MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Tafsir dan Hadits Ekonomi ”
Dosen Pengampu
Prof. Dr. H. Masruhan, M.Ag.
PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan
kami nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami diberi kesempatan yang luar
biasa ini yaitu kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang
“Konsep dan Hukum Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah”
Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-
banyaknya untuk bapak Prof. Dr. H. Masruhan, M.Ag. selaku dosen mata kuliah
tafsir dan hadits ekonomi yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada kami
guna menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami juga berharap dengan
sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna serta bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait tafsir dan hadits ekonomi.
Di akhir kami berharap makalah sederhana kami ini dapat dimengerti oleh
setiap pihak yang membaca. Kami pun memohon maaf yang sebesar-besarnya
apabila dalam makalah ini terdapat perkataan yang tidak berkenan di hati. Oleh
sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun dari setiap
pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah berikutnya.
Kami juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami supaya
kami lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dasar (istilah) dari Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah....................................4
B. Kumpulan ayat dan terjemahannya tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah..........7
C. Penjelasan terkait ayat dalam Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah...............................10
D. Menurut hadits dan perawinya.......................................................................15
E. Mufradat dari ayat tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah....................................20
F. Asbabun nuzul atau asbabun qunut dari ayat tentang
Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah...............................................................................
G. Kandungan hukum ayat dalam Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah.............................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................23
B. Kritik dan Saran..............................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................iv
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembahasan ini yang akan kami uraikan adalah ijarah dan Ju’alah
dalam artian pelaksanaan upah (upah kerja). Secara bahasa gaji atau upah
berasal dari bahasa Arab, yaitu al ijarah berasal dari kata al-ajr yang berarti
al-iwad (ganti). Dari sebab itu al-sawab (pahala) dinamai ajr (upah). Atau
pembalasan atas jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat suatu
pekerjaan.1 ijarah, dalam pengertian terminologis, berarti upah atas
pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan, atau upah karena
melakukan sesuatu aktivitas.2 Ujrah di dalam kamus perbankan syariah yakni
imbalan yang diberikan atau yang diminta atas suatu pekerjaan yang
dilakukan. Sedangkan al Ju’alah adalah upah/imbalan atas suatu perjanjian
dalam sebuah muamalah.
Akad jual beli dan sewa menyewa (ijarah) juga merupakan akad
muamalah yang sering dilakukan setiap orang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik lewat dunia bisnis maupun perdagangan. Hal ini dikarenakan
akan jual beli dan sewa menyewa merupakan strategi yang mudah untuk
mendapatkan keuntungan dalam bisnis. Kedua akad muamalah tersebut,
substansinya sama-sama jual beli, karena baik akad sewa menyewa maupun
jual beli tujuannya sama-sama memindahkan kepemilikan.
Perbedaan kedua akad tersebut, terletak pada objek kepemilikannya,
kalua dalam akad jual beli, objek kepemilikannya adalah dzat barang
sekaligus manfaatnya tanpa dibatasi waktu sedangkan dalam akad sewa
1
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Vol 13, terj. Kamaluddin Al Marzuki (Bandung: Alma’arif, 1987),
hal 7.
2
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal 29.
1
menyewa, yang menjadi objek kepemilikannya adalah manfaat barang yang
dibatasi waktu.3
Maka untuk melakukan proses upah-mengupah yang baik secara efesien
dan efektif dalam islam akan dibahas pada makalah yang telah kami buat
dengan pembahasan : konsep dasar, kumpulan ayat, bentuk hadits, penjelasan
lebih rinci, asbabun nuzul/asbababun qunut, dan kandungan hukum tentang
Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah berdasarkan ayat (Q.S. Az - Zukhruf (43) : 32, Q.S.
At - Talaq (65) : 6, Q.S. Al - Qashash (28) : 26 & 27, Q.S. Al-Baqarah (2) :
233, Q.S. Yusuf (12) : 2)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana istilah dari Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah?
2. Bagaiamana kumpulan ayat dan terjemahannya tentang Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah?
3. Bagaimana penjelasan terkait ayat dalam Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah?
4. Bagaimana bentuk hadits serta perawinya dalam Ijarah, Ujarah, dan
Ju’alah?
5. Bagaimana mufradat dari ayat tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah?
6. Bagaimana bentuk Asbabun nuzul atau asbabun qunut dari ayat/hadits
tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah?
7. Bagaimana isi kandungan hukum ayat/hadits dalam Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui istilah dari Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah.
2. Untuk mengetahui kumpulan ayat dan terjemahannya tentang Ijarah,
Ujrah, dan Ju’alah.
3. Untuk mengetahui penjelasan terkait ayat dalam Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah.
3
Drs. Harun, M.H, Fiqh Muamalah, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2017), hal
121.
2
4. Untuk mengetahui bentuk hadits serta perawinya dalam Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah.
5. Untuk mengetahui mufradat dari ayat tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah.
6. Untuk mengetahui Asbabun nuzul atau asbabun qunut dari ayat/hadits
tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah.
7. Untuk mengetahui kandungan hukum ayat/hadits dalam Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah.
D. Manfaat
Dengan pembuatan makalah ini, kami sebagai penyusun berharap
kedepannya makