Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan pemikiran dalam Islam tidak terlepas dari perkembangan sosial dalam
kalangan Islam itu sendiri. Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah,
namun dalam kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah
masalah teologi, melainkan persolaan di bidang politik,  hal ini di dasari dengan fakta sejarah
yang menunjukkan bahwa, titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan
lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu
di awali dengan persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan
berbagai Aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.

Dalam sejarah agama Islam telah tercatat adanya firqah-firqah (golongan) di


lingkungan umat Islam, yang antara satu sama lain bertentangan pahamnya secara tajam yang
sulit untuk diperdamaikan, apalagi untuk dipersatukan. Untuk itu dalam makalah ini penulis
hendak membahas tentang salah satu jenis firqah diatas, yaitu golongan khawarij,
pemikirannya dan sekte-sektenya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana Sejarah Munculnya Khawarij ?
1.2.2. Bagaimana Pemikiran atau Doktrin Teologi Khawarij ?
1.2.3. Bagaimana Khawarij Mendirikan Sekte-Sekte ?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1. Mengetahui Sejarah Munculnya Khawarij !
1.3.2. Mengetahui Apa Pemikiran atau Doktrin Teologi Khawarij !
1.3.3. Mengetahui Sekte-Sekte Khawarij !

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Munculnya Khawarij

Khawarij adalah Golongan yang keluar dari kelompok pengikut Khalifah Ali bin Abu
Thalib. Khawarij adalah plural/jama' dari kata"Karijiy/Exodus". Berari mereka yang keluar,
mengungsi dan mengasingkan diri. Kata ini diambil dari sumber kata "kharaja" yang berarti
keluar, Mereka berupa satu golongan yang keluar dari kelompok pengikut Khalifah Ali bin
Abu Thalib. Dan mereka adalah satu golongan/partai yang pertama sekali terdapat didalam
Islam dan timbul pada permulaan sejarah Islam.1

Timbulnya kelompok ini disebabkan oleh peristiwa perang antara Khalifah Ali bin
Abu Thalib dan Muawiyah bin Abu Sofyan. Pemberontakan pertama terjadi didalam Islam
adalah anti Khalifah Ke III Utsman bin Affan yang berkuasa 644 - 655 M. Beliau menjadi
khalifah dalam usia lanjut sedangkan beliau adalah manusia yang sangat wara’/taat beribadah
dan mementingkan akhirat semata. Untuk soal dunia beliau angkat keluarganya yang terdekat
sebagai pejabat yang berpangkat. Alasan beliau, bahwa manusia-manusia inilah orang-orang
yang setia dalam menjaga baik nama-baik beliau maupun kepentingan negara. Sikap "Ne-
potisme" yang demikian tidak dapat diterima rakyat yang memandang lain daripada pendapat
Utsman itu: Mereka berpendapat bahwa sikap ini merampas hak masyarakat untuk menda-
patkan kedudukan, jabatan dan tugas yang dasarnya adalah hak bersama tanpa beda. Memang
ada sikap Utsman yang baru dalam soal agama. Antara lain mengadakan adzan kedua di
dalam upacara Shalat Jum'at. Beliau melihat soal ini lebih dapat digunakan untuk memanggil
manusia lebih banyak. sebab kemungkinan mereka tidak mendengar adzan pertama, atau
merupakan satu peringatan terakhir untuk mendatangi masjid. Pihak lain berpendapat bahwa
ini adalah mengadakan sesuatu yang tidak terdapat baik di masa Rasulullah s.a.w. maupun di
masa kedua Khalifah terdahulu Abubakar dan Umar. Maka mereka meng- anggap ini adalah
satu bid'ah (satu sikap baru yang diada-adakan).2

Para pemberontak meminta agar Khalifah meletakkan jabatannya. Tetapi Khalifah


Utsman berpendapat bahwa jabatan khalifah ini ibarat busana yang dipakaikan Allah

1
Muhammad Ali, Khawarij dan Syiah Dalam Timbangan Ahlussunnah Wal Jama’ah, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2012), 12.
2
Mohammad Fuad, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, (Jakarta: CV YASAGUNA,
1998), Cet I, 15.
2
kepadanya. Maka merupakan satu amanat dan satu pengangkatan yang mempunyai syarat
agama tertentu dengan bai'at dari Ummat sedangkan suara ummat itu adalah suara Allah.
Maka beliau enggan meletakkan jabatan itu untuk mempertahankan tanggungjawab agama.

Tindakan Utsman ini tambah mengganaskan pemberontakan itu yang akhirnya


Khalifah di bunuh oleh massa yang gelap mata dan perasaan itu disaat beliau membaca Al-
Quran. Peristiwa ini dianggap satu kejadian yang merupakan satu momen jelek bagi Ummat
Islam dalam sejarah hidup mereka yang dapat dikatakan satu titik hitam yang tidak dapat
disia-siakan. Maka ahli sejarah menganggapnya sebagai

"El-Fitnatul-Kubra/Malapetaka yang besar".

Ahli sejarah berpendapat bahwa sejarah Islam yang murni ialah dari masa Rasulullah s.a.w.
sampai berakhirnya periode Khalifah Umar bin Khattab (23H/644 M).

Meninggalnya Khalifah Usman (35H/656M) membuka sejarah baru dan terjadinya


pertikaian sengit antara dua golongan. Yakni antara keluarga Usman dan keluarga Ali, karena
yang dituduh oleh keluarga Utsman adalah Ali sebagai manusia yang ikut campur tangan
dalam pembunuhan Utsman itu. Yang menjadi alasan bagi mereka ialah bahwa Ali semenjak
semula merasa bahwa dirinya lebih berhak untuk menjadi khalifah pengganti Rasulullah
s.a.w. Pengangkatan Ali sebagai khalifah ke IV (thn 35H/656M) tidak memadamkan suara
para keluarga Utsman bahkan tuntutan itu dikemudikan oleh Muawiah bin Abu Sofyan dari
keluarga Utsman dan sebagai wali/gubernur di Syam.3

Pada tahun 36 H (657 M), Khalifah Ali bin Abi Thalib memberhentikan Mu'awiyah
bin Abi Sufyan Gubernur Syam, akan tetapi pemberhentian itu tidak diperdulikan oleh yang
bersangkutan, sehingga Khalifah Ali memandang perlu mengirimkan pasukan untuk
memeranginya. Akan tetapi ketika dia berangkat ke negeri Syam, datanglah berita bahwa
orang-orang Mekkah telah siap melakukan pemberontakan, di bawah pimpinan Thalhah,
Zubair dan Siti Aisyah. Mereka telah menduduki kota Basrah dengan pasukan yang cukup
besar, sekitar 30.000 tentara. Mendengar kabar tersebut, maka Khalifah Ali mengundurkan
maksudnya hendak menyerang negeri Syam, dan kemudian segera menuju kota Kufah, terus
ke Basrah dengan 20.000 tentara. Di Khuraibah dekat Basrah bertempurlah kedua pasukan itu
yang terkenal dalam sejarah nama "Waqi'atul Jamal" atau Perang Beronta. Disebut demikian,
karena Siti Aisyah pemimpin tentara Mekkah mengendarai onta. Dalam perang ini, fihak Ali
memperoleh kemenangan. Thal- hah dan Zubair mati terbunuh dan Siti Aisyah ditawan. Ia
3
Ibid, 15.
3
diper- lakukan dengan hormat dan dimuliakan, lalu dikawal ke Madinah dengan segala
penghormatan.4

