Anda di halaman 1dari 71

RITUAL MANGGILO PADA SUKU TOLAKI

(Studi di Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe)

SKRIPSI

Untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh Gelar Sarjana
Ilmu Budaya Pada Jurusan Tradisi Lisan
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Oleh

ARDILA PRADITA
C1C713038

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas petunjuk

dan hidayah-Nya sehingga skirpsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini

diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Jurusan Tradisi Lisan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo Kendari.

Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan,

bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan

ini penulis berterima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak La Ode Syukur, S.Pd.,

M.Hum selaku pembimbing I dan Ibu Nurtikawati, S.Sn., M.Hum selaku

pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kritik serta saran

yang bermanfaat bagi penulis.

Penulis menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Melalui kesempatan ini

dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F, S,Si., M.Si., M.Sc selaku Rektor

Universitas Halu Oleo.

2. Ibu Dra. Wd Sitti Hafsah., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Halu Oleo.

3. Ibu Sitti Hermina, SST. Par., M.Hum selaku Ketua Jurusan Tradisi Lisan.

4. Ibu Ajeng Kusuma Wardani. S.S selaku Sekretaris Jurusan Tradisi Lisan.

iv
v

5. Para Dosen dan staf jurusan Tradisi Lisan Fakultas Ilmu Budaya atas

bimbingan arahan dan ilmunya yang diberikan selama menjadi mahasiswi di

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo.

6. Kepada Bapak Camat Wawotobi yang telah memberikan kemudahan kepada

penulis selama mengadakan penelitian.

7. Kepada Bapak Ridwan M, Bapak Tahir, Bapak Arsad, Bapak Basir dan

Bapak Halim yang telah bersedia menjadi Informan dalam penelitian ini.

8. Terkhusus, penulis dengan rasa hormat, cinta dan terima kasih yang tidak

ternilai kepada Bapak La Muda dan Ibu Peni, yang tiada berhenti memberi

dukungan serta berdoa untuk keselamatan dan kesuksesan anaknya dalam

menuntut ilmu untuk menyelesaikan kuliah Strata Satu (S1) di Universitas

Halu Oleo.

9. Kepada saudara-saudaraku yang telah memberikan dorongan moril maupun

finansial. Serta buat seluruh keluargaku yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu yang telah memberikan doa serta dukungannya.

10. Sahabat-sahabatku Irmayanti, Luna Wulandari, Sherlinawati, Win Uzwatun

Aliya, Irnawati, Alpin Adam, Andi Achmad Yani, Asep Sunandar, Taufik

Said, Ferdianto serta teman-teman Angkatan 2013, terima kasih atas

persaudaraan, kebersamaan, motivasi, dan segala bantuannya selama penulis

menjalani masa kuliah, penelitian hingga penulis menyelesaikan tugas akhir.

11. Sahabat-sahabatku Kedubes FBI: Apriliana, Hasnawati Munandar , Wangsa

Canrezza, Clara Novelina, Artika A.P, Ary Lordwyc Sinay dan sabahat yang

tidak sempat disebutkan satu-persatu terima kasih atas semangat, motivasi,


vi

bantuan dan memberi dukungan dikala susah dan senang serta terima kasih

telah mendengarkan keluh kesah selama ini.

Akhirnya atas segala bantuan dari semua pihak yang tidak sempat

disebutkan satu persatu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat

ganda kepada semuanya. Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis serahkan

segalanya mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis umumnya

bagi kita semua.

Kendari, Agustus 2017

Penulis
ABSTRAK

ARDILA PRADITA (C1C713038) : Ritual Manggilo Pada Suku Tolaki


(Studi Kasus di Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe). Dibawah bimbingan
Bapak La Ode Syukur ,S.Pd .,M.Hum dan Ibu Nurtikawati, S.Sn.,M.Hum
Ritual manggilo adalah ritual pengislaman oleh suku tolaki. Ritual
Manggilo sebagai tradisi budaya lama suku Tolaki yang disakralkan, memiliki
fungsi sosial yang terkandung, tata cara yang menarik dan khas dari pengislaman
suku Tolaki, serta makna yang terkandung dalam bahan-bahan dalam ritual.
Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana proses serta apa fungsi dan
makna yang terkandung dari ritual Manggilo Kecamatan Wawotobi Kabupaten
Konawe.
Metode Penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan
metode pengumpulan data melalui pra-lapangan, pengamatan , wawancara dan
dokumentasi. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Snowball Sampling serta menggunakan teknik analisis data oleh Miles dan
Huberman yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data.
Berdasarkan hasil penelitian dari permasalahan pada ritual Manggilo pada
di Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe, bahwa prosesi ritual Manggilo yaitu
Nibaho, Manggilo/mesuna , Niso’u dan Nipakai. Fungsi sosial dalam ritual
manggilo pada suku Tolaki yaitu menunjukkan perubahan tingkah laku kepada
anak yang telah melaksanakan Manggilo , tergambar dalam pengucapan syahadat
dan shalawat serta larang-larangan dari sando bahwa anak dilarang untuk kencing
berdiri, berbicara sementara makan, bertelanjang bulat atau makan minum sehabis
buang air besar. Makna dari bahan-bahan yang ada dalam ritual Manggilo yaitu
beras merah dan beras putih sebagai darah yang ada pada manusia, ayam
kampung yang diambil isi dalamnya bermakna bahwa ritual Manggilo bukan
hanya sekedar diluar saja melainkan benar-benar dari dalam diri manusia dan
seperti layaknya kelapa yang berguna mulai dari akar, batang, daun dan buah,
kelapa / kaluku dalam ritual manggilo bermakna bahwa anak yang telah melewati
manggilo berguna dalam masyarakat sosial.

Kata Kunci : Proses, Fungsi, Makna, Ritual Manggilo

vii
ABSTRACT

ARDILA PRADITA (C1C713038) : Ritual of Manggilo on Tribe of


Tolaki. (Case Study in Wawotobi District, Konawe Regency). Under guidance of
Mr. La Ode Syukur, S.Pd., M.Hum and Mrs. Nurtikawati, S.Sn., M.Hum.
The ritual of Manggilo is islamization ritual of Tolakinese people. Ritual
Manggilo as an old cultural tradition of tolaki tribe which is sacred, has a social
function in it, a typical and interesting procedures from islamization of tolaki
tribe, and also the meaning contained in the materials of ritual. The problem of
this research is how the process and what function and meaning contained from
Manggilo ritual of Wawotobi district, Konawe regency.
The research method used in this study is descriptive qualitative with data
collection method involving pre-filed, observations, interview and documentation.
Technique of informan determination used in this research is snowball sampling
and this research also uses technique of data analysis from Miles and Huberman
including data reduction, data display and data verification.
Based on the result of the problem in manggilo ritual is in Wawotobi
district of Konawe regency, it is found that process in manggilo ritual involved
nibaho/ washed, manggilo/ mesuna, ni’sou and nipakai. Social function in
manggilo ritual on tolaki tribe is to show a change of behavior to the child who
had been carrying out manggilo, showed in the pronounciation of shahadah,
shalawat and prohibitions from Sando, that a child is banned to pee by standing
up, talking while eating, to being naked or drinking or eating after defecation. The
meaning of materials in ritual manggilo is brown rice and white rice as blood in
humans body, chicken which its inside content been taken means that manggilo
ritual is not just from the outside instead it really comes from the inside of
humans and like a coconuts / Kaluku that is useful from roots, stems, leaves and
fruits, coconuts / kaluku in manggilo ritual means that child who has passed
manggilo is useful in the social community.

Keyword: Process, Function, Meaning, Manggilo Ritual.

viii
DAFTAR ISI
SAMPUL..............................................................................................................
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................iii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
DAFTAR ISI........................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................ 5
1.4.1 Manfaat Teoritis ......................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis........................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI


2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................... 7
2.2 Landasan Teori ..................................................................................... 12
2.2.1 Teori Semiotik ............................................................................. 12
2.2.2 Teori Fungsional Struktural......................................................... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian ..................................................................................... 17
3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 17
3.3 Data dan Sumber Data .......................................................................... 18
3.3.1 Data Primer................................................................................. 18
3.3.2 Data Sekunder............................................................................. 19
3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 19
3.4.1 Pra-lapangan ............................................................................... 19
3.4.2 Pengamatan / observasi .............................................................. 20
3.4.3 Wawancara ................................................................................. 21
3.4.4 Dokumentasi ............................................................................... 21
3.5 Teknik Penentuan Informan ................................................................. 22
3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................ 23

BAB IV GAMBARAN PENELITIAN


4.1 Letak Geografis .................................................................................... 25
4.2 Demografi ............................................................................................. 26
4.3 Sosial .................................................................................................... 28

ix
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sejarah Ritual Manggilo ....................................................................... 29
5.2 Deskripsi Ritual Manggilo.................................................................... 30
5.3 Proses Ritual Manggilo ........................................................................ 32
1. Nibaho atau Mebaho........................................................................ 33
2. Manggilo / mesuna ........................................................................... 36
3. Niso’u................................................................................................ 39
4. Nipaka atau Nipakai ......................................................................... 40
5.4 Fungsi Sosial Ritual Manggilo ............................................................. 41
5.5 Makna Ritual Manggilo ....................................................................... 42
1. Paedai Momea ................................................................................. 42
2. Paedai Mowila................................................................................. 43
3. Manu Kambo ................................................................................... 44
4. Kaluku.............................................................................................. 45

BAB IV PENUTUP
6.1 Kesimpulan ........................................................................................... 47
6.2 Saran ..................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ........................................ 26
Tabel 2. Jumlah Penduduk berdasarkan Kelompok Umur.................................... 27
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Agama ................................................... 28

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tahapan Nibaho / Mebahoi pada Anak laki-laki ................................ 35
Gambar 2. Tahapan Nibaho / Mebahoi pada Anak perempuan ............................ 35
Gambar 3. Ayam Kampung yang dilukai jenggernya........................................... 36
Gambar 4. Puncak Ritual Manggilo pada Anak laki-laki ..................................... 37
Gambar 5. Puncak Ritual Manggilo pada Anak perempuan................................. 37
Gambar 6. Dituntun membacakan Al-Fatihah, Shalawat, 2 kalimat Syahadat ..... 38
Gambar 7. Anak diletakkan dibahu orang dewasa yang akan dibawa diacara ..... 39
Gambar 8. Anak yang telah diManggilo duduk depan sajian makanan................ 40
Gambar 9. Paedae Momea / Beras Merah ............................................................ 42
Gambar 10. Paedae Mowila / Beras Putih ............................................................ 43
Gambar 11. Kaluku / Kelapa................................................................................. 45

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ritual Manggilo adalah ritual suku tolaki yang merupakan perwujudan

dari ide-ide dalam lingkaran Kalosara. Kalosara merupakan lambang atau simbol

yang mengekpresikan konsepsi suku Tolaki, baik itu mengenai manusia, alam

semesta serta hubungan antara manusia dan manusia lainnya. Kalosara juga

mengandung ajaran-ajaran kehidupan serta berbagai tradisi dan ritual masyarakat

Suku Tolaki. Ide-ide dalam lingkaran Kalo ini dinyatakan oleh orang Tolaki

melalui penggunaan Kalo dalam upacara-upacara yang berkaitan dengan kegiatan-

kegiatan meraka dalam bidang-bidang sosial, ekonomi, politik dan keagamaan.

