Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

“KIMIA ANORGANIK DALAM BIDANG PANGAN,

ENERGI, DAN LINGKUNGAN “

Dosen pengampu:
Asiyah Nurrahmajanti, M. Si.

Tanggal Praktikum : Kamis, 22 November 2018


Tanggal Pengumpulan Laporan : Kamis, 20 Desember 2018

Disusun oleh :
Isal Abdussalam
1177040038

Kelompok 5

Annisa Ayu Pratiwi 1177040013

Elsa Ainun Pangesti 1177040023

Ika Salikah Mardiatillah 1177040034

Lisa Kumala Dewi 1177040040

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1.Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya percobaan kimia anorganik dalam bidang pangan, energi,
dan lingkungan, diantaranya :
1. Menganalisis metode titrasi argentometri;
2. Menentukan konsentrasi AgNO3 dari hasil standarisasi;
3. Mengidentifikasi peristiwa yang terjadi pada kulit telur ;
4. Menentukan kadar NaCl dalam cangkang telur puyuh, ayam broiler, ayam kampung,
dan telur bebek tanpa perendaman dengan KOH setelah didiamkan selama 4 hari, 7
hari, dan 14 hari;
5. Menentukan kadar NaCl dalam cangkang telur puyuh, ayam broiler, ayam kampung,
dan telur bebek dengan perendaman KOH setelah didiamkan selama 4 hari, 7 hari,
dan 14 hari ;
6. Menentukan massa NaCl dalam cangkang telur puyuh, ayam broiler, ayam kampung,
dan telur bebek tanpa perendaman dengan KOH setelah didiamkan selama 4 hari, 7
hari, dan 14 hari;
7. Menentukan massa NaCl dalam cangkang telur puyuh, ayam broiler, ayam kampung,
dan telur bebek dengan perendaman KOH setelah didiamkan selama 4 hari, 7 hari,
dan 14 hari;
8. Menentukan massa NaCl terdifusi dalam cangkang telur puyuh, ayam broiler, ayam
kampung, dan telur bebek tanpa perendaman dengan KOH setelah didiamkan selama
4 hari, 7 hari, dan 14 hari;
9. Menentukan kadar NaCl terdifusi dalam cangkang telur puyuh, ayam broiler, ayam
kampung, dan telur bebek dengan perendaman KOH setelah didiamkan selama 4 hari,
7 hari, dan 14 hari;
10. Menganalisis metode titrasi kompleksometri;
11. Menentukan konsentrasi EDTA dari hasil standarisasi;
12. Menentukan kadar Ca dalam air sadah tanpa penambahan CaO;.
13. Menentukan kadar Ca dalam air sadah dengan penambahan CaO.
1.2.Dasar Teori
1.2.1. Titrasi Argentometri
Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam
yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi
jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir
titrasi yang mudah diamati. (Mulyono,2005)
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini
biasanya disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion
halida (pada umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3.
Titrasi argentometri tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan
tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan
beberapa anion divalent seperti ion fosfat dan ion arsenat.(Kisman,1988)
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan
NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk
garam yang tidak mudah larut AgCl. (Kisman,1988)

Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan
bereaksi dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42-
dimana dengan indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat
kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai
adalah tiosianida dan indicator adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi
yang dipakai maka titrasi argentometri dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode
Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga
dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen.
(Kisman,1988)
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan
kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen
mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan
kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog
dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan
basa kuat. (Harjadi,1993).
1. Metode Fajans
Prinsip : Pada titrasi Argentometri dengan metode Fajans ada dua tahap untuk
menerangkan titik akhir titrasi dengan indikator absorpsi (fluorescein). Indicator
adsorbsi dapat dipakai untuk titrasi argentometri. Titrasi argentometri yang
menggunakan indicator adsorbsi ini dikenal dengan sebutan titrasi argentometri
metode Fajans. Sebagai contoh marilah kita gunakan titrasi ion klorida dengan larutan
standart Ag+. (Mulyono,2005)
Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum titik
ekuivalen dicapai maka endapat akan bermuatan negative disebakkan teradsorbsinya
Cl- di seluruh permukaan endapan. Dan terdapat counter ion bermuatan positif dari
Ag+ yang teradsorbsi dengan gaya elektrostatis pada endapat. Setelah titik ekuivalen
dicapai maka tidak terdapat lagi ion Cl- yang teradsorbsi pada endapan sehingga
endapat sekarang bersifat netral. (Mulyono,2005)
2. Metode Volhard
Prinsip: Pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3 ditambahkan
secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion halida. Konsentrasi ion
klorida, iodide, bromide dan yang lainnya dapat ditentukan dengan menggunakan
larutan standar perak nitrat. Larutan perak nitrat ditambahkan secara berlebih kepada
larutan analit dan kemudian kelebihan konsentrasi larutan Ag+ dititrasi dengan
menggunakan larutan standar tiosianida (SCN-) dengan menggunakan indicator ion
Fe3+. Ion besi(III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat membentuk kompleks yang
berwarna merah.(Mulyono,2005)
3. Metode Mohr
Salah satu jenis titrasi pengendapan adalah titrasi Argentometri. Argentometri
merupakan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion halida (Cl-, Br-, I-) atau anion
lainnya (CN-, CNS) dengan ion Ag+ dari perak nitrat (AgNO3) dan membentuk
endapan perak halida (AgX). Konsentrasi ion klorida dalam suatu larutan dapat
ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan standart perak nitrat. Endapan putih
perak klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan
indicator larutan kalium kromat encer. Setelah semua ion klorida mengendap maka
kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai akan bereaksi dengan indicator
membentuk endapan coklat kemerahan Ag2CrO4 (Mulyono,2005).
1.2.2. Telur
1.2.2.1.Telur
Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi karena
mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein
dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna
yang tinggi. Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Hal ini ditandai
dengan rendahnya zat yang tidak dapat diserap setelah telur dikonsumsi. Akan
tetapi disamping bernilai gizi tinggi, telur juga mempunyai sifat yang kualitasnya mudah
rusak .Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu tindakan atau usaha-usaha bidang teknologi
kualitas dan penanganan pasca produksi telur . Tindakan ini penting agar produksi
telur yang dicapai dengan segala usaha ini dapat sampai ke konsumen dengan kualitas
yang masih tetap baik (Sulistiati, 2003).
Telur merupakan sumber protein yang sangat diperlukan oleh tubuh. Telur juga
sering digunakan sebagai bahan baku ataupun bahan tambahan dalam pengolahan suatu
makanan karena telur mempunyai suatu sifat khusus yaitu sifat fungsional. Yang
dimaksud dengan sifat fungsional itu adalah sekumpulan sifat yang terkait dengan
pembuatan produk pangan selain mutu gizi yaitu mutu pangan yang memengaruhi
penggunannya. Sifat-sifat yang terkait ini adalah daya koagulasi, daya emulsi, kontrol
kristalisasi, daya buih, pemberi warna, aroma dan pemberi cita rasa.
Komponen pokok telur adalah putih telur (albumen), kuning telur (yolk), dan kulit
telur (egg shell). Masing masing mempunyai persentase berat yang berbeda yaitu kulit
telur 11%, putih telur 58% dan kuning telur 31%. Dari ketiga komponen itu jelaslah berat
putih telur lebih mendominasi dibandingkan kuning telur ataupun cangkangnya.
1.2.2.2. Kulit Telur
Kulit telur (cangkang) biasanya didominasi oleh garam yaitu kalsium karbonat
(CaCO3) yang apabila dibakar akan menghasilkan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang
berguna untuk campuran rempeyek, menyirih, dan campuran buah dalam sirup. Telur
unggas biasanya halus, kuat dan berkapur. Faktor-faktor yang pempengaruhi ketebalan
kulit telur antara lain sifat turun-temurun dari induknya, musim/cuaca pembuahan,
makanan induk dan faktor fisiologi lain. Contohnya ayam yang mendapat makanan
dengan kandungan kalsium (Ca) yang cukup banyak akan menghasilkan telur dengan
kulit yang lebih tebal.
Kulit telur merupakan lapisan luar dari telur yang berfungsi melindungi semua
bagian telur dari luka atau kerusakan. Pembentukan kulit telur memerlukan waktu yang
sangat lama pada uterusdi oviduct. Kandungan kalsium selama 4 jam selama berkisar
2,2% yang meningkat menjadi 5.6% setiap jam selama 16 jam berikutnya. Ayam betina
menggunakan pakan ternak dan rangka kalsium yang tersedia, untuk pembentukan kulit
terluar telur. Sekita 47% rangka kalsium dialihkan untuk pembentukan kulit terluar telur
(Panda,1995).
Bila dilihat dengan mikroskop maka kulit telur terdiri dari 4 lapisan yaitu :
1. Lapisan kutikula : merupakan protein transparan yang melapisi permukaan
kulit telur.
2. Lapisan busa : merupakan bagian terbesar dari lapisan kulit telur.
3. Lapisan mamilary : merupakan lapisan ketiga dari kulit telur yang teridri dari
lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong.
4. Lapisan membrane : merupakan bagian lapisan kulit telur yang terdalam.
Terdiri dari dua lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur.
(Nasution, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian, serbuk kulit telur ayam mengandung kalsium sebesar 401
kurang lebih 7.2 gram atau sektar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat.
(Schaafsma, 2000).
1.2.2.3. Putih Telur
Putih telur merupakan bagian terbesar dari komponen telur lainnya. Komponen
yang biasa disebut albumen ini menjadi sumber protein untuk berat keringnya. Namun,
albumen tidak dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah karena mengandung protein
antigizi seperti avidin (protein yang dapat menurunkan ketersediaan biotin yang
merupakan salah satu golongan vitamin B kompleks) dan ovomusin (jenis protein yang
dapat menurunkan ketersediaan tripsin yang merupakan salah satu golongan asam amino
esensial). Walaupun di dalam putih telur mengandung lysozyme yang dapat melarutkan
dinding sel bakteri namun resiko berbahaya yang mengancam tubuh jauh lebih besar
sehingga harus dihindari pengonsumsian putih telur dalam keadaan mentah.
1.2.2.4. Kuning Telur
Yolk atau yang biasa disebut kuning telur merupakan penyuplai kolesterol terbesar
dari komponen telur lainnya. Terbukti dari kandungan kolesterolnya yang paling tinggi
yaitu 1602 mg jika dibandingkan dengan putih telur yang tidak mengandung kolosterol (0
mg) ataupun campuran putih dan kuning telur yaitu sebesar 548 mg.
Berikut ini adalah komposisi ketiga komponen pokok telur dalam persen (%)
Bahan penyusun Kulit Albumen Kuning telur

Bahan organic 95,1 - -

Protein 3,3 12,0 17,0

Glukosa - 0,4 0,2

Lemak - 0,3 32,2

Garam - 0,3 0,3

Air 1,6 87,0 48,5

(Direktorat Gizi, DEPKES RI. 1979).


