Anda di halaman 1dari 7

Takhrij Hadis

Nama : Fiza Raudhoh Nim : 0301202021


A. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Alquran sebab
ia mempunyai peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan
hukum. Oleh karena itu kebenaran hadis harus benar-benar diperhatikan. Hadis
mempunyai tiga unsur penting yaitu sanad, matan, dan rawi. Sebuah hadis belum
dapat ditentukan apakah ia boleh diterima dengan baik atau ditolak, sebelum kita
mengetahui keadaan sanad nya. Karena sanad adalah mata rantai para perawi yang
mengantarkan sebuah matan. Sedangkan matan merupakan isi sebuah hadits. Dari
segi rawi, posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat
menentukan status sebuah hadits, apakah ia shahih, dhaif atau lainnya.
Diantara kita terkadang memperoleh atau menerima teks yang dinyatakan
sebagai hadits tetapi tidak disertakan sanadnya dan perawinya. Maka untuk
memastikan apakah teks-teks tersebut benar merupakan hadits atau tidak, atau jika
memang hadis maka perlu diketahui statusnya secara pasti, siapa perawinya dan
siapa-siapa sanadnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka teks
tersebut harus diteliti atau dilacak, dari mana teks tersebut diambil, dan bagaimana
keadaan para perawi dalam sanad setelah ditemukan sanadnya. Sehingga akan
diketahui sumber teks apakah shahih atau tidak. Dan penelitian itu disebut
Takhrij Hadits.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian Takhrij Hadits
b) Bagaimana Sejarah Takhrij Hadits
c) Apa Manfaat dan Kegunaan Takhrij Hadits
d) Bagaimana Metode Takhrij dan kitab-kitab yang digunakan
1.3 Tujuan Penulisan
a) Agar mengetahui Pengertian Takhrij Hadits
b) Agar mengetahui Bagaimana Sejarah Takhrij Hadits
c) Agar mengetahui Apa Manfaat dan Kegunaan Takhrij Hadits

1
d) Agar mengetahui Bagaimana Metode Takhrij dan kitab-kitab yang
digunakan
B. Pembahasan
A). Pengertian Takhrij
Takhrij menurut bahasa memiliki beberapa arti yakni berasal dari kata (

‫) َخ َر َج‬ yang berarti terlihat dari tempat atau keadaannya, dan terpisah, dan

terlihat. Demikian َ 9999‫)اَ ِال ْخ‬yang


pula,( ْ‫رج‬ artinya mengungkapkan dan

َ ‫ )اَ ْل َم ْخ‬yang artinya tempat keluar.


memperlihatkannya. Dan kata al-makhraj ( ْ‫رج‬
Dalam bahasa hadits Takhrij adalah: "Mengambil sesuatu dari suatu tempat"1
Mahmud al-Thahhan mendefinisikan definisi Takhrij adalah petunjuk tempat
hadits dalam sumber aslinya yang dijelaskan rantainya dan harkatnya sesuai
dengan kebutuhan.2
B). Sejarah Takhrij Hadits
Menurut Utang Ranuwijaya, bahwa kegiatan Men-takhrij hadis muncul
dan diperlukan pada masa ulama mutaakhkhirin. Sedangkan sebelumnya, hal ini
tidak pernah dibicarakan dan diperlukan. Kebiasaan para
ulama mutaqaddimin menurut al-‘Iraqi, dalam mengutip hadis-hadisnya tidak
pernah membicarakan dan menjelaskan dari mana hadis itu dikeluarkan, serta
bagaimana kualitas hadis-hadis tersebut, sampai kemudian datang an-Nawawi
yang melakukan hal itu.
Pemikiran tentang pen-takhrij-an hadis ini muncul dan diperlukan, ketika
para ulama merasa mendapat kesulitan untuk merujukkan hadis-hadis yang
tersebar pada berbagai kitab dengan disiplin ilmu agama yang bermacam-macam.
Hal ini yang menyebabkan para ulama mulai membicarakan tentang takhrij.
Mereka mengeluarkan hadis-hadis yang dikutip dalam kitab-kitab lain, dengan
merujuk kepada sumbernya. Di dalamnya juga dibicarakan kualitas-kualitas
keshahihannya, dari perkembangan ini kemudian muncul kitab-kitab takhrij.3