Ide-ide itu diwujudkan dalam upacara-upacara, juga diwujudkan dalam

kegiatan sehari-hari (Tarimana 1985). Salah satunya adalah ide kesucian yang

tertuang dalam aktivitas lingkaran hidup seorang, seperti manggilo (penyunatan /

pengislaman ). Manggilo menjadi sebuah pengislaman karena masyarakat suku

Tolaki meyakini bahwa ritual ini merupakan sebuah sunnah rasul sebagai ummat

islam yang meyakini Nabi Muhammad dan Allah SWT.

Menurut pandangan masyarakat Tolaki bahwa demi untuk kelangsungan

kehidupan manusiawi maka kondisi tersebut perlu dipertahankan. Karena tanpa

kondisi seperti itu, maka sulit bagi seseorang untuk mampu mengatasi masalah-

masalah yang timbul dalam hidupnya. Kondisi ini adalah hubungan yang sifatnya

timbal balik antara unsur-unsur tubuh dengan unsur-unsur jiwa manusia, yang

menggambarkan hubungan yang serasi, seimbang dan selaras (Saleh 106:2015)

1
2

Ritual Manggilo merupakan tradisi atau budaya lama suku Tolaki, yang

menandakan proses kehidupan manusia dari anak-anak menuju remaja. Ritual

Manggilo pada masyarakat suku Tolaki merupakan salah satu ritual penting

dilakukan dalam pola kehidupan dan ritual ini masih dipertahankan

pelaksanaannya. Ritual Manggilo telah menjadi tradisi dan menjadi bagian dari

kehidupan sebagian besar masyarakat suku Tolaki karena telah diwariskan secara

turun-temurun oleh nenek moyang mereka kepada generasi berikutnya dan masih

dilaksanakan hingga saat ini. Dalam hal ini, ritual Manggilo merupakan ritual

yang bersifat pemisahan, peralihan atau pengukuhan. Pada masyarakat suku

Tolaki, Manggilo adalah ritual yang dapat dilaksanakan oleh semua kalangan

masyakarat suku Tolaki tanpa mengenal strata tertentu saja.

Ritual Manggilo adalah ritual pengislaman pada masyarakat Tolaki, ritual

ini dilakukan oleh anak-anak laki-laki maupun perempuan yang memasuki usia 6-

9 tahun, sebagai salah satu ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat suku tolaki

beragama islam. Ritual Manggilo menunjukkan bahwa ajaran-ajaran Islam dalam

sebuah ritual yang diimplementasi dari ajaran, kepercayaan dan keyakinan kepada

Allah sebagai pencipta dan sunnah Nabi Muhammad yang terlihat pada tuntunan

untuk membaca dua kalimat syahadat berserta terjemahannya, bershalawat,

bacaan ayat-ayat Al-qur’an .

Proses Manggilo, dimulai dengan pemandian anak-anak yang dipimpin

oleh seorang Sando. Anak-anak yang akan diManggilo wajib mengenakan sarung

untuk menutupi tubuh sampai dada serta menggunakan penutup kepala, pada anak

perempuan menggunakan selendang, sedangkan laki-laki menggunakan peci.


3

Berdasarkan penelitian oleh Aswati (2011:102), ritual Manggilo merupakan hasil

dari salah satu sosialisasi ajaran Islam dengan mengeluarkan maklumat, yang

salah satu isi dari maklumat dari Raja Lakidende II adalah mengucapkan dua

kalimat syahadat bagi anak-anak Manggilo / pengislaman. Setelah anak telah

selesai di Manggilo, anak tersebut dipikul oleh laki-laki dewasa untuk dibawa

ketempat acara. Akhir dari ritual Manggilo yaitu anak disuapi atau memakan

sajian yang telah disediakan oleh orang tua anak-anak tersebut yang menandakan

bahwa mereka telah selesai melakukan ritual Manggilo.

Dalam sebuah ritual, pasti menggunakan banyak peralatan atau

perlengkapan dalam pelaksanaannya. Pada ritual Manggilo adapun alat-alat yang

digunakan seperti pisau dan ayam. Ayam betina untuk anak perempuan,

sedangkan peserta laki-laki ada menggunakan ayam jantan. Setelah itu jengger

ayam dipotong atau hingga mengeluarkan darah, setelah jengger ayam dipotong

Sando membacakan tuturan-tuturan tertentu, kemudian anak-anak tersebut

dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat berserta terjemahannya, bershalawat,

bacaan ayat-ayat Al-qur’an oleh Sando. Bahan-bahan lainnya yang tak kalah

pentingnya juga adalah bahan yang diyakini memiliki makna tersendiri yang harus

dipenuhi persyaratannya yaitu Kaluku (kelapa), Paedai Momea (beras merah),

Paedai Mowila (beras ketan putih) dan Manu Kambo (ayam kampung).

Pada zaman dahulu, ritual Manggilo merupakan ritual sakral masyarakat

suku Tolaki. Dalam prosesi intinya, anak-anak diberi tanda oleh Sando sebagai

bukti bahwa anak itu telah diManggilo / diislamkan seperti dilukai hingga

meneteskan darah, adapula hingga memar pada bagian alat kelamin/ kemaluan
4

(aurat). Beberapa tahapan-tahapan dalam ritual Manggilo yang dilakukan saat ini

dengan zaman dulu mengalami perubahan. Perubahan itu pula terjadi pada

tahapan Nisou atau dipikul yaitu tahapan ini terhitung sangat jarang dilakukan

lagi, perubahan lainnya bahwa musik gong sebagai penghantar anak sudah jarang

pula terdapat dalam pelaksanaan ritual-ritual Manggilo saat ini. Perubahan atau

bahkan pemudaran beberapa tahapan-tahapan dalam ritual Manggilo tidak lepas

dari pola pikir masyarakat suku Tolaki yang telah berkembang mengikuti zaman,

selain itu pengetahuan tentang fungsi dari ritual Manggilo serta makna-makna

yang terkandung dalam ritual Manggilo.

Pada dasarnya, suatu unsur-unsur kebudayaan akan tetap bertahan pada

masyarakat kolektifnya, apabila masih memiliki fungsi atau peranan dalam

kehidupan masyarakatnya, sebaliknya unsur itu akan punah apabila tidak

berfungsi lagi, serta adanya makna-makna yang tersirat maupun tersurat dalam

pelaksanaan prosesi-prosesi ritual yang mengandung ajaran serta pesan-pesan dari

leluhur. Demikian pula dengan kebudayaan Tolaki yang hingga saat ini, masih

dipertahankan oleh masyarakat pemiliknya. Dalam ritual Manggilo terdapat

fungsi serta makna tertentu pada setiap tata cara yang dilakukan serta dalam

tuturannya.

Dengan demikian, ritual Manggilo memiliki ketertarikan tersendiri yaitu

pada fungsi dan makna-makna dalam prosesi yang diyakini oleh suku Tolaki.

Oleh karena itu, menjadi sangat menarik bagi penulis untuk mendeskripsikan

bagaimana proses pelaksanaan sebelum dan saat ritual Manggilo dilakukan serta
5

bagaimana fungsi ritual dan makna yang terkandung dalam ritual Manggilo/

pengislaman yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat suku Tolaki.

1.2 Rumusan Masalah

1) Bagaimana Prosesi Ritual Manggilo pada Masyarakat suku Tolaki

Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe?

2) Bagaimana Fungsi Ritual Manggilo pada Masyarakat suku Tolaki

Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe?

3) Apa saja Makna yang terkandung dalam Ritual Manggilo pada Masyarakat

Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe?

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap suatu kegiatan yang dilakukan jelas memiliki tujuan yang ingin

dicapai, begitu pula dengan kegiatan atau penelitian yang penulis lakukan di

Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe yaitu:

1) Untuk mendeskripsikan prosesi ritual Manggilo pada Masyarakat suku

Tolaki Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.

2) Untuk mendeskripsikan fungsi ritual Manggilo pada Masyarakat suku

Tolaki Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.

3) Untuk menganalisis makna yang terkandung dalam ritual Manggilo pada

Masyarakat suku Tolaki Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe.

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian yang akan dilakukan memiliki manfaat, minimal bagi

dirinya sendiri, maupun bagi orang lain serta bagi masyarakat umum. Begitu pula

dengan penelitian yang penulis lakukan tentang Upacara Ritual Manggilo sebagai
6

tradisi lisan masyarakat suku Tolaki, diharapkan mampu memberikan manfaat

yang bersifat praktis dan manfaat teoritisnya.

