SKRIPSI
Oleh
Yanirsa Abigael Sendana
C1C313042
SKRIPSI
Oleh
Yanirsa Abigael Sendana
C1C313042
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan judul “Tembikar Pada
Gua Kuya Di Desa Pondoa Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Provinsi
Sulawesi Tenggara” dalam waktu yang telah ditentukan.
v
Tulisan ini dipersembahkan buat kedua orang tua yang sangat berperan penting
dalam hidup penulis, Michael Sendana dan Yenni Toding. Terima kasih selalu
mendukung penulis dalam hal pengambilan keputusan dan dukungan berupa materi.
Teringat saat mereka mengatakan “neng asal kamu bisa bawa sepuluh jarimu, ko akan
hidup nak, neng kalo ada orang yang jahati ko jangan dibalas dengan hal yang sama
melainkan doakan semoga terberkati” wejangan kedua orang tua menjadi tongkat dan
pedoman penulis selama merantau di tanah Anoa. Tak lupa penulis berterima kasih
kepada kedua saudara Jemi Sendana dan Arung Sendana yang selalu mengirim pesan
rindu lewat petikan-petikan gitar sehingga menghibur dan menguatkan penulis di
perantauan. Kepada Mama Tua dan Bapak Tua serta Tante yang menjadi orang tua
wali penulis sejak penulis duduk dibangku perkuliahan hingga saat ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih.
Tugas Akhir ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dari banyak
pihak. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S.Si., M.Si., M.Sc. selaku Rektor
Universitas Halu Oleo.
2. Dra.Wa Ode Sitti Hafsah., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Halu Oleo.
3. Dra. Hj. Sitti Kasmiati M.Si. selaku Ketua Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Halu Oleo. Terima kasih ibu telah memberikan fasilitas
dan dukungan selama penulis berada dibangku perkuliahan hingga saat penulis
menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Salniwati S.Pd., M.Hum. selaku Sekretaris Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Halu Oleo yang tak henti-hentinya membantu penulis
dalam pengurusan berkas administrasi dan memberikan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan tulisan ini dan terima kasih kepada staf arkeologi
yang telah membantu penulis dalam pengurusan berkas, terima kasih banyak.
5. Drs. H. Abdul Rauf Sulaeman., M.Hum. selaku Pembimbing Akademik,
Pembibing I dalam penulisan Tugas Aakhir dan sekaligus menjadi orang tua
pertama penulis ssejak berada di Jurusan Arkeologi. Terima kasih terima kasih
vi
telah memperkenalkan penulis kepada tembikar dan membimbing dalam
penulisan tugas akhir ini. Be Smart and be the first adalah kalimat penyemangat
dari beliau. Sehat selalu bapak.
6. Dr. Syahrun., S.Pd., M.Si selaku Pembimbing II dalam penulisan tugas akhir
ini. Terima kasih bapak atas kesabaran, dukungan dan bimbingan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Nur Ihsan S.S., M.Hum selaku dosen arkeologi kedua (setelah bapak Drs. H.
Abdul Rauf Sulaeman). Terima kasih sudah menjadi kakak, mengajarkan
penulis banyak hal termasuk dalam kesabaran menulis dan memilah kata,
kalimat. Sekali lagi terima kasih banyak sudah memperkenalkan arkeologi lebih
luas kepada penulis. Terima kasih kepada Asyadi Mufsi S.S M.A selaku dosen
arkeologi ketiga (sudah pindah ke Jambi…hikz) yang mengajarkan penulis
etika penulisan daftar pustaka, karya ilmiah dan selalu mengingatkan penulis
untuk selalu rajin membaca karena dengan membaca kita akan mudah menulis.
Terima kasih kepada Sasadara Hayunira S.S., M.Sos dan Sandy Suseno S.S.,
M.A selaku dosen arkeologi dan kakak yang mengajarkan penulis untuk lebih
giat belajar tentang kearkeologian. Terima Kasih kepada La Ode Ali Ahmadi
S.S yang sudah memperkenalkan Pramuwisata kepada penulis. Terima Kasih
Kak.
8. Balai Arkeologi Makassar, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, BPCB
Makassar, Balai Arkeologi Manado dan Balai Arkeologi Medan yang telah
memberikan penulis kesempatan untuk bergabung dalam berbagai kegiatan/
penelitian dan memberikan pemahaman-pemahaman terkait profesionalis
seseorang dalam dunia kerja dan Terima kasih Kepada Bapak Mudjiono
selaku peneliti dari Balai Arkeologi Yogyakarta yang telah mengajar penulis
menggambar arkeologi.
9. Keluargaku Himpunan Mahasiswa Arkeologi Halu Oleo (Himaleo).
Kepada Rasia, Risma, Ersa, Amal, Sunar, Isal, Edo, Hamdan, Dodi, Fadly,
Kasmin, Liant, Fiqi, Kiki, Ocit, Safari, Idul, Ardy, Udin, Zul terima kasih
telah menjadi saudara, sahabat, kawan dan lawan penulis selama 4 tahun
lamanya. Terima kasih atas dukungan dan saran-saran yang diberikan kepada
vii
penulis baik itu tentang dunia akademik, keluarga dan percintaan. Kita akan
selalu menjadi saudara tanpa kartu keluarga.
10. Kepada adikku Rizky, Chandra, Aco dan Safrin terima kasih atas secangkir
kopi + intel nya (indomie telur) yang setiap hari disuguhkan kepada penulis
sebagai bentuk kepedulian seorang adik kepada kakak (supaya ndk ngantuk
sama lapar bede’). Dan terima kasih kepada adikku Suryanto telah
meminjamkan alat scan gambar kepada penulis dan adik-adikku angkatan 2014,
2015 dan 2016 yang tidak dapat penulis sebut satu persatu thank’s yah
dukungannya.
11. For “Someone” yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis untuk segera menyelesaikan Tugas Akhir. Terima kasih atas semangat,
canda, tawa, kasih sayang dan terima kasih telah banyak mengajarkan arti
kedewasaan serta kesabaran dalam menghadapi segala masalah. Semoga “kita”
dapat dipertemukan di tempat dan waktu yang tepat.
Terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu,
terima kasih telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini. Sekali
lagi terima kasih atas dukungannya.
Seperti fragmen tembikar yang coba penulis rekonstruksi, seperti itu pula
bentuk tulisan yang telah penulis selesaikan. Tulisan ini tentunya masih memiliki
kekurangan-kekurangan didalamnya. Penulis sangat mengharapkan adanya kritikan
dan saran terkait tulisan ini agar dapat disempurnakan sebagaimana mestinya. Semoga
dengan adanya tulisan ini, akan menambah wawasan/ pengetahuan serta dapat menjadi
referensi bagi penelitian yang terkait dengan tulisan ini.
Kurre sumanga…
Ttd,
Penulis
viii
ABSTRAK
YANIRSA ABIGAEL SENDANA (C1C313042). Tembikar Pada Gua Kuya Di
Desa Pondoa Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Sulawesi Tenggara
(Kajian Bentuk dan Ragam Hias).
Di Sulawesi Tenggara banyak tersebar gua-gua prasejarah dengan temuan
sangat beragam. Hal ini didukung dengan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh
Balai Arkeologi Makassar. Salah satu gua tersebut adalah Gua Kuya yang terdapat di
wilayah administratif Desa Pondoa Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara.
Di gua tersebut banyak menyimpan tinggalan arkeologis salah satunya berupa
tembikar. Berdasarkan pernyataan dari Balai Arkeologi Makassar, belum ada
penelitian secara intensif yang dilakukan terhadap gua tersebut terkhusus pada temuan
tembikarnya. Melihat bentuk dan ragam hias tembikar tersebut sangat menarik untuk
dilakukan penelitian.
Penelitian ini terfokus pada fragmen tembikar yang terdapat di Gua Kuya yang
merupakan temuan paling dominan pada gua tersebut. Penelitian yang dilakukan lebih
intensif kepada bentuk, ragam hias serta penerapan teknik ragam hias pada tembikar
tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan melihat bentuk dan ragam tembikar yang
terdapat di gua tersebut. Ada tiga metode analisis yang digunakan yaitu (1) Analisis
Morfologi, (2) Analisis Stilistik (ragam hias) dan (3) Analisis Teknologi.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 46. Dari jumlah
tersebut terdapat 14 fragmen tembikar yang dapat direkonstruksi 7 diantaranya berupa
mangkok, 6 diantaranya periuk dan 1 tempayan. Selain itu terdapat 2 fragmen
pegangan tutup dan 2 bagian badan berupa karinasi. 14 sisanya berupa fragmen badan
dengan berbagai bentuk ragam hias. Berdasarkan analisis ragam hias yang dilakukan
terhadap tembikar ini terdapat 7 ragam hias yaitu garis, bulatan, segitiga, empat
persegi, meander, titik dan belah ketupat. Sedangkan penerapan teknik ragam hias
terdapat 4 teknik yaitu teknik gores, teknik tekan, teknik tempel dan teknik tusuk.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut tembikar Gua Kuya memiliki karakteristik yang
sama dengan tembikar tradisi tua yaitu tembikar Sa Huynh Kalanay. Persamaan
tersebut dapat dilihat dari bentuk, ragam hias serta penerapan teknik ragam hias pada
masing-masing tembikar.