Dilihat dari kasat mata ukuran telur puyuh lebih kecil dari telur ayam maupun
telur itik. Namun, secara umum komposisi kimia telur yang dihasilkan dari ayam, itik
maupun puyuh kurang lebih sama karena kandungan kadar airnya yang relatif sama.
Berikut adalah tabel yang menjelaskan lebih rinci mengenai komposisi kimia telur pada
ayam, itik dan puyuh.
Hewan Kadar air Protein Lemak Karbohidrat Abu(%)
(%) (%) (%) (%)
Ayam 73.7 12.9 11.5 0.9 1.0
Itik 70.4 13.3 14.5 0.7 1.1
Puyuh 73.7 13.1 11.1 1.0 1.1
(Tien Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
1.2.3. Titrasi Kompleksometri
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik
melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit
terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui
reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan
ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Selain titrasi kompleks biasa sepertidi atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal
sebagai titrasi kelatometri,seperti yang menyangkut penggunaan EDTA (Khopkar, 2002).
Macam-macam titrasi yang sering digunakan dalam kompleksometri,antara lain :
1. Titrasi langsung yaitu titrasi yang biasa digunakan untuk ion-ion yang tidak
mengendap pada pHtitrasi, reaksi pembentukan kompleksnya berjalan cepat.
Contoh penentuannya ialah untuk ion-ion Mg, Ca, dan Fe.
2. Titrasi kembali yaitu titrasi yang digunakan untuk ion-ion logam yang
mengendap pada pH titrasi,reaksi pembentukan kompleksnya berjalan lambat.
Contoh penentuannyaialah untuk penentuan ion Ni.3.
3. Titrasi penggantian atau titrasi substitusi adalah titrasi yang ini digunakan untuk
ion-ion logam yang tidak bereaksi sempurna dengan indikator logam yang
membentuk kompleks EDTA yang lebih stabil daripada kompleks ion-ion logam
lainnya, contoh penentuannya ialah untuk ion-ion Ca dan Mg.4.
4. Titrasi tidak langsung Titrasi ini dilakukan dengan cara, yaitu :
a. Titrasi kelebihan kation pengendap (misalnya penetapan ion sulfat,
danfosfat).
b. Titrasi kelebihan kation pembentuk senyawa kompleks (misalnyapenetapan
ion sianida) (Basset al., 1994).

Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan
seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan
keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi per molekul,misalnya asam 1,2-diamino etana tetra asetat
(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen
penyumbang dan empat atomoksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).Suatu
EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam
sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam,
dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam,
yang menghasilkan spesies seperti Cu HY. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada
dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).Prinsip dan dasar reaksi
penentuan ion-ion logam secara titrasikompleksometri umumnya digunakan
komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana EDTA
bereaksi dengan ion logam yang polivalen seperti Al+3, Bi+3, Ca+2, dan Cu+2 membentuk
senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air. Faktor- faktor yang
membuat EDTA ampuh sebagai pereaksi titrimetriantara lain: selalu membentuk
kompleks ketika direaksikan dengan ionlogam, kestabilannya dalam membentuk kelat
sangat konstan sehingga reaksi berjalan sempurna (kecuali dengan logam alkali), dapat
bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam, telah dikembangkan indikatornya secara
khusus, mudah diperoleh bahan baku primernya dan dapat digunakan baik sebagai
bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan untuk standarisasi Selektivitas
kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH,misalnya Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat
dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan
indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya
mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian
disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochromeblack
T, pyrocatechol violet, xylenol orange, calmagit, 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon,
asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002). Titrasi dapat ditentukan
dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir
titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian
visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik
akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan
akanberwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup agar
diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun,kompleks - indikator logam itu harus kurang
stabil dibanding kompleks logam - EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA
memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-
EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas
dankompleks - indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati.Indikator
harus sangat peka terhadap ion logam sehingga perubahan warna terjadi sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan
dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 denganindikator eriochrome black T
(Basset, 1994). Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari
dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk
kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA
adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA
banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya
jumlah air yang tak tentu, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan
menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).

Titrasi kompleksometri ini merupakan titrasi berdasarkan pembentukan


persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam kompleks atau mengion).
Kompleksometri merupakan jenis titrasi diamana titran dan titrat saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. contoh reaksinya :

Ag+ + 2CN- Ag(CN)2

Hg2+ + 2Cl-  HgCl2

Penentuan Ca dan Mg dapat dilakuakn dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi


adalah 10 dengan indikator EBT. Pada ph tinggi Mg(OH)2 dapat mengendap, sehingga
EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca dengan indikator murexide (Basset, 1994).

