Anda di halaman 1dari 4

Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah

Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya
diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan
mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali
dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan
dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan
binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat
lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang
sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi
sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul
Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari
Abdullah bin Masud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya
akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya
untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan
menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator,
tiranis, dan absolut. Seperti halnya Firaun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena.
Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan
cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak
pergaulan dengan kedha-liman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah. Sementara
mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan.
Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.
Mereka menjawab: Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan. (QS.
Al-Baqoroh : 11)
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda :
Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahualaihi wa sallam: Aniaya itu
menjadi kegelapan di hari kiamat. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya).
Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda: Siapa yang
merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini,
sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian
amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak
mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya.
(HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)

Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu
sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam bersabda :
Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahualaihi wa sallam, Beliau bersabda:
Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam
pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun
terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji.
Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap
orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke
Madinah. Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya:
Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor)
sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan
mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum
Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran
itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hualaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah
meletakkan dasar-dasar kepe-kaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki.
Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme
kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa.
Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa
manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan
hidup satu sama lain. Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor
merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir,
saudara seiman seakidah.
Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat
Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu
mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan
kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri
yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai;
Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika
mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia (Ali Imran :
112).
2. Pengikat Hati
Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan

janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu
dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu
menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada
di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran :
103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan
syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Quran dengan konsekuen.
Jamiian ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali
Allah yaitu dengan cara berjamaah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup
berjamaah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat
denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa
kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jamaah penangkal
dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat
menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahualaihi wa sallam telah bersabda :
Berjamaah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab (HR. Ahmad).
Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah (HR. Tirmidzi).
Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh;
Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah
datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat
siksa yang berat. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama
Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahualaihi wa sallam bersabda. Demi Dzat
yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya
seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri (HR. MuttafaqAlaih)
Dan dalam hadist yang lain :
Dari Abdullah bin Salam ia berkata : Telah bersabda Rasulullah Shallallahualaihi wa
sallam: Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah
keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia
sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi
dan ia menshohehkannya).
Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat
menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan
kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang
hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa
yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan
sejahtera dalam kehidupan ini.

Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan
kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia
sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya
sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan
sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan
sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan
mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama.
Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya
mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya
karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan
setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan
takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh
karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah
sholat, shoum, zakat dll.
Sumber: http://dakwahsyariah.blogspot.com/2011/06/ananiyah-ghadab-hasadghibah.html#ixzz3prC0tL4S

Anda mungkin juga menyukai