Kata Kunci: Tembikar, Bentuk, Ragam Hias
ix
ABSTRACT
x
DAFTAR ISI
SAMPUL........................................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iv
KATA PENGANTAR...................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ ix
ABSTRACT...................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
xi
2.2 Tembikar Dalam Arkeologi ......................................................................... 14
3.2.1 Observasi............................................................................................ 33
xii
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1.3 Iklim...................................................................................................... 42
4.1.6 Sosial..................................................................................................... 52
5.2.5 Kupingan............................................................................................... 80
xiii
5.3.1.1Garis........................................................................................... 83
5.3.1.2Lingkaran ................................................................................... 85
5.3.1.3Segitiga ...................................................................................... 85
5.3.1.6Titik-titik.................................................................................... 87
5.3.1.7Meander ..................................................................................... 88
xiv
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.3 Orientasi Tepian, Bentuk Tepian, Orientasi bibir dan Bentuk Ujung
Bibir ................................................................................................................... 63
xvii
Gambar 5.19 Bentuk Kaki dan Dasar Tipe A.................................................... 77
xviii
Gambar 5.41 Ragam Hias Bulatan ................................................................... 90
Gambar 5.47 Ragam Hias Bulatan Ganda Garis Horizontal Garis Menyilang . 94
Gambar 5.52 Ragam Hias Titik Garis miring Saling Berhadapan .................... 94
Gambar 5.53 Ragam Hias Titik Garis Miring Saling Berhadapan Garis Vertika
............................................................................................................................ 94
Gambar 5.54 Ragam Hias Bulatan Ganda (Menyerupai Ujung Mata Panah)... 95
Gambar 5.55 Ragam Hias Garis Saling Berhadapan Bulatan Ganda Di Tengah
Gambar 5.56 Ragam Hias Titik Garis Vertikal Garis Miring Saling Bertolak
Belakang ............................................................................................................ 95
Gambar 5.57 Ragam Hias Bulatan Ganda Garis Horizontal Garis Miring Saling
Berhadapan ....................................................................................................... 95
xix
Gambar 5.58 Ragam Ragam Hias Bulatan Ganda Garis Horizontal Garis Miring
............................................................................................................................ 95
Gambar 5.59 Ragam Hias Bulatan Bulatan Ganda Garis Lekung Garis Zigzag
............................................................................................................................ 95
Gambar 5.63 Ragam Hias Bulatan Ganda Meander Empat Persegi Segitiga
Terbalik .............................................................................................................. 96
Gambar 5.65 Ragam Hias Tititk Belah Ketupat Garis Horizontal Garis Miring
Gambar 5.66 Ragam Hias Bulatan Ganda Garis Bulatan Segitiga ................... 96
Gambar 5.72 Ragam Hias Bulatan Ganda Meander Empat Persegi Segitiga
Gambar 5.73 Ragam Hias Titik Belah Ketupat Bulatan Ganda Garis ............. 101
xx
Gambar 5.75 Teknik Tusuk .............................................................................. 105
xxi
DAFTAR FOTO
xxii
Foto 5.21 Kaki dan Dasar Tipe A (16) .............................................................. 77
Foto 5.26 Teknik Gores Zigzag dan Garis Vertikal (tegak) .............................. 104
Foto 5.27 Teknik Gores Garis Miring dan Garis Horizontal (mendatar) .......... 104
xxiii
DAFTAR DIAGRAM
xxiv
BAB I
PENDAHULUAN
manusia prasejarah. Pada zaman ini manusia sudah mulai menetap pada satu
juga disebut dengan zaman bercocok tanam dimana manusia sudah mulai
manusia juga sudah mulai beternak. Pola hidup menetap yang mereka jalani
luang untuk memikirkan kehidupanya. Tidak seperti pada saat mereka harus
berpindah dari satu tempat ketempat lain dan terus memikirkan tempat
perhentian berikutnya yang utamannya memiliki sumber daya alam yang bisa
menghidupi mereka dalam jangka waktu yang panjang. Salah satu bukti
kebudayaan yang lebih maju pada zaman ini ditunjukkan dengan keahlian
1
2
Tembikar adalah benda/wadah yang terbuat dari tanah liat yang dibakar
tembikar tidak hanya tanah liat, melainkan banyak campuran lainnya. Bahan
dasar tembikar biasanya dicampur dengan bahan lain sebagai temper, seperti
pasir, pecahan kerang, potongan sekam padi, dan remah tembikar yang tidak
dipakai (grog). Tembikar bersifat menyerap dan dapat ditembus oleh air karena
memiliki permeabilitas yang relatif sedang sampai tinggi, dan berpori banyak
Tembikar yang ditemukan pada setiap daerah tersebut dibuat dengan cara/
teknik yang masih sangat sederhana yaitu dengan menggunakan teknik tatap
landas. Teknik ini dilakukan dengan cara memukul-mukul dinding bagian luar
dengan menggunakan kayu dan menahannya dengan sebuah batu bulat pipih
Muang Thai, Cina, Taiwan, dan Jepang. Di daerah-daerah tersebut, pada masa
yang sama sudah dikenal dengan penggunaan roda putar pada pembentukkan
tembikar.
kata dasar undagi dari bahasa Bali. Undagi ialah seorang atau sekelompok atau
usaha tertentu, misalnya pembuatan gerabah, perhiasan kayu, sampan dan batu
tersebut telah masuk pada tingkat yang lebih maju dari pada masa sebelumnnya
penggunaan alat tatap-batu dan roda putar. Selain itu motif hias yang dihasilkan
garis kombinasi empat persegi panjang, dan sebagainya). Dari aspek sosial,
tembikar khusus dibuat untuk tujuan yang bersifat sakral yang dipakai untuk
sebagai perlengkapan penguburan (bekal kubur dan wadah kubur) erat kaitannya
perpindahan kehidupan dari dunia nyata ke dunia arwah sehingga orang yang
4
Melayu (Solheim II, 1972: 17- 21). Kedua tradisi terus sama-sama memiliki
teknik ‘tatap dan batu’. Sa Huynh Kalanay adalah tradisi tembikar yang
tembikar serta ragam hias yang terdapat pada tembikar. Bentuk seperti
tempayan, kendi, ceret dan lain-lain, sedangkan ragam hiasnya berupa ragam
hias geometris (garis lurus, bulat, lekukan, empat persegi panjang dan kombinasi
dengan jenis dan ragam hias yang tidak banyak bervariasi. Jenis keramiknya
terdiri dari cawan, dan periuk dalam bentuk-bentuk sederhana. Pola hias yang
Tidak tampak adanya tanda-tanda dikenalnya ‘teknik Upam dan teknik Slip’
Kalumpang di Sulawesi Barat. Nama kompleks ini berasal dari sebuah tempat
bernama Kalumpang, sebuah desa yang terletak di tepi Sungai Karama, kira-
kira 93 km dari muara sungai. Penyelidikan terhadap tempat ini dilakukan oleh
Stein Callenfels pada tahun 1933 dan Heekeren pada tahun 1949. Kedua ahli
atau lebih yang telah bercampur aduk satu dengan yang lain akibat kegiatan
bahwa diantara tembikar yang ditemukan itu ada yang berasal dari protoneolitik,
yang dilakukan saat ini Kalumpang mengacu pada sebuah kawasan situs yang
terdiri dari beberapa situs Kamassi dan Minanga Sipakko (Simanjuntak, 2009:
4). Pada tahun 1949 penelitian terkait situs tersebut kemudian dilanjutkan oleh
tanpa hiasan yang diperkirakan berasal dari masa bercocok tanam. Di dalamnya
meander, segi empat, pilin dan lingkaran-lingkaran kecil. Selain itu, ada pola
hias yang dihasilkan dengan menekankan pinggiran kulit kerang. Hias geometris
6
serta arti penting dalam kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial
pada masyarakat prasejarah, tembikar sering dipakai sebagai bekal kubur atau
wadah kubur. Tembikar dianggap penting dan dapat dipakai sebagai bekal
Hingga saat ini, tembikar masih digunakan sebagai objek penelitian yang
dikaji dengan berbagai metode analisis. Metode analisis yang umum diterapkan
pada tembikar adalah analisis morfologi, ragam hias dan teknik pembuatan
tentang ragam bentuk, ragam hias dan teknologi tembikar serta dapat menjadi
bertambah, tembikar pun dianalisis lebih dalam lagi yaitu menggunakan analisis
yang beragam. Salah satunya gua yang terdapat di Desa Pondoa, Kecamatan
pada saat itu melakukan survei gua prasejarah di Desa Pondoa, Kecamatan
setempat, belum pernah ada peneliti yang datang ke lokasi tersebut termasuk
tersebut sangat menarik untuk menjadi fokus dalam penelitian. Tembikar yang
terdapat pada situs tersebut sangat beragam mulai dari bentuk hingga ragam
hiasnya.
