PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke atau cerebrovascular accident adalah gangguan neurologis
yang paling banyak terjadi dan menjadi masalah paling utama penyebab
gangguan gerak dan fungsi tubuh pada orang dewasa. Menurut WHO
1995, Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian,
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Beberapa penyakit
penyerta misalnya arthritis, diabetes, osteoporosis, kelelahan
muskuloskeletaldan penurunan plastisitas sistem saraf yang secara general
akan bersama-sama menyulitkan proses rehabilitasi. Gejala khas yang
timbul pada stroke adalah adanya kelemahan pada salah satu sisi tubuhnya,
dan kadang disertai dengan berupa gangguan sensasi, gangguan 2 kognisi,
gangguan penglihatan, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan dan
gangguan-gangguan lainnya.
1
rawat inap mencapai 63,09%. Mortalitas stroke yang dilaporkan oleh
Permanawati dan Lamsudin (dalam Kiking Ritarwan, 2003) di RSUP. Dr.
Sardjito Yogyakarta adalah meningkat pada tahun 1991 menjadi penyakit
kematian ketiga yaitu sebanyak 28,3%. Sebaliknya mortalitas stroke di
RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2000 mencapai sebanyak
40,96% dan pada tahun 2001 menurun menjadi 24,74%.
Hasil survei peneliti di RS. Khusus Daerah Dadi Prop. Sulsel tahun
2005 – 2008 menunjukkan peningkatan penderita hemiparese post stroke.
Pada tahun 2005, jumlah penderita hemiparese post stroke sebanyak 20
orang, tahun 2006 sebanyak 26 orang, tahun 2007 sebanyak 44 orang, dan
tahun 2008 sebanyak 62 orang. 3 Data diatas menunjukkan bahwa setiap
2
tahunnya penderita stroke mengalami peningkatan dengan tingkat
kecacatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kematian.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melaksanakan Manajemen Asuhan Gizi Klinik (MAGK) di Rumah
Sakit TK.II Iskandar Muda , Banda Aceh pada pasien Stroke + Hemiplegia
dextra + afasia
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan assessment gizi pada pasien Stroke
+ Hemiplegia dextra + afasia di Rumah Sakit TK.II Iskandar Muda
Banda Aceh.
b. Mahasiswa mampu mendiagnosis kasus gizi pada pasien Stroke +
Hemiplegia dextra + afasia di Rumah Sakit TK.II Iskandar Muda
Banda Aceh.
c. Mahasiswa mampu merancang intervensi gizi pasien Stroke +
Hemiplegia dextra + afasia di Rumah Sakit TK.II Iskandar Muda
Banda Aceh.
3
d. Mahasiswa mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi gizi
pada pasien Stroke + Hemiplegia dextra + afasia di Rumah Sakit
TK.II Iskandar Muda , Banda Aceh
e. Mahasiswa mampu melaksanakan konsultasi gizi pada pasien
Stroke + Hemiplegia dextra + afasia di Rumah Sakit TK.II
Iskandar Muda , Banda Aceh
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam melakukan
proses asuhan gizi terstandar .
2. Bagi Pasien
Mendapatkan informasi pola makan yang baik dan sehat sehingga
merubah perilaku menjadi lebih baik dan meningkatkan kesadaran
tentang kesehatan.
D. Kompetensi PKL
1. Melakukan penapisan gizi (nutrition screening) pada klien/pasien
secara individu (kes. AG.02.29.01)
4
4. Melaksanaka asuhan gizi untuk klien sesuai kondisi: asupan gizi,
klinis, biokimia, sosial budaya dan kepercayaan dari berbagi golongan
umur (kes.AG.02.40.01)
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stroke
1. Definisi stroke
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut,
lebih dari 24 jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak sepintas, tumor otak,
stroke sekunder karena trauma maupun infeksi (WHO MONICA,
1986). Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat
disebabkan oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik
disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan
turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami
oklusi (Hacke, 2003).
Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke
disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa
trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia
sampai anoksia pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di
otak tersebut. Stroke hemoragik dapat berupa perdarahan intraserebral
atau perdarahan subrakhnoid (Bruno et al., 2000).
