Anda di halaman 1dari 12

ILMU AQIDAH

“Paham dan Aliran Dalam Aqidah Islam Ahlusunnah Salaf


dan Khalaf”
Dosen Pembibing: Dr Sitti Jamilah Amin

Oleh :
Nasrullah (19.3100.063)
David (19.3100.068)
Ainun Jariah Rahma ( 19.3100.023 )

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM (KPI)


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) PAREPARE
SEMESTER GANJIL 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayaNyalah sehinnga kami dapat menyusun
tugas makalah kami dari mata kuliah ILMU AQIDAH dengan judul “Paham dan Aliran Dalam
Aqidah Islam Ahlusunnah Salaf dan Khalaf”. Tidak lupa pula kami kirimkan syalawat dan salam
atas junjungan Nabi Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa umat manusia kejalan yang
benar.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nanti dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
penulis memohon maaf sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak, yamg telah membimbing
dalam menulis makalah ini.
Parepare,

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Penjelasan ASWAJAH, Salaf dan Khalaf

B. Pemikiran ASWAJAH, Salaf dan Khalaf

C. Perbedaan antara salaf dan Khalaf

D. Nilai dari aliran Salaf dan Khalaf

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Islam adalah agama yang bersifat universal, karena setiap ajarannya mencakup ke seluruh aspek
kehidupan manusia. Semua ajaran Islam terkodifikasi di dalam kitab suci Alquran, akan tetapi Alquran
memerlukan penjelasan karena Alquran bersifat global. Oleh karenanya interpretasi (penafsiran)
Alquran mengalami perbedaan oleh umat Islam karena versi penafsiran sesuai dengan situasi dan
kondisi umat Islam yang berbeda-beda.

Perbedaan penafsiran tersebut juga yang membuat pola pikir aliran kalam berbeda, secara
umum kerangka pikir para mutakalimin ada dua, yaitu tradisional dan rasional. Mutakalimin yang
berpola pikir tradisional adalah terikat pada dogma dan ayat yang mengandung arti zhanni (teks yang
mengandung arti lain selain arti secara harfiah). Sedangkan mutakalimin yang berpola pikir rasional
berpikir sebaliknya, mereka terikat pada dogma yang jelas dan tidak menginterpretasi ayat yang  zhanni,
dan mereka lebih mengutamakan akal.[1]
Dari sekian beragam jenis mutakalimin, terdapat aliran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah  (kaum yang
berpegang kepada sunnah dan kaum mayoritas) [2], dan di dalamnya terdapat dua versi yang berbeda
dalam mempertahankan ranah ideologi (aqidah), mereka dikenal dengan istilah khalaf dan salaf.
[3] Terkait dengan masalah tersebut, dan karena materi mata kuliah yang diberikan untuk menguraikan
dalam bentuk makalah, maka makalah ini diberikan judul: “Paham dan Aliran Dalam Aqidah Islam
Ahlusunnah Salaf dan Khalaf”

B.     Rumusan Masalah

Terkait dengan judul makalah ini, maka pembahasan materi makalah ini dirumuskan sebagai
berikut:

1.    Apa penjelasan mengenai ASWAJA, Salaf dan Khalaf?

2.  Pemikiran ahl al-sunnah wa al-jama’ah (salaf dan khalaf).

3.   Bagaimana perbedaan antara Salaf dan Khalaf?

4. Apa nilai dari aliran Salaf danKhalaf?

C.    Tujuan  Penulisan
Berdasarkan dengan perumusan masalah dari makalah ini, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:

1. Penjelasan ASWAJAH, Salaf dan Khalaf


2.  Pemikiran ahl al-sunnah wa al-jama’ah (salaf dan khalaf).
3. Perbedaan antara salaf dan khalaf.
4. Nilai dari aliran salaf dan khalaf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahlusunnah waljamaah (ASWAJA), Salaf dan Khalaf


