PENYAKIT SEREBROVASKULAR
Dislokasi Sendi Temporo Mandibular Berulang Pada Pasien Paska Stroke
Disusun oleh :
drg. Winantu Yuli Asri / 1606926132
drg. Rumartha Putri Swari / 1606926100
Pembimbing:
Prof. Dr. dr. Salim Harris, Sp.S (K),FICA
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui pentingnya evaluasi oral dan maksilofasial pada penderita stroke
sehingga kedepannya akan tercipta kolaborasi yang baik antara dokter gigi dan dokter saraf
guna mencegah komplikasi yang semakin luas pada pasien penderita stroke.
1.3 Manfaat
Dari hasil karya tulis ini diharapkan terjalin kolaborasi dan kerjasama yang baik dalam
penanganan kasus dislokasi sendi temporomandibular pada penderita stroke antara dokter gigi
dan dokter saraf dalam hal pencegahan dan penatalaksanannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat akibat
gangguan otak fokal ( atau global ) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular1.
Insiden serangan stroke pertama sekitar 200 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden stroke
meningkat seiring dengan pertambahan usia. Konsekuensinya, dengan semakin panjangnya
angka harapan hidup, termasuk di Indonesia, akan semakin banyak pula kasus stroke dijumpai.
Perbandingan antara penderita pria dan wanita hampir sama2
Prevalensi stroke berkisar 5-12 per 1000 penduduk 2, sedangkan penelitian lain menyebutkan
prevalensi dari berbagai jenis penyakit susunan saraf sebesar 800 per 100.0003. ada beberapa
macam klasifikasi stroke, salah satu yang sering digunakan adalah klasifikasi Marshall yang
membagi stroke menjadi :
Saat dislokasi pada pasien terjadi semakin sering dan semakin memburuk, kondisi
dapat dikelompokkan menjadi dislokasi habitual, kronik atau rekuren9.. hal ini berhubungan
dengan peubahan anatomi artikulasi, kelemahan legamen sendi temporomandibular atau
kapsul sendi dan tejadi perubahan terhadap aktivitas otot7-10,12. Sendi 5rticular555bular
merupakan struktur anatomis yang rumit karena berhubungan dengan pengunyahan,
penelanan, bicara dan postur kepala. Sendi ini terdiri dari prosesus kondilus yang merupakan
bagian bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikularis yang membentuk aspek anterior
dari fossa glenoidalis. Di antara struktur tulang tersebut terdapat meniscus artikularis (diskus
artikularis) yang terbentuk dari jaringan ikat fibrous yang avaskuler dan tanpa persyarafan.11
Sendi terbagi menjadi dua kavitas yaitu kavitas superior yang terletak antara fossa
mandibula dan permukaan superior diskus, dan kavitas inferior yang terletak antara kondilus
mandibula dan permukaan inferior diskus. Permukaan dalam kavitas dikelilingi lapisan 6rticula
yang menghasilkan cairan 6rticula dan mengisi kedua kavitas sendi.11
Gambar 1. Anatomi sendi 6rticular666bular (kiri: pandangan 6rticula), (kanan:pandangan koronal). (A) Fibrokartilago (B) Cairan 6rticula (C)
Diskus artikularis (D) Lateral pterygoid ligament I Capsule joint (F) Fibrokartilago (G) Kondilus mandibula (H) Cairan 6rticula (I) Synovial
membrane (J) Meatus akustikus eksterna (K) Mandibular fossa11
Dislokasi anterior biasanya terjadi akibat interupsi pada sekuens normal kontraksi otot
saat mulut tertutup setelah membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis
mengangkat mandibula sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan
7rticula mandibularis tertarik ke anterior ke tonjolan tulang dan keluar dari fossa temporalis.
Spasme muskulus masseter, temporalis, dan pterygoid menyebabkan trismus dan menahan
7rticula tidak dapat kembali ke fossa temporalis. Dislokasi jenis ini dapat terjadi unilateral atau
bilateral. Dislokasi anterior dapat dibedakan juga menjadi akut, kronik rekuren, atau kronik.
Dislokasi anterior yang akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun biasanya
disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, anestesi umum, ekstraksi
gigi, muntah, atau kejang, dislokasi ini juga dapat terjadi setelah prosedur endoskopik.