2. Etiologi
a. Stroke Hemoragik
Hipertensi yang dapat menyebabkan pembuluh darah pecah
Terjadinya pelebaran pembuluh darah juga menyebabkan
pembuluh darah pecah
Ateroma, pembuluh darah keras dan pecah
6
Terjadinya tumor pada pembuluh darah
b. Stroke Iskemik
Lemak berlebih pada pembuluh darah menyebabkan pembekuan
darah
Kardioemboli (terdapatnya benda asing yang dapat menyumbat
pembuluh darah)
Adanya lubang pada pembuluh darah sehingga terjadinya
kebocoran aliran darah ke otak berkurang
3. Patofisiolgi
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi
kronik. Keadaan ini menyebabkan perubahan arteriosklerotik
pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-cabang arteri serebri
media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media
dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan
aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi pembuluh
darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari
pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua,
PIS dapat disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA).
Keadaan ini disebabkan adanya akumulasi protein β-amyloid didalam
dinding arteri leptomeningen dan kortikal yang berukuran kecil dan
sedang. Penumpukan protein β-amyloid ini menggantikan kolagen dan
elemen-elemen kontraktil, menyebabkan arteri menjadi rapuh dan
lemah, yang memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat
7
menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel
atau ruang subdural. Selanjutnya, berkurangnya kontraktilitas
menimbulkan kecenderungan perdarahan di kemudian hari. Hal ini
memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4 dengan
perdarahan serebral yang berhubungan denganamyloid
angiopathy (Gilroy, 2000; Ropper, 2005; O'Donnel, 2000).
Suatu malformasi angiomatous (arteriovenous
malformation/AVM) pada otak dapat ruptur dan menimbulkan
perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran venous karena
stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya
perdarahan dari suatu AVM (Caplan,2000; Gilroy,2000; Ropper,
2005).
8
Defisit neurologis mendadak, didahului gejala-gejala prodomal
yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi
Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya. (Batticaca, 2008)
5. Faktor Resiko
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi :
9
a. Umur
Resiko stroke meningkat sebesar 20%, 32% dan 83 % pada usia 45
– 55, 55 – 64, 65 – 74 tahun
b. Jenis kelamin
Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Hal ini
berkaitan dengan hormon estrogen wanita yang berfungsi sebagai
pertahanan dan serangan penyakit pembuluh darah. Laki-laki lebih
beresiko terkena stroke iskemik dibandingkan perempuan.
Sedangkan perempuan lebih beresiko terkena stroke hemoragik
c. Riwayat penyakit keluarga
d. Ras
Orang kulit hitam (ras African-American) memiliki resiko tinggi
stroke di bandingkan kulit putih karena pada kelompok ras tersebut
banyak ditemukan penderita DM dan hipertensi yang juga
merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Di Indonesia suku
Batak lebih beresiko daripada suku Jawa, karena pola makan dan
jenis makanan yang lebih banyak mengandung kolesterol (Depkes,
2007 dalam Nastiti 2012) (Bendok dan Naidech, 2011).
e. Genetik
Genetik disini lebih ke beberapa faktor diantaranya gaya hidup
dalam keluarga, interaksi genetik dan pengaruh lingkungan..
(Wahjoepramono, 2005 dalam Nastiti, 2012) (Bendok dan
Naidech, 2011)
10
cholesterol masuk pembuluh darah dan menurunkan elastisitas
pembuluh darah ( Lumongga, 2007 dalam Nastiti,2012) Setiap
kenaikan TD 20/10 mmHg (dimulai dari 115/75 mmHg) akan
meningkatkan resiko stroke hingga dua kali. Sedangkan
penurunan TD 2 mmHg tekanan sistolik dapat menyebabkan
penurunan resiko stroke sebesar 10%.
b. Kadar gula darah
Hiperglikemia memicu adanya aterosklerosis pembuluh darah.
Aterosklerosis memicu adanya sumbatan/pecahnya pembuluh
darah sehingga mengalami serangan stroke .
c. Kadar kolesterol darah
Kelebihan kolesterol darah dapat berinteraksi dengan zat lain
sehingga dapat mengendap pada pembuluh darah sehingga
terjadi penyempitan dan pergeseran/plak aterokslerosis
(Soeharto, 2004 dalam Nastiti, 2012)
d. Penyakit jantung
Aritmi jantung menyebabkan total curah jantung sehingga
aliran darah ke otak kurang. Kelainan jantung karena pelepasan
emboli (keping darah) kemudian menyumbat sehingga
menyebabkan stroke iskemik karena trombosis (Hull 1993
dalam Nastiti 2012)
e. Diabetes mellitus
Pasien dengan DM dapat meningkatkan resiko aterosklerosis .