1.2.4. Air Sadah


Kesadahan air merupakan kemampuan air mengendapkan sabun, dimana sabun
ini diendapakan oleh ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Karena penyebab dominan pertama
kesadahan adalah kalsium dan magnesium khususnya kalsium, maka arti dari kesadahan
dibatasi sebagai sifat / karakteristik air yang menggambarkan konsentrasi jumlah dari ion
Cad an Mg, yang dinyatakan sebagai CaCO3 (Giwangkara, 2008). Kesadahan terbagi
menjadi dua jenis, yaitu kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Kesadahan sementara
adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya garam-garam bikarbonat seperti
Ca(HCO3)2, Mg(HCO3)2. Kesahan tetap adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya
garam-garam klorida, sulfat dan karbonat, missal CaSO4, MgSO4. Penanganan atau
penanggulan kesadahan dapat dikurangi dengan beberapa cara, yaitu dengan proses
pemanasan dan penambahan kapur (proses clark). Penamabahan kapur (proses clark)
dilakukan dengan penambahan kapur pada air dengan kesadahan sementara akan
mengabsorbsi CO2 dan mengendapkan CaCO3 yang tidak terlarut. Reaksi yang terjadi :
Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2  2CaCO3 + 2H2O
BAB II
METODOLOGI

2.1. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, diantaranya :
Tabel 2.1. Alat Praktikum
Alat Ukuran Jumlah
Gelas ukur 100, 250 mL 2 buah
Spatula - 1 buah
Buret 25 mL 1 buah
Erlenmeyer 250 mL 2 buah
Pipet tetes - 4 buah
Toples - 4 buah
Klem dan statif - 1 set
Labu ukur 100 mL 1 buah
Neraca analitik - 1 buah
Batang pengaduk - 1 buah

Tabel 2.2. Bahan Praktikum


Bahan Konsentrasi Jumlah
Telur ayam boiler - 3 butir
Telur ayam kampung - 3 butir
Telur puyuh - 3 butir
Telur bebek - 3 butir
Akudes - Secukupnya
Larutan NaCl 2% 15 mL
Larutan NaOH 5% 50 mL
Air sadah - Secukupnya
Kapur tohar - 10 mL
Larutan EDTA - 250 mL
Larutan AgNO3 - 250 mL
2.2. Prosedur Kerja

2.2.1. Mempelajari Karakter Membran Cangkang Telur dalam Kaitannya dengan Efek
Pengawetan pada Telur

Skema 2.1. Prosedur Percobaan Telur Tanpa KOH

Skema 2.2. Prosedur Percobaan Telur dengan KOH

Sampel telur bebek, ayam boiler, ayam kampung, dan puyuh dicuci kemudian
dikeringkan. Setelah itu volume yang ada dalam telur diukur dan dikosongkan. Disimpan
telur diatas toples yang berisi larutan NaCl 20%. Cangkang telur yang berada dalam
toples diisi dengan aquadest hingga setengahnya volume cangkang. Toples ditutup dan
dibiarkan selama 4 hari, 7 hari, dan 14 hari. Setelah didiamkan beberapa hari sampel air
yang berada dalam telur dititrasi menggunakan larutan AgNO3 dan indicator K2CrO4.
Dilakukan pula langkah yang sama untuk sampel cangkang telur yang sebelumnya
direndam dengan larutan KOH.
2.2.2. Menentukan Kadar Ca dalam Air Sadah (tanpa penambahan CaO)

Skema 2.3. Prosedur Penentuan Ca dalam Air Sadah


Air sadah sebanyak 10 mL ditambah 5 mL larutan buffer, kemudian ditambah
indikator murexide secukupnya, lalu dititrasi menggunakan larutan EDTA hingga terjadi
perubahan warna menjadi merah muda.
2.2.3. Menentukan Kadar Ca dalam Air Sadah (dengan penambahan CaO)
Air sadah sebanyak 10 mL ditambah 2 mL larutan CaO, 5 mL larutan buffer,
kemudian ditambah indicator murexide secukupnya, lalu dititrasi menggunakan larutan
EDTA hingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda.
2.2.4. Standarisasi EDTA 0,05 M dengan Larutan MgSO4 7H2O
Ditimbang MgSO4 7H2O sebanyak 0,6 gram kemudian dilarutkan dan
ditandabataskan hingga 50 mL, dan dihomogenkan. Dipipet larutan sebanyak 10 mL,
ditambahkan 5 mL larutan buffer pH 10, indicator murexide secukupnya, dan dititrasi
dengan larutan Na2EDTA hingga larutan berwarna ungu.
2.2.5. Standarisasi AgNO3 0,05 M dengan Larutan NaCl Standar
Ditimbang NaCl p.a sebanyak 0,3 gram kemudian dilarutkan dan ditandabataskan
hingga 50 mL, dan dihomogenkan. Dipipet larutan sebanyak 10 mL, ditambahkan 3 tetes
indikatir K2CrO4, kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga larutan berwarna
merah bata dan terdapat endapan putih
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Pengamatan


3.1.1. Mempelajari Karakter Membran Cangkang Telur dalam Kaitannya dengan Efek
Pengawetan pada Telur
Tabel 3.1. Tabel Hasil Pengamatan pada Percobaan Kulit Telur