1. Pengertian Ahlusunnah waljamaah (ASWAJA)
secara semantic arti Ahlusunnah wal jamaah adalah sebagai berikut. Ahl berarti pemeluk, jika
dikaitkan dengan aliran atau mazhab maka artinya adalah pengikut aliran atau pengikut mazhab
(ashab al-mazhab). Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di samping memiliki arti al-Hadist.
Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan nabi, para sahabat dan tabi’in. Al-
Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan,
Ahlusunnah Wal Jamaah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, para sahabat dan
tabi’in. Nahdatul ‘Ulama merupakan ormas islam pertama di Indonesia yang menegaskan diri
berpaham Aswaja. Dalam Qanun Asasi (konstitusi dasar) yang dirumuskan oleh Hadratussyaikh K.H.
Hasyim Asy’ari juga tidak disebutkan definisi ASWAJA. Namun tertulis di dalam Qanun tersebut
bahwa Aswajah merupakan sebuah paham kegamaan di mana dalam bidang akidah menganut
pendapat Abu Hasan Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, dalam bidang fiqh menganut pendapat dari salah
satu mazhab empat (madzahibul arba’ah-Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali),
dan dalam bidang tasawuf/akhlak menganut Imam Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid Al-Ghazali.
Awal mula penamaan ahlusunnah ialah ketika telah terjadi perpecahan, munculnya berbagai
golongan, serta banyaknya bid’ah dan penyimpangan. Pada saat itulah ahlusunnah menampakkan
identitasnya yang berbeda dengan yang lain, baik dalam aqidah maupun manhaj mereka. Namun
pada hakikatnya, mereka itu hanya merupakan proses kelanjutan dari apa yang dijalankan Rasulullah
SAW dan para sahabatnya.
2. Pengertian Aliran Salaf
Aliran Salaf merupakan aliran yang muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Imam Ahmad ibn
Hanbal yang kemudian pemikirannya diformulasikan secara lebih lengkap oleh Imam Ahmad Ibn
Taimiyah. Sebagaimana aliran Asy’ariyah, aliran Salaf memberikan reaksi yang keras terhadap
pemikiran-pemikiran ekstrem Mu’tazilah. Kata secara etimologi dapat diterjemahkan menjadi
“terdahulu” atau “luhur”. Sedangkan menurut terminology terdapat banyak definisi yang
dikemukakan oleh pakar menganai arti salaf, di antaranya adalah:
a. Menurut Thablawi Mahmud Sa’ad, Salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan
untuk merujuk generasi sahabat, tabi, tabi’ tabii’in para pemuka abad ke-3 H, dan para
pengikutnya pada abad ke-4 yang terdiri dari para muhadditsin dan lainnya. Salaf berarti pula
ulama-ulama saleh yang hidup pada tiga abad pertama Islam.
b. Menurut As-Syahrastani, ulama salaf adalah yang tidak menggunakan takwil (dalam
menafsirkan ayat-ayat mutasabbihat) dan tidak mempunyai paham tasybih (antropomorfhisme).
c. Mahmud Al-Bisybisyi, menyatakan bahwa salaf sebagai sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in yang
dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat-sifat Allah
yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk mensucikan dan mengagungkannya.
3. Pengertian Khalaf
Kata khalaf umumnya digunakan untuk merujuk kepada para ulama pada abad III Hijriah dengan
karakteristik yang berlawanan dengan kaum salaf, di antaranya adalah tentang interpretasi terhadap
sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan
kesucian Tuhan.
B.   Pemikiran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah

Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ahadalah mereka yang mengikuti jalan yang ditempuh oleh nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya, yaitu mereka yang selalu berpegang teguh kepada nabi
Muhammad SAW adalah para sahabat, tabi’in, dan para pelopor kebenaran yang mengikuti jalannya,
disebut seperti itu karena mereka menisbatkan dirinya kepada Sunnah nabi dan kesepakatan mereka
untuk merujuk kepadanya lahir dan batin,[1]dalam hal ini ada dua versi yaitu:

1.      Salaf

Banyak definisi yang diberikan oleh para pakar mengenai salaf, seperti menurut Thablawi
Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu, karena salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk
generasi sahabat pada abad ke-4 yang terdiri atas muhaditsindan yang lainnya, sedangkan menurut al-
Syahrastani, definisi salafadalah tidak berpaham tasybih(anthropomorphisme) serta tidak
menggunakan ta’wil dalam menafsirkan ayat mutasyabihat, sedangkan Mahmud al-Bisybisyi
mendefinisikan dengan sahabat dan tabi’in yang diketahui sikap mereka yang menolak interpretasi
mendalam mengenai sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru dengan tujuan untuk
mensucikan serta mengagungkan-Nya.[2]

Konsep aqidah salaf atau disebut dengan kaum tradisional, sesuai dengan metode Alquran yang
relevan dengan semua pihak, serta tidak hanya untuk golongan tertentu, dan para penganut
paham salaf tidak mau membahas hal yang terkandung pada ayat Alquran yang tidak jelas maksudnya.
[3] Hasan al-Banna kemudian menguatkan sikap tentang hal yang disebut ayat dan Hadis tentang sifat
Tuhan, hal tersebut merupakan hal yang dipermasalahkan oleh kaum salafdan kaum khalaf, kemudian
Hasan al-Banna menguatkan pendapat kaum salaf bahwa mengimani ayat atau Hadis yang membahas
tentang sifat Tuhan tidak harus diinterpretasi atau dijelaskan, karena hal tersebut tidak diperlukan untuk
mengimani Tuhan.[4]

Konsepsi aqidah salafmenetapkan semua sifat Allah menurut Alquran dan Hadis, termasuk
nama-nama Allah sesuai dengan yang disifatkan oleh Allah dan rasul-Nya tanpa ada ta’wil atau
interpretasi serta ta’thil atau menganggap tidak ada makna dari sebagian atau semua sifat Allah, serta
tidak ada tasybih atau penyerupaan dengan makhluk.[5]

2.      Khalaf

Kata khalaf umumnya digunakan untuk merujuk kepada para ulama pada abad III Hijriah dengan
karakteristik yang berlawanan dengan kaum salaf, di antaranya adalah tentang interpretasi terhadap
sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan
kesucian Tuhan.[6]Aliran khalaf terdiri dari dua versi, yaitu sebagai berikut:[7]

a.       Aliran yang lebih mengutamakan akal, karena menurut aliran ini tanpa wahyu pun manusia mampu
mengenal Tuhan, serta mampu menetapkan hukum dengan bantuan akal, paham ini identik dipegang
oleh aliran Mu’tazilah.

b.      Aliran yang menempatkan akal sebagai mitra dari wahyu, menurut mereka akal dan wahyu saling
mendukung kecuali dalam beberapa hal tertentu, karena dalam hal tertentu akal tidak cukup untuk
memahami wahyu karena keterbatasannya, paham ini identik dipegang oleh Asy’ariyah.

Dalam istilah tauhid, aliran Asy’ariyah dianggap sebagai golongan moderat dari aliran salaf dan
Mu’tazilah, dan karena hal ini aliran Asy’ariyah mempunyai banyak pengikut, disebabkan karena
banyaknya pengikut, maka aliran Asy’ariyah mayoritas disebut denganAhl al-Sunnah wa al-Jama’ah.
[8] Tasy Kubra Zadah menerangkan bahwaAhl al-Sunnah wa al-Jama’ah muncul karena keberanian dari
Abu Hasan al-Asy’ari pada tahun 300 Hijriah.[9]Menurut Harun Nasution, yang disebut dengan aliran Ahl
al-Sunnah wa al-Jama’ah adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah.[10]

C.    Perbedaan antara Salaf dan Khalaf

Pokok utama yang menjadi perbedaan antara aliran salaf dan alirankhalaf adalah permasalahan


interpretasi ayat Alquran ataupun Hadis nabi yangmutasyabihat atau yang mengarah kepada
penyerupaan (tasybih), karena aliran khalaf menganggap pantas untuk diinterpretasi ke arti yang lebih
layak dengan kesucian Allah, sedangkan menurut aliran salaf hal tersebut merupakan sesuatu yang
dilarang (bid’ah), karena hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya maupun para tabi’in yang berpegang teguh dengan ajaran nabi Muhammad SAW.[11]