Apabila aterosklerosis meningkat maka resiko penyumbatan
meningkat (Nastiti, 2012)
f. Obesitas
Berat badan berlebih memicu jantung memompa darah lebih
keras ke seluruh tubuh sehingga meningkatkan tekanan darah,
11
selain itu mempercepat ateroksklerosis (Pearson 1994 dalam
Nastiti 2012).
6. Klasifikasi
Secara umum stroke dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu :
12
Dapat terjadi akibat proses penyempitan (arteriosclerosis)
pembuluh nadi otak dengan derajat sedang atau berat. Keadaan ini
sangat berhubungan erat dengan usia, tetapi dapat pula ditimbulkan
oleh tekanan darah tinggi dan disertai factor resiko lain seperti
diabetes mellitus serta kadar lemak, termasuk kolesterol yang
tinggi di dalam darah. Jika pembuluh nadi sakit, aliran serta sifat
darah akan mengalami perubahan dan trombosis akan terjadi. Hal
ini disebabkan karena keeping-keping darah (trombosit)
aktifitasnya meningkat dan melekat pada suatu daerah yang kasar
di sebelah dalam pembuluh nadi. Kemudian semakin banyak
trombosit melekatt, dan di dalam cairan darah yang disebut plasma,
yang kemudian terjadi sejumlah perubahan sampai akhirnya
terbentuk suatu thrombus (bekuan darah), dimana proses ini
dikenal sebagai peristiwa koagulasi. Trombosis yang melekat pada
dinding arteri dapat mengakibatkan sumbatan yang lebih berat lagi,
hingga hal inilah yang menyebabkan seseorang terserang stroke.
3. Embolisme Cerebral,
Yakni bekuan darah yang terbentuk di tempat lain (misalnyadalam
jantung atau dalam salah satu pembuluh nadi utama yang
memperdarahi otak) terlepas dari tempatnya melekat, kemudian
membentuk embolus, terbawa darah ke dalam otak, dan akhirnya
macet di dalam salah satu pembuluh nadi otak (Thomas,
1995). Emboli merupakan fragmen thrombus yang terlepas dari
dinding arteri dan ikut bersama aliran darah hingga mencapai arteri
kecil dan terjebak di sana sehingga tidak bias lepas dan
menyebabkan timbulnnya sumbatan / terhentinya darah danpada
nantinya dapat menyebabkan stroke (Iskandar J, 2004).
7. Penatalaksanaan Gizi
13
a. Jenis diet
1. Diet Stroke I
Diet stroke I diberikan kepada pasien dalam fase akut
atau bila ada gangguan fungsi menelan. Makanan
diberikan dalam bentuk cair kental yang diberikan secara
oral atau NGT sesuai dengan keadaan penyakit. Makanan
diberikan dalam porsi kecil tiap 2-3 jam. Lama pemberian
makanan disesuaikan dengan keadaan pasien.
2. Diet stroke II
diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet stroke I
atau kepada pasien pada fase pemulihan. Bentuk makanan
merupakan kombinasi Cair jernih dan Cair kental, Saring,
Lunak dan Biasa. Pemberian diet pada pasien stroke
disesuaikan dengan penyakit penyertanya. Diet stroke II
dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
b. Tujuan Diet
Menurut Sunita Almatsier (2004) tujuan umum penatalaksanaan
diet pada stroke adalah:
1. Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan
gizi pasien
dengan memperhatikan keadaan dan komplikasi penyakit.
2. Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia, pneumonia,
kelainan ginjal dan dekubitus.
3. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
14
c. Syarat Diet
1. Energi cukup, yaitu 24-25 Kkal/kg BB. Pada fase akut
energi diberikan 1100-1500 Kkal/hari.
2. Protein cukup, yaitu 0,8-1 gr/kgBB. Apabila pasien berada
dalam keadaan gizi kurang, protein diberikan 1,2-1,5
gr/kgBB.
3. Lemak Cukup, yaitu 20-25% dari kebutuhan Energi total.
Utamakan sumber lemak tidak jenuh ganda, batasi sumber
lemak jenuh yaitu < 10% dari kebutuhan energi total.
Kolesterol dibatasi < 300 mg.
4. Karbohidrat cukup, yaitu 60-70% dari kebutuhan Energi
total..
5. Vitamin cukup, terutama vitamin A, riboflavin, B6, asam
folat, B12, C dan E.