1) Manfaat Teoritis

Dari penelitian yang dilakukan penulis, adapun manfaat praktis penelitian

yang ingin peroleh diantarnya : Agar hasil dari penelitian atau temuan yang

didapat oleh penulis tentang Upacara Ritual Manggilo memiliki manfaat bagi

masyarakat Suku Tolaki secara umum, khususnya Masyarakat Suku Tolaki di

Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe, agar menambah wawasan tentang

pentingnya tradisi Manggilo agar mampu dilestarikan dan dijaga tradisi yang unik

yang memiliki kekhasan tersendiri.

2) Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penyusunan proposal ini

antara lain:

(1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis

tentang Upacara Ritual Manggilo pada Masyarakat Suku Tolaki.

(2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan terhadap

Masyarakat suku Tolaki.

(3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

melestarikan Kebudayaan tradisi lisan yang terkandung dalam Upacara

Ritual Manggilo Masyarakat Suku Tolaki.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang relevan pada penelitian yang akan dilakukan oleh Wa Ode

Narti (2016) E-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UHO,

dengan Jurnal berjudul “Makna Ungkapan Dalam Adat Prosesi Pengislaman

(Patoba) Pada Masyarakat Bajo Di Desa Bontu-Bontu Kecamatan Towea

Kabupaten Muna”. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif.

Data yang digunakan adalah data lisan. Sumber data yaitu informan dari tokoh

adat yang mengetahui ungkapan adat pengislaman (dipatoba). Teknik

pengumpulan data adalah teknik wawancara dan teknik simak catat. Teknik

analisis data adalah teknik deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan

semiotik.

Hasil penelitian dalam pembahasan makna ungkapan pengislaman

(dipatoba) pada masyarakat Bajo misalnya:

(1) Kata daruana dinda yang memiliki arti orang tua perempuan (ibu)

ibaratkan pengganti Nabi Muhammad Saw dan Kata daruana pappu

yang memiliki arti orang tua laki-laki (Ayah) ibarat pengganti Allah

Swt. Kata tersebut merupakan ungkapan yang memiliki makna dalam

pengislaman (patoba) untuk tunduk, patuh, dan takut terhadap orang tua

perempuan (ibu) dan orang tua laki-laki (ayah) karena mereka telah

merawat kita dari sejak kecil sampai dewasa.

7
8

(2) Kata daruana malaika yang memiliki arti pengganti malaikat dan Kata

daruana mukmin yang memiliki arti pengganti mukmin kata tersebut

merupakan ungkapan yang memiliki makna dalam pengislaman

(patoba) seorang adik harus senantiasa menghargai, menghormati, serta

menuruti perintah kakaknya sebab hal itu merupakan pencerminan jika

ia menghormati dan mengakui malaikat ciptaan Allah SWT, serta akan

mematuhi segala aturan-aturan yang diperintahkan oleh Allah Swt dan

menjauhi segala larangan-Nya dan tidak ada yang lain disembah selain

kepada Allah Swt.

Manfaat penelitian diatas bagi penulis adalah mengetahui makna-makna

dari ungkapan adat prosesi ritual pengislaman (Patoba) pada masyarakat suku

Bajo dengan penelitian menggunakan teori semiotika dan teknik deskriptif

kualitatif yang dapat menunjang dan menjadi referensi untuk penyelesaian hasil

penelitian oleh penulis.

Penelitian yang relevan selanjutnya adalah jurnal berjudul “Tradisi

Kangkilo (Pengislaman): Salah satu Modal Sosial Budaya Bagi Pembentukan

Karakter Positif Masyarakat Buton” oleh Hamiruddin Udu. Penelitian ini

menggunakan metode etnografi dan pendekatan hermeneutika. Dari penelitian

ini, dapat diketahui bahwa:

Tradisi kangkilo dalam masyarakat Buton meliputi :

(1) Istinja atau tata cara membuang hajat, mulai dari awal hingga akhir

(2) Tata cara berwudu serta segala hal yang dapat membatalkannya

(3) Tata cara mandi junub


9

(4) Syahadat

Masyarakat suku Buton harus menjaga kesuciannya dalam interaksinya

sebagai individu dalam suatu komunitas atau kehidupan berbangsa. Kesucian

dalam konteks ini berkaitan dengan lima filosofi kesucian rasa dan akhlak yang

dalam prakteknya dikenal dengan istilah:

(1) Pobinci-binciki kuli (saling cubit mencubit)

(2) Poangka-angkataka (saling utama-mengutamakan)

(3) Poma-maasiaka (saling cinta-mencintai)

(4) Popia-piara (saling abdi-mengabdi)

(5) Pomae-maeka (saling takut menakuti)

Manfaat untuk penelitian yang dilakukan adalah mengetahui bentuk dari

tradisi Kangkilo (pengislaman) pada masyarakat Buton yaitu pada cakupan tradisi

Kangkilo dan serta apa saja filosofi masyarakat Buton yang didalamnya

mengandung ide kesucian yang tertuang dalam tradisi Kangkilo.

Penelitian relevan selanjutnya adalah penelitian oleh Ulfah Hidayah

(2014) dengan skripsi berjudul “Persepsi dan tradisi Khitan Perempuan di

Masyarakat Pasir Buah Karawang : Pendekatan Hukum Islam”. Penelitian ni

menggunakan metode penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif

dengan menggunakan metode kuisioner dan wawancara. Metode pengumpulan

data dilakukan dengan mencari responden dan wawancara oleh ahli agama, ahli

medis dan warga masyarakat mengenai tata cara, tujuan dan manfaat khitan bagi

perempuan.
10

Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang khitan

bagi perempuan yaitu untuk menjalankan syariat Islam dan sunnah Rasul yang

sudah menjadi tradisi di tengah-tengah masyarakat, meski banyak yang salah

persepsi terhadap hukum khitan anak perempuan yang sesuai dengan syariat

Islam. Namun mereka tetap melakukan karena dianggap untuk mengislamkan

anak dan sudah menjadi tradisi di masyarakat yang susah untuk dihapuskan meski

banyak kontroversi yang timbul di dalam maupun luar negeri.

Manfaat penelitian tersebut terhadap penelitian ini yaitu dapat menjadi

rujukan penelitian tentang penelitian yang diangkat oleh penulis.

Penelitian yang relevan selanjutnya adalah skripsi berjudul “Bentuk dan

Fungsi Tradisi Sunatan Di Kampung Tian Matu Sarawak Malaysia oleh

Muhammad Syazwan Bin Abu Bakar tahun 2006. Dari penelitian ini, dapat

diketahui bahwa:

(1) Bentuk tradisi sunatan ini meliputi atribut yang digunakan dan prosesi

tradisi sunatan ini dimana pemakaian anak-anak khitan dengan memakai

baju melayu dan anak khitan ini dibawa keliling kampung dan sewaktu

hendak melaksanakan tradisi sunatan ini, acara bacaan doa selamat bagi

memberkati majelis tersebut untuk menghilangkan rasa takut dan timbul

sifat berani didalam diri anak-anak khitan, siraman air oleh tokoh

masyarakat bagi memberikan semangat untuk menghadapi sunatan itu

dengan selamatnya. Didalam tradisi sunatan kampung Tian Matu,

pantangan ada dimasukkan karena menjaga kesehatan diri anak khitan


11

tersebut. Pantangan tersebut diamalkan oleh orang tua tersebut sehingga

kini.

(2) Fungsi tradisi sunatan dikalangan masyarakat kampung Tian dikaitan

dengan adaptasi dimana unsur budaya seperti pemakaian baju melayu,

paluan kompang dan siraman air ini dimasukkan dan diadaptasi di

kampung Tian Matu. Kedua, pencapaian tujuan ini dimana tradisi sunatan

dilakukan untuk menjalankan perintah Allah SWT karena merupakan

mempunyai kebaikan yaitu dapat menghindarkan penyakit. Ketiga,

integrasi di kampung Tian ini dimana dapat memberi tahu keunikan unsur

budaya dipamerkan sewaktu tradisi sunatan dilakukan. Keempat,

pemeliharaan pola ini dikatkan dengan sewaktu tradisi sunatan dilakukan

unsur islam diterapkan bagi memberkati majelis tersebut dan dapat

mendapat pahala bagi yang mendukung tradisi sunatan ini.

Manfaat ini untuk penelitian yang dilakukan adalah mengetahui bentuk

dari tradisi sunatan yaitu atribut yang digunakan dan pada profesi sunatan serta

fungsi tradisi sunatan yang diadaptasi dari unsur budaya.

Berdasarkan 4 penelitian yang relevan di atas, maka persamaan dengan

penelitian yang akan dilakukan yaitu:

1. Mengkaji tentang ritual pengislaman atau sunatan

2. Menggunakan metode penelitian kualitatif

3. Penelitian relevan yang pertama metode penelitian yang digunakan adalah

pendekatan deskriptif kualitatif dan menggunakan teknik pengumpulan

data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi


12

4. Penelitian relevan yang kedua memiliki persamaan pada kajian tentang

pengislaman.

5. Penelitian relevan yang ketiga memiliki persamaan pada tujuan yang akan

dicapai yaitu mengetahui tata cara pada tradisi atau ritual.

6. Penelitian relevan yang keempat memiliki persamaan pada kajian fungsi

ritual pengislaman.