Telur Keadaan Awal Hari Ke4 Hari Ke7 Hari Ke14


Warna kulit yaitu Tanpa KOH
hijau (---) Terjadi
Terjadi Terjadi
Dimasukkan perubahan
perubahan perubahan
kedalam gelas volume, muncul
volume, muncul volume, dan
ukur, didapatkan bau
bau menyegat berbau
Telur Bebek volume total
seperti pada table
Dengan penambahan KOH:
Isi telur:
berwarna kuning
Cangkang kesat, Cangkang kesat,
dan tidak Cangkang kesat
sedikit berbau cukup bau
berwarna
Kulit telur
Tanpa KOH
berwarna coklat,
dimasukkan Terjadi
dalam gelas ukur Terjadi Terjadi
perubahan
dan didapat perubahan perubahan
volume, muncul
volume seperti volume, muncul volume, muncul
Telur Ayam bau lebih
pada table bau bau menyengat
Broiler menyengat
Isi telur: terdapat
bagian yang
Dengan penambahan KOH
tidak berwarna
dan berwarna Cangkang kesat, Cangkang kesat,
kuning Cangkang kesat
sedikit berbau cukup bau
Kulit telur
Tanpa KOH
berwarna putih.
Dimasukkan Terjadi
dalam gelas ukur Terjadi Terjadi
perubahan
dan didapat perubahan perubahan
volume, muncul
Telur Ayam volume, muncul volume, dan
volume seperti bau
Kampung bau menyegat berbau
pada table
Isi telur: terdapat
Dengan penambahan KOH
bagian kuning
dan tidak Cangkang kesat, Cangkang kesat,
Cangkang kesat
berwarna sedikit berbau cukup bau
Kulit telur
Telur Puyuh Tanpa KOH
berwarna putih
dengan bercak Terjadi
Terjadi Terjadi
hitam dengan perubahan
perubahan perubahan
ukurannya kecil volume, muncul
volume, muncul volume, dan
Dimasukkan bau
bau menyegat berbau
kedalam gelas
ukur dan di dapat
Dengan penambahan KOH
hasil seperti pada
tabel
Isi telur: terdapat
Cangkang kesat, Cangkang kesat,
bagian kuning Cangkang kesat
sedikit berbau cukup bau
dan tidak
berwarna

1. Volume awal
Tabel 3.2. TabelPengukuran Volume Telur
a. Telur puyuh
V awal V akhir V telur
50 ml 62 ml 12 ml
50 ml 61 ml 11 ml
50 ml 61 ml 11 ml
50 ml 62 ml 12 ml
50 ml 60 ml 10 ml
50 ml 60 ml 10 ml

b. Ayam broiler
V awal V akhir V telur
350 ml 405 ml 55 ml
350 ml 410 ml 60 ml
350 ml 410 ml 58 ml
300 ml 360 ml 60 ml
300 ml 360 ml 60 ml
300 ml 350 ml 50 ml

c. Ayam kampung
V awal V akhir V telur
300 ml 335 ml 35 ml
300 ml 340 ml 40 ml
300 ml 340 ml 40 ml
110 ml 148 ml 38 ml
150 ml 185 ml 35 ml
110 ml 150 ml 40 ml

d. Bebek
V awal V akhir V telur
300 ml 360 ml 60 ml
300 ml 365 ml 65 ml
300 ml 365 ml 65 ml
300 ml 352 ml 52 ml
300 ml 353 ml 53 ml
300 ml 351 ml 51 l
2. Volume akuades dalam telur

Tabel 3.3. Tabel Volume Aquades dalam Telur


a. Telur puyuh c. Telur kampung
Volume (ml) Volume (ml)
1. 5ml 1. 25 ml
2. 5ml 2. 25 ml
3. 5 ml 3. 25 ml
4. 7 ml 4. 16 ml
5. 7ml 5. 16 ml
6. 7ml 6. 16 ml

b. Telur ayam d. Telur bebek


Volume (ml) Volume (ml)
1. 25 ml 1. 28,5 ml
2. 30 ml 2. 34 ml
3. 29 ml 3. 29 ml
4. 25 ml 4. 30 ml
5. 30 ml 5. 30 ml
6. 30 ml 6. 30 ml

Keterangan:

a. No 1-3 perlakuan tanpa direndam KOH sebelumnya.


b. No 4-6 perlakuan direndam KOH sebelumnya.

3. Standarisasi EDTA dan standarisasi AgNO3


Tabel 3.4. Tabel Standarisasi EDTA dan AgNO3
Titrasi Ke
Keterangan
1 2
V Awal 0,00 0,00
V Akhir 4,10 5,00
V Titrasi 4,10 5,00
V Rata-Rata 4,55

Titrasi Ke
Keterangan
1 2
V Awal 0,00 0,00
V Akhir 9,40 9,40
V Titrasi 9,40 9,40
V Rata-Rata 9,40
4. Titrasi AgNO3 pada Larutan dalam Cangkang Telur
 Tanpa direndam KOH
Hari ke-4
Telur Volume awal (mL) Volume akhir (mL) Volume titrasi (mL)
Puyuh 0,00 4,90 4,90
Ayam boiler 6,00 8,70 2,70
Ayam kampung 0,00 3,00 3,00
Bebek 0,30 4,00 5,40
Hari ke-7
Telur Volume awal (mL) Volume akhir (mL) Volume titrasi (mL)
Puyuh 0,00 4,10 4,10
Ayam boiler 4,20 9,90 5,70
Ayam kampung 11,00 18,40 7,40
Bebek 15,40 23,10 7,70
Hari ke-14
Telur Volume awal (mL) Volume akhir (mL) Volume titrasi (mL)
Puyuh 0,00 12,40 12,40
Ayam boiler 12,40 15,70 3,30
Ayam kampung 15,70 14,20 3,50
Bebek 0,00 9,90 9,90
 Direndam dengan KOH
Hari ke-4
Telur Volume awal (mL) Volume akhir (mL) Volume titrasi (mL)
Puyuh 8,50 14,05 12,40
Ayam boiler 15,00 15,55 3,30
Ayam kampung 16,00 23,70 3,50
Bebek 11,00 12,50 9,90
Hari ke-7
Telur Volume awal (mL) Volume akhir (mL) Volume titrasi (mL)
Puyuh 0,00 6,00 6,00
Ayam boiler 10,20 15,00 5,20
Ayam kampung 6,00 10,20 4,20
Bebek 18,00 23,50 5,50
Hari ke-14
Telur Volume awal (mL) Volume akhir (mL) Volume titrasi (mL)
Puyuh 9,90 54,15 44,25
Ayam boiler 4,90 21,10 16,20
Ayam kampung 0,00 14,80 14,80
Bebek 14,80 32,25 17,45

