sebutan teologi.
1
Jalaluddin Rahmat, Renungan-renungan Sufistik Membuka Tirai Kegaiban (Bandung:
Mizan, 1999), 234.
21
teologi dalam Islam berpusat pada tujuh masalah pokok, antara lain
tentang etika teodisi perintah Allah dalam kaitan dengan kehendak bebas,
yang berselisis paham tentang masalah diatas. Akan tetapi yang perlu kita
komunitas yang kuat dalam segala aspek kehidupan. Hal ini dapat
Hurairah ra.
beriman agar mempunyai etos kerja yang tinggi dalam segala aspek
besar komponen bangsa tidak boleh lemah dan mudah kehilangan asa
2
Muhammad Djakfar, Teologi Ekonomi: Membumikan Titah Langit di Ranah Bisnis,
(Malamg: UIN- Maliki Pers, 2010), 40.
3
Sahih Muslim, Juz 13, 143.
22
pertolongan Allah. Dengan kata lain, agar Muslim Indonesia menjadi umat
yang maju dan terbaik di bidang ekonomi, atau bahkan di bidang yang lain
dirinya sendiri.
dan laba”. Untuk jelasnya “ dari laba, kerena laba, untuk laba”. Paradigma
seperti itu tidak terlepas dari paradigma filosofi kapitalisme. Filsafat yang
motif mencari harta kekayaan dengan cara mereka sendiri demi mencapai
4
Afzalurrahman, Dokrin Ekonomi Islam Jilid 1, terj, Soerojo dan Nastangin (Yogyakarta,
PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995), 4.
23
dirinya sendiri. Dengan azas manfaat ini, yang baik adalah yang memberi
kebutuhan yang bersifat materi.5 Dengan adanya hal sperti itu, teologi
univesal, yakni “dari Allah, karena Allah, untuk Allah”. “Dari Allah”
lain adalah melakukan bisnis. Hal ini merupakan sebuah pandangan bahwa
5
Ismail Nawawi Uha, Filsafat Ekonomi Islam, (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya),
251-252.
24
senantiasa berlaku jujur, adil, tidak mementingkan diri sendiri, dan lain
untuk melakukan bisnis secara benar sesuai ketentuan ajaran agama Islam
kerena tujuan akhir manusia tidak sebatas untuk urusan sandang, pangan,
dengan Allah, dan juga bekal kehidupan akhirat. Karena, orang yang
beriman pasti percaya akan adanya hari kemudian sebagai hari bembalasan
aman terhadap diri dan rezekinya. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran
ini bisa menjadi ajaran universal yang bisa mewujudkan pasar ekonomi
yang manusiawi, yaitu orang yang kaya memberi zakat kepada orang
miskin, orang besar mengasihi orang kecil, orang kuat melindungi yang
lemah, orang yang bebas menegur orang yang nakal dan zalim.
6
Ibid. 7-8.
7
Ibid, 143.
25
kehidupan keluarga dan masyarakat. Semua ini yang terdapat dalam nilai-
tatanan moral yang amat tidak didambakan oleh manusia yang beriman.
tingkat bunga nol, pajak proporsional (zakat) terhadap aset tidak produktif,
sedekah, tidak adanya spekulasi dan monopoli dalam pasar barang dan
tenaga kerja.8
8
Moehammad Goenawan, Metodologi Ilmu Ekonomi Islam, (Yogyakarta, UII Pers,
1999), x.
26
Tentu asumsi seperti itu sah-sah saja, sebagaimana anggapan orang sekuler
setiap individu melakukan bisnis sesuai hak asasinya dan agama tidak
Secara sepintas itu memang benar, tetapi jika dilihat dari kacamata
untuk hidup di akhirat. Apakah di kehidupan akhirat itu bahagia atau tidak,
9
Muhammad Djakfar, Teologi Ekonomi: Membumikan Titah Langit di Ranah Bisnis,
(Malamg: UIN- Maliki Pers, 2010), 18.
27
dunia. Oleh kerena itu, pelaku bisnis yang jujur dan melakukan kagiatan
berpotensi merugikan orang lain, mereka juga pantas mendapat siksa atas
Oleh karena itu, diwajibkan memberi manfaat dan kebaikan bagi alam
tehadap alam yang telah menyediakan semua bahan baku bagi kebutuhan
manusia.
hukun syariah tentu saja merupakan bagian dari ajaran Allah, baik dalam
ibadah kepada Allah (vertikal). Muamalah adalah bagian dari ajaran Islam
bahkan sebagai ibadah dalam arti luas. Berperilaku terpuji dalam bisnis
adalah bagian yang diwajibkan, karena kegiatan bisnis itu sendiri juga
yang jujur niscaya pelakunya akan memperoleh harta yang halal dan
barakah di dunia, bahkan yang jauh lebih krusial akan meraih falah
28
Relasi teologi dengan ekomoni ini bisa dipahami dan ditarik dari
Karena, etika itu bisa dimaknai sebagai sumber nilai aksi dalam setiap
Selain itu relasi itu dapat dirunut pula dari bagaimana sebuah
ajaran agama dianggap memotivasi etos kerja para pelaku bisnis. Hal ini
ekonomi karena tidak lepas dari pengaruh ajaran agama yang dianut oleh
mereka.