6. Mineral cukup, terutam kalsium, magnesium dan kalium.
Penggunaan natrium dibatasi dengan memberikan garam
dapur maksimal 1,5 sendok teh per hari (setara dengan + 5
gram garam dapur atau 2 gram natrium).
7. Serat diberikan cukup, untuk membantu menurunkan kadar
kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
8. Cairan diberikan cukup, yaitu 6-8 gelas per hari, kecuali
pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi. Minuman
hendaknya diberikan setelah selesai makan agar porsi
makanan dapat dihabiskan. Untuk pasien dengan disfagia,
cairan diberikan secara hati-hati. Cairan dapat dikentalkan
dengan gel atau guarcol.
9. Bentuk makanandisesuaikan dengan keadaan pasien.
10. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
15
d. Bahan makanan yang dianjurkan dan yang tidak dianjurkan
Tabel Bahan Makanan yang Dianjurkan Pada Diet Stroke I
Sumber protein nabati Susu kedelai, sari kacang hijau dan susu tempe
Bahan
Dianjurkan Tidak dianjurkan
makanan
16
Sumber Daging sapi dan ayam tak Daging sapi dan ayam berlemak,
protein berlemak, ikan, telur ayam, jerohan, otak, hati, ikan banyak
hewani susu skim dan susu penuh duri, susu penuh, keju, es krim
dalam jumlah terbatas. dan produk olahan protein
hewani yang diawet seperti
daging asap, ham, bacon,
dendeng dan kornet.
Sumber Semua kacang-kacangan dan Pindakas dan semua produk
protein produk olahan yang dibuat olahan kacang-kacangan yang
nabati dengan garam dapur, dalam diawet dengan garam natrium
jumlah terbatas. atau digoreng.
B. Hemiplegia
1. Definisi
Hemiplegia diambil dari bahasa yunani yaitu “hemi” yang berarti
setengah dan “plegia” yang berarti kelumpuhan. Jadi, hemiplegia adalah
kelumpuhan yang di alami oleh salah satu sisi dari bagian tubuh
(Wikipedia). Hemplegia berarti kelumpuhan total dari satu sisi tubuh
termasuk wajah, lengan dan kaki (John Kylan,2001).
Hemiplegia adalah kerusakan pada seluruh daerah korteks
piramidalis sesisi yang menimbulkan kelumpuhan pada UMN (Upper
17
Motor Neuron) pada belahan tubuh sisi kontra lateral .Hemiplegia
adalah ketidakmampuan untuk menggerakan sekelompok otot di salah
satu sisi bagian tubuh
2. Klasifikasi
Hemiplegia yang di terjadi pada batang otak sesisi dinamakan
hemiplegia alternans. Hemplegia alternans mempunyai 3 jenis yang
berbeda dan mempengaruhi sraf cranial yang berbeda pula. Jenis-
jenisnya adalah sebagai berikut :
a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefal
b. Sindrom Benedik.
18
tetapi dilengkapi juga dengan adanya gerakan involunter pada
lengan dan tungkai yang paretik ringan (di sisi kontralateral).
19
Sindrom Weber adalah suatu sindrom yang terdiri dari
paralysis okulomotor pada sisi yang sama dengan lesi, yang
mengakibatkan ptosis, strabismus, dan hilangnya refleks cahaya
serta akomodasi, juga hemiplegi spastik pada sisi yang
berlawanan dengan lesi dengan peningkatan refleks-refleks serta
hilangnya refleks superfisial. Sindrom Weber disebut juga
Alternating oculomotor hemiplegia atau Weber’s paralysis atau
hemiparesis alternans nervus okulomotorius.
Sindrom Weber dapat disebabkan oleh hal sebagai berikut:
1. Penyumbatan pembuluh darah cabang samping yang
berinduk pada ramus perforantes medialis arteria
basilaris.
2. Insufisiensi peredarah darah yang mengakibatkan lesi
pada batang otak.Lesi yang disebabkan oleh proses
neoplasmatik sebagai akibat invasi dari thalamus atau
serebelum. Lesi neoplasmatik sukar sekali
memperlihatkan keseragaman oleh karena prosesnya
berupa pinealoma, glioblastoma dan spongioblastoma
dari serebelum.Lesi yang merusak bagian medial
pedunkulus serebri.