sejak tahun 2009, 2010, 2011 hingga 2015. Penelitian tersebut berada di tiga
8
desa yaitu Desa Tetewatu (Gua Terowongan), Desa Lampanga (Gua Wacu
tersebut didukung dengan tespit yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Makassar
Selain tiga desa tersebut, masih banyak gua-gua di wilayah tersebut yang
7 gua di desa tersebut diantaranya yaitu Gua Pondoa I, II, III, IV, V, Ceruk
Pondoa dan Gua Kuya. Pada setiap gua terdapat tulang, fragmen tembikar
hingga gigi. Pemberian nama gua tersebut didasarkan atas lokasi/desa dimana
untuk ditindak lanjuti dengan melihat keragaman bentuk dan ragam hiasnya.
9
persilangan kebudayaan baik dari arah Barat maupun Timur. Dalam perspektif
sifat alami penyebaran dan asal usul manusia penutur Austronesia di Indonesia
Salah satu ciri artefak budaya neolitik adalah tembikar. Ditinjau dari
bentuk dan ragam hias, tembikar Gua Kuya memiliki kemiripan dengan
(1899) untuk mneyebut rumpun bahasa yang dituturkan oleh penduduk yang
namun dalam arti luas mengacu pada penutur dan budayanya secara keseluruhan
(Simanjuntak, 2011: 1). Kesamaan yang dimaksudkan yaitu dari segi bentuk
dan ragam hias yang terdapat pada tembikar. Pengamatan bentuk dan ragam hias
10
menjadi penting dengan pertimbangan bahwa dari segi bentuk dan ragam hias
kesamaan dengan bentuk dan ragam hias dari situs-situs di Indonesia maupun
diluar Indonesia.
Segi bentuk dan ragam hias yang terdapat pada tembikar Gua Kuya dan gua-
gua lainnya yang berpontesi menjadi acuan dalam mengungkap sebaran tradisi
kedua tembikar menampakan kesamaan dalam segi bentuk dan ragam hias,
maka dapat dikatakan bahwa Sulawesi Tenggara juga mendapat pengaruh dari
yaitu tembikar.
Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait tembikar
Gua Kuya dengan judul “Tembikar Gua Kuya di Desa Pondoa, Kecamatan
2. Bagaimanakah bentuk ragam hias dan penerapan teknik ragam hias pada
1. Untuk mengetahui bentuk tipologi dan ragam hias tembikar Gua Kuya
Sulawesi Tenggara.
banyak orang, baik dalam maupun luar negeri yang nantinya dapat
1.4.3 Pemerintah
administrasi dan aturan terkait wilayah cakupan situs Gua Kuya. Dengan
pemeliharaan situs. Hal ini menjadi prospek yang baik serta kebanggaan
Penelitian yang dilakukan lebih menitik beratkan pada kajian bentuk dan ragam
hias yang terdapat pada tembikar Gua Kuya. Setelah mengetahui bentuk dan
Gua Kuya dengan tembikar di Asia Tenggara yang tidak lepas dari tradisi
TINJAUAN PUSTAKA
(2007) dengan judul “Tipologi Tembikar Candi Plaosan, Candi Hijau dan
peneliti yaitu dimana ia hanya menggunakan satu variabel yaitu bentuk yang
pada setiap situs. Sedangkan penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu
Ricky membahas secara keseluruhan terkait ragam hias yang terdapat pada
setiap tembikar
13
14
hias.
Judul “Gerabah Jambu Hulu (Tinjauan Bentuk dan Motif Hias)”, dapat dijadikan
sebagai bahan utama dan pembanding dari tulisan ini. Perbedaan dengan tulisan
penelitian ini adalah dua variabel yang digunakan yaitu bentuk dan ragam hias.
Rusyanti ingin lebih membawa kepada fungsi gua melalui tembikar yang
akhir abad ke sembilan belas, tembikar dan artefak lainnya dikumpulkan oleh
antiquarians sebagai koleksi barang antik. Pada masa itu meningkat pula minat
15
sampai 1000°C (McKinnon, 1991: 1). Bahan dasar tanah liat yang banyak
mengandung banyak campuran lain. Benda jenis ini menyerap air dan dapat
ditembus oleh air karena memiliki permabilitas yang relatif sedang sampai
tinggi dan berpori banyak. Bahan campurannya seperti pasir, pecahan kerang,
potongan-potongan kecil sekam padi, dan pecahan tembikar yang sudah tidak
terpakai lagi.
dilihat dari permukaan serta ragam hias pada setiap tembikar. Berikut
kata yaitu Sa Huynh yang berarti tembikar dari Vietnam dan Kalanay yang
Austronesia berasal dari keluarga bahasa yang paling luas di dunia dengan
Semua bahasa Austronesia saat ini dianggap berasal dari satu bahasa
induk, mungkin diucapkan di Taiwan sekitar lebih dari 5000 tahun yang
Solheim adalah seorang ahli Antropologi dari Amerika yang sering kali
dijumpai pada tembikar Vietnam dan Filipina yang sering disebut dengan
dengan menggunakan teknik tatap balut, tatap ukir, teknik tekan serta
yang pada bagian dasarnya bulat, belanga bulat tanpa kaki, mangkuk
tembikar Sa Huynh dibagi menjadi dua kelompok yaitu slip merah dan slip
dengan teknik gores, lukis dan tekan. Ragam hias yang terdapat pada
18
terbuka, dan garis tegak dan pita horizontal (Simanjuntak, 2009: 28-29).
masuknya keramik Cina dari Dinasti Tang akhir atau awal Dinasty Sung
menggunakan teknik roda putar lambat. Ragam hias yang terdapat pada
tembikar ini terdiri dari empat persegi panjang, meander dan variasi motif
tradisi Sa Huynh Kalanay menjadi bukti bahwa pada masa lampau orang-
fungsi dan arti tembikar tidak kalah penting. Tembikar sering menjadi
Lembu (Jawa Timur), di Kelapa Dua (DKI), di Serpong (Jawa Barat) dan
yang lebih baik dalam bentuk wadah yang berongga lebih luas, seperti
yang polos dan sebagian lagi berhias pola tali atau pola sisir. Hampir tidak
Taiwan, Fujian, Jingsu, Zheijang, Hunan, dan Hubei pada akhir masa
neolitik di Cina (Zhiyan & Wen, 1984: 14-15 dalam Soegondho, 1995: 6).
neolitik, seperti di Kendeng Lembu (Jawa Tmur), Kelapa Dua (DKI Jaya)
situs Plawangan (Jawa Tengah), situs Gilimanuk di Bali dan situs kubur
1995: 6-7).
seperti: anglo, keren, lampu minyak kelapa (bahasa Jawa = cuplak), dan
21
jenis-jenis bukan wadah seperti patung terakota, dinding sumur, batu bata
dari sentra produksi masa kini kualitasnya beraneka ragam dari yang masih
ragam hias yang tidak banyak bervariasi. Jenis keramiknya terdiri dari
seri tembikar (atau keramik) yang memiliki ciri unik, terutama pada
bentuk dan ornament yang terdapat pada tembikar tersebut (Kirch, 1996:
58). Tembikar lapita terbuat dari tanah dengan pembakaran yang tidak
beda, ada yang diukirkan dengan teknik dentate stamp atau berupa pita
dan Samoa, menempuh jarak sekitar 4.000 km. Dari penggalian situs-situs
pertanggalan sekitar 3.500 tahun lalu dan situs di Samoa dan Tonga
datingnya sekitar 3.200 sampai 3.000 tahun lalu (Kirch, 1996: 58).