Di Shiffin sebelah barat Sungai Euphrat, bertemulah lasykar Ali dengan lasykar
Mu'awiyah. Bertempurlah mereka berturut. turut 40 hari lamanya. Mu’awiyah kalah dalam
beberapa pertempuran berturut-turut dan pada hari terakhir tatkala pasukannya lari seperti
sekam ditiup angin di depan Malik Al Asytar yang menyerang dengan tidak bertahan-tahan,
dia mencari akal untuk menyelamatkan pasukannya dari kehancuran. Disuruhnya beberapa
orang tentaranya mengikatkan Al Qur'an pada tombaknya sambil teriak : "Hentikanlah darah
orang mukmin mengalir, jika tentara Syria hancur, siapa yang akan mempertahankan perba-
tasan terhadap orang Yunani ? Jika tentara Irak hancur, siapa yang akan mempertahankan
perbatasan terhadap orang Turki dan Persia ? Biarlah Kitab Al Qur'an menentukan siapa yang
benar antara kita".5

Pertempuran dalam perang Shiffin tercatat 90 kali pertempuran yang membawa


banyak korbn. Dari pihak Sayyidina Ali gugur 25.000 orang korban dan pihak Mu’awiyah
gugur 45.000 orang korban. "Kemudian Sayyidina Ali berpesan kepada pasukannya, berkata :
Janganlah kamu membunuh me reka sehingga mereka mendahului membunuh kamu. Apabila
kamu mengalahkan mereka, maka janganlah kamu berlebih-lebihan membunuh atau
melukainya, jangan membuka auratnya, jangan mengambil harta bendanya dan jangan
memukul wanita sekalipun mereka melukaimu. Sesungguhnya wanita itu lemah jiwanya dan
kekuatannya".6

Pertempuran tersebut menguntungkan pihak Sayyidina Ali dan kemenangan hampir


diraihnya karena pasukan Mu’awiyah sudah semakin terdesak, kemudian timbul ide dari
pihak Mu’awiyah sebagai berikut. “Kemudian perang berkecamuk antara kedua belah fihak.
Lasykar Ali menyerang pemegang panji-panji pasukan Mu'awiyah, lalu membunuhnya.
Pasukannya menjadi lemah, Mu'aw iyah dan Amr takut akibat kejadian itu, Amr usul kepada
Mu'awiyah : Perintahlah pasukan kita itu agar mens angkat mushaf di atas tombak sambil
berkata : Kitab Allah ada pada kami dan padamu sekalian, maka sesungguhnya Mushaf itu
melarang perang". "Kemudian Asy ats bin Qaisy mengirim utusan kepada Mu'awiyah
menanyakan : Mengapa kalian mengangkat Mushaf ? Dia menjawab : Agar kami dan kalian

4
Nasir Sahilun, Firqoh Khawarij “Sejarah Ajaran dan Perkembangannya”,(Pasuruan: PT
Garoeda Buana Indah, 1991), 7.
5
Ibid, 8.
6
Ibid, 9.
4
kembali kepada apa yang diperintahkan Allah dalam KitabNya, kalian mengutus seorang
yang kalian setujui dan demikian juga kami mengutus seorang yang kami setujui. Kita
meminta kepada keduanya itu agar mengambil Hukum Allah, kemudian kita mengikuti apa
yang telah disepakati keduanya. Maka Asy 'ats menjawab : Kami rela dan menerimanya. Itu
adalah tahkim yang pertama kali dalam sejarah politik Islam".7

Setelah tiba waktunya Tahkim, maka berkumpulah wakil dari kedua belah pihak.
Dengan tipu daya yang sangat licin, Amr bin Ash dapat mengalahkan Abu Musa Al Asy’ari.
Dia mengatur siasatnya bahwa untuk menjadi dasar perundingan haruslah terlebih dahulu Ali
dan Mu.awiyah diberhentikan dari jabatan khalifah. Sesudah itu soal Khilafah diserahkan
kepada umat Islam untuk menentukan siapakah yang akan dipilih menjadi Khalifah.
"Kemudian Abu Musa naik ke atas mimbar dan berkata : Wahai manusia, sesungguhnya
kami memperhatikan urusan umat, kami tidak melihat yang paling maslahat dari pada kami
bersepakat atasnya. Yaitu kami memberhentikan Ali dan Mu'awiyah agar memilih orang
yang mereka sukai. Sesungguhnya aku (Abu Musa) telah memberhentikan keduanya, maka
angkatlah orang yang kamu pandang sebagai ahlinya. Sesudah itu Amr berdiri dan berkata :
Sesungguhnya dia (Ali r.a.) telah diberhentikan oleh fihaknya sendiri. Dan abu (Amr) ikut
memberhentikannya pula, dan selanjutnya aku menetapkan Mu'awiyah sebagai khalifah. Dia
adalah Gubernurnya Ustman Ibnu Affan, orang yang paling berhak menduduki jabatan itu".