Perbedaan dari penelitian yang relevan di atas yaitu penelitian yang akan

dilakukan penulis adalah tentang fungsi dan makna dalam prosesi ritual Manggilo

atau pengislaman, sedangkan penelitian di atas mengkaji tentang makna

ungkapan. Maka manfaat untuk penelitian yang akan dilakukan adalah menjadi

referensi penunjang dalam penulisan maupun penelitian yang akan dilakukan,

membantu penerapan metode penelitian yang akan dilakukan, serta menjadi acuan

dalam penentuan dan penerapan teori yang akan digunakan dalam penelitian.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori Semiotika

Secara etimologis, semiotika disebut sebagai ilmu atau metode analisis

untuk mengkaji tanda. Tugas pokok dari semiotika adalah mengidentifikasi dan

mengklasifikasi jenis-jenis tanda dan cara penggunaannya dalam aktivitas yang

bersifat representatif. Tradisi semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang

bagaimana tanda-tanda merepresentasikan benda, ide, keadaan, situasi, perasaan

dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri. (Littlejohn, 2009 : 53)

Dalam sebuah ritual, memiliki simbol-simbol yang memiliki hubungan

atau memiliki maksud tertentu yang sarat akan simbol-simbol. Menurut Brata
13

(2008:11) bahwa simbol adalah suatu (benda, gerak suara, cahaya) yang bisa

memiliki makna dengan terlebih dahulu harus dihubungkan dengan sesuatu yang

lain. Penggunaan simbol sebagai media penyampaian pesan tertentu. Geertz

(1989: 12) berpendapat bahwa peranan upacara (baik ritual maupun ceremonial)

selalu mengingatkan manusia berkenaan dengan eksistensi dan hubungan dengan

lingkungan mereka. Dengan adanya upacara atau ritual, warga suatu komunitas

suku bukan hanya diingatkan tetapi dibiasakan untuk menggunakan dan

memaknai simbol-simbol yang bersifat abbtrak yang berada pada tingkat

pemikiran untuk berbagai kegiatan sosial yang nyata yang ada dalam kehidupan

mereka sehari-hari.

Menurut Pierce, semiotika memungkinkan kita untuk berpikir tentang

tanda-tanda yang berhubungan dengan orang lain dan memberi makna pada apa

yang ditampilkan oleh alam semesta. Tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek

yang menyerupainya dan memiliki hubungan sebab akibat. Untuk melengkapi

konsep itu, maka diciptakannya kata-kata baru (Kaelan 2009:166). Hal yang

terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah

tanda, ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Tanda adalah sesuatu

yang mempresentasikan atau menggambarkan sesuatu yang lain dalam benak

seseorang yang memikirkannya (Denzin, 2009: 617).

Berdasarkan objeknya Pierce membagi tanda atas ikon (icon), indeks

(index) dan simbol (symbol)

a) Ikon adalah tanda yang hubungan antara tanda dan objek atau acuan

yang bersifat kemiripan.


14

b) Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah

antara tanda yang langsung mengacu pada kenyataan.

c) Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol.

Jadi simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara

penanda dan pentandanya. Simbol tidak harus mempunyai kesamaan,

kemiripan, atau hubungan dengan objeknya (Sobur, 2004:39).

Pada penelitian yang akan dilakukan, teori semiotika oleh digunakan

untuk menganalisis makna-makna dari bahan-bahan dalam ritual Manggilo pada

Masyarakat Suku Tolaki kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe. Makna yang

dimakud yaitu teori Brodbeck (dalam Sobur, 2004;262) yang menyajikan teori

makna dengan cara yang cukup sederhana makna dengan membagi makna

tersebut menjadi tiga corak, yakni:

a) Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata

(lambang) adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh

kata tersebut.

b) Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh

dihubungkan dengan konsep-konsep yang lain.

c) Makna yang ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang

dimaksud oleh seorang pemakai lambang.

Pada penelitian ini, teori semiotika oleh Pierc akan menjadi teori yang

menjelaskan makna-makna dari tanda atau benda yang ada dalam pelaksanaan

ritual Manggilo memiliki hubungan dengan ritual tersebut. Pada penelitian yang

dilakukan makna-makna dari ritual Manggilo merujuk pada makna yang


15

menunjukkan arti (significance), benda atau bahan memiliki makna yang

berhubungan dengan ritual yang dilaksanakan, memiliki makna yang erat

kaitannya.

2.2.2 Teori Fungsional Struktural

Struktural Fungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi

dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur

dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Teori fungsionalisme menurut

Malinowski dalam tafsir para fungsionalis, fungsionalisme adalah metodologi

untuk mengekspor saling ketergantungan. Secara garis besar Malinowski merintis

bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang

disebutnya sutu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of

Culture”.

Malinowski membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi

(Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu:

a) Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada

tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat,

tingkah laku manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat

b) Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada

tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap

kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti

yang dikonsepsikan oleh warga , masyarakat yang bersangkutan.

c) Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada

tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap


16

kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem

sosial yang tertentu.

Disamping itu para fungsionalis menyatakan bahwa teori fungsionalisme

merupakan teori tentang proses kultural. Pada penelitian yang dilakukan, teori

fungsional struktural digunakan menjawab rumusan masalah tentang Fungsi

Ritual Manggilo yang terdapat Prosesi pada Ritual Manggilo pada Masyarakat

suku Tolaki Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe. Fungsi yang dimaksud

dalam ritual Manggilo yaitu bahwa ritual memiliki fungsi pada adat pranata sosial

atau dalam kehidupan masyarakat sosial.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Pada penelitian yang telah dilakukan menggunakan metode penelitian

kualitatif. Moleong (2007:6) menjelaskan, bahwa penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian secara holistik (utuh) dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah, serta

dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah yang salah satunya bermanfaat

untuk keperluan meneliti dari segi prosesnya.

Alasan peneliti menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yakni

karena sesuai dengan sifat dan tujuan penelitian yang ingin diperoleh dan bukan

menguji sebuah hipotesis, tetapi berusaha untuk mendapatkan gambaran tentang

Ritual Manggilo pada Masyarakat suku Tolaki.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yaitu di Kecamatan Wawotobi Kabupaten Konawe

meliputi 3 desa/kelurahan yaitu Wawotobi, Nohu-nohu dan Kasupute. Adapun

alasan memilih lokasi penelitian tersebut yaitu:

1. Penduduk pada lokasi penelitian adalah mayoritas suku Tolaki sebagai

pemilik tradisi.

2. Objek penelitian oleh peneliti masih dilaksanakan pada lokasi

penelitian. Lokasi penelitian juga diakui masih menjunjung tinggi

17
18

3. tradisi-tradisi dalam hal ini keaslian tradisi-tradisi masih terjaga

dilokasi penelitian

3.3 Data dan Sumber Data

Sumber data menurut Arikunto (2005:88) adalah benda, hal atau orang

tempat peneliti, mengamati, membaca atau bertanya tentang data. Penelitian ini

menggunakan data yang diperoleh langsung dari sumber aslinya yaitu tokoh adat

atau pemilik tradisi yang menjadi objek penelitian berupa kata-kata. Sumber data

dalam penelitian ini meliputi sumber data lisan dan sumber data tertulis. Data

lisan diperoleh dari pelaku atau pemilik tradisi, baik yang terlibat langsung

sebagai warga masyarakat yang mengikuti tradisi tersebut, dan juga dari para

tokoh masyarakat yang mengetahui Upacara Ritual Manggilo secara lebih rinci.

Adapun data tertulis diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis dan dokumentasi

yang berupa gambar dan video pelaksanaan pada tahun-tahun sebelumnya, juga

beberapa arsip pemerintahan. Sumber data tersebut dimanfaatkan untuk

mendapatkan objek dalam penelitian ini.

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari

tangan pertama). Data primer berupa informasi dari pihak-pihak yang terkait

dengan permasalahan atau objek penelitian mengenai prosesi, fungsi serta makna

makna yang ada didalam Ritual Manggilo dengan melakukan observasi dan

wawancara mendalam pada informan.

Alasan dari pemilihan data primer yaitu informan yang pada dasarnya

telah mengetahui lebih tentang proses, fungsi hingga makna yang terkandung
19

dalam ritual Manggilo, serta informan merupakan salah satu pemimpin upacara

ritual Manggilo atau sebagai orang memahami adat maupun ritual masyarakat

Suku Tolaki.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah

ada. Data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumen. Dokumen yang

dimaksud dalam penelitian ini adalah segala bentuk catatan tentang berbagai

macam peristiwa atau keadaan di masa lalu yang memiliki nilai atau arti penting

dan dapat berfungsi sebagai data penunjang dalam penelitian ini. Dokumen yang

dimaksud berupa foto-foto, catatan wawancara, dan rekaman yang digunakan

sewaktu peneliti mengadakan penelitian, selain itu dapat menggunakan dokumen

yang terkait dengan penelitian mengenai prosesi Upacara Ritual Manggilo.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatakan

data yang memenuhi standar data yang ditetapkan.

3.4.1 Pra Lapangan

Peneliti mengadakan survei pendahuluan yakni dengan mencari subjek

sebagai narasumber. Selama proses survei ini peneliti melakukan penjajagan

lapangan (field study) terhadap latar penelitian, mencari data dan informasi

tentang ritual manggilo. Pada tahap ini peneliti melakukan penyusunan rancangan
20

penelitian yang meliputi garis besar metode penelitian yang digunakan dalam

melakukan penelitian.

Adapun tahap pra lapangan yang dilakukan peneliti selama bulan April

2017 adalah:

(1) Memilih lokasi penelitian

(2) Menyusun rancangan penelitian

(3) Mengurus perizinan

(4) Memilih dan memanfaatkan informan

(5) Menyiapkan perlengkapan penelitian

3.4.2 Pengamatan / Observasi

Pengamatan adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati

dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki (Narbuko dan

Achmadi (2013:70)). Peneliti hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta

mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Metode observasi

adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data

penelitian melalui pengamatan dan pengindraan (Bungin, 2008:115).

Peneliti melakukan pengamatan pada lokasi penelitian yaitu dengan objek

observasi yaitu place atau tempat interaksi situasi sosial , Actor atau siapa saja

pelaku dalam ritual manggilo dan Activity atau bagaimana kegiatan berlangusng

pada masyarakat yang tinggal di daerah Kecamatan Wawotobi khususnya

masyarakat suku Tolaki yang menjadi pemilik ritual manggilo.


21

3.4.3 Wawancara

Menurut Denzin dan Lincoln (1994:353) mengemukakan wawancara

merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Wawancara

juga merupakan suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tententu

dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana dua orang atau lebih berhadapan

secara fisik (Setyadin, 2005. 22).

Langkah-langkah wawancara yang digunakan peneliti yaitu :

1) Menentukan topik wawancara

2) Menentukan narasumber/informan

3) Menyusun daftar pertanyaan (dengan memperhatikan kelengkapan isi

(5W + 1H).

4) Melakukan wawancara dengan bahasa yang santun, baik, dan benar.

5) Mencatat pokok-pokok informasi berdasarkan jawaban informan

(Dapat menggunakan alat perekam sebagai alat bantu).

6) Menulis laporan hasil wawancara.

3.4.4 Dokumentasi

Menurut Bungin (2008 : 121), teknik dokumentasi adalah metode

pengumpuan data yang digunakan dalam penelitian sosial untuk menelusuri data

historis. Dokumen dapat berbentuk seperti tulisan, gambar, atau karya

monumental, dalam bentu tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan,

biografi, peraturan dan kebijakan. Menurut Bungin (2008.122) bahan dokumen itu

berbeda secara gradual dengan literatur , dimana literatur merupakan bahan-bahan

yang diterbitkan, sedangkan dokumenter adalah informasi yang disimpan atau


22

didokumentasika sebagai bahan dokumenter. Dokumentasi dalam penelitian

Ritual Manggilo pada Kecamatan Wawotobi berbentuk foto atau video

pelaksanaan ritual serta apa saja yang ada dalam ritual Manggilo, serta rekaman

wawancara.

3.5 Teknik Penentuan Informan

Informan adalah orang yang dipilih sesuai dengan kepentingan

permasalahan dan tujuan penelitian. Informan dalam penelitian adalah orang atau

pelaku yang benar-benar terlihat, mengetahui dan menguasai masalah penelitian.

Dalam penelitian yang akan dilakukan informan sangat erat kaitannya. Pemilihan

informan sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada asas

subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data, dan bersedia memberikan

informasi lengkap dan akurat. Informan yang bertindak sebagai sumber data dan

informasi harus memenuhi syarat, yang akan menjadi informan narasumber (key

informan).

Dalam penelitian yang dilakukan, teknik penentuan informan dengan

menggunakan teknik snowball sampling. Teknik snowball sampling adalah salah

satu teknik pengambilan sample yang tidak memberikan peluang / kesempatan

sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sample (Sugiyono, 2011 :

84). Peneliti menentukan sample atau informan yang mula-mula jumlahnya kecil,

kemudian membesar. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi yang

tepat pemilihan informan harus dipilih secara cermat, peneliti melakukan

observasi terlebih serta wawancara mendalam kepada informan kunci yang

memenuhi karakteristik.
23

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif, Bogdan dalam Sugiyono (2011:244) menyatakan

bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain.

Tujuan Analisis Data kualitatif yaitu agar peneliti mendapatkan makna

hubungan variabel-variabel sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah

yang dirumuskan dalam penelitian. Prinsip pokok teknik analisis data kualitatif

ialah mengolah dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang

sistematik, teratur, terstruktur dan mempunyai makna (Ariesto Hadi Sutopo:2010)

Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2011: 247-252) mengemukakan

bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Analisis data menurut model Miles dan Huberman

1. Data Reduction atau Reduksi Data

Reduksi data artinya merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya, dengan

kata lain bahwa reduksi data memberikan gambaran yang lebih jelas dan

mempermudah peneliti. Analisis ini dapat dibantu dengan peralatan

elektronik. Reduksi data pada penelitian ini yaitu dengan memilih-milih

hal-hal yang pokok pada data-data yang dimiliki dan mereduksi data

dengan memperhatikan tujuan yang akan dicapai dari penelitian.


24

2. Data Display atau Penyajian data

Artinya penyajian data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan

anatar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dengan melakukan display data,

maka akan memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi dan

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

Pada penelitian yang dilakukan, penyajian data dikerjakan dengan

membuat pola hubungan antar data.

3. Verifikasi atau kesimpulan

Artinya penarikan kesimpulan dan verifikasi atau kesimpulan masih

bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat. Penarikan kesimpulan pada penelitian ini, berdasarkan hasil dari dari

reduksi data dan penyajian yang memiliki hubungan.


BAB IV

GAMBARAN PENELITIAN

4.1 Letak Geografis

Kecamatan Wawotobi merupakan salah satu wilayah dari kabupaten

Konawe. Berdasarkan topografinya wilayah Kecamatan Konawe sebagaian besar

adalah daratan. Kecamatan Wawotobi terletak pada 03º52.612’ LS dan

122º13.612’ BT. Dengan permukaan tanah sebagian besar berada diketinggian

100-500 m diatas permukaan laut.

Kecamatan Wawotobi memiliki wilayah 7 kelurahan dan 12 desa dengan

setiap desa atau keluarahan terdiri dari 3 sampai 5 dusun. Ibu kota kecamatan

Wawotobi adalah Kelurahan Wawotobi, dengan jarak ibukota kecamatan ke

kabupaten adalah 7 Km dan jarak ibukota kecamatan terhadap provinsi adalah 65

Km. KecamatanWawotobi merupakan salah satu kecamatan yang termaksud

wilayah perkotaan di kabupaten Konawe.

Berdasarkan administratif, batasan-batasan wilayah Kecamatan Wawotobi

yaitu:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Meluhu

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Konawe

c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wonggeduku

d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Anggaberi

25
26

4.2 Demografi

Kecamatan Wawotobi memiliki luas wilayah 6.768 hektar atau sekitar

1.02 persen dari Kabupaten Konawe. Dengan luas wilayah 6768 Ha, presentasi

67.68 km² dengan kepadatan jiwa/km persegi sebesar 322 jiwa/km persegi.

No Jenis Kelamin Jumlah

1 Laki-laki 11.373

2 Perempuan 10.752

Total 22.125

Sumber : Data BPS Kecamatan Wawotobi

Berdasarkan data tabel yang telah diolah, menyatakan bahwa penduduk

Kecamatan Wawotobi didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki.

Dengan kelompok umur sebagai berikut:


27

Kelompok umur Laki-laki Perempuan Jumlah

00-04 1.400 1.290 2.690

05-09 1.387 1.289 2.676

10-14 1.248 1.161 2.409

15-19 1.047 981 2.028

20-24 927 917 1.844

25-29 1.016 973 1.989

30-34 908 875 1.783

35-39 818 779 1.697

40-44 671 642 1.313

45-49 540 515 1.055

50-54 458 441 899

55-59 343 279 622

60-64 233 227 460

65-69 165 156 321

70-74 106 116 222

75+ 106 111 217

Jumlah 11.373 10.752 22.125

Sumber: Data BPS Kecamatan Wawotobi

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa angka kelahiran

di Kecamatan Wawotobi sangat tinggi. Berdasarkan hasil proyeksi sensus

penduduk 2010, penduduk kecamatan Wawotobi pada tahun 2015 mencapai

22.125 jiwa, mengalami kenaikan kebesar 360 jiwa atau sebesar 1.65 persen dari
28

tahun 2014, serta kecamatan Wawotobi merupakan kecamatan padat penduduk

kedua di kabupaten Konawe setelah kecamatan Unaaha.

Kelompok umur terbanyak kedua adalah 05-09 tahun dengan jumlah 2.676

penduduk. Dalam hal ini, pelaksanaan ritual manggilo pada masyarakat Suku

Tolaki masih dapat ditemukan, karena kelompok umur ini merupakan sasaran dari

ritual tersebut, hingga mempengaruhi eksisensi ritual manggilo di kecamatan

Wawotobi.

4.3 Sosial

a) Agama

Kecamatan Wawotobi merupakan wilayah luas dengan mayoritas

masyarakatnya beragama islam, dengan presentase 99,1 adalah muslim dan 0,9

adalah non muslim.

No Agama Jumlah

1 Islam 21918

2 Protestan 203

3 Katholik 3

4 Hindu 1

5 Budha -

Jumlah 22.125

Sumber : Data BPS Kecamatan Wawotobi

Keberadaan mayoritas penduduk muslim di Kecamatan Wawotobi sangat

mempengaruhi eksistensi ritual manggilo, karena ritual merupakan pengislaman

bagi masyarakat suku tolaki.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Sejarah Ritual Manggilo

Sebelum Mokole Lakidende diangkat menjadi raja, beliau telah belajar

tentang Ilmu agama Islam dipulau Wawonii. Pada masa pemerintahan Raja

Lakidende inilah Agama Islam berkembang secara resmi yang ditandai dengan

datangnya serombongan penyiar Islam sebanyak 12 orang yang dipimpin oleh

seorang Moji keturunan Tiworo-buton yang bernama La Ode Teke yang diundang

Raja Lakidende melalui Sultan Buton. Mereka inilah yang menyiarkan Islam di

Pusat Kerajaan Konawe di Unaaha.

Islam masuk pada kerajaan Konawe pada akhir abad XVI. Pada masa

pemerintahan Mokole Lakidende (Raja Konawe XXXIII) yang dinobatkan

sebagai Raja Konawe pada tahun 1641 M, barulah kerajaan Konawe menganut

Agama Islam secara resmi. Karena Lakidende mendalami Al-Qur’an maka beliau

sangat patuh dan menjalankan Syariat Islam. Dalam usaha kedudukannya sebagai

mokole sangat mendukung usaha penyiaran Islam di kalangan rakyat Konawe

(Tarimana, 1987 : 26).

Dalam rangka mensosialisasikan ajaran Islam kepada masyarakat wilayah

kerajaan Konawe maka raja Lakidende mengeluarkan beberapa maklumat, yaitu:

1. Menghentikan memakan babi

2. Penguburan mayat menurut Agama Islam

29
30

3. Mendirikan surau atau mesjid (masigi) di setiap kampung

4. Belajar membaca Al-Quran (Mangadi)

5. Bersunat (mesuna) bagi laki-laki yang telah akil baligh.

6. Mengucapkan dua kalimat syahadat bagi anak-anak Manggilo

(Pengislaman)

7. Hatam Qur’an (Hatamu)

8. Pembacaan akad nikah dalam pesta perkawinan (Sukimin 1992:45)

5.2 Deskripsi Ritual Manggilo

Salah satu syarat seorang anak yang beragama Islam haruslah melalui

sunatan. Sunatan, bagi orang Tolaki selain merupakan suatu peristiwa ritus juga

adalah suatu fase yang harus dilalui oleh anak-anak untuk memasuki masa

remajanya. Untuk pengertian “sunatan”, orang Tolaki memakai istilah Manggilo

atau Mesuna. Ritual ini diiringi dengan pukulan gong, mulai dari rumah tempat

sunatan menuju ke rumah tempat pesta sunatan untuk diajarkan membaca kalimat

syahadat, “Ashadu alla ilaaha illa Allah, wa ashhadu anna Muhammadan

Rasulullah”.

Hal ini terlihat dari upacara, sikap, ajaran-ajaran seperti pembacaan Al-

Qur’an Syahadat, taubat dan tingkah laku keluarga serta setiap orang yang

terlihat proses pelaksanan atau penyelenggaraan manggilo yang dilandasi oleh

keagamaan. Biasanya mesuna dan manggilo dilakukan secara beramai-ramai oleh

banyak anak laki-laki dan anak perempuan.

Anak-anak yang hendak disunat terlebih dahulu dipingit dalam sebuah

rumah selama empat hari empat malam. Selama dalam pingitan, mereka melatih
31

diri untuk kurang tidur, sedikit makan dan minum, tidak banyak bicara,

membersihkan badan dan menghiasi tubuh, memotong kuku dan Metirangga

(mengecet kuku dengan tirangga, ialah sejenis daun yang dapat memerahkan

kuku). Pada keesokan harinya di pagi buta orang tua datang menyunatnya yaitu

dengan mngeluarkan darah dari bagian kemaluan (aurat) anak itu. Setelah

demikian, barulah mereka disunat dengan cara melukai bagian kulit dari alat

kelamin oleh seorang Ibu yang disebut o sando bagi anak perempuan dan oleh

seorang pegawai masjid bagi anak laki-laki. Selanjutnya merela diberi pakaian

berkain sarung yang dililitkan sampai bawah ketiak dan kalunggalu bagi

perempuan, dan kopiah bagi anak laki-laki. Maka mereka diberi hiasan berupa

bedak dari tepung beras bercampur kunyit serta bau wangi sanggula.

Setelah itu barulah mereka diusung menuju ke rumah pesta. Sebelum

mereka menaiki tangga rumah pesta mereka telah disambut oleh banyak orang

yang menghamburkan beras kuning dan taburan bunga yang semerbak baunya

kehadapan mereka.

Dirumah pesta disambut dengan pukulan gong menurut irama “Lariangi”

Setelah anak tadi tiba ditemapt didepannya tersedia talam yang penuh dengan nasi

dari beras ketan. Setelah selesai, gong dipukul orang lalu anak itu mengikut

orang-orang tua dan pemuda-pemudi untuk melakukan tarian “Lariangi” yang

dimaksudnya adalah untuk menggugurkan bedak dimukanya. Seorang anak yang

sudah melaksanakan manggilo dilarang untuk kencing berdiri, berbicara

semenatar makan, bertelanjang bulat atau makan minum habis buang air besar.
32

5.3 Prosesi Ritual Manggilo

Manggilo merupakan ritual yang dilakukan oleh Sando sebagai pemimpin

acara, dan anak-anak usia 6-9 tahun sebagai yaang akan melaksanakan manggilo.

Ritual ini dilaksanakan acara-acara seperti aqiqah. Dengan menggunakan bahan-

bahan yang memiliki makna-makna seperti kelapa, beras ketan merah dan putih

sebagai santapan serta ayam kampung.

Manggilo merupakan salah satu ritual turun temurun masyarakat Suku

Tolaki, yang sering disebut pengislaman. Ritual ini dilakukan oleh usia anak dini

(6-9 tahun) sebagai pengukuhan atau pengalihan. Pengalihan yang dimaksud

adalah anak-anak telah sah secara adat suku Tolaki bahwa anak yang kelak di

Manggilo beragama Islam. Pada dasarnya istilah pengislaman dalam hal ini

adalah adanya unsur-unsur atau akulturasi antara Islam dan kebudayaan Suku

Tolaki. Akulturasi adalah adanya perpaduan satu budaya ke budaya yang lain,

sama dengan itu ritual Manggilo milik suku Tolaki dalam pelaksanaannya

terdapat tuturan-tuturan menggunakan doa-doa.

Ritual biasanya erat kaitannya dengan mantra-mantra yang ada

didalamnya, namun ritual Manggilo tidak terdapat tuturan-tuturan tertentu

(mantra-mantra) karena ritual ini lebih dekat dengan agama Islam yang dianut,

yang pada ajaran agama Islam, mantra-mantra dekat dengan menduakan Tuhan

atau dalam hal ini disebut syirik, sesuai dengan penyataan oleh Informan sebagai

Sando atau Imam yaitu,

“Tidak pake mantra dia itu, karena menjurus kepada Islam. Islam
itu tidak tahu mantra, karena kapan dia diselipkan mantra disitu,
dengan sendirinya kita menjurus kepada syirik” (Basir, 58 tahun
Wawancara 12 Mei 2017)
33

Berdasarkan penjelasan informan diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam

ritual Manggilo tidak ada mantra-mantra tertentu dalam pelaksanaannya. Maka

telah jelas bahwa ritual Manggilo pada komunitas suku Tolaki mengandung unsur

Islam yang sangat dijunjung tinggi dengan tidak yang menjadi sebuah keyakinan

masyarakat suku Tolaki pada umumnya.

Ritual Manggilo pada Masyarakat Suku Tolaki, dilaksanakan oleh anak

laki-laki maupun perempuan. ritual ini biasa di gabungkan dengan acara-acara

lainnya yang berhubungan dengan agama dan ritual ini sebagai pembuka dan

selanjutnya potong rambut, sunatan, khatam qur’an. Setiap ritual memiliki sebuah

runtutan atau tahapan dalam pelaksanaannya, yaitu:

1) Nibaho atau Mebaho

Mebaho atau Nibaho adalah tahap mandi atau dimandikan yang merupakan

tahap yang paling utama. Sebelum ritual Manggilo dimulai, setiap anak yang akan

melaksanakan Manggilo wajib dimandikan oleh Oima/Sando/Tonomotuo atau

yang sering disebut Sando atau orang yang dituakan sebagai pemimpin acara.

Dalam tahapan ini, Sando sebagai pemimpin ritual meniatkan sebelum

dimandikannya anak yang akan melaksanakan Manggilo

“Tahap dikasih mandi islam itukan punya niat : Nawaitu husla


minal islam illa ruuhi (illa ruuhi artinya itu nama) baru
disebut nama yang mau Manggilo “
(Basir, 58 tahun. Wawancara 12 mei 2017).

Berdasarkan kutipan informan diatas, menjelaskan bahwa Manggilo itu

merupakan salah satu ritual pengislaman, yang dapat kita lihat dari tuturan

didalamnya dengan naitnya yang diawali dengan kata Nawaitu. Pada tahap
34

dimandikan, ada tuturan oleh Sando yang dituturkan sebelum anak yang akan

melaksanakan Manggilo. Setelah Sando membacakan niatnya, selanjutnya

dilakukanlah mandi tersebut.

“Siram, itu baca mi itu alfatihah, istigofar, baru dua kalimat


syahadat, sesudah itu mulai mi itu dia sah disitu dimandi”
(Basir 58 tahun, wawancara 12 Mei 2017 )

Prosesi dimandikan anak yang akan di Manggilo oleh Sando atau orang

tua yang dipercayakan dalam pelaksanaan ritual diawali dengan niat, lalu disiram

dan dilanjutkan dengan pembacaan Al-Fatihah, beristigfar dan ditutup dengan

pengucapan dua kalimat syahadat. Penjelasan informan memperjelas bahwa

tradisi masyarakat suku Tolaki yaitu Manggilo merupakan tradisi yang sangat

kental dengan Islam.


35

Gambar 1. Tahapan Nibaho / Mebaho (dimandikan) anak laki-laki sedang


dimandikan oleh sando. Anak dihadapkan ke kiblat.
Sumber: Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017

Gambar 2. Tahapan Nibaho / Mebaho (dimandikan) anak laki-laki sedang


dimandikan oleh sando. Anak dihadapkan ke kiblat.
Sumber: Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017
36

2) Manggilo / Mesuna

Tahapan ini adalah puncak dari ritual Manggilo, anak ditempatkan didalam

kamar yang telah ditentukan untuk menjalankan ritual ini. Anak-anak yang

melaksanakan manggilo menggunakan sarung untuk menutupi tubuhnya.

Kemudian Sando membawa masuk ayam kampung yang disiapkan sebagai bahan

untuk penanda bahwa ritual inti Manggilo akan dilaksanakan. Ayam kampung

dilukai jenggernya hingga keluar darahnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan

informan berikut.

“Alat sunatnya itu adalah ayam, ayam itu sebagai


dikeluarkan darahnya melalui sunat pengesahan bahwa betul-
betul antara para manusia ini sudah betul-betul menjadi islam
100 persen makanya itu terjadi manggilo” (Ridwan M, 48
tahun. Wawancara 15 Mei 2017)

Gambar 3. Ayam Kampung, dilukai jenggernya agar darahnya digunakan.


Sumber : Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017
37

Penjelasan oleh informan diatas bahwa, jengger ayam dilukai oleh Sando

pemimpin ritual Manggilo hingga mengeluarkan darah, kemudian darah itu diseka

pada daerah kelamin (kemaluan) anak yang melaksanakan manggilo, dengan

dibacakan doa-doa oleh Sando.