1
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidqi. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis. Semarang :Pustaka
Rizki Putra, 2009. hlm. 148
2
Dadi. Skripsi “Metodologi Takhrij Hadits Muhammad Nashiruddin Al Bani”, Bogor: STAI Al-
Hidayah,2004
3
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, hal. 115, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996

2
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud ath-
Thahhan ialah al-Khathib al-Baghdadi. Kemudian dilakukan juga oleh
Muhammad bin Musa al-Hazimi dengan karyanya Takhrij Al-Hadits al-
Muhadzdzab. Ia men-takhrij kitab fiqih Syafi’iyah karya Abu Ishaq asy-Syirazi.
Ada juga ulama lainnya seperti Abu al-Qasim al-Husaini dan Abu al-Qasim al-
Mahrawani. Karya kedua ulama ini hanya berupa mahthuhah (manuskrip) saja.
Pada perkembangan berikutnya, banyak bermunculan kitab-kitab tersebut yang
berupaya men-takhrij kitab-kitab dalam berbagai disiplin ilmu agama.
Di antara kitab-kitab yang masyhur selain karya Muhammad bin Musa al-
Hazimi tersebut, yaitu
1) kitab takhrij Ahadits al-Mukhtashar al-Kabir karya Muhammad bin
Ahmad Abd al-Hadi al-Maddisi (744 H)
2) Nashb ar-Rayah li Ahadits al-Hidayah dan Takhrij Ahadits al-Kasysyaf,
keduanya karya Abdullah bin Yusuf al-Zaila’i (762 H)
3) al-Badr al-Munir fi Tarikh al-Ahadits wa al-Atsar al-Waqi’ah fi Syarh al-
Kabir karya Ibn al-Mulaqqin (804 H)
4) Al-Mughni ‘an Hamli al-Asfar fi al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ahya’ min al-
Akhbar dan Takhrij al-Ahadits al-Lati Yasyiru Ilaiha al-Tirmidzi fi Kulli
Bab, keduanya karya Abd ar-Rahim bin al-Husain al-‘Iraqi (806 H)
5) At-Takhlish al-Habir fi Takhrij Ahadits Syarh al-Wajiz al-Kabir dan Ad-
Dirayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah karya Ahmad bin ‘Ali bin Hajar
al-‘Asqalani (852 H)
6) Tuhfah ar-Rawi fi Takhrij Ahadits al-Baidlawi karya Abd ar-Ra’uf Ibn
‘Ali al-Munawi (1031 H).4
C). Manfaat dan Kegunaan Takhrij Hadis
1) Mengetahui referensi beberapa buku hadist.
2) Menghimpun jumlah sanad hadis.
3) Mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang
terputus (munqathi'), dan mengetahui kadar kemampuan perawi dalam
mengingat hadist serta kejujuran dalam periwayatannya.
4) Tahu status suatu hadits.
4
Mahmud ath-Thahan, Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, hal. 18-19, Maktabah ar-Rusyd,
Riyadl, 1983

3
5) Peningkatan suatu hadits yang dha'if menjadi Hasan Li Ghairihi, atau
meningkatkannya hadits hasan menjadi Shahih Li Ghairihi dengan
ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih berkualitas
6) Mengetahui bagaimana para imam hadist menilai kualitas suatu hadist dan
bagaimana kritikan yang disampaikan.
7) Seseorang yang melakukan takhrij dapat menghimpun beberapa sanad dan
Ilmuwan suatu hadist.5