yang sangat khas, dihiasi oleh cetakan geligi (cap geligi). Dengan
1991), itu awal tradisi tembikar di Melanesia. Dekorasi mirip Lapita tidak
kapal dan penggunaan slip merah dekorasi dibagi antara kedua daerah
tahun 100 SM. Motif yang ada lebih sederhana dan terdapat
berhenti lebih awal sekitar 800 SM. Gaya ini berhubungan erat
terkenal di Indonesia terdiri dari jenis-jenis wadah (Vessel) dan jenis-jenis yang
bukan wadah. Jenis-jenis yang dikenal sebagai wadah adalah periuk, cawan,
mangkuk, piring, kendi dan tempayan. Sedangkan yang non-wadah antara lain
25
secara garis besar dapat dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu periuk kecil,
menjadi dua golongan, menurut bentuknya, yakni bulan dan berpundak tajam,
atau dikenal dengan berkarinasi. Wadah ini sering digunakan untuk alat
menggunakan campuran air, sebab memiliki rongga wadah yang cukup dalam,
dan mulut yang tidak terlalu lebar. Oleh sebab itu jenis periuk sering dipakai
untuk memasak nasi dan ikan (Freenan, 1957: 172; Solheim, 1965: 255-257
wadah tanah liat yang termasuk jenis cawan ialah golongan cawan bulat dan
tinggi, badannya lebih kecil dan tidak berleher. Sedangkan cawan bulat adalah
sejenis wadah tanah liat yang memiliki badan pendek mebulat setengah bola
keperluan upacara. Wadah ini biasanya digunakan untuk pedupaan, seperti yang
Trump, 1976:112 dalam Soegondho, 1995: 5). Selain itu, jenis cawan yang
sering sering dipakai dalam upacara, yaitu untuk tempat makanan bagi bekal
orang-orang yang dikuburkan. Bukti tentang hal ini dijumpai pada kubur-kubur
Kendi, tempayan dan piring adalah jenis wadah tanah liat yang agak
khusus. Kendi ialah jenis wadah tanah liat yang memiliki badan bulat dan
berkarinasi, berleher panjang dan bermulut sempit. Kendi adalah wadah yang
dengan jenis tembikar yang lainnya. Wadah-wadah tanah liat dari jenis ini ada
yang berbadan bulat dengan alas bulat atau rata. Umumnya berbadan tinggi dan
melebar sehingga rongga badannya cukup dalam, dan memiliki mulut dengan
tembikar yang relative berdaya muat cukup besar. Wadah ini biasanya
beras atau air, tetapi seringkali juga dipakai untuk wadah penyimpanan abu
jenazah yang telah dikremasi, atau sebagai wadah untuk mengubur tulang-
tulang bahkan mayat manusia (Bray & Trump, 1976 dalam Soegondho, 1995:
minuman hasil produksi local yang dijajakan dan diperdagangkan ataupun yang
27
Asia Tenggara paling tidak sejak 2000 tahun yang lalu. Bukti-Bukti untuk lain
tahun 750 SM abad 4 M (Solheim, 1965: 271 dalam Soegondho, 1995: 5) dan
Pasir Angin, Cipari dan lain-lain dengan pertanggalan antara 1500 SM – 400 M
Asia Tenggara paling tidak sejak 2000 tahun yang lalu. Bukti-bukti untuk itu
memiliki angka tahun 750 S.M abad 4 M (Solheim, 1965: 271 dalam Soegondho
Gilimanuk, Pasir Angin, Cipari dalam lain-lain dengan pertanggalan antara 1500
Menurut Orton dkk (1993), masalah fungsi dapat didekati dengan melihat
tiga sudut pandang: pertama pada tingkat fungsi pakai individu; kedua informasi
fungsi yang didapatkan dari kumpulan data arkeologi (hubungan antar data
mengatasi semua aspek ini secara memadai perlu untuk menarik bersama-sama
28
distribusi dan proses informasi situs serta referensi sejarah, etnografi dan sastra.
diketahui dari tekstur bagian dalam tembikar. Ada macam-macam teknik yang
mungkin telah digunakan dan harus berada pada porsinya untuk bukti dari
menunjukkan bukti mungkin tidak berarti bahwa seluruh body dibentuk oleh
yang metode tertentu seperti, metode roda putar. Hal tersebut dapat dilihat pada
bagian dalam dari tembikar. Tidak menutup kemungkinan ada kombinasi teknik
pada saat ini masih digunakan (Gibson & Woods, 1990: 42).
Kalimantan Utara sekitar 4.000 BP, kemudian masuk ke kawasan lain yaitu,
(Bellwood, 1997: 119; Arifin, 2006: 146 dalam Simannjuntak, 2009: 25).
29
hal ini Sulawesi Tenggara adalah salah satu wilayah maritim yang terbilang
tembikar yang terdapat di Asia Tenggara yang dikenal sebagai tembikar tipe Sa
Selain dua teori yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, Teori
Sejarah Budaya juga digunakan dalam penelitian ini. Salah satu tokoh dalam
teori ini adalah Lewis Binford (1972). Binford lebih mengarah kepada sejarah
pandangan normatif. Teori ini mengandung dua asumsi yaitu artefak sebagai
perwujudan dari norma budaya dan norma budaya tersebut yang akan
karena penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan (budaya yang sama)
antara tembikar tradisi Sa Huynh Kalanay, Asia Tenggara dengan tembikar Gua
Kuya melalui proses pengerjaan tembikar. Penelitian ini beranjak dari variasi
bentuk dan ragam hias tembikar Gua Kuya yang jika dilihat sepintas memiliki
dari tradisi tersebut. Sehingga budaya terkait tembikar di Gua Kuya yang
terdapat di Konawe Utara dapat bercerita tentang kebudayaan yang sama seperti
oleh penulis. Kerangka tersebut dibuat sedemikian rupa agar penulisan proses
penelitian nampak jelas bagi pembaca. Lokasi penelitian bertempat di situ Gua
Tenggara. Objek pada penelitian ini adalah fragmen tembikar yang terdapat
pada situs tersebut. Analisis yang digunakan adalah analisis visual yang terdiri
ragam hias) dan Stilistik. Setelah analisis dilakukan, maka hasil dari analisis
tersebut dikaitkan dengan kajian pustaka. Dari kaitan keduannya, akan menarik
kesimpulan yang akan menjawab permasalahan yang terkait dengan bentuk dan
31
ragam hias, serta hubungan tembikar Gua Kuya dengan tradisi tembikar Sa
Analisis Visual
(Morfologi, Teknologi, Stilistik)
METODE PENELITIAN
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.
Terdapat dua jenis sumber data dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer. Data
terdapat pada Gua Kuya. Tembikar yang dipilih adalah tembikar-tembikar yang
terkait dengan apa yang dikaji seperti laporan Penelitian Balai Arkeologi
32
33
3.2.1 Observasi
yang difokuskan pada bentuk dan ragam hias tembikar yang berada di
permukaan.
3.2.3 Dokumentasi
dan gambar temuan. Gambar temuan berupa dari bentuk, profil serta
(biasa digunakan sebagai bahan solder atau kawat lunak). Kawat tersebut
34
dengan cara meletakkan tepian pada bidang datar (kertas) dengan posisi
kertas tersebut dibalik dan ditempelkan sejajar dengan gambar profil tadi
tertentu. (Soendari 2013: 38). Sampel diplilih atas dasar pertimbangan peneliti
35
dimana sampel dipilih dengan melihat populasi serta ragam dari sampel. Sampel
dipilih dengan melihat variasi bentuk dan ragam hias pada Gua Kuya.
fragmen tembikar yaitu wadah dan non-wadah yang dilihat dari bagian-
dan teknik hias (Sukendar, 1999: 60). Analisis bahan meliputi, bahan
utama (tanah liat) dan bahan lain (campuran). Analisis teknik pembuatan
kertas karbon. Setelah itu, hasil dari jiplak kemudian digambar sesuai
pola pada kertas kalkir kemudian di gambar pada kertas millimeter blok
sebagai langkah terakhir. Teknik ini diterapkan jika bentuk ragam hias
3.5 Interpretasi
Dalam tahap ini, data yang telah dideskripsi (hasil pengolahan data)
dianalisis lagi dalam tingkat penafsiran. Inti dari langkah ini adalah memberikan
di analisis, data kemudian akan dihubungkan dengan teori yang digunakan yaitu
Sejarah Budaya. Seperti yang telah dijelaskan bahwa teori ini lebih membawa
kepada penjelasan tentang artefak sebagai norma budaya yang dimana norma
dimaksudkan adalah ide. Jika seseorang memiliki ide yang sama, maka ia berada
37
dikebudayaan yang sama. Seperti tembikar Gua Kuya yang akan dihubungkan
dengan tradisi tembikar Sa Huynh Kalanay yang dilihat dari segi bentuk dan
ragam hiasnya. Pada tahap lebih kepada penarikan kesimpulan yang sesuai
secara umum. Hal-hal yang akan dibahas meliputi letak geografis, batas
wilayah, topografi dan iklim, kependudukan dan tenaga kerja, sosial dan
melintang dari Utara ke Selatan antara 02˚97’ dan 03˚86’ lintang Selatan,
38
39
Konawe.
Luas wilayah Konawe Utara yaitu 500 339 Ha atau 13,38 persen dari
(termasuk perairan Kabupaten Konawe). ±11960 Km² atau 10,87 persen dari
Kecamatan Landewe.
kecil yaitu Pulau Karama, Pulau Meo, Pulau Sisik Utara, Pulau Labenggi,
Pulau Sijempi Utara, Pulau Sijempi Selatan, Pulau Pampara, Pulau Tukokula,
Pulau Burung dan Pulau Labenggi Kecil. Tidak semua pulau berpenghuni,
biasanya pulau-pulau besar seperti Labenggi dan Pulau Bawulu yang dipilih
sebagai tempat untuk dihuni (BPS Kabupaten Konawe Utara, 2017: 3-6).
40
26,02 km² atau masing-masing 30,08 persen dan 0,52 persen terhadap luas
6).
terdiri dari 24 desa definitif dan satu UPT antara lain Desa Hialu Utama, Mata
4.1.2 Topografi
pertanian. Jenis tanah meliputi Latasol 116 829 Ha atau 23,35%, Padzolik 140
atau 3,39%, Aluvia; 24 067 Ha atau 4,80% dan tanah Campuran 178 071Ha
dan perbukitan serta diapit oleh dataran rendah yang dibelah oleh aliran
sungai besar Sungai Lalindu dan Sungai Ladawe serta dilalui beberapa aliran
sungai-sungai kecil.
42
4.1.3 Iklim
dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan. Keadaan
musim banyak dipengaruhi oleh arus angin yang bertiup di atas wilayahnya.
Pada bulan Desember sampai Mei, angin banyak mengandung uap air yang
Sekitar bualn September, arus angin selalu tidak menentu dengan curah
hujan kadang-kadang kurang dan kadang-kadang lebih. Musim ini oleh para
dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia kurang mengandung uap
air. Hal tersebut mengakibatkan minimnya curah hujan di daerah ini. Pada
akibat perubahan kondisi alam yang sering tidak menentu, keadaan musim
2017: 10 ).
lebih dari 3.962 mm. Pada tahun 2015 curah hujan mencapai 1945 mm
dengan hari hujan sebanyak 113 HH. Curah hujan pada bulan Januari
sampai Juli cukup tinggi, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni yang
4.1.4 Pemerintahan
kecamatan (akhir tahun 2016 mekar menjadi 13 Kecamatan dan 170 Desa)
yang terbagi lagi menjadi 133 desa, 11 kelurahan, dan 2 Unit Pemukiman
Jumlah
No Kecamatan Ibu Kota Total
Desa Kelurahan UPT
1 Sawa Sawa 12 1 - 14
2 Motui Bende 14 1 - 15
3 Lembo Lembo 11 1 - 12
4 Lasolo Tinobu 16 1 - 17
5 Wawolesea Wawolesea 8 - - 8
6 Lasolo
Boenaga 6 - - 6
Kepulauan
7 Molawe Molawe 8 1 - 9
8 Asera Asera 17 2 - 19
9 Andowia Andowia 14 1 - 15
10 Oheo Oheo 16 1 - 17
11 Langgikima Langgikima 11 1 - 12
12 Wiwirano Wiwirano 14 1 1 16
13 Landawe Hialu 10 - - 10
Kabupaten Konawe Utara. Tabel berikut juga memaparkan nama Ibu Kota
dengan ibukota Kelurahan Lamonae terdiri dari 23 desa dan 1 kelurahan dan
45
selanjutnya dibentuk satua pemerintahan yang lebih kecil lagi yakni Dusun
desa/ klurahan sejumlah 3 Dusun dan 6 RT, sehingga total 76 dusun dan
21 ).
lurah, 1 (satu) bali desa dan 1 (satu) sanggar PKK. Di setiap desa/ kelurahan
telah dilengkapi dengan aparat desa, mulai dari Pamong Desa/Kpala Urusan
(Kaur), petugas dusun dan petugas RT. Pada setiap desa/ kelurahan, terdapat
aparat desa berupa 5 (lima) Pamong Desa/ Kepala Urusan (Kaur), 3 (tiga)
Wiwirano terdiri dari 25 Desa yaitu Hialu, Mata Benua, Wawoheo, Kuratao,
Desa, Pertugas RW dan Petugas RT yaitu terdiri dari 5 Pamong Desa Pada
Petugas RT. Sedangkan satu desa sisanya yaitu Desa Lamonae memiliki 5
RT. Jumlah keseluruhan Pamong Desa 125, jumlah Petugas Desa 75,
(satu) Bali Desa dan 1 (satu) Sanggar PKK. Selain itu prasarana yang
48
2016: 11).
lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan
Kabupaten Konawe Utara dari tahun 2013 hingga tahun 2016. Data tersebut
perempuan dari tahun 2013 hingga 2014 menurun namun pada tahun
berikutnya jumlahnya naik dari 47,65% hingga 47, 74%. Sedangkan jumlah
laki-laki dari tahun 2013 hingga 2014 mengalami penurunan namun pada
adalah 7.207 jiwa yang terdiri dari 3.814 penduduk berjenis kelamin
tahun 2015 serta dengan jumlah kelahiran dan kematian serta migrasi pada
kurun waktu 2015 sampai 2016 dari tiap-tiap desa/ kelurahan (Kecamatan
Rasio
Peremp
No Desa/Kelurahan Laki-Laki Jumlah Jenis
uan
Kelamin
1 Hialu Utama 215 231 446 933
2 Mata Benua 140 110 250 127
3 Wawoheo 125 131 256 95
4 Kuratao 124 102 226 122
5 Lamonae 368 369 737 100
6 Padalere 143 140 283 102
7 Culambatu 245 137 382 179
8 Lamparinga 119 63 182 189
9 Tetewatu 267 112 379 238
10 Landawe Utama 148 122 270 121
11 Polo-Polora 114 176 290 65
12 Kolosua 155 142 297 109
13 Wacu Melewe 109 126 235 87
14 Lamonae Utama 110 96 206 115
15 Mata Osele 136 128 264 106
16 Wawonsangi 69 62 131 111
17 Pondoa 73 61 134 120
18 Wawontoaho 163 141 304 116
19 Tambakua 103 96 199 107
20 Padalere Utama 74 61 135 121
21 Laumoso 123 107 230 115
22 Landiwo 98 88 186 111
23 Larompana 193 114 307 169
24 Wacu Pinodo 176 200 376 88
25 UPT Padalere 224 278 502 81
Utama
Jumlah 3.814 3.393 7.207 112
Tabel 4.3 Daftar Jumlah Laki-Laki dan Perempuan di Kecamatan Wiwirano
Sumber: Kecamatan Wiwirano Dalam Angka, 2016
yang berarti bahwa setiap 100 penduduk perempuan terdapat 113 penduduk
perbedaan luas wilayah desa, tetapi untuk wilayah pemukiman tiap desa
51
Lamonae mencapai 3,04 jiwa/ KM², karena jumlah penduduk yang lebih
besar dan wilayah relative kecil, sedangkan kepadatan terkecil pada Desa
pertanian yang mencapai 50,40%. Sektor pertanian utama adalah sub sektor
lain yang cukup banyak menjadi sumber mata pencaharian utama adala
sektor pertanian tanaman padi dan palawija karena pada beberapa desa
seperti kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain. Selain sector pertanian,
masyarakat Kecamatan Wiwirano juga banyak yang bekerja pad sector jasa
2016: 22).
kepadatan 122,47.