Binti fatimah ya rasulullahi salawlahu alaihi wassalam,


Allhumma sayyidina muhammad waala sayidina
muhammad (Tahir 56 tahun, wawancara 18 Mei 2017)
Ini menandakan bahwa anak telah sah atau telah selesai melaksanakan

Manggilo dan telah beragama Islam yang dianggap sah oleh Suku Tolaki. Pada

tahapan puncak ritual Manggilo biasanya, anak dituntun oleh Sando untuk

membaca Al-fatihah, Istigfar dan dua kalimat syahadat.

Gambar 4. Puncak Ritual Manggilo anak laki-laki yang dipimpin oleh Sando.
Darah disekakan oleh kelamin (aurat)
Sumber : Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017
38

Gambar 5. Puncak Ritual Manggilo pada anak perempuan yang dipimpin oleh
Sando Darah disekakan oleh kelamin (aurat)
Sumber : Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017

Gambar 6. Dituntun oleh Sando untuk membaca al-fatihah, shalawat hidup dan
dua kalimat syahadat dengan menjabat tangan sando.
Sumber : Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017
39

3) Niso’u

Anak yang telah dimandikan selanjutnya harus berpakaian sesuai

aturannya yaitu anak laki-laki menggunakan sarung sampai pinggang serta

menggunakan peci, sedangkan anak perempuan menggunakan sarung sampai

menutupi dada dan menggunakan seledang. Tahap selanjutnya yaitu niso’u atau

dipikul, yaitu Anak yang akan melaksanakan Manggilo dipikul atau diletakkan di

bahu seorang laki-laki dewasa dari rumah tempat berkumpul dimandikan,

kerumah tempat pesta.

“Diberangkatkan dari salah satu rumah keluarga tetangga


yang dekat, diberangkatkan dengan dikawal dengan bunyi-
bunyian gong biar satu lembar gong saja asal ada
pengantarnya” (Arsad 65 tahun, wawancara 13 Mei 2017)

Berdasarkan penjelasan informan bahwa anak-anak peserta ritual

Manggilo digendong menuju rumah pesta dari rumah tetangga atau keluarga

terdekat secara beriring-iringan dengan penghantar sebuah gong. Penghantaran

sebuah gong dalam ritual ini menandakan bahwa Anak yang sedang dipikul atau

digendong telah resmi di Manggilo yang menandakan kabar bahagia.


40

Gambar 7. Anak diletakkan dibahu orang dewasa yang akan dibawa ketempat
acara.

4) Nipaka’i / disuap

Tahapan akhir dari ritual Manggilo adalah Nipaka’i atau disuapi. Setelah

anak yang telah selesai melaksanakan manggilo masuk pada tepat acara dan

duduk ditempat yang telah disediakan, selajutnya anak disuapi dengan makanan

yang telah disuguhkan.

“Disediakan makanan dipiring dan daging ayam”


(Basir 58 tahun, wawancara 12 Mei 2017)

Anak-anak yang di Manggilo disuapi oleh orang tua dengan makanan yang

telah disajikan seperti ayam kampung, beras merah dan beras ketan putih.

Tahapan ini juga biasanya anak-anak yang sedang disuapi diberikan uang oleh

orang tua maupun keluarga atau kerabat sebagai tanda telah berhasil

melaksanakan ritual Manggilo.


41

Gambar 8. Anak-anak yang telah melaksanakan manggilo duduk didepan sajian


makanan
Sumber: Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017

5.4 Fungsi Sosial Ritual Manggilo

Fungsi sosial pada abstraksi pertama teori malinowski yang dicapai dalam

penelitian ini yaitu menunjukkan perubahan tingkah laku kepada anak yang telah

melaksanakan manggilo , tergambar dalam pengucapan dua kalimat syahadat dan

shalawat serta larang-larangan dari sando bahwa anak dilarang untuk kencing

berdiri, berbicara sementara makan, bertelanjang bulat atau makan minum sehabis

buang air besar. Sedangkan fungsi sosial ritual Manggilo pada masyarakat suku

Tolaki sebelum adanya perubahan-perubahan dalam tahapannya, adalah anak diuji

kesabarannya melalui pingitan empat hari empat malam dengan maksud mereka

melatih diri untuk kurang tidur, sedikit makan, dan minum, tidak banyak bicara,

membersihkan badan dan menghiasi tubuh, memotong kuku dan metirangga

(mengecat kuku dengan tirangga, ialah jenis daun yang dapat memerahkan kuku).
42

5.5 Makna Ritual Manggilo

Dalam sebuah ritual, makna merupakan hal yang sangat penting untuk

diketahui. Makna ritual atau tradisi merupakan suatu pesan tersirat, nilai dan

maksud yang terdapat di dalam setiap ritual-ritual hasil warisan dari nenek

moyang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam prosesi pelaksanaan

ritual Manggilo terdapat bahan-bahan yang mengandung unsur-unsur kebaikan,

nasihat atau makna-makna yang berguna untuk masyarakat.

Makna simbol yang digunakan dalam ritual Manggilo berkaitan dengan

bahan atau perlengkapan yang digunakan dalam ritual. Kehadiran benda-benda

yang terdapat dalam ritual Manggilo memungkinkan untuk berpikir bahwa adanya

tanda atau simbol yang berkaitan dengan alam semesta.

Bahan ataupun alat dalam sebuah ritual adalah suatu yang wajib diadakan

dalam pelaksanaan ritual Manggilo yaitu:

1) Beras Merah / Paedai Momea

Beras Merah merupakan salah satu perlengkapan bahan yang ada

dalam ritual Manggilo dengan disajikan untuk dimakan oleh anak-anak yang

telah melaksanakan manggilo. Adapun makna dari Paedai Momea dalam

Manggilo, disampaikan oleh informan berikut:

“Beras merah itu menandakan bahwa berbagai bagian darah


yang ada dalam tubuh kita” (Ridwan M, 48 tahun. Wawancara
15 Mei 2017)

Makna beras merah dalam ritual Manggilo adalah seperti bahwa

didalam tubuh manusia terdapat darah yang berwarna merah, maka beras

merah dalam ritual Manggilo disimbolkan dalam beras merah. Menjelaskan


43

bahwa ritual Manggilo menjadi sebuah ritual suku Tolaki yang melekat

pada diri manusia itu sendiri, menjadi bagian dari tubuh seperi keberadaan

darah dalam tubuh manusia.

Gambar 9. Paedai Momea atau ketan merah yang disajikan akan dimakan oleh
anak yang telah manggilo

2) Beras Putih (Ketan Putih) / Paedai Mowila

Beras putih atau ketan putih sebagai bahan dalam ritual memiliki

makna yang hampir sama seperti beras merah. Pada dasarnya, alam tubuh

manusia terdapat darah merah dan darah putih yang sangat dibutuhkan

manusia.

“Beras putih untuk darah putih dalam tubuh kita”


(Ridwan M, 48 tahun. Wawancara 15 Mei 2017)

Makna beras putih pun seperti darah putih bagi tubuh manusia, yang

menjadi salah satu kebutuhan didalam tubuh manusia.


44

Gambar 10. Paedai Mowila atau beras ketan putih yang disajikan
Sumber: Dokumentasi oleh Ardila Pradita tahun 2017

3) Ayam Kampung (Manu Kambo)

Ayam kampung dalam ritual Manggilo merupakan bahan yang

sangat penting keberadaannya. Dalam ritual ini ayam jantan untuk anak

laki-laki dan ayam betina untuk anak perempuan yang digunakan untuk

Manggilo. Ayam kampung yang telah disembeli diambil hatinya (isi

dalamnya) untuk menjadi bahan Manggilo.

“Ayam dipotong bukan dagingnya yang diambil tapi isi


dalamnya menunjukkan bahwa diambilnya isi dalamnya
ayam itu bahwa keyakinannya itu bukan diluar, bukan
kulit tapi betul-betul keyakinannya itu dari dalam isi hati
yang tulus ikhlas kepercayaan kita, keyakinan kita melalui
isi dalam bahwa Allah SWT kemudian kepada nabi
Muhammad SAW. Makna ayam kampung yang digunakan
dalam ritual ini adalah sebuah keyakinan yang tulus dan
ikhlas kepada Allah SWT dan kepada Nabi Muhammad
SAW yang benar-benar dari dalam diri manusia, bukan
hanya sekedar diluar saja (kulit). Hati dan daging ayam
kampung diyakini bahwa keimanan dan keyakinan dimulai
dari dalam sampai luar” (Ridwan M, 48 tahun. Wawancara
15 Mei 2017)
45

Pernyataan informan diatas menjelaskan bahwa adanya Ayam

Kampung yeng telah diambil isi dalamnya dalam ritual Manggilo ini,

memiliki makna bahwa diharapkan membawa ajaran-ajaran dalam ritual

bukan hanya sekedar diluar atau sekedar diucapkan saja, melainkan menjadi

bukti untuk yakin dari dalam diri manusia itu sendiri (dalam hati) kepada

Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW dengan selalu beriman serta selalu

tulus dan ikhlas. Berkaitan dengan keimanan dan keikhlasan, seperti kutipan

berikut:

“Kalau saya tidak salah itu diambil dari pada isi dalam
daripada ayam, menunjukkan keimanan dan keikhlasan itu
kepada Allah SWT, percaya kepada Nabi Muhammad
salah satu rasul itu yang menandakan dari dalam hati, isi
hati makanya itu ayam dipotong dan isi hatinya diambil
untuk digunakan sebagai bahan Manggilo “(Ridwan M, 48
tahun. Wawancara 15 Mei 2017)

Berdasarkan penjelasan Informan, bahwa makna ayam kampung

dalam ritual Manggilo adalah bahwa keyakinan, kepercayaan serta

keimanan kepada Allah dan Nabi Muhammad sebagai rasul Allah. Isi dalam

hati ayam kampung yang dimaksudkan dalam ritual Manggilo bahwa

keyakinan harusnya ditumbuhkan didalam lubuk hati manusia itu sendiri.

