. Trokhlearis Motorik Kemampuan Pergerakan bola mata
bola mata ke enam arah
bergerak ke
bawah dan
lateral
V N. Trigemial Sensori Sensasi kornea, Minta pasien melihat
Cabang k kulit wajah, ke atas. Sentuh ujung
optalmik dan mukosa mata bagian luar
hidung dengan kapas atau
kassa steril untuk
merangsang kedipan
mata. Untuk
memrikasa sensasi
kulit, minta pasien
utuk menutup mata,
lalu sentuhka kapas
halus dengan ringan
pada dahi dan hidung
bagian atas.
Sementara untuk
memeriksa sensasi
terhadap ketajaman ,
lakukan cara yang
sama dan ganti kapas
Cabang Sensasi pada dengan benda tajam
maksilaris Sensori seluruh kulit lain (msialnya bagian
k wajah dan ujung palu refleks).
mulut bagian
luar Sama dengan cara
diatas minta klien
Stroke mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh
karena itu gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerukasakan pada saraf motorik atas yang berlawaan dari otak
1. Inspeksi umum : didapatkan hemiplegian (pralisis pada salah satu sisi) karena lesi
pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh
adalah tanda yang lain.
2. Fasikulasi : Didapatkan pada otot-otot ekstremitas
3. Tonus otot : Didapatkan meningkat
4. Kekuatan otot : pada penilaian dengan menggunakan tingkat kekuatan otot pada
sisi sakit didapatkan tingkat 0
5. Keseimbangan dan koordiasi: Didapatkan mengalami gangguan karena
hemiparese dan hemiplegia
d. Fungsi sensori:
Di pengkajian fungsi sensori dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Difungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer diantara mata dan korteks visual. Ganggaun hubungan
visual-sapasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubh.
Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin
lebih berat, dangan kehilangan propriopsesi (kemamuan untuk merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil,
dan auditorius.
e. Fungsi serebelum
1. Tes jari hidung
2. Tes tumit lutut
3. Gerakan berganti
4. Tes romberg
5. Gaya berjalan
f. Refleks
Pengkajian pada refleks anggota gerak menuruut Debora, 2017, sebagaiberikut:
1. Refleks biceps
a. Pusat segmen medula spinalis C5 dan C6
b. Pada pemeriksaan lengan kanan pasien diletakkan dalam posisi lemas
c. Rileks pada lengan kiri pemeriksa sedemikian rupa sehingga jempol
pemeriksa ditempatkan pada tendon biseps dan kemudian jempol diketuk
dengan palu refleks
d. Respons normal: klien menekuk siku
2. Refleks triceps
a. Pusat di segman C7 dan C8
b. Cara: lengan diletakkan setengah fleksi di sendi siku
c. Respons normal: ekstensi siku
3. Refleks patella
a. Pusat medula spinalis setinggi 1,2,3, dan 4.
b. Tungkai ditekuk pada sendi lutut
c. Palu releks mengetuk tendon yang berada dekat tepi bawah patella.
d. Respons normal: kontraksi otot-otot ekstensor tungkai bawah
4. Respons achilles
a. Pusat: medula spinalis setingg S 1
b. Cara: tungkai pasien ditekuk sedikit pada sendi lutut, kaki didorsofleksikan
secara maksimal dan tendon achilles diketuk.
c. Respons normal: plantar fleksi
g. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil:
Perubahan penglihatan seperti ukuran pupil, bentuk, dan kesimetrisan serta reaksi
terhadap cahaya. Reaksi pupil menentukan kerusakan saraf kranial optikus II dan
okulomor III (Haryanto & Sulistyowati, 2015). Pupil normak berbentuk bulat, letak
sentral, dan berada pada ukuran yang sama antara kiri dan kanan (isokor). Perbedaan
ukuran pupil disebut anisokor (Vaughan,1999; Mutaqqin,2009

1.3.2 Diagnosa
Diagnosa yang akan muncul pada kasus stroke non hemoragik dengan
menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia dalam Tim Pokja SDKI
DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Risiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan embolisme.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia).