4.1.6 Sosial
dibidang sosial yang lebih baik. Usaha tersebut meliputi kegiatan di bidang
rasio dan sebagainya. Di tahun 2016 sesuai sensus, jumlah SD/MI sebanyak
Atas (SMA) sudah tersedia, namun belum cukup, karena baru terdapat 1
SMP dan 3 SMP satu Atap (SATAP) dan 1 SMA. Hal tersebut masih cukup
Gua Kuya
terdapat di Desa Pondoa. Desa Pondoa merupakn salah satu desa yang berada di
perbatasan antara Sulawesi Tenggara dengan Sulawesi Tengah. Desa ini baru
saja dimekarkan sekitar tahun 2004. Akses jalan menuju desa ini belum diaspal,
tahun dimekarkan, desa ini belum berkembang. Terlihat dari akses menuju ke
desa, penerangan (listrik) hingga jaringan Telkom yang belum sampai. Namun
dikarenakan letak desa ini dikelilingi oleh gugusan karts serta udara yang segar
Tenggara dimana Desa dikelilingi dengan beberapa bukit. Foto tersebut diambil
55
tepat di rumah depan rumah Kepala Desa Pondoa yang juga merupakan
basecame.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
terbilang ekstrim melihat medan yang harus dilalui. Untuk dapat mencapai gua,
jarak yang harus ditempuh dari desa sampai di titik pertama (tempat menyimpan
motor) ±2 km. Akses menuju ke titik pertama harus melewati beberapa tanjakan
(pendakian) dan perkebunan merica. Jalan tersebut dapat dilewati kendaraan roda
dua maupun roda empat (dalam hal ini kami menggunakan kendaraan roda dua/
motor). Jalan yang dilalui masih bertekstur tanah berwarna merah dan lembab
(pada saat itu cuaca tidak stabil/kadang hujan kadang panas terik).
Jarak dari tempat menyimpan kendaraan menuju ke Gua Kuya ± 1 km. Akses
dalam hutan. Posisi Gua Kuya berada di gugusan karts yang terdapat di dalam
hutan. Foto dibawah ini merupakan gambaran perjalanan menuju lokasi itu Gua
56
57
1 2
Foto 5.1, 5.2 dan 5.3 (Kiri) Lokasi titik pertama (parkir motor). (Kanan) akses menuju
Gua Kuya (penurunan), (bawah) akses masuk hutan setelah penutrunan
Dokumentasi. Ersa Dwi R
LS 122˚0’9,3’’ BT dengan ketinggian 283 mdpl. Lebar mulut gua 4,40 meter,
tinggi meter dan kedalaman 11 meter. Adapun batas-batas Gua Kuya secara
keseluruhan dikelilingi oleh hutan. Letak gua ini berada di atas tebing dengan
terdapat banyak temuan seperti fragmen tembikar, porselin, tulang, gigi dan
4 5
Foto 5.4 dan 5.5 (Atas) Mulut gua hingga permukaan sebaran fragmen tembikar. (Bawah)
Mulut Gua
Dokumentasi. Ersa Dwi R
Sebaran Fragmen
Tembikar
an situs Gua Kuya serta letak sebaran fragmen tembikar. Penelitian ini lebih
terfokus pada temuan fragmen tembikar yang terdapat di Gua Kuya baik itu di
dalam gua maupun di bawah gua (permukaan tanah). Hal ini disebabkan
59
maka sebelumnya penulis membuat grid 10 meter x 10 meter (timur dan barat)
dengan bantuan titik tengah yang terdapat di bawah gua sebagai titik acuan
badan yang memiliki ragam hias yang berbeda-beda. Fragmen tepian ialah
tersebut sudah tidak insitu lagi karena melihat keletakan-keletakan temuan yang
lainnya, Gua Kuya difungsikan sebagai tempat. Hal ini diperkuat dengan tulisan
sebagai wadah kubur yang sering disebut sebagai kubur-tempayan (jar burial).
60
61
Tabel di atas merupakan pemaparan dari jumlah, jenis, matriks, ragam hias
menggunakan teknik tatap landas dan menggunakan teknik tekan, gores dan
tempel pada pembuatan/ penerapan ragam hias atau kombinasi dari ketiga teknik
tembikar yang mendapat pengaruh dari tradisi tembikar tua yaitu Sa Huynh
Kalanay. Hal ini dapat dilihat dari ragam hias serta penerapan teknik yang
seremonial. Tidak hanya fungsi, bentuk dari tembikar tradisi tua tersebut
berjenis tempatan, mangkok berkaki dan periuk. Teknik yang digunakan pun
menggunakan tatap landas dan roda putar dalam pembentukkan wadah, teknik
penjelasan dari fragmen tembikar Gua Kuya yang dapat direkonstruksi oleh
penulis.
A B C
Gambar 5.2
Orientasi Wadah
Digambar oleh penulis
diketahui dengan melihat orientasi tepian. Wadah terbuka biasanya terdiri dari
tempayan,cawan dll.
63
diketahui dengan melihat orientasi tepian. Wadah terbuka biasanya terdiri dari
Gambar 5.3
Orientasi tepian, bentuk tepian, Orientasi bibir dan Bentuk Ujung bibir
Digambar oleh Arudina, 2011 (dimodifikasi oleh penulis)
64
5.1.1 Tepian
tanah liat dapat dibagi ke dalam tiga kategori yaitu: tepian sederhana, tepian
biasa dan tepian rumit. Tepian wadah yang tergolong ke dalam tepian wadah
sederhana ialah tepian wadah yang memilikik bentuk dan ketebalan sangata
Golongan tepian yang termasuk kategori biasa terdiri dari tepian wadah
yang pada umumnya memiliki bentuk dan ketebalan tidak terlalu mencolok
tetapi juga tidak terlalu sederhana. Tepian wadah yang termasuk kategori
rumit umumnya berupa tepian wadah yang memiliki bentuk indah, tebal
Gua Kuya terdapat tiga tipe tepian yaitu, mangkuk (tipe A), periuk (tipe B)
dan tempayan (tipe C). Keseluruhan jumlah dari wadah tersebut adalah 7, 5
beberapa sub tipe lagi yang akan dijelaskan pada paragraph selanjutnya.
terbuka dan sederhana. Tipe ini mengahsilkan dua sub tipe yaitu tipe A-
tersebut akan menjelaskan profil dari tepian. Berikut tabel, gambar dan
Diameter 18 – 29 cm 18 – 29 meter
Tebal 1 – 3 cm 1 – 3 cm
tipe A. Ada dua sub tipe yaitu tipe A-1 dan A-2. Deskripsi dimulai dari
diameter, tebal dan permukaan tepian. Perbedaan dari kedua tipe tersebut
berada pada orientasi tepian, bentuk tepian dan orientasi bibir tepian.
Tipe A-1 memiliki orientasi tepian terbuka, bentuk tepian sederhana dan
orientasi tepian tegak, bentuk tepian tegak dan orientasi bibir tepian
lurus.
66
Foto 5.6 Tepian Tipe A-1 (1) Gambar 5.4 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-1
Digambar oleh penulis
Foto 5.7 Tepian Tipe A-1 (2) Gambar 5.5 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-1
Digambar oleh penulis
Foto 5.8 Tepian Tipe A-1 (3) Gambar 5.6 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-1
Digambar oleh penulis
67
Foto 5.9 Tepian Tipe A-1 (4) Gambar 5.7 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-1
Digambar oleh penulis
Foto 5.10 Tepian Tipe A-2 (5) Gambar 5.8 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-2
Digambar oleh penulis
Foto 5.11 Tepian Tipe A-2 (6) Gambar 5.9 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-2
Digambar oleh penulis
68
Foto 5.12 Tepian Tipe A-2 (7) Gambar 5.10 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe A-2
Digambar oleh penulis
Bahan yang digunakan adalah tanah liat dicampur dengan pasir kuarsa
halus dan pasir kuarsa kasar. Bahan pasir tersebutlah yang menyebabkan
periuk tersebut terdiri dari berbagai ukuran yaitu kecil, sedang dan besar.
69
yakni bulat dan berpundak tajam atau dikenal dengan karinasi. Tembikar
Orientasi bibir
tepian Menebal keluar Lurus
Diameter 8 – 26 cm 8 – 26 meter
Tebal 1 – 2 cm 1 – 2 cm
B. Ada dua sub tipe yang dihasilkan pada tipe ini yaitu tipe B-1 dan B-2.
dari kedua tipe tersebut berada pada orientasi tepian, bentuk tepian dan
orientasi bibir tepian. Tipe B-1 memiliki orientasi tepian terbuka, bentuk
tipe B-2 memiliki orientasi tepian tegak, bentuk tepian sederhana dan
Foto 5.13 Tepian Tipe B-1 (8) Gambar 5.11 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe B-1
Digambar oleh penulis
Foto 5.14 Tepian Tipe B-1 (9) Gambar 5.12 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe B-1
Digambar oleh penulis
71
Foto 5.15 Tepian Tipe B-1 (10) Gambar 5.13 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe B-1
Digambar oleh penulis
Foto 5.16 Tepian Tipe B-2 (11) Gambar 5.14 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe B-2
Digambar oleh penulis
Foto 5.17 Tepian Tipe B-2 (12) Gambar 5.15 Rekonstruksi fragmen
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tepian tipe B-2
Digambar oleh penulis
72
yang digunakan adalah tanah liat dicampur dengan pasir kuarsa halus dan
tembikar lainnya. Wadah-wadah dari tanah liat jenis ini ada yang
berbadan bulat dengan alas bulat atau ada juga yang datar/ rata.