D). Metode Dan Kitab-Kitab Yang Digunakan


1. Dengan cara mengetahui persi pertama (tertinggi).
a) Kitab-kitab Al-Athrof
Dalam kitab-kitab Al-Athrof ini biasanya pengarang menyusun
berdasarkan musnad para sahabat, disusun nama-nama mereka sesuai
dengan urutan huruf mu’jam sedikit sekali penyusun yang berdasarkan
huruf-huruf yang dikaitkan dengan permulaan matan seperti yang
dilakukan oleh Al-hafidz, Samsudin Abu Al-Fadl, Muhammad bin Thahir
bin Ahmad Al-Maqdisy, dikenal dengan Ibnu Al-Qaisarany (507 H) pada
kitab “Atha’rab al-Garaid Wa al-Alraf” karangan Darukhutni, ia
menyusunnya berdasarkan mu’jam yang dikaitkan dengan permulaan
matan begitu juga al-Hafidz Muhammad bin Ali bin al-Khusainy bin
Hamzah atau dikenal dengan Samsuddin al-Khusainy (715-765 H) dalam
kitab “al-Khasysyafi fi ma’rifat al-athraf”.
b) Kitab-kitab Al-Masyanid
Muhammad Abd al-Muhdi Abd al-Qadir menambahkan tentang
keistimewaan kitab al-Masyanid, yaitu :
1. Disusun secara urutan para perawi sahabat atau tabi’in bila mursal.
2. Penyusunan para sahabat ada yang berdasarkan masukannya
mereka kepada Islam, ada juga yang berdasarkan kepada khabilah.
3. Hadits-hadits yang diriwayatkan di bawah para sahabat tidak
tersusun secara rapi dalam arti berserakan, dimaksudkan hanya
untuk menjaga keutuhannya saja.

5
Abd. Majid Khan. Ulumul Hadits. 131

4
4. Hadits-haditsnya tidak ada dalam kesatuan tingkatan baik itu
shahih, hasan, dha’if, tapi dihimpunnya diantara shahih, hasan, dan
dha’if.
5. Tidak menghimpun semua para perawi, tapi dihimpunnya sebagian
berdasarkan sejumlah besar sahabat sebagian lagi berdasarkan
sahabat yang memiliki sifat-sifat tertentu.
c) Kitab-kitab al-mu’jam
Biasanya penyusun nama-nama tersebut berdasarkan huruf-huruf 
ensiklopedi, yang menjadi perhatian kita di sini adalah mu’jam yang di
susun berdasarkan musnad pada sahabat saja. Mu’jam terkenal, yaitu :
1. Al-mu’jam  al-kabir, Al-mu’jam al-ausath dan al-soghir Abu Al-
Qosim Sulaiman bin  Ahmad at-Thabrani (w 360 H)
2. Al- mu’jam al-Shahabah-Ahmad bin Ali al-Hamdani (w. 394 H).
3. Al-Mu’jam al-Shahabah-Ahmad bin Ali al-Mushili (w. 307 H)
2. Dengan cara mengetahui Lafadz Hadits
a. Al-mu’jam al-mufahras li al-fadzil hadits an-nabawi karangan orientalis
Dr.A.J.Weinsik wafat 1939 H.
b. Fahras shahih muslim karangan syekh Muhammad fuad Abdul Baiq
c. Fahras sunan Abi Daud karangan ibnu Al-Bayuni yang sebagian lagi buku
tersebut disyarahkan oleh Muhammad khitab al-syubki.
3. Dengan cara mengetahui awal lafadz matan hadits
a. Kitab-kitab yang memuat hadits-hadits terkenal dan beredar luas dari
mulut ke mulut. diantaranya : Kitab al-Maqasid al-Hasana fi bayanin
katsirin minahadits al-mustahirah ala al-sinah. Karangan, Muhammad bin
Abd. Rohman As-Sakhowi (w 902 H).
b. Kitab-kitab yang memuat hadits yang tersusun berdasarkan urutan
mu’jam. Pengarang menyusunnya dari berbagai sumber dengan
membuang sanadnya serta disusun berdasarkan huruf-huruf ensiklopedi, di
antaranya yaitu kitab al-jami’al Shogir min Hadits al-Bazir an-Nadzir,
disusun oleh Jalaluddin Abu al-Fadl ‘Abd. al-Rahman bin Abu Bakar
Muhammad al-Khodiri al-Suyuthi al-Syafi’i. (w. 911 H).
c. Kitab kunci dan daftar isi yang disusun untuk kitab-kitab tertentu.