Kepincangan-kepincangan yang terjadi di dalam tahkim di Daumatul Jandal ini, tidak


dapat mengakhiri persoalan, terbukti segera timbul perang saudara kembali. Tahkim ternyata
hasilnya tidak seperti semula yang diharapkan, amat mengecewakan hati pihak Sayyidina Ali.
Pihaknya kemudian bermaksud hendak menyerang negeri Syam tempat kedudukan
Mu'awiyah. Akan tetapi sebagian besar penduduk Irak tidak memperdulikan lagi, sehingga
amat sukar baginya untuk menghimpunnya kembali. Maksudnya itu terpaksa diurungkan.
Dalam pada itu tiga orang dari golongan Khawarij telah mengadakan permufakatan jahat
hendak membunuh Sayyidina Ali, Mu'awiyah dan Amr bin Ash. Menurut pendapat mereka,
ketiga orang tersebut itulah yang menjadi sumber pangkal fitnah sesama umat Islam.
Abdurrahman Ibnu Muljam bertugas membunuh Sayyidina Ali, Hijaj Ash Sharimy bertugas
membunuh Mu'awiyah dan Umar bin Bakir bertugas membunuh Amr bin Ash pada wak- tu
yang bersamaan yaitu tanggal 17 Ramadlan tahun 40 H.
7
Nasir Sahilun, Firqoh Khawarij “Sejarah Ajaran dan Perkembangannya”,(Pasuruan: PT
Garoeda Buana Indah, 1991), 10
5
Abdurrahman Ibnu Muljam berhasil usahanya, tetapi kedua rekannya mengalami
kegagalan, karena Mu’awiyah dan Amr bin Ash berhati-hati benar menjaga dirinya. Dini hari
tanggal 17 Ramadlan tahun 40 H (661 M) rubuhlah Ali ditikam oleh Abdurrahman Ibnu
Muljam dengan pedang beracun, dalam masjid Koufah tatkala beliau hendak shalat Shubuh.
Beliau mangkat setelah memerintah empat tahun sembilan bulan, masa yang tidak pernah
sunyi dari peperangan, dalam usia 63 tahun. Dan kemudian dari mangkatnya dinobatkan
oranglah puteranya Hasan bin Ali sebagai Khalifah.8

2.2 Pemikiran dan Doktrin Teologi Khawarij

Pertama Pada dasarnya mereka menganggap orang Islam selain mereka adalah orang-orang
kafir belaka, sebab telah meninggalkan dasar-dasar daripada Al-Quran, antara lain menerima
arbitrasi antara Ali dan Muawiyah. Berdasarkan pendirian ini, maka darah dan harta kaum
muslimin itu dihalalkan oleh mereka. Oleh sebab pendirian yang demikian keras, maka
Muawiyah akhirnya terpaksa pula melakukan kekerasan terhadap mereka untuk
menghindarkan bahaya yang mengancam itu dan menolak malapetaka yang menentang.
Mereka pun menganggap Muawiyah menghambur-hamburkan kekayaan dan hartabenda
Ummat Islam dengan mendirikan istana yang mewah, mengangkat para pengawal istana dan
lain sebagainya yang merupakan satu keborosan yang tidak wajar dilakukan terhadap
hartabenda ummat yang berupa amanat di tangan penguasa.9