5. Volume Aquadest Setelah Perendaman dengan NaCl 20%


 Tanpa direndam KOH
Hari ke-4 Hari ke-7
Telur Volume (mL) Telur Volume (mL)
Puyuh 4,50 Puyuh 3,30
Boiler 25,00 Boiler 30,00
Kampung 22,50 Kampung 21,05
Bebek 29,50 Bebek 23,05
Hari ke-14
Telur Volume (mL)
Puyuh 2,80
Boiler 25,50
Kampung 22,00
Bebek 25,00

 Direndam dengan KOH


Hari ke-4 Hari ke-7
Telur Volume (mL) Telur Volume (mL)
Puyuh 6,00 Puyuh 1,40
Boiler 25,50 Boiler 23,50
Kampung 15,05 Kampung 13,00
Bebek 26,00 Bebek 22,50
Hari ke-14
Telur Volume (mL)
Puyuh 6,00
Boiler 33,00
Kampung 27,00
Bebek 25,00
3.1.2. Menentukan Kadar Ca dalam Air Sadah

1. Tanpa Penambahan CaO

Air sadah : cair, keruh, tidak berbau

Air + buffer = tidak berwarna

Air + buffer +murexide = berwarna jingga –

Air (dititrasi) TA = larutan berwarna merah muda keunguan

Tabel 3.5. Tabel Hasil Titrasi pada Percobaan Penentuan Kadar Ca dalam air sadah
tanpa CaO

Titrasi ke 1 2
Vawal 0,00 0,60
Vakhir 0,60 1,10
Vtitrasi 0,60 0,50
Vrata 0,55mL

2. Dengan Penambahan CaO

Air sadah : cair, keruh, tidak berwarna

Larutan CaO : cair, keruh, tidak berbau

Air + CaO (2mL) = Air menjadi lebih keruh, muncul endapan putih

Air + CaO + buffer = tidak ada perubahan

Air + CaO + buffer + murexide = berwarna jingga

Air (dititrasi) TA = larutan berwarna merah muda keunguan

Tabel 3.6. Hasil Titrasi pada Percobaan Penentuan Kadar Ca dalam air sadah

dengan CaO

Titrasi ke 1 2
Vawal 0,00 1,60
Vakhir 1,60 3,20
Vtitrasi 1,60 1,60
vrata 1,60mL

3.2. Pembahasan
Praktikum kali ini yaitu praktikum mengenai kimia anorganik dalam bidang pangan,
energi, dan lingkungan. Pada percobaan kali ini dilakukan dua percobaan, yaitu penentuan
kadar NaCl dalam kulit telur puyuh, ayam broiler, ayam kampung, dan bebek pada proses
difusi dengan titrasi Argentometri menggunakan metode mohr dan juga pelunakan air sadah
dengan penentuan kadar Ca melalui metode kompleksometri menggunakan EDTA.
Percobaan pertama yaitu percobaan untuk penentuan kadar NaCl yang berdifusi melalui
cangkang telur. Cangkang telur yang digunakan diantaranya telur burung puyuh, ayam
broiler, ayam kampung, dan bebek. Sebelumnya dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu ,
yakni dilakukan pengujian volume setiap telur dengan memasukkannya kedalam gelas ukur
berisi aquades dengan volume tertentu, dan dilihat kenaikan volumenya. Selanjutnya, isi telur
dikeluarkan dengan membuat sdikit lubang pada telur lalu cangkangnya dicuci untuk
digunakan. Cangkang telur yang telah dibersihkan dilakukan dua perlakuan berbeda,
diantaranya cangkang telur yang langsung diisi dengan akuades kira-kira setengan dari
volume telur dan dicatat volume akuades yang digunakan, dan juga cangkang telur yang
direndam terlebih dahulu menggunakan KOH. Pada perlakuan yang kedua ini, cangkang
telur direndam dalam larutan KOH selama 30 menit. Tujuan dari perendaman dengan KOH
agar dapat meningkatkan pertukaran ion H+ dari air dengan K dari KOH yang akan
terakumulasi dari NaCl sehingga dimungkinkan kadar NaCl (NaCl yang berdifusi) semakin
banyak. Setelah dilakukan perlakuan tersebut, kemudian keduanya direndam pada NaCl
dengan variasi waktu perendaman yakni didiamkan selama 4 hari, 7 hari, dan 14 hari. Selama
proses perendaman, garam NaCl akan masuk ke dalam telur dimana garam ini akan
merembes melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih dan sampai ke air. Garam NaCl
mula-mula akan diubah menjadi kation Na+ dan anion Cl-. Tujuan dari variasi waktu
perendaman adalah untuk mengamati pengaruh lama waktu perendaman terhadap
perembesan atau kadar NaCl dalam kulit telur, yang mana secara teoritis sakin lama
perendaman, maka semakin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga air
menjadi semakin banyak mengandung NaCl. Pada proses perendaman cangkang telur terjadi
pertukaran ion yang bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+. Pertukaran
ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap . Ion Na didapatkan
dari garam sedangkan ion H+ berasal dari air . Dengan demikian, ion Na masuk kedalam air
dalam cangkang telur dan kadar air berkurang, akibatnya air dalam cangkang telur menjadi
mengandung NaCl. Aplikasi dehidrasi osmosis dalam proses pengasinan, terlihat dengan
keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur.
Gambar 3.1. Proses Perendaman Sampel Telur