penuh rasa tanggungjawab, dan lain sebagainya. Selain itu, juga harus
duniawi dan ukhrawi. Sehingga, palaku bisnis tidak merasa asing lagi
1. Tauhid
adalah tauhid. Oleh karena itu Teologi ekonomi Islam berbasis pada al-
Quran sebagai filsafat fundamental dari ekonomi Islam. Ada tiga aspek
milik Allah dan menurut kepada kehendak-Nya. Kedua, Allah itu Esa,
nya. Implikasi dari dokrin ini adalah bahwa antar manusia itu terjalin
setiap muslim yang berbuat untuk bekal kehidupan sesudah mati, tanpa
10
Muhammad Djakfar, Teologi Ekonomi: Membumikan Titah Langit di Ranah Bisnis,
(Malamg: UIN- Maliki Pers, 2010), 97.
30
Allah, tauhid menjadi dasar seluruh konsep dan aktifitas umat Islam,
Tidak boleh tidak secara Praktis teologi ekonomi islam itu didasarkan
pada prinsip social justice. Makanya, prinsip teologi ekonomi Islam itu
di dalam hati setiap manusia, hati pelaku ekonomi akan menolak dan
memakan harta orang lain dengan cara yang batil, dan juga akan
11
Nahruddin Baidan, dkk, Teologi Terapan: Upaya Antisipasi terhadap Hedonisme
Kehidupan Modern, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), 184.
12
Ismail Nawawi Uha, Isu-isu Ekonomi Islam, (Jakarta: VIV Press, 2013), 124.
31
kelangkaan sumber daya yang kita alami tidak dapat disimpulkan dari
13
Muhammad Djakfar, Teologi Ekonomi: Membumikan Titah Langit di Ranah Bisnis,
(Malamg: UIN- Maliki Pers, 2010), 70.
14
Ibid, 67.
32
alam yang ada. Salah kelola sumber daya yang ada bisa saja terjadi
monopoly. Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan
dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Hanya Allah yang
tidak dapat dibenarkan oleh Islam, karena hal itu berarti menerima
tauhid.15
15
Ismail Nawawi Uha, Filsafat Ekonomi Islam, (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya),
124.
33
yang sah dan halal, bukan hasil kolusi dan cara-cara curang lainnya.
manusia.
dominasi dan eksploitatif. Hal itu sama saja dengan melupakan prinsip
manusia adalah wakil Allah dalam mengelola harta di muka bumi ini.16
telah diberi dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan material oleh
dan berfikir serta menalar untuk memilih sesuatu yang benar dan yang
salah, fair dan tidak fair dan mengubah kondisi hidupnya ke arah yang
16
Yusuf Qardawi, peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Terj. Didin
Hafidhuddin, dkk, (Jakarta: Robbani Press, 1997), 39.
35
dalam alam semesta, serta memberikan arti dan misi bagi kehidupan
menjadi Wakil Allah, segala kebebasan dan berfikir dalam aktivitas ini
tidak terlepas dari atuaran dan rambu-rambu yang telah digariskan Allah.
sumber daya itu secara adil dan efesien sehingga terwujud kesejahteraan
harga, kecuali jika terjadi distorsi pasar. Intervensi negara pada harga
dengan segala daya kekuatan yang dikaruniai Allah. Hanya saja, dalam
melakukan semua itu harus sesuai dengan koridor yang telah ditentukan
diciptakannya bukan untuk Allah sendiri, karena Dia tidak butuh kepada
manusia. Dengan begitu, kreativitas Allah tidaklah sia-sia atau tanpa ada
dengan menggunakan fasilitas akalnya saja, maka manusia tidak akan bisa
17
Muhammad Djakfar, Teologi Ekonomi: Membumikan Titah Langit di Ranah Bisnis,
(Malamg: UIN- Maliki Pers, 2010), 105-106.
37
3. Ajaran Ihsan
perjalanan hidup di dunia yang didapat dengan berbudi pekerti yang baik,
yaitu akhlak. Manusia merasa dirinya selalu diawasi dan di pantau oleh
yang baik. Dengan tindakan ihsan, kehidupan akan terasa indah dan
sekitarnya. Bahkan, bidang akhlak ini menjadi sasaran inti misi Islam,
itu adalah ada atau tiadanya kesadaran dalam diri seseorang tentang
18
Ibid, 257.
38
kebaikan dunia dan akhirat. Dengan adanya ajaran ihsan itu akan
dan memelihara lima kebutuhan dasar, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan,
menyatakan “di mana ada maslahah, maka di situ ada syariah Allah”. Ini
4. Kesetaraan
adalah hamba Allah yang paling dicintai di sisinya adalah mereka yang
19
Ismail Nawawi Uha, Filsafat Ekonomi Islam, (Jakarta: CV. Dwiputra Pustaka Jaya),
130.
39
daya yang ada dengan baik, tidak saling merusak dan mendhalimi. Dengan
kelas. Implikasi dari dokrin ini adalah bahwa antara manusia terjalin
antara pekerja yang meminta upah yang pantas dan tingkat laba bagi
20
Ibid, 138
21
Ibid, 144.