Kedua Dapat menerima Khalifah Abubakar dan Umar sebagai khalifah yang benar dan sah
berdasarkan bai'at yang sah. Maka kedua khalifah ini diakui oleh mereka sebagai khalifah
Ummat Islam yang mereka patuhi, taati dan puja puji tindak tanduk keduanya. Mengenai
Khalifah Usman mereka hanya mengakui masa enam tahun pertama dari kekuasaannya
dimana mereka anggap Usman belum melakukan penyelewengan dalam pemerintahannya.
Sedangkan masa kekuasaan Usman selanjutnya tidak mereka akui, sebab terjadinya
bermacam peristiwa yang akhirnya menimbulkan demonstrasi/pemberontakan rakyat yang
mengakibatkan terbunuhnya Usman. Mengenai Khalifah Ali mereka dapat menerima bai'at

8
Nasir Sahilun, Firqoh Khawarij “Sejarah Ajaran dan Perkembangannya”,(Pasuruan: PT
Garoeda Buana Indah, 1991), 12.
9
Mohammad Fuad, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, (Jakarta: CV YASAGUNA,
1998), Cet I, 19.
6
Ali yang mereka anggap sah. Maka mereka taat kepada Ali hingga saat beliau menerima
arbitrasi dengan Muawiyah. Mereka menganggap Ali telah menyeleweng, dan menolak
perbuatannya itu. Bahkan mereka mengkafirkannya sebagaimana mereka mengkafirkan
Usman semenjak pertengahan kedua dari masa kekhalifahannya.10

Ketiga Tidak ada perbedaan bagi mereka antara maksiat dan kufur. Dalam soal ini mereka
mengambil kesimpulan bahwa melanggar sesuatu komponen dari sesuatu batang tubuh
undang-undang berarti melanggar seluruh undang-undang itu sebagai satu badan yang utuh.
Merekapun menganggap kedua manusia yang melakukan arbitrasi dan bertindak sebagai
mediator yakni Amr bin As dan Abu Musa al Asyari adalah kafir.11

Keempat Mereka menganggap dosa besar itu adalah kesalahan yang melanggar prinsip dasar
daripada agama seperti zina umpapmanya, Begitu pula membunuh manusia seagama yang
satu pendirian dengan mereka.12

Kelima Begitupula mereka mengkafirkan orang-orang yang ikut serta dalam kedua perang
Ali dengan Muawiyah. Yakni Perang Jamal dan Perang Siffin baik mereka itu dari golongan
Ali maupun dari golongan Muawiyah.13

2.3 Sekte-Sekte Khawarij

Pada suatu masa Khawarij ini berhadapan dengan krisis yang sangat tajam. Pada
waktu itu mereka melawat ke Mekkah di bawah pemimpin Nafie bin el-Azraq, mereka
melakukan tukar pikiran dengan Ibnu Abbas dan Ibnu Zubeir. Lalu mereka meninggalkan
kota Mekkah pada th 64 H. Semenjak itu timbul perpecahan di kalangan mereka. Menurut
ahli sejarah jumlah kelompok mereka mencapai 20 golongan. Tetapi yang terkenal
diantaranya hanya lima besar :

2.3.1. al-Azariqah

10
Mohammad Fuad, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, (Jakarta: CV
YASAGUNA, 1998), Cet I, 19.
11
Yusuf Yunan, Alam Pemikirian Islam Pemikiran Kalam “Dari Khawarij ke Buya Hamka
hingga Hasan Hanafi”, (Jakarta: Prenada Media, 2016), Cet II, 46.
12
Ibid, 48.
13
Mohammad Fuad, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, (Jakarta: CV
YASAGUNA, 1998), Cet I, 20.
7
Sekte Azariqah memilih khalifah sendiri, yakni Nafi ibn al-Azraq, Kepada Nafi' ini
mereka beri gelar Amir al-Mu' minin. Kekuasaannya meliputi Kirman, Fars dan daerah lain
di provinsi bagian Timur kekuasaan Bani Umayyah. Mereka digempur oleh al-Muhallab ibn
Abi Sufra pertama sekali, kemudian oleh al-Hajjaj ibn Yusuf," dan Nafi' mati terbunuh di
Irak tahun 686 M.