Untuk menentuan kadar NaCl pada cangkang telur yang direndam dengan variasi waktu,
selanjutnya dilakukan titrasi argentometri dengan metode mohr. Sebelumnya, terlebih dahulu
dilakukan standrasasi AgNO3 dengan NaCl. Pada standarisasi ini, digunakan indikator
K2CrO4. Setelah ditambahkan indicator, menyebabkan warna larutan menjadi kuning. Titik
akhir ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi warna jingga dan adanya endapan
putih, yang mana endapan tersebut merupakan AgCl sedangkan warna jingga merupakan
warna senyawa yang berasal dari Ag2CrO4. Dari hasil standarisasi ini, didapatkan
konsentrasi AgNO3 sebesar yang kemudian digunakan untuk menentukan kadar
NaCl dalam sampel yang terdapat dalam cangkang telur. Ion klorida pada sampel akan
bereaksi dengan larutan AgNO3 membentuk endapan putih. Indikator yang digunakan yaitu
kalium kromat. Persamaan reaksinya yaitu :

NaCl + AgNO3 → AgCl(s) + NaNO3(aq)

Selanjutnya, reaksi-reaksi ini berlangsung pada suasana netral atau sedikit basa (tidak
diperbolehkan dalam suasana asam). Setelah reaksi dalam sampel selesai, maka kelebihan
perak nitrat bereaksi dengan indikator sehingga menghasilan endapan perak kromat berwarna
merah bata. Reaksinya yaitu : K2CrO4(aq) + 2AgNO3(aq) → Ag2CrO4(s) + K2NO3(aq)

Gambar 3.2. Hasil titrasi larutan dalam telur

Dari percobaan ini dapat ditentukan kadar NaCl dalam air yang berdifusi dalam cangkang
telur sampel burung puyuh, ayam boiler, ayam kampung dan bebek secara berturut-turut
yaitu setelah didiamkan selama 4 hari yaitu , , , , setelah
didiamkan selama 7 hari yaitu , , , , dan setelah
didiamkan selama 14 hari yaitu , , . Dan pada
sampel kedua yang diberi perlakuan direndam dengan KOH terlebih dahulu didapatkan kadar
NaCl pada telur sampel burung puyuh, ayam boiler, ayam kampung dan bebek berturut-turut
setelah didiamkan 4 hari , , , . setelah didiamkan 7
hari , , , , dan setelah didiamkan selama 14 hari
didapatkan , , , dan .

Percobaan kedua yaitu percobaan pelunakan air sadah dengan penentuan kadar Ca
melalui metode kompleksometri menggunakan EDTA. Pada percobaan ini digunakan air
sadah sebagai sampel untuk ditentukan kadar Ca nya. Penentuan kadar Ca ini untuk
membuktikan adanya zat anorganik dalam air yakni termasuk kedalam bidang lingkungan.
Jika air mengandung zat anorganik baik Ca maupun Mg dapat menyebabkan kesadahan air.
Penentuan kadar Ca dapat dilakukan dengan cara titrasi kompleksometri menggunakan
EDTA. Sebelumnya, EDTA yang akan digunakan distandarisasi dengan menggunakan
MgSO4 yang ditambahkan dengan larutan buffer pH 10 dan indikator murexid. Penambahan
buffer pH 10 pada larutan guna menjaga pH dalam larutan sehingga EDTA dapat bekerja
secara maksimal pada pH tersebut serta Mg tidak mengendap. Sedangkan penambahan
indikataor murexid sebagai indikasi tercapainya titik akhir titrasi yang ditandai berubahnya
warna larutan dari warna merah menjadi warna ungu ketika dititrasi dengan EDTA disertai
dengan lepasnya 2 ion H+. Sebagaimana reaksi : Zn2+ + H2Y2- → ZnY2- + 2H+

Gambar 3.3. Sampel Air Sadah

Perubahan warna larutan menjadi warna merah menunjukkan bahwa penambahan murexid
membentuk kompleks dengan Zn2+, yang mana Zn2+ pada kompleks ini akan bereaksi dengan
EDTA ketika dilakukan titrasi, yang ditandai dengan perubahan warna dari warna merah
menjadi warna ungu sebagai tanda telah tercapainya titik akhir titrasi. Setelah dilakukan
standarisasi didapatkan konsentrasi EDTA sebesar 0,11 M.
Gambar 3.4. Struktur Air Sadah setelah dititrasi

Selanjutnya, untuk menentukan kadar Ca dalam air sadah dilakukan titrasi


kompleksometri. Pada praktiknya, air sadah baik yang tanpa CaO ataupun yang tidak,
ditambahkan larutan buffer sebelum dititrasi untuk memastikan adanya ion magnesium yang
netral agar titik akhir titrasi dapat diketahui. Berdasarkan hasil titrasi, didapatkan kadar Ca
dalam air sadah tanpa penambahan CaO sebesar , sedangkan kadar Ca dalam air
sadah dengan penambahan CaO sebesar . Dari hasil tersebut dapat dipastikan
bahwa percobaan ini benar, karena kadar Ca pada air sadah dengan penambahan CaO lebih
besar dibandingkan air sadah tanpa CaO.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaa, dapat disimpulkan bahwa :