Deskripsi Tipe C
Diameter 23,3 cm
Tebal 4 cm
Permukaan Kasar
90 cm. Bahan yang digunakan adalah tanah liat dicampur dengan pasir
kuarsa halus dan pasir kuarsa kasar. Bahan pasir tersebutlah yang
5.1.2 Badan
wadah (Gardin, 1958 dalam Soegondho, 1993: 117). Badan keramik ada
yang berbentuk bulat ada pula yang berkarinasi. Bentuk bulat pada badan
keramik biasanya terdiri dari berbagai pola bulat, seperti bulat telur, (oval),
bulat bola (sphere), bulat lonjong (ellipsoid), ada pula bulat silinder
Pada bagian badan terdapat pula istilah karinasi. Bentuk badan ini
lah yang dapat teridentifikasi pada Gua Kuya. Karinasi adalah bagian
75
ditemukan di Gua Kuya terdiri dari dua tipe yaitu tipe A (lancip) dan tipe
B (tumpul). Perbedaan dari kedua tipe ini berada pada bagian ujung sudut
dimana tipe A pada bagian sudutnya lancip sedangkan bagian B sudut nya
tumpul (tidak lancip). Pada masing-masing tipe terdapat ragam hias yaitu
terdapat pada tipe A) menggunakan teknik tekan dan tusuk. Bahan yang
digunakan adalah campuran pasir kuarsa halus. Hal ini dapat dilihat dari
putar terlihat dari striasi terputus yang terdapat pada bagian dalam
tembikar.
Tebal 1 cm 1 cm
Tebal Karinasi 1 cm 1 cm
Kombinasi bulatan dan
Ragam Hias titik-titik Bulatan-bulatan
Tabel 5.5 Tabel Karinasi tipe A dan B
76
Foto 5.19 Karinasi Tipe A (14) Gambar 5.17 Profil fragmen karinasi
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tipe A
Digambar oleh penulis
Foto 5.20 Karinasi Tipe B (15) Gambar 5.18 Profil fragmen karinasi
Dokumentasi: Ersa Dwi R. tipe B
Digambar oleh penulis
tertentu. Kaki keramik (pada tembikar) tidak memiliki pola bentuk yang
tertentu, ada yang bebrbentuk cincin (ring foot), ada pula yang seperti
kaki tembikar Gua Kuya, berbentuk cincin (ring foot) dan juga
77
merupakan dasar dari tembikar wadah tersebut. Ada dua tipe pada kaki
(dasarnya rata). Perbedaan dari kedua tipe ini adalah pada bagian
Tebal 2 cm 3 cm
Foto 5.21 Kaki dan Dasar A (16) Gambar 5.19 Bentuk Kaki dan dasar
Dokumentasi: Ersa Dwi R. Tipe A
Digambar oleh penulis
78
periuk bertutup. Namun kadang juga terdapat pada jenis wadah lainnya
pegangan penutup tembikar Gua Kuya terdapat dua tipe yaitu tipe A
pendek dan lekukan tidak terlalu nampak. Bahan yang digunakan yaitu
ragam hias pada bagian atas pegangan dan ragam hias pada bagian leher
79
(tipe B). Ragam hias yang dimiliki adalah ragam hias geometris (bulat-
bulatan pada tipe A dan titik-titik pada tipe B). Ragam hias bulat-bulatan
teknik tusuk.
Foto 5.23 Pegangan Penutup Tipe A, (kiri) bagian depan, kanan bagian atas)
Dokumentasi: Ersa Dwi R.
Foto 5.24 Pegangan Penutup Tipe B, (kiri) bagian depan, kanan bagian atas)
Dokumentasi: Ersa Dwi R.
80
5.1.5 Kupingan
pada sebuah wadah, difungsikan pula sebagai hiasan (dalam bentuk yang
pada bagian kupingan tembikar Gua Kuya, kupingan berbentuk pipih dan
tedapat lubang kecil pada baguan ujung atas. Selain itu, terdapat pula
Bahan yang digunakan yaitu campuran tanah liat dengan pasir kuarsa
penggambaran makhluk hidup dan (4) kelompok ragam hias dekoratif yang
merupakan kelompok gabungan dari beberapa jenis ragam hias diatas. Kedua
pendapat tersebut diatas secara garis besar tidak ada perbedaan yang berarti
menyimpulkan bahwa ragam hias geometris merupakan ragam hias yang cukup
banyak mengadopsi ragam hias geometris. Pemberian nama motif ada yang
82
diambil dari cara mengerjakannya, misalnya ragam hias pola bolak balik yaitu
ragam hias yang dikerjakan dengan cara mengayan sekali ke atas dan sekali ke
Ragam hias yang terdapat pada tembikar Gua Kuya masuk pada kategori
ragam hias Geometris yang dilihat dari bentuknya. Untuk mempermudah dalam
dua jenis analisis yaitu analisis pola hias tunggal dan analisis pola gabungan atau
bentuk atau ciri-ciri masing-masing. Dalam penyebutan nama bentuk ragam hias
karena belum adanya penamaan baku pada ragam hias tembikar di Indonesia
(Simanjuntak, 2009:62).
Menurut Sabatari (halaman 5), sebagai inti atau bentuk utama dari bentuk
geometris dibagi dalam empat kelompok bentuk dasar, yaitu: (1) kaki silang,
berupa bentuk persilangan garis yang bertumpu pada satu titil yang dapat
dibentuk tegak atau melengkung, (2) pilin, berupa relung-relung yang saling
bertumpuk membentuk ulir yang mirip hurud S atau sebaliknya, (3) kincir,
berupa bentuk yang bertolak dari mata angina yang mempunyai gerak ke kanan
dan ke kanan, dan (4) bidang, berbentuk segi tiga, lingkaran, segi empat atai
yang hanya terdiri dari satu bentuk. Ragam hias ini kemudian
secara jelas ragam hias yang terdapat pada setiap fragmen tembikar di
Gua Kuya.
terdapat pada frgmen tembikar Gua Kuya, ragam hias tersebut secara
segitiga, (4) empat persegi, (5) belah ketupat dan (6) titik-titik.
5.2.1.1 Garis
5.2.1.2 Lingkaran
jarak tertentu, yang disebut dengan jari-jari, dari suatu titik tertentu,
5.2.1.3 Segitiga
Segitiga adalah bagunan datar yang dibatasi oleh tiga sisi dan
hias segitiga pada tembikar Gua Kuya, terdapat dua bentuk ragam
hias segitiga sama sisi. Perbedaan kedua ragam hias tersebut terdapat
pada posisi yaitu posisi normal dengan satu lancipan di atas dan
analisis yang dilakukan pada ragam hias ini, terdapat satu buah
besar yang saling berhadapan dan memiliki sisi yang sama panjang.
87
5.2.1.6 Titik-titik
garis dan lain-lain. Selain berada pada bagian dalam bidang, ragam
hias ini juga biasa berada di bagian pertengahan antara ragam hias
lainnya.
5.2.1.7 Meander
yang memiliki ragam hias tersebut (ragam hias tunggal). Ragam hias
Keterangan:
No.
Desakripsi
Gambar
5.31 Garis
5.32 Bulatan Ganda
5.33 Garis
5.34 Bulatan
5.35 Garis
5.36 Garis
5.37 Garis
5.38 Garis
5.39 Garis
5.40 Garis
5.41 Bulatan
5.42 Bulatan Ganda
Tabel 5.7 Analisis Ragam Hias Tunggal
Tembikar Gua Kuya
Digambar oleh penulis
5.31 5.32
5.33 5.34
5.35 5.36
90
5.37 5.38
5.39 5.40
5.41 5.42
ragam hias yang diterapkan pada sebuah benda lebih dari satu bentuk.
tujuan dan maksud dari pencipta/ produksi. Selain dengan maksud dan
tujuan tertentu ragam hias gabungan juga memiliki nilai tambah estetis.
91
Gabungan ragam hias yang diterapkan pada tembikar ini terdapat tiga
bentuk gabungan yaitu: (1) gabungan dua rgam hias yaitu (2) gabungan
Berikut uraian dari setiap bentuk gabungan ragam hias Gua Kua:
garis- tiitik.
Keterangan:
No.