Bukan hanya sekedar keimanan diluar, melainkan tertanam dalam diri kita.

4) Kaluku

Kaluku atau Kelapa sebagai bahan yang penting pula dalam ritual

Manggilo yang diyakini memiliki makna yang tinggi. Pada kenyatannya,

kepala merupakan pohon yang serbaguna mulai dari akar, batang, daun dan
46

buahnya dapat digunakan, sesuai dengan itu seperti penjelasan infroman

sebagai berikut:

“Pertama-tama kehidupannya kita seperti kelapa tumbuh,


seperti sepanjang umur dan kelapa itu berguna bagi manusia
mulai dari akar, batang daun dan buah , makanya itu diambil
simbol itu pengertian Manggilo” (Ridwan M, 48 tahun.
Wawancara 15 Mei 2017)

Berdasarkan makna dari kelapa dalam ritual Manggilo bahwa anak

yang kelak akan melaksanakan manggilo, memiliki umur yang panjang

seperti kelapa yang menjulang tinggi , dan anak yang akan melaksanakan

manggilo dapat berguna seperti halnya pohon kelapa yang buah, batang,

akar dan daunya berguna bagi manusia serta dapat berguna dimana saja

seperti pohon kelapa yg dapat tumbuh dimana saja, begitu pula dengan

anak-anak yang telah melaksanakan manggilo diharapkan bahwa agar

mampu menjadi manusia yang berguna.

Gambar 11.. Kaluku atau kelapa sebagai salah satu bahan yang ada dalam ritual
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Ritual Manggilo merupakan ritual pengislaman pada Masyarakat suku

Tolaki yang terdiri dari 4 tahap yaitu Nibaho atau Mebaho , Manggilo

Niso’u dan Nipaka’i.

2. Fungsi sosial dalam ritual Manggilo , adalah Fungsi sosial dalam ritual

manggilo pada masyarakat suku Tolaki yaitu menunjukkan perubahan

tingkah laku kepada anak yang telah diManggilo , dimana tergambar dalam

pengucapan dua kalimat syahadat dan shalawat serta larang-larangan dari

sando bahwa anak dilarang untuk kencing berdiri, berbicara sementara

makan, bertelanjang bulat atau makan minum sehabis buang air besar.

3. Pada pelaksanaannya ritual Manggilo digunakan bahan-bahan yang

memiliki makna yang tersirat seperti beras merah dan beraas putih yang

bermakna sebagai darah merah dan darah putih yang ada dalam tubuh

manusia,ayam kampung yang diambil isi dalamnya bermakna bahwa

keyakinan harus ditanamkan didalam diri serta kelapa yang bermakna

bahwa anak yangdi Manggilo mengadopsi sifat kelapa yang sangat berguna

mulai dari akar, batang, daun dan buah.

47
48

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitan yang telah dilakukan mengenai ritual

Manggilo

1) Diharapkan bahwa ritual Manggilo dapat bertahan dalam komunitas

suku Tolaki karena ritual ini, kaya akan kearifan lokal didalamnya.

2) Melihat ritual Manggilo telah mengalami kepudaran, diharapkan

bahwa ritual ini dijaga dan dilestarikan keasliannya, walaupun akan

mengalami transformasi namun harus tetap dijaga keorisinilan ritual.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2005. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta.
Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Judul : Terampil Mengolah Data
Kualitatif Dengan NVIVO. Jakarta : Penerbit Prenada Media Group

Aswati,M. 2011. Masuk dan Berkembangnya Agama Islam Di Kerajaan Konawe..


SELAMI IPS Edisi Nomor 34 Volume 1 Tahun XVI

Badan Pusat Statistik (BPS). Statistik Daerah Kecamatan Wawotobi 2016.


Kabupaten Konawe. 2016
Badan Pusat Statistik (BPS). Kecamatan Wawotobi Dalam Angka 2016.
Kabupaten Konawe. 2016
Brata, Nugroho Trisnu. 2008. Bahan Ajar: Teori Antropologi 2. Semarang
Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma, dan Discourse
Teknologi Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Denzin dan Lincoln (ed). 1994. Hand Book of Qualitative Research. Sage
Publication. Thousan Oaks, London
Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln.2009. Hand Book of Qualitative.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Geertz, Clifford 1981. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa.
Jakarta: Pustaka Jay.
Geertz, Clifford. 2989. Abangan, Santri, Priyayi, Jakarta: Pustaka Jaya
Haviland, William A. 1999. Antropologi jilid1. Jakarta: Erlangga
Hidayah, Ulfah. 2014. Persepsi dan tradisi Khitan Perempuan di Masyarakat
Pasir Buah Karawang : Pendekatan Hukum Islam. Jakarta : UIN
Syarif Hidayahtullah
Kaelan. 2009. .Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika.
Yogyakarta:Paradigma
Koentjaraningrat, 1987. Sejarah Teori Antropologi, UI Press, Jakarta,
Littlejohn, Stephen W. 2009. Teori Komunikasi Theories of Human
Communication Edisi 9. Jakarta: Saleba Humanika

49
50

Moleong, Lexy L. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosakarya

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2013.Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.


Bumi Aksara,
Narti, Wa Ode. 2016. Makna Ungkapan Dalam Adat Prosesi Pengislaman
(Patoba) Pada Masyarakat Bajo Di Desa Bontu-Bontu Kecamatan
Towea Kabupaten Muna. E-Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP UHO
Syazwan, Muhammad. 2016. Tradisi Sunatan Di Kampung Tian Matu Sarawak
Malaysia . Surabaya: Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas
Islam Negeri Sunan Ampel.
Saleh, Nur Alam. 2015. Makna Simbolik Kalosara Dalam Kehidupan Sosial
Orang Tolaki. Makassar : Balai Penelitian Nilai Budaya Makassar.
Setyadin. 2005. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
BumiAkasra.
Sobur,Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Sugiyono.2011.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sukimin, 1992. Tinjauan Sejarah Proses Penyiaran Agama Islam di Kerajaan
Konawe. Kendari: Skripsi FKIP Unhalu

Tarimana, A. 1987. “Sawerigading sebagai Tokoh Legendaris Versi Sulawesi


Tenggara”. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Folktale
Sawerigading Memperkaya Kebudayaan Berwawasan Nusantara
untuk Keteguhan Integrasi Bangsa. Palu 7-10 Agustus 1987.
Udu, Hamiruddin. “Tradisi Kangkilo (Pengislaman): Salah satu Modal Sosial
Budaya Bagi Pembentukan Karakter Positif Masyarakat Buton”.
Kendari: Universitas Haluoleo
GLOSARIUM

H
Hatamu : Khatam Al-Qur’an

K
Kaluku : Kelapa
Kalunggalu : Ikat kepala
Kambo : Kampung

L
Lariangi : Tari tradisional suku Tolaki

M
Masigi : Masjid
Mangadi : Mengaji (membaca ayat suci Al-Qur’an)
Medulu : Bergotong royong
Mepoko’aso : Bersatu padu
Mesuna : Sunat
Metirangga : Mengecet kuku dengan tirangga, ialah sejenis daun yang
dapat memerahkan kuku
Mokole : Penguasa Kerajaan/ negeri
Momea : Merah
Mowila : Putih

N
Nibaho : Dimandikan
Niso’u : Dipikul
Nipaka’i : Disuap

O
Omanu : Ayam
Oima : Imam atau Tokoh Agama

P
Pabitara : Juru Bicara dalam urusan pernikahan suku Tolaki
(mempelai wanita)
Paedai : Ketan
Pepokui’a : Pemotongan rambut bayi atau aqiqah
Puutobu : Pemangku Adat

S
Sando : Imam atau orang yang mengetahui tentang ritual tertentu
Sanggula : Bahan wangi khusus bagi orang Tolaki).

51
52

T
Tolea : Juru Bicara dalam urusan pernikahan masyarakat suku
Tolaki (mempelai laki-laki)
Tonomotuo : Orang Tua atau orang yang dituakan oleh suatu kolektif
masyarakat

U
Umo’ara : Tarian tradisional perang
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA

Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Wawotobi

Kabupaten Konawe, maka peneliti hendak melakukan pengumpulan data dengan

metode observasi dan wawancara. Pedoman wawancara yang digunakan

didasarkan pada butir-butir pertanyaan berkaitan dengan Ritual Manggilo pada

Masyarakat Etnis Tolaki:

Pertanyaan:

1. Apa yang anda ketahui tentang Manggilo ?

2. Bagaimana Manggilo itu dilaksanakan?

3. Apa saja yang ada dalam tahapan Manggilo?

4. Apa bahan-bahannya dalam ritual Manggilo ?

5. Apa benda-benda yang harus disediakan untuk Manggilo ?

6. Apa saja makna dari benda-benda yang terdapat Manggilo ?

7. Siapa yang bisa mengikuti ritual Manggilo ?

8. Siapa saja yang bisa memimpin jalannya ritual Manggilo ?

9. Kapan Manggilo dapat dilaksanakan?

10. Dimana Manggilo dapat dilakukan?

11. Kenapa ritual Manggilo harus dilakukan oleh masyarakat Suku

Tolaki?

53
DATA INFORMAN

1. Nama : Ridwan M
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Petani dan Puutobu (Ketua Adat)
Alamat : Kecamatan Wawotobi

2. Nama : Arsad
Umur : 65 tahun
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Alamat : Kecamatan Wawotobi

3. Nama : Tahir
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : Petani, Imam Mesjid dan Puutobu (Ketua Adat)
Alamat : Kecamatan Wawotobi

4. Nama : Basir
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Petani dan Imam Desa
Alamat : Kecamatan Wawotobi

5. Nama : Halim
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Tukang Kayu
Alamat : Kecamatan Wawotobi

54
DOKUMENTASI

55
56
57

Anda mungkin juga menyukai