3. Stroke (perdarahan atau infark) di pedunkulus serebri.
4. Hematoma epiduralis.
5. Tumor lobus temporalis. (1,3,4)
20
glioblastoma dan spongioblastoma dari serebelum, maka tiap
corakan kerusakan dapat terjadi, sehingga lesi neoplasmatik
sukar sekali memperlihatkan suatu keseragaman. Lesi unilateral
di mesensefalon mengakibatkan timbulnya hemiparesis atau
hemiparesis kontralateral. Lesi yang merusak bagian medial
pedunkulus serebri akan menimbulkan hemiparsis yang disertai
paresis nervus okulomotorius ipsilateral. Kombinasi kedua jenis
kelumpuhan ini dikenal dengan nama hemiparesis alternans
nervus okulomotorius atau Sindroma dari weber. Lesi pada
daerah fasikulus longitudinalis medialis akan mengakibatkan
timbulnya hemiparesis alternans nervus okulomotorius yang
diiringi juga dengan gejala yang dinamakan oftalmoplegia
interneklearis. (1,3,4,5)
21
Stroke terjadi di medula dan cerebellum. Medula mengontrol
fungsi-fungsi penting seperti menelan, artikulasi bicara,
rasa, bernaas, kekuatan, dan sensasi. Cerebellum penting untuk
koordinasi. Suplai darah ke daerah-daerah ini adalah melalui
sepasang arteri vertebralis dan cabang, yang disebut arteri
cerebellum posterior inferior (Pica). Awalnya, Pica dianggap
sebagai arteri utama yang diblokir, namun hal ini telah
dibuktikan dari studi otopsi. Dalam delapan dari 10 kasus, arteri
vertebralislah yang tersumbat akibat penumpukan plak atau
karena perjalanan dari bekuan yang berasal dari jantung. Pada
pasien yang lebih muda, diseksi arteri vertebralis menyebabkan
infark. Luas stroke hanya sekitar 0,39 dalam (1 cm) secara
vertikal di bagian lateral medula dan tidak melintasi garis
tengah.
Sepenuhnya 50% dari pasien melaporkan gejala-gejala
neurologis sementara selama beberapa minggu sebelumnya
stroke.
3. Etilogi
a. Vaskular; hemorrhagic cerebri, stroke, neuropati diabetic
b. Invektif; ensefalitis, meningitis, dan abses otak
c. Neoplastik ; Glioma, meniglioma
d. Demielinasi; Sclerosis, lesi pada kapsula interna
e. Trauma; laserasi otak, hematoma subdural karena suntikan bius
local diberikan secara cepat via intra-arteri
f. Genetic; serebral palsy
g. Diseminata; multiple sclerosis
h. Psikologis; parasomnia (nocturnal hemiplegia)
22
4. Patofisiologi
Hemiplegia paling banyak terjadi karena adanya rupture arteri yang
memperdarahi korteks motorik primer. Darah yang seharusnya berada di
dalam arteri merembes keluar sehingga mengurangi suplai nutrisi
terutama supai oksigen, hal itu memungkinkan sel saraf untuk
mengalami kematian yang dapat menyebabkan kelumpuhan sesisi.
Selain itu, darah yang keluar dari arteri meneken sistem piramidalis
yang mengganggu impuls saraf atau perintah yang di berikan oleh girus
presentralis. Tekanan darah ini mengganggu kapsula interna sebagai
tempat di bentuknya jaras kortikospinalis dan kortikobular di daerah
genu sampai krus posterior, gangguan ini juga dapat menyebabkan lesi
di daerah kapsula interna sehingga kapsula interna ini tidak dapat
meneruskan perintah yang di berikan untuk sampai di kornu anterior
dorsalis untuk di teruskan ke otot yang di tuju demi menghasilkan
gerakan yang di inginkan
5. Gambaran klinis
Gejala dan Tanda hemiplegia adalah sebagai berikut :
a. Mati rasa
b. Perasaan kesemutan
c. Nyeri
d. Perubahan penglihatan
e. Kesulitan berbicara (afasia)
f. Masalah keseimbanga
g. Gangguan metabolisme
C. Afasia
1. Defenisi
23
Afasia adalah suatu gangguan berbahasa yang diakibatkan oleh
kerusakan otak. Afasia tidak termasuk gangguan perkembangan bahasa
(disebut juga disfasia), gangguan bicara motorik murni, ataupun
gangguan berbahasa sekunder akibat gangguan pikiran primer, misalnya
skizofrenia. (Kirshner HS. 2009).