1. Titrasi Argentometri didasarkan pada pembentukan endapan yang tidak mudah larut
antara titran dengan analit. Titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada
umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3.
2. Konsentrasi AgNO3 berdasarkan hasil standarisasi oleh larutan NaCl yaitu sebesar
0,09347 M.
3. Peristiwa yang terjadi pada perendaman kulit telur dengan larutan NaCl yaitu difusi.
4. Kadar NaCl dalam cangkang telur tanpa perendaman KOH setelah didiamkan selama 4
hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut yaitu :
- Pada telur puyuh : 0,1157 M; 0,1320 M; 0,4707 M.
- Pada telur ayam broiler : 0,057 M; 0,1211 M; 0,0701 M.
- Pada telur ayam kampung : 0,063 M; 0,1573 M; 0,0744 M.
- Pada telur bebek : 0,1148 M; 0,1637 M; 0,2104 M.
5. Kadar NaCl dalam cangkang telur dengan perendaman KOH setelah didiamkan selama 4
hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut yaitu :
- Pada telur puyuh : 0,1169 M; 0,1276 M; 2,4756 M.
- Pada telur ayam broiler : 0,0117 M; 0,1105 M; 0,3444 M.
- Pada telur ayam kampung : 0,1637 M; 0,0892 M; 0,3146 M.
- Pada telur bebek : 0,6404 M; 0,1169 M; 0,3709 M.
6. Massa NaCl dalam cangkang telur tanpa perendaman KOH setelah didiamkan selama 4
hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut yaitu :
- Pada telur puyuh : 0,0305 g; 0,0264 g; 0,0771 g.
- Pada telur ayam broiler : 0,01167 g; 0,0354 g; 0,0205 g.
- Pada telur ayam kampung : 0,0284 g; 0,046 g; 0,0218 g.
- Pada telur bebek : 0,0335 g; 0,0479 g; 0,0615 g.
7. Massa NaCl dalam cangkang telur dengan perendaman KOH setelah didiamkan selama 4
hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut yaitu :
- Pada telur puyuh : 0,0342 g; 0,0373 g; 0,2752 g.
- Pada telur ayam broiler : 0,003422 g; 0,0323 g; 0,1007 g.
- Pada telur ayam kampung : 0,0479 g; 0,0261 g; 0,920 g.
- Pada telur bebek : 0,01182 g; 0,0342 g; 0,1084 g.
8. Massa NaCl terdifusi dalam cangkang telur tanpa perendaman KOH setelah didiamkan
selama 4 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut yaitu :
- Pada telur puyuh : 0,0305 g; 0,0254 g; 0,0771 g.
- Pada telur ayam broiler : 0,08355 g; 0,2124 g; 0,10455 g.
- Pada telur ayam kampung : 0,0828 g; 0,19366 g; 0,09592 g.
- Pada telur bebek : 0,19765 g; 0,31614 g; 0,3075 g.
9. Massa NaCl terdifusi dalam cangkang telur dengan perendaman KOH setelah didiamkan
selama 4 hari, 7 hari, dan 14 hari secara berturut-turut yaitu :
- Pada telur puyuh : 0,036 g; 0,03282 g; 0,24197 g.
- Pada telur ayam broiler : 0,01536 g; 0,18744 g; 0,41642 g.
- Pada telur ayam kampung : 0,1306 g; 0,07806 g; 0,21034 g.
- Pada telur bebek : 0,05408 g; 0,15035 g; 0,4293 g.
10. Prinsip dari titrasi kompleksometri didasarkan pada pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam kompleks atau mengion), dimana titran dan titrat
saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks.
11. Konsentrasi EDTA berdasarkan hasil standarisasi oleh larutan MgSO4 yaitu sebesar
0,109824 M.
12. Kadar Ca dalam air sadah tanpa penambahan CaO setelah dilakukan titrasi
kompleksometri yaitu sebesar 0,0109824 M.
13. Kadar Ca dalam air sadah dengan penambahan CaO setelah dilakukan titrasi
kompleksometri yaitu sebesar 0,02142 M.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J, et al. 1994. Buku Ajar Vogel ; Kimia Analisis Kuantitatif. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Cotton dan Willkinson. 2009. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press.
Ham, Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Bandung : Bumi Aksara.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Erlangga.
Harvey, David. 2000. Modern Analytical of Chemistry. Chicago : McGrawHill press.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI.
Rival, H. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press.
Saito, Taro. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Tokyo : Iwanami Press.
Schaafsma. 2000. Makanan dan Minuman. Jakarta : Gramedia.
Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Jakarta : Penebar Swadaya.
Suhendar, Dede. 2015. Buku Panduan Praktikum Kimia Anorganik. Bandung : UIN
Sunan Gunung Djati.
Sulistiati. 2003. Pengaruh Berbagai Macam Pengawet dan Lama Penyimpanan terhadap
Kualitas Telur Konsumsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor .
Svehla, G. 1985. Buku Teks Kimia Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Bagian I
Edisi V. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka
Tien R. Muchtadi dan Sugiyono. 1992, Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi Bogor : IPB.
LAMPIRAN DOKUMENTASI

air sadah + CaO + buffer + murexid dititrasi dengan EDTA air sadah + buffer + murexid sebelum dan sesudah
dititrasi dengan EDTA

air sadah + buffer + murexid dititrasi dengan EDTA lar. dalam telur setelah dititrasi dengan AgNO3

perendaman telur dengan NaCl, dengan


telur + NaCl KOH dan tanpa KOH
sampel air sadah

Anda mungkin juga menyukai