Perpecahan Khawarij ke dalam berbagai sekte memperlihatkan betapa mudahnya


konsep doktrin mereka tentang siapa yang kafir berubah dan berkembang. Kondisi ini
merupakan tuntutan yang wajar saja dari psikologi sosial mereka, sebagai yang disebut pada
bagian terdahulu. Fanatisme yang tinggi serta pemahaman tekstual kepada nash Agama, tak
urung menimbulkan pemahaman yang berbeda pula tentang siapa yang kafir di kalangan
kaum Khawarij. Itu sebabnya akan dijumpai sekte yang berpaham begitu ekstrem seperti al-
Azariqah seperti yang baru saja digambarkan, dan sekte yang berpaham dan berpandangan
moderat seperti al-lbadiyah.14

2.3.2. al-Ajaridah

Sekte Ajaridah adalah pengikut Abdul Karim ibn 'Ajrad. Mereka berpandangan
bahwa berhijrah bukanlah kewajiban. Tidaklah dipandang Kafir bila terdapat orang Ajaridah
yang tidak mau pindah ke lingkungan mereka. Karena bagi mereka hijrah itu hanya sebagai
kebajikan saja. Salah satu hal yang perlu dicatat adalah tentang sikap mereka terhadap Al-
Qur'an yang sangat puritan. Surat Yusuf dalam Al-Qur'an membawa cerita cinta kasih, dan
Al-Qur’an sebagai kitab suci, kata me- reka, tidak mungkin memuat kisah cinta. Kesimpulan
mereka adalah, surah Yusuf bukanlah bagian dari Al-Qur'an.15

2.3.3. al-Najadiyah

Sekte al-Najdat dipimpin oleh Najdat ibn 'Amir dan Ya-mamah. Mereka menentang
Paham yang terdapat dalam Azari-qah, ketika mereka berpendapat bahwa orang yang tidak
mau hijrah ke lingkungan Azariqah adalah musyrik. Ketika membicarakan mukmin yang
melakukan dosa besar, sekte Najdat berpendapat bahwa yang berdosa besar dan menjadi kafir
adalah orang-orang yang tak sepaham dengan mereka saja.16

14
Al-Najjar ‘Amir, Aliran Khawarij “Mengungkap Akar Perselisihan Ummat”, (Jakarta:
Lentera, 1993), 69.
15
Ibid, 61.
16
Mohammad Fuad, Sejarah Perkembangan Pemikiran Dalam Islam, (Jakarta: CV
YASAGUNA, 1998), Cet I, 26.
8
2.3.4. al-Shufriyyah

Aliran Ash Shufriyyah dipimpin oleh Ziyad bin Ashfar. Pen- dapat-pendapatnya
berbeda dengan pendapat aliran-aliran Al Azariqah, An Najdat dan Al Ibadliyyah, Tidak
menghapuskan hukum rajam, tidak menghukum bunuhanak-anak orang musyrik, tidak
mengkafirkannya dan tidak pula mengekalkannya dalam neraka. Mereka memperkenankan
taqiyyah dalam ucapan saja. Dan tidak memperbolehkan dengan amal perbuatan. Orang yang
melanggar hukum pidana yang nyata itu tidak boleh dinamakan kafir atau musyrik, tetapi
harus dinamakan menurut perbuatan pidana itu seperti pencuri, penzina, pendakwa zina dan
sebagainya. "Syirik itu ada dua macam: Syirik karena mengikuti setan dan syirik karena
menyembah berhala. Kufur itu ada dua ma- cam : Kufur karena mengikuti nikmat dan kufur
karena mengingkari Tuhan. Dan berlepas diri itu ada dua macam : Melanggar hukum pidana
itu hukumnya sunat dan menen- tang larangan itu hukumnya wajib".17