Kaum salaf berpendapat bahwa harus mengimani ayat Alquran atau Hadis yang berkaitan
dengan sifat Allah dengan apa adanya, adapun penjelasan tentang tangan, wajah, bertempat, dan lain-
lain dari Allah itu menurut mereka hanya Allah yang tahu penjelasannya, karena hal tersebut tidak dapat
diketahui oleh manusia, dan umat Islam dilarang untuk berpikir tentang Allah.[12]

Sedangkan kaum khalafberpendapat bahwa boleh memahami ayat Alquran atau Hadis yang
menjelaskan masalah sifat Allah, karena tidak harus secara literal atau tekstual (secara harfiah), karena
ayat atau Hadis tersebut adalah majaz atau berupa kiasan sehingga membutuhkan penjelasan lebih
lanjut, dan bukan bermaksud untuk menyamakan Allah, seperti mereka menafsirkan Wajah Allah
dengan Dzat-Nya.[13]

Aliran salaf juga ada 2 jenis, ada yang radikal dan ada yang moderat, seperti imam Malik, imam
Syafi’i, imam Hanafi, serta imam al-Tsauri yang termasuk dari aliran salaf moderat, dan imam Ahmad bin
Hanbal merupakan tokoh aliran salaf yang radikal selain imam Daud Zahiri dan imam Ibn Hazm,
aliran salaf radikal dikembangkan oleh imam Ibn Taimiyah serta kawan-kawannya.[14]

Ibn Taimiyah adalah seorang tekstualis, pandangannya dianggap oleh imam Ahmad bin Hanbal
serta al-Khatib Ibn al-Jauzi sebagai pandangan tajsim(anthropomorpisme) atau menyerupakan Allah
dengan makhluk, oleh karenanya al-Khatib Ibn al-Jauzi bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai
seorang salaf perlu ditinjau kembali.[15]Watt mengatakan bahwa pemikiran Ibn Taimiyah mencapai
klimaksnya dalam sosiologi politik yang mempunyai dasar teologi.[16]

D.   Nilai dari aliran Salaf dan Khalaf

Nilai-nilai yang dapat diambil dari aliran salaf dan khalaf adalah aliransalaf yang


mempertahankan aqidah murni, dengan menjaga agar tidak melakukan hal yang dilarang karena
aliran salaf tidak mau menafsirkan ayat-ayat Alquran atau Hadis yang membahas
masalah mutasyabihat, karena menurut mereka menafsirkan hal tersebut adalahbid’ah (hal yang
dilarang ).Sedangkan aliran khalaf menganggap bahwa ayat Alquran ataupun Hadis yang membahas
ayat mutasyabihat boleh dijelaskan, akan tetapi pada masalah yang tertentu ada keterbatasan akal yang
tidak dapat menjelaskannya, dan hanya Allah yang mengetahui. 

Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah versi salaf dan khalaf memperdebatkan masalah ta’wil ayat


Alquran atau Hadis yang membahas masalah sifat Allah, akan tetapi keduanya sama-sama sepakat
tentang asal dari interpretasi tersebut, sehingga polemik antara mereka hanya sebatas pemahaman
kaum khalaf yang menambah pembatasan arti ayat atau Hadis dengan penjelasan tetapi tetap menjaga
aqidah, sehingga tidak perlu menjadi perdebatan yang panjang, karena hal tersebut untuk menjaga
anggapan orang awam dari anggapan penyerupaan Dzat Allah.[17]

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan di dalam makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:

1.       Ahl berarti pemeluk, jika dikaitkan dengan aliran atau mazhab maka artinya adalah pengikut aliran atau
pengikut mazhab (ashab al-mazhab). Al-Sunnah mempunyai arti jalan, di samping memiliki arti al-Hadist.
Disambungkan dengan ahl keduanya bermakna pengikut jalan nabi, para sahabat dan tabi’in. Al-Jamaah
berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahlusunnah Wal
Jamaah berarti segolongan orang yang mengikuti jalan Nabi, para sahabat dan tabi’in. Aliran Salaf
merupakan aliran yang muncul sebagai kelanjutan dari pemikiran Imam Ahmad ibn Hanbal yang
kemudian pemikirannya diformulasikan secara lebih lengkap oleh Imam Ahmad Ibn Taimiyah.
Kata khalaf umumnya digunakan untuk merujuk kepada para ulama pada abad III Hijriah dengan
karakteristik yang berlawanan dengan kaum salaf, di antaranya adalah tentang interpretasi terhadap
sifat-sifat Tuhan yang serupa dengan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan
kesucian Tuhan.

2. Pemikiran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah versi salaf adalah mempertahankan aqidah secara murni,


sedangkan versi khalafmenempatkan akal dan wahyu sebagai mitra, karena akal dipergunakan untuk
menjelaskan wahyu meski dalam hal tertentu akal tidak dapat secara menyeluruh menjelaskan wahyu,
akan tetapi tidak semua wahyu tidak bisa dijelaskan.

2.      Pemikiran Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah versi salaf adalah mempertahankan aqidah secara murni dan
tidak mau menginterpretasikan ayat-ayat Alquran atau Hadis yangmutasyabihat, sedangkan
versi khalafmembolehkan untuk menafsirkan ayat atau Hadis tersebut.

3.      Nilai yang dapat diambil adalah tidak dapat juga untuk menilai sesuatu sebagai bid’ah, dan memang
seharusnya untuk mempertahankan aqidah secara murni, sehingga dapat disimpulkan pada hakikatnya
antara aliran khalaf dan salaf adalah perbedaan ijtihad, bukan permasalahan aqidah seperti
permasalahan teologi pada umumnya, perbedaan ijtihad merupakan sesuatu yang wajar seperti
perbedaan pemahaman dalam permasalahan hukum Islam.

B.     Saran

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua orang yang berminat menuntut
subtansi Islam lebih mendalam, dan dengan harapan dapat menjadikan pedoman dalam segala hal yang
diperlukan. Makalah ini tentu banyak memiliki kekurangan, sehingga motivasi berupa kritik dan saran
sangat dibutuhkan, dan atas kekurangan yang ditemukan dalam makalah ini penulis ucapkan mohon
maaf yang sebesar-besarnya dengan tanpa menghilangkan rasa hormat terhadap kesediaan untuk
membaca makalah sederhana yang mudah-mudahan memberi manfaat kepada semua orang. 
Pembahasan dalam makalah ini adalah untuk dijadikan bahan renungan, sehingga penulis
sangat berharap untuk menjadikannya bahan pemikiran bagi mereka yang mengkaji kajian Islam yang
lebih mendalam, sekiranya pembahasan makalah ini tidak hanya terhenti sampai disini, akan tetapi
dapat lagi dibahas secara spesifik dan mendalam.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon, dan Abdul Rozak, Ilmu Kalam, Cet. 2, Bandung: Pustaka Setia, 2003.

Dahlan, Abdul Aziz,  Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam bagian I: Pemikiran Teologis, Jakarta:
Beunebi Cipta, 1987.

Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Cetakan II, Jakarta: UI Press, 1978.

Qaradhawi, Yusuf, Akidah Salaf dan Khalaf, pent. Arif Munandar Riswanto, dari judul asli, Fusûl fî al-‘Aqîdah Bain
al-Salaf wa al-Khalaf, Jakarta: Pustaka al-Kautsar,2006.

Qathani, Said, dan Nashir bin Abdul Kadir al-Aql, Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan Kewajiban
Mengikutinya, pent. Farid Bathothi dan Imam Mudzakir, Surabaya: Pustaka As-Sunnah, 2003.

Syihab, Akidah Ahlus Sunnah Versi Salaf-Khalaf dan Posisi Asya’irah di Antara Keduanya, Jakarta: Bumi Aksara,
1998.

Anda mungkin juga menyukai