Afasia mencakup gangguan berbahasa secara menyeluruh
walaupun biasanya terdapat gangguan yang lebih menonjol daripada
gangguan lainnya. Tercakup di dalam afasia adalah gangguan yang lebih
selektif, misalnya gangguan membaca (alexia) atau gangguan menulis
(agrafia). Gangguan yang berkaitan misalnya apraksia (gangguan belajar
atau ketrampilan), gangguan mengenal (agnosia), gangguan menghitung
(akalkulias), serta defisit perilaku neurologis seperti demensia dan
delirium. Ini semua bisa muncul bersama-sama dengan afasia atau
muncul sendiri . (Kirshner HS. 2009).
2. Etiologi
Afasia dapat timbul akibat cedera otak atau proses patologik pada
area lobus frontal, temporal atau parietal yang mengatur kemampuan
berbahasa, yaitu Area Broa, Area Wernicke, dan jalur yang
menghubungkan antara keduanya. Kedua area ini biasanya terletak di
hemisfer kiri otak dan pada kebanyakan orang, bagian hemisfer kiri
merupakan tempat kemampuan berbahasa diatur. (Jacobs DH.2009)
Pada dasarnya kerusakan otak yang menimbulkan afasia
disebabkan oleh stroke, cedera otak traumatik, perdarahan otak aku dan
sebagainya. Afasia dapat muncul perlahan-lahan seperti pada kasus
tumor otak. Afasia juga terdaftar sebagai efek samping yang langka dari
fentanyl, suatu opioid untuk penanganan nyeri kronis. (Jacobs DH.2009)
3. Patofisisologi
24
Afasia terjadi akibat kerusakan pada area pengaturan bahasa di
otak. Pada manusia, fungsi pengaturan bahasa mengalami lateralisasi ke
hemisfer kiri otak pada 96-99% orang yang dominan tangan kanan
(kinan) dan 60% orang yang dominan tangan kiri (kidal). Pada pasien
yang menderita afasia, sebagian besar lesi terletak pada hemisfer kiri.
(Kirshner HS. 2009).
Afasia paling sering muncul akibat stroke, cedera kepala, tumor
otak, atau penyakit degeneratif. Kerusakan ini terletak pada bagian otak
yang mengatur kemampuan berbahasa, yaitu area Broca dan area
Wernicke. (Kirshner HS. 2009).
Area Broca atau area 44 dan 45 Broadmann, bertanggung jawab
atas pelaksanaan motorik berbicara. Lesi pada area ini akan
mengakibatkan kersulitan dalam artikulasi tetapi penderita bisa
memahami bahasa dan tulisan. (Kirshner HS. 2009).
Area Wernicke atau area 41 dan 42 Broadmann, merupakan area
sensorik penerima untuk impuls pendengaran. Lesi pada area ini akan
mengakibatkan penurunan hebat kemampuan memahami serta mengerti
suatu bahasa. (Kirshner HS. 2009).
Secara umum afasia muncul akibat lesi pada kedua area pengaturan
bahasa di atas. Selain itu lesi pada area disekitarnya juga dapat
menyebabkan afasia transkortikal. Afasia juga dapat muncul akibat lesi
pada fasikulus arkuatus, yaitu penghubung antara area Broca dan area
Wernicke. (Kirshner HS. 2009).
4. Klasifikasi
Dasar untuk mengklasifikasi afasia beragam, diantaranya ada yang
mendasarkan kepada:
Manifestasi klinik
25
Distribusi anatomi dari lesi yang bertanggung jawab bagi
defek
Gabungan pendekatan manifestasi klinik dengan lesi
anatomik
5. Menifestasi klinik
a. Afasia tidak lancar.
Pada afasia ini, output atau keluaran bicara terbatas. Penderita
menggunakan kalimat pendek dan bicara dalam bentuk
26
sederhana. Sering disertai artikulasi dan irama bicara yang
buruk.
Gambaran klinisnya ialah:
Pasien tampak sulit memulai bicara
Panjang kalimat sedikit (5 kata atau kurang per kalimat)
Gramatika bahasa berkurang dan tidak kompleks
Artikulasi umumnya terganggu
Irama bicara terganggu
Pemahaman cukup baik, tapi sulit memahami kalimat
yang lebih kompleks
Pengulanan (repetisi) buruk
Kemampuan menamai, menyebut nama benda buruk
b. Afasia lancar.