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakmampuan menghidu
dan melihat.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. 41
f. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
g. Risiko jatuh dibuktikan dengan gangguan pengelihatan (mis.ablasio retina).
h. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral.
1.1.2. Intervensi
Perencanaan Keperawatan Perencanaan keperawatan atau intervensi
keperawatan adalah perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatan pada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah
kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif Huda, 2016)
No Diagnosa Tujuan dan Kriterian Hasil Intervensi
1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
Serebral Tidak keperawatan selama .... jam Peningkatan tekanan
Efektif diharapkan perfusi serebral intrakranial (I.06194)
dibuktikan (L.02014) dapat 1. Identifikasi
dengan adekuat/meningkat dengan penyebab
Embolisme Kriteria hasil : peningkatan
(D.0017). 1. ingkat kesadaran tekanan
meningkat intrakranial
2. Tekanan Intra Kranial (TIK)
(TIK) menurun 2. Monitor tanda
3. Tidak ada tanda tanda gejala
pasien gelisah. peningkatan
4. TTV membaik tekanan
intrakranial
(TIK)
3. Monitor status
pernafasan
pasien
4. Monitor intake
dan output
cairan
5. Minimalkan
stimulus
dengan
menyediakan
lingkungan
yang tenang
6. Berikan posisi
semi fowler
7. Pertahankan
suhu tubuh
normal
8. Kolaborasi
pemberian obat
deuretik
osmosis
2. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama … jam (I.08238)
dengan agen diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi
pencedera (L.08066) menurun dengan lokasi ,
fisiologis Kriteria Hasil : karakteristik,
(iskemia) 1. Keluhan nyeri durasi,
(D.0077). menurun. frekuensi,
2. Meringis menurun kulaitas,
3. Sikap protektif intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi
4. Gelisah menurun. skala nyeri
5. TTV membaik 3. Identifikasi
respon nyeri
non verbal
4. Berikan posisi
yang nyaman
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologi
s untuk
mengurangi
nyeri (misalnya
relaksasi nafas
dalam)
6. Kolaborasi
pemberian
analgetik
3. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
berhubungan keperawatan selama … jam (I.03119)
dengan diharapkan ststus nutrisi 1. dentifikasi
ketidakmampuan (L.03030) adekuat/membaik status nutrisi
menelan dengan kriteria hasil: 2. Monitor
makanan 1. Porsi makan asupan
(D.0019) dihabiskan/meningkat makanan
2. Berat badan membaik 3. Berikan
3. Frekuensi makan makanan ketika
membaik masih hangat
4. Nafsu makan 4. Ajarkan diit
membaik sesuai yang
5. Bising usus membaik diprogramkan
6. Membran mukosa 5. Kolaborasi
membaik dengan ahli gizi
dalam
pemberian diit
yang tepat
4. Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor fungsi
sensori keperawatan selama … jam sensori dan
berhubungan diharapkan persepsi sensori persepsi:pengelih
dengan (L.09083) membaik dengan at an,
ketidakmampuan kriteria hasil: penghiduan,
menghidu dan 1. Menunjukkan tanda dan pendengaran dan
melihat (D.0085) gejala persepsi dan pengecapan
sensori baik: 2. Monitor tanda
pengelihatan, dan gejala
pendengaran, makan penurunan
dan minum baik. neurologis klien
2. Mampu 3. Monitor
mengungkapkan fungsi tandatanda vital
pesepsi dan sensori klien
dengan tepat.
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik keperawatan selama … jam (I.05173)
berhubungan diharapkan mobilitas fisik 1. Identifikasi adanya
dengan gangguan (L.05042) klien meningkat keluhan nyeri atau
neuromuskular dengan kriteria hasil: fisik lainnya
(D.0054). 1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi
meningkat kemampuan dalam
2. Kekuatan otot melakukan
meningkat pergerakkan
3. Rentang gerak (ROM) 3. Monitor keadaan
meningkat umum selama
4. Kelemahan fisik melakukan
menurun mobilisasi
4. Libatkan keluarga
untuk membantu
klien dalam
meningkatkan
pergerakan
5. Anjurkan untuk
melakukan
pergerakan secara

Anda mungkin juga menyukai