5
4. Dengan cara mengetahui topik hadits
1) Al- jawami
2) Al- mustakhrojat ala al-jawami
3) Al-mustadrokat ala al-jawami
4) Al-zawaid
5) Miftah kunuz as-sunnah
5. Dengan cara mengetahui keadaan matan dan sanad
a. Tentang Matan, yaitu :
1) Jika pada matan terdapat gejala-gejala palsu, maka mentakhrijnya
dengan melihat kitab-kitab al-maudhu’at
2) Jika hadits al-Qudsi maka sumber takhrijnya yaitu kitab-kitab yang
menghimpun hadits-hadits qudsi.
b. Tentang Sanad
Jika sanadnya mursal maka kitabnya seperti marasil karangan Abu Daud
Sulaiman bin Asy’ats al-Sajastani (w. 275 H). jika ada perawi dho’if pada
sanad maka kitab-kitabnya seperti kitab Mizan al-Itidal, karangan Adz-
Dzahabi. Jika sanadnya mutawatir maka kitab-kitabnya yang menghimpun
hadits-hadits mutawatir seperti al-Azhar al-Mutanatsiro al-Khabar al-
Mutawatiroh karangan al-suyuthi atau Nudzum al-Mutanatsiroh.
c. Tentang matan dan sanad
Terkadang sifat-sifat tersebut terjadi pada matan dan sanad  seperti ada
kecacatan dan kesamaran, jika dijumpai hadits seperti ini maka kitab-
kitabnya seperti ‘ilal al-hadits karangan ibnu Abi Hakim al-Razi’ disusun
berdasarkan bab atau kitab al-Asma al-Mubhamah fi al-anba al-
muhkhamah karangan Khatib al-Baghdadi.
C. KESIMPULAN
Takhrij adalah petunjuk tempat hadits dalam sumber aslinya yang
dijelaskan rantainya dan harkatnya sesuai dengan kebutuhan. Pemikiran tentang
pen-takhrij-an hadis ini muncul dan diperlukan, ketika para ulama merasa
mendapat kesulitan untuk merujukkan hadis-hadis yang tersebar pada berbagai
kitab dengan disiplin ilmu agama yang bermacam-macam. Hal ini yang
menyebabkan para ulama mulai membicarakan tentang takhrij. Mereka

6
mengeluarkan hadis-hadis yang dikutip dalam kitab-kitab lain, dengan merujuk
kepada sumbernya. Di dalamnya juga dibicarakan kualitas-kualitas
keshahihannya, dari perkembangan ini kemudian muncul kitab-kitab takhrij.
Ulama yang pertama kali melakukan takhrij menurut Mahmud ath-Thahhan ialah
al-Khathib al-Baghdadi.
Manfaat dan kegunaan Takhrij yaitu :Mengetahui referensi beberapa buku
hadist, Menghimpun jumlah sanad hadis, Mengetahui keadaan sanad yang
bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqathi'), dan mengetahui kadar
kemampuan perawi dalam mengingat hadist serta kejujuran dalam
periwayatannya, Tahu status suatu hadits, Peningkatan suatu hadits yang dha'if
menjadi Hasan Li Ghairihi, atau meningkatkannya hadits hasan menjadi Shahih Li
Ghairihi dengan ditemukannya sanad lain yang seimbang atau lebih berkualitas,
Mengetahui bagaimana para imam hadist menilai kualitas suatu hadist dan
bagaimana kritikan yang disampaikan, Seseorang yang melakukan takhrij dapat
menghimpun beberapa sanad dan Ilmuwan suatu hadist.
Metode Mentakhrij hadits yaitu: Dengan cara mengetahui persi pertama
(tertinggi),Dengan cara mengetahui Lafadz Hadits, Dengan cara mengetahui awal
lafadz matan hadits, Dengan cara mengetahui topik hadits, Dengan cara
mengetahui keadaan matan dan sanad
DAFTAR PUSTAKA

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidqi. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis.
Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009. hlm. 148
Dadi. Skripsi “Metodologi Takhrij Hadits Muhammad Nashiruddin Al Bani”,
Bogor: STAI Al-Hidayah,2004
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, hal. 115, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1996
Mahmud ath-Thahan, Ushul at-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, hal. 18-19,
Maktabah ar-Rusyd, Riyadl, 1983
Abd. Majid Khan. Ulumul Hadits. 131

Anda mungkin juga menyukai