Pada afasia ini penderita bicara lancar, artikulasi dan irama baik,
tetapi isi bicara tidak bermakna dan tidak dapat dimengerti
artinya. Penderita tidak dapat mengerti bahasa sehingga tidak
dapat berbicara kembali. Gambaran klinisnya ialah:
Keluaran bicara yang lancar
Panjang kalimat normal
Artikulasi dan irama bicara baik
Terdapat parafasia
Kemampuan memahami pendengaran dan membaca
buruk
Repetisis terganggu
Menulis lancar tadi tidak ada arti
6. Penatalaksanaan
27
Penatalaksanaan afasia terlebih dahulu didasarkan pada
penyebabnya, misalnya stroke, perdarahan akut, tumor otak, dan
sebagainya. Tidak ada penanganan atau terapi untuk afasia yang benar-
benar efektif dan terbukti mengobati. Saat ini, penanganan yang paling
efektif untuk mengobati afasia adalah dengan melakukan terapi
wicara/bina wicara.
28
BAB III
PENATALAKSANAAN ASUHAN GIZI KLINIK
1. Identitas pasien
2. Deskripsi kasus
Pasien datang dengan keluhan sulit menggerakkan tungkai kanan , makan
dan minum tersedak , bicara pelo. Pasien lemas , tangan , kaki terasa
kebas. Pasien sulit tidur serta badan sangat lemas.
29
A. Assesment Gizi
Assesment Hasil
1. Riwayat makanan 3x makanan utama dan 2x
selingan
Makanan pokok yang sering
dikonsumsi nasi.
Lauk hewani berupa ikan,
telur dan ayam.
Lauk nabati berupa tahu dan
tempe.
Sayuran yang sering
dikonsumsi berupa kol,
kentang dan wortel.
Pasien merokok dan
menyukai kopi hitam.
- Hasil Recall :
Energi : 1227.2 kkal
Protein : 58.3 gram
Lemak : 73.0gram
KH :177.0 gram
30
2. Data biokimia
3. Data antropometri
Antropometri
- TB = 170 cm
- BB = 70 kg
BB( kg) 70(kg) 70( kg)
- IMT = 2 2 = 2 2 = 2 = 24.2 kg/m
2
TB (m ) 1,70 (m ) 2.89(m )
(Normal)
- IMT = (TB-100)-10%
= (170-100)-10%
= 70-7.0
= 63 Kg
31
4. Fisik dan klinis
a. Fisik
Hari/tanggal Keterangan
jumat / Keaadaan umum : lemas dan kebas bagian kaki
19 maret 2017 dan tangan
Kesadaran : compos mentis
sabtu / Keadaan umum : lemas dan kebas masih terasa
20 maret 2017 Kesadaran : compos mentis
minggu / Keadaan umum : lemas berkurang dan kebas
21 maret 2017 masih sedikit terasa
Kesadaran : compos mentis
b. Klinis
5. Riwayat Personal
32
dulu Riwayat alergi disangkal (-)
6. SkrinningGizi
Skrinning Hasil
Anoreksia -
Mual/Muntah -
Konstipasi -
Kesulitan menelan +
Nyeri -
7. Standar komperatif
B. Nutricional Diagnosis
1. Domain Asupan
33
sendiri dan kurang nafsu
makan
3. Domain Perilaku
C. Intervensi Gizi
a. Penatalaksanaan Diet
1. Jenis diet : Diet Stroke II + RG
2. Bentuk makanan : Makanan Lunak (M2)
3. Rute pemberian makanan: Oral
34
4. Frekuensi : 3 x makanan utama, 2 x makanan
selingan
5. Tujuan Diet
Memberikan makanan secukupnya untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien dengan memperhatikan keadaan
dan komplikasi penyakit.
Memperbaiki keadaan stroke, seperti disfagia,
pneumonia, kelainan ginjal dan dekubitus.
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Syarat Diet :
35
hari (setara dengan + 5 gram garam dapur atau 2 gram
natrium).
Serat diberikan cukup, untuk membantu menurunkan
kadar kolesterol darah dan mencegah konstipasi.
Cairan diberikan cukup, yaitu 6-8 gelas per hari,
kecuali pada keadaan edema dan asites, cairan dibatasi.
b. Konseling Gizi
1. Konseling mengenai pola makan teratur dan seimbang.
2. Memberi pengetahuan tentang bahan makanan yang boleh
dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.