2.3.5. al-Ibadhiyah

Aliran ini dipimpin oleh Abdullah bin Ibadh al-Murri menurut pendapatnya ialah
Sesungguhnya orang Islam yang menentangnya bukanlah musyrik dan bukan pula mukmin.
Mereka menamakannya kafir. Karena dikatakan kafir nikmat, bukan kafir iti- qad. Karena
mereka itu tidak kufur kepada Allah, tetapi bersalah di sisi Allah Ta'ala. Darah orang yang
menentangnya adalah haram, negerinya adalah negeri tauhid dan Islam, kecuali gedung
angkatan perang. Tetapi yang demikian itu tidak mereka umumkan. Mereka merahasiakan
bahwa negeri orang yang menentangnya dan darah mereka itu haram. Tidak halal mengambil
harta rampasan perang orang Islam yang ikut berperang kecuali kuda dan senjata dan
peralatan perang dan mereka mengembalikan emas dan perak. Menerima kesaksian orang-
orang yang menentangnya, mengawininya dan saling waris mewarisinya". Aliran ibadh
merupakan golongan Khawarij paling moderat pendapat-pendapatnya kebanyakan benar dan
dekat dengan Ahlussunnah dan paling jauh dari pendapat-pendapat yang melampaui batas.18

17
Yusuf Yunan, Alam Pemikirian Islam Pemikiran Kalam “Dari Khawarij ke Buya Hamka
hingga Hasan Hanafi”, (Jakarta: Prenada Media, 2016), Cet II, 52.
18
Al-Najjar ‘Amir, Aliran Khawarij “Mengungkap Akar Perselisihan Ummat”, (Jakarta:
Lentera, 1993), 84.
9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya peristiwa Khawarij ini telah membawa sejarah baru bagi Islam.
Tidaklah wajar kejadian ini muncul dalam perjalanan hidup kaum muslimin.

10
Pemberontakan yang terjadi terhadap Usman ditimbulkan oleh suara rakyat yang tidak
terkendalikan. Kebanyakan kaum pemberontak ini datang dari daerah-daerah yang jauh
seperti Mesir dimana riwayat hidup Usman baik sebelum menjadi khalifah apalagi setelahnya
tidak diketahui mereka sepenuhnya.

Timbulnya sesuatu gerakan atau demonstrasi yang segera dapat meluas sekalipun
hanya berdasarkan berita-berita dusta dan tidak benar apalagi kalau penggeraknya orang yang
mempunyai keahlian dan cukup cerdas.

Sebab utama dari gerakan anti-Usman ini ialah tuduhan bahwa beliau melakukan
nepotisme dengan mengangkat para kerabat dekatnya pada jabatan-jabatan negara terpenting.
Kalau inipun terjadi dan mungkin terjadi, maka yang menjadi sebab bagi Khalifah Usman
melakukannya jalah umur beliau yang telah larut tua dan kemampuan untuk memimpin
sesuatu negara yang telah bertambah luas bukanlah soal yang enteng. Menurut perhitungan
manusia normal yang paling tepat membantunya ialah orang-orang yang paling cinta
kepadanya. Dalam pertimbangan sederhana manusia yang demikian ini didapatkan di
kalangan setiap keluarga yang mempunyai hubungan sedarah sedaging yang tidak dapat
dipisahkan. Secara lumrah tindakan yang serupa ini dapat diterima.

Tetapi memang sangkaan tidak dapat diperhitungkan dengan akal semata apalagi
kalau ada manusia-manusia yang sengaja berusaha menimbulkan kekeruhan dengan
bermacam sasaran terutama di kalangan bangsa Arab yang masih hidup dalam kesukuan dan
chauvinisme yang bergelora. Sulit damai itu timbul di kalangan mereka namun jiwa
chauvinisme ini masih mempunyai tempat yang menonjol. Maka di sini Islam hanya berusaha
dan memberi apa yang ada, sedangkan manusia hidup dengan nada, kata dan bahasa
tersendiri.

11

Anda mungkin juga menyukai