Dislokasi kronik rekuren disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien akut dengan
7rticu risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal (kongenital), kehilangan kapsul sendi
akibat riwayat disloasi sebelumnya, atau sindrom hipermobilitas, sedangkan dislokasi kronik
terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga 7rticula tetap berada dalam
posisinya yang salah dalam waktu lama, biasanya pada kasus ini dibutuhkan reduksi terbuka.15
Jenis dislokasi yang kedua yaitu dislokasi posterior yang biasanya terjadi akibat trauma
fisik langsung pada dagu dan Condylus mandibula tertekan ke posterior 8rticul mastoid. Jejas
pada meatus acusticus externum akibat 8rticula dapat terjadi pada dislokasi tipe ini. Jenis
dislokasi yang ketiga yaitu dislokasi superior dimana pada dislokasi jenis ini terjadi akibat
trauma fisik langsung pada mulut yang sedang berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula
pada posisi ini menjadi predisposisi pergeseran 8rticula 8rticul superior dan dapat
mengakibatkan kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
Jenis yang terakhir adalah dislokasi lateral biasanya terkait dengan fraktur mandibula dimana
8rticula bergeser 8rticul lateral dan superior serta sering dapat dipalpasi pada permukaan
temporal kepala. Dislokasi pada sendi 8rticular888bular ditemukan 3% dari seluruh dislokasi
pada sendi yang pernah dilaporkan, dan tipe dislokasi ke anterior adalah yang paling sering
ditemukan.15
Pasien yang menderita stroke atau mempunyai riwayat stroke mengalami residual
motoric dan disfungsi kognitif16. Stroke ditandai dengan kehilangan fungsi neurologis secara
16-18
cepat yang disebabkan oleh gangguan dalam darah otak Cedera ini dapat menyebabkan
gangguan serius dalam sistem neurologis, seringkali mengakibatkan 8rticul sensorik, 8rticu
dan 8rticul permanen. Diantara gangguan 8rticul, ada perubahan tonus otot yang dapat
mempengaruhi pasien untuk terjadinya dislokasi TMJ yang berulang.12,16-18
Stroke dapat terjadi ketika aliran darah ke suatu area otak terganggu, tanpa pasokan
darah, sel-sel otak dengan cepat mulai mati. Efek stroke tergantung pada area yang terkena dan
mungkin termasuk kelumpuhan, masalah bicara, kehilangan ingatan atau kemampuan berpikir,
koma atau mati. Pada pasien stroke, kelemahan atau asynergia otot-otot mulut berhubungan
dengan lesi otak tertentu. Lesi pada cerebral otak dapat mengganggu fungsi pengunyahan
normal dan control volunteer bagian bolus, dan lesi kortikal termasuk area precentral dapat
mengakibatkan deklinasi kontralateral gerakan bibir, 9rticular99 faring dan keterlambatan
reflex menelan10,12,16-19
Menurut 9rticular terbaru, stroke lebih lazim pada orang tua, sekitar 70% dari penderita
stroke orang tua dan memiliki rahang yang edentulous dan lebih dari setengahnya menjalani
perbaikan prostetik yang tidak adekuat10,12,16-19.. Sebagai tambahan, pasien dengan stroke,
insiden terjadinya paska stroke seperti disfagia, hipoestesia, apraksia dan penurunan tonus otot
dengan konsekuensi penurunan 9rticul pergerakan mulut dan lidah. , lebih besar terjadi pada
penderita tanpa riwayat stroke. 10,12,16-19.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien stroke dapat terjadi gangguan pada 10rticula, kapsul dan kelainan otot hal
tersebut merupakan 10rticu predisposisi untuk kejadian dislokasi akut maupun kronik.
Kelainan oklusal dan hilangnya dimensi vertikal dapat juga berperan menimbulkan kelemahan
dan terjadinya dislokasi rekuren21. Dimensi vertikal salah satunya disebabkan dari hilangnya
gigi geligi akibat proses karies dan trauma.
Tabel 1. Data pasien yang dilakukan eminektomi berdasarkan usia, jenis kelamin, mukaan
mulut maksimal, keluhan nyeri, bunyi sebelum dan setelah tindakan operasi dan tindak lanjut
frekuensi luksasi
BAB IV
KESIMPULAN
Kejadian stroke dan kaitannya dengan gangguan sistem pengunyahan sangat erat
kaitannya. Adanya spasme otot pengunyahan dapat menjadi factor predisposisi terjadinya
dislokasi mandibula. Kondisi dislokasi mandibula yang berulang dan terjadi kronik dapat
menyebabkan gangguan pengunyahan, bicara, dan resiko terjadinya gagal nafas pada pasien
stroke.
Daftar Pustaka