3. Konseling Gizi terkait motivasi dan peningkatan kesadaran pasien
terhadap anjuran diet.
c. Perhitungan Kebutuhan
BEE = 66 + (13.7 x BB) + (5 x TB) - (6.8 x U)
= 66 + (13.7 x 70) + (5 x 170) – (6.8 x 59)
= 11473.8 kal
36
D. Monitoring Dan Evaluasi Gizi
1. Monitoring
a. Asupan/Pola Makan Pasien
Pola makan pasien yaitu 3x makanan utama 2x selingan.
Total asupan pasien selama 3 hari :
Sehingga diperoleh :
Energi = 53.3 % (kategori cukup)
Protein = 47.8 % (kategori kurang)
Lemak = 62.9% (kategori cukup)
KH = 51.3 % (kategori cukup)
Keterangan :
Baik ≥ 70 %
Cukup ≥ 50-69 %
Kurang ≤ 49
b. Fisik
37
Secara fisik , keaadaan pasien sudah mulai terjadi perubahan yaitu
lemas sudah mulai berkurang, kebasyang dirasakan dibagian
tangandan kaki masih terasa , namun sudah berkurang, pasien juga
sudah bisa tidur dengan nyenyak.
c. Klinis
Secara klinis , tekanan darah pasien juga sudah mencapai normal
yaitu menurut hasil pemeriksaan hasil pada hari ke tiga tekanan
darah pasien yaitu 120/80mmHg.
d. Biokimia
Secara biokimia , hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan
terjadinya peningkatan kadar Hb pasien, pada pemeriksaan awal
yang dilakukan diperoleh kadar Hb pasien 11.5 gr/dl dan pada
pemeriksaan dihari ketiga Hb pasien mengalami peningkatan yaitu
12.9 gr/dl
2. Evaluasi
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah dimonitoring pola
makan pasien menjadi 3 kali makanan utama dan 2 kali selingan.
Terjadi perubahan asupan makanan.tetapi jumlah asupan masih tidak
stabil dibuktikan dengan hasil recall hari pertama meningkat, namun
hari kedua asupannya kembali menurun, dan dihari ketiga asupan
makan pasien kembali meningkat.
Secara biokimia hasil laboratorium terkait Fisik pasien yang
awalnya lemas sudah mulai mengalami perubahan yaitu keadaan
38
sudah nampak membaik. Tekanan darah pasien juga sudah mendekati
normal yaitu 120/80 mHg.
Terdapat perubahan perilaku setelah diberikan konseling, yaitu
setelah diberikan konseling pasien sudah mau berkomunikasi lebih
banyak dan sudah mau meningkatkan asupan makannya.
3. Kajian Gizi
Tingginya tekanan darah pada pasien dapat diakibatkan oleh
faktor stress pasien , namun setelah pasien sudah mendapat perawatan
dan penanganan dari rumah sakit tekanan darah kembali dalam
keadaan normal. Keadaan pasien masih belum sembuh total karena
menderita hemiplegia dextra atau kelumpuhan bagian kanan jadi
disarankan kepada pasien untuk mengikuti saran dan diet yang
dianjurkan oleh ahli gizi, dan menghindari makanan yang dapat
memicu komplikasi dan tekanan darah.
39
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hasil recall hari pertama pasien memiliki asupan energi 1259.1 kkal,
protein 62.4 gr, lemak 28.8 gr dan karbohidrat 191.1gr.
2. Hasil recall hari kedua pasien memiliki asupan energi 1170.9 kkal, protein
49.9 gr, lemak 32.6 gr dan karbohidrat 168.1 gr.
3. Hasil recall hari ketiga pasien memiliki asupan energy 1252.0 kkal, protein
62.7 gr, lemak 34.9 gr dan karbohidrat 171.9 gr.
4. Asupan makan pasien masih terlihat belum stabil , karena masih terjadi
penurunan asupan pada hari ke-2
5. Terjadi perubahan data biokimia dan hasil pemeriksaan klinis pasien
terkait keluhan pasien.
6. Keadaan pasien dihari ketiga sudah mulai terlihat membaik.
7. Terjadi perubahan perilaku pasien dengan meningkatkan asupan
makannya.
B. Saran
Agar pasien dapat menjalankan diet sesuai penyakitnya dan merubah pola
40
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantobing SM, Neurologi Klinis, Pemeriksaan Fisik dan Mental. Bab XI:
Berbahasa. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat;
2008: 26-7.
Rowland LP. Syndromes caused by weak muscles. In: Merritt’s neurology. Ed:
Rowland LP. 11th ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. 6th ed. New York: McGraw-
Hill; 2005
41