Ragam hias Gabungan Desakripsi
Gambar
Bulatan ganda-garis
5.43 Gabungan dua ragam hias
vertikal (tegak)
Bulatan ganda-garis
5.44 Gabungan dua ragam hias
horizontal (mendtar)
5.45 Gabungan dua ragam hias Titik-garis
5.46 Gabungan dua ragam hias Bulatan-garis miring
Bulatan ganda-garis
5.47 Gabungan dua ragam hias horizontal (mendatar)-
garis menyilang (x)
92
5.43 5.44
5.45 5.46
94
5.47 5.48
5.49
5.50 5.51
5.52 5.53
95
5.54 5.55
5.56 5.57
5.58 5.59
96
5.60 5.61
5.62 5.63
5.64 5.65
5.66
97
hias yaitu ragam hias titik dan ragam hias garis. Ada beberapa bentuk
ragam hias terebut. Ragam hias ini dibentuk dengan teknik tusuk
hias bulatan dan ragam hias garis. Bentuk garis yang digunakan
ragam hias bulatan ganda dan ragam hias titik. Terdapat satu buah
Ragam hias ini dibentuk dengan teknik tekan (bulatan ganda) dan
gabungan antara dua ragam hias yaitu ragam hias garis dan bulatan.
gabungan ragam hias ini. Ragam hias ini dibentuk dengan teknik
tiga ragam hias yang berbeda yaitu ragam hias garis, ragam hias
bulatan dan ragam hias segitiga. Bentu k ragam hias garis yang
gabungan ini. Ragam hias ini dibentuk dengan teknik gores (garis)
Persegi
ragam hias bulatan ganda, ragam hias meander, ragam hias segitiga
terbalik dan ragam hias empat persegi. Terdapat satu buah fragmen
ragam hias ini dibentuk dengan teknik tekan dan teknik garis.
hias titik, ragam hias belah ketupat, ragam hias bulatan ganda dan
ragam hias ini adalah garis diagonal (miring). Terdapat satu buah
ragam hias yang menggunakan ragam hias gabungan ini. Ragam hias
ini dibentuk dengan teknik tusuk (titik), tekan (bulatan ganda, belah
Gambar 5.73 Ragam Hias Titik Belah Ketupat Bulatan Ganda Garis
Tembikar Gua Kuya
Digambar oleh penulis
applique) dan teknik tusuk. Teknis lukis bisa diterapkan pada tembikar
yang belum atau sudah dibakar, sedangkan teknik hias lainnya hanya
102
16) mengingat pada saat belum dibakar permukaan tembikar masih lunak
pada sebuah tembikar seperti gabungan antara teknik tekan dengan gores,
teknik tusuk dengan gores, teknik tempel dengan teknik tekan hingga
gabungan lebih dari dua seperti teknik tusuk, teknik gores dan teknik
tekan. Selain memiliki maksud dan tujuan yang bersifat khusus dalam
pemberian ragam hias, tujuan laninnya yaitu menambah nilai estetis dari
terdapat empat teknik ragam hias yaitu: teknik tusuk, teknik gores, teknik
tekan dan teknik tempel. Penerepan teknik ragam hias pada tembikar Gua
tembikar.
pada tembikar yang belum dibakar (dalam kondisi lunak). Hal ini
bulat, belah ketupat atau empat persegi. Ragam hias yang dihasilkan
dari teknik ini adalah empat persegi, belah ketupat dan bulatan
ganda.
106
Foto 5.29 Teknik Tekan Bulatan Foto 5.30 Teknik Tekan Empat
Ganda Persegi
Dokumentasi: Ersa Dwi R Dokumentasi: Ersa Dwi R
teknik ini adalah bentuk zigzag yang menempel pada bagian tepian
tembikar.
Foto 5.32 Teknik Tempel Segitiga Foto 5.33 Teknik Tempel Segitiga
Bersambung Bersambung (Kecil)
Dokumentasi: Ersa Dwi R Dokumentasi: Ersa Dwi R
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
maupun masa kini. Tidak jarang tembikar masih ditemukan pada era modern
penting bagi masyarakat. Tembikar sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu
dimana pada saat itu tembikar menjadi salah satu bentuk tinggalan budaya yang
merupakan bukti berkembangnya pola pikir manusia pada masa itu. Masa ini
sering di sebut masa Neolitik, dimana pada saat itu manusia sudah hidup
dan pola hias tembikar merupakan bukti bahwa teknologi pada masa itu sudah
dari Taiwan menuju Filipina, Sulawesi Utara dan Kalimantan Utara sekitar
4000 BP. Salah satu faktor persebaran penutur bahasa Austronesia adalah
108
109
maritime ini.
Selain faktor maritim, salah satu ciri dari penutur Austronesia adalah
sistem penguburan pada gua. Penguburan dilakukan pada gua-gua/ gugusan gua
merupakan salah satu daerah yang berpontensi dan memiliki banyak gua
tembikar di gua ini adalah penelitian pertama sehingga penulis tertarik untuk
mengungkap bentuk dan ragam hias pada tembikar di gua ini seperti kesimpulan
direkonstruksi. Bahan dasar yang digunakan adalah tanah liat dan bahan
campuran lainnya adalah pasir kuasa kasar dan halus. Alasan mengapa pasir
kuarsa menjadi bahan campuran adalah agar mengurangi retakan yang terjadi
pada tembikar pada saat di keringkan atau dibakar. Teknik analisis yang
110
digunakan pada tembikar Gua Kuya yaitu teknik analisis morfologi, analisis
1. Analisis morfologi yang dilakukan yaitu analisis bentuk pada tembikar Gua
Kuya. Analisis yang dilakukan yaitu dengan melihat atribut kuat yang
dimiliki pada setiap fragmen. Terdapat tiga bentuk atribut yang diketahui
pada fragmen tembikar Gua Kuya yaitu tepian, bada, kuping dan kaki/ dasar.
Atribut paling kuat pada fragmen tembikar Gua Kuya yang dapat
direkonsruksi yaitu pada bagian tepian. Dari tepian dapat diketahui bentuk/
profil fragmen sehingga dapat diketahui jenis wadah yang terbentuk dari
fragmen tersebut. Selain itu, dari fragmen tepian tersebut dapat diketahui pula
sekitar 18-29 cm. Dari 46 fragmen tembikar yng digunakan sebagai sampel,
bentuk orientasi dari wadah terdapat 3 bentuk wadah yaitu wadah terbuka,
wadah tegak dan wadah tertutup. Pada orientasi bentuk tepian terdapat bentuk
bagian kaki berbentuk lingkar (ringfoot) dan dasar bentuk dasar melengkung
dan datar.
Kuya. Secara garis besar, ragam hias pada tembikar Gua Kuya berbentuk
111
geometris. Terdapat 7 ragam hias yang dapat diketahui yaitu, garis, bulatan,
segitiga, titik, belah ketupat, matakail dan empat persegi. Sedangkan pada
titik bulatan), 3 kombinasi ragam hias (garis, bualatan, segitiga), berbeda dan
Gua Kuya yaitu teknik tatap landas dan teknik pijit dan gabungan antara
kedua teknik tersebut. Teknik tatap landas ditandai dengan bekas-bekas batu
pelandas pada bagian dalam tembikar sedangkan teknik pijit ditandai dengan
adanya bekas-bekas pijitan jari pada bagian dalam tembikar. Sedangkan pada
teknik pembuatan ragam hias, terdapat 4 teknik yaitu teknik tekan dengan
menempelkan sesuatu (biasanya bahan yang berupa tanah liat yang telah
dapat dilihat dari segi bentuk, ragam hias, teknik pembentukkan. Bentuk yang
sama yaitu periuk dan tempayan, bentuk ragam hias yang sama yaitu garis,
bulatan, segitiga, titik dan belah ketupat. Serta teknik teknik pembuatan yaitu
teknik tatap landas dalam pembentukan dan teknik tusuk, tekan, gores dalam
Utara yang merupakan daerah dengan kekayaan gunung karts yang juga menjadi
Demikian yang dapat penulis sajikan terkait tembikar Gua Kuya. Kiranya
6.2 Saran
lanjut. Penelitian yang dilakukan di gua tersebut terbilang minim dan belum
agar dapat memperkuat data awal yang telah penulis selesaikan serta
113
memperkuat ada nya tradisi tembikar tua yang juga berkembang di Sulawesi
Tenggara.
diberi pemahaman agar bisa turut menjaga dan tidak merusak (melakukan
Kuya yang tersebar di Desa Pondoa agar segera ditangani oleh yang
menjadi juru pelihara pada setiap Lokasi yang memiliki potensi arkeologis.
Selain itu pemerintah juga dapat bekerja sama dengan pihak Balai Pelestarian
Internet:
Kirch, 1996: 58. Tersedia di:
http://gunungtoba2014.blogspot.co.id/2015/05/arkeologi-prasejarah
kebudayaan lapita.html. Diakses 04 April 2017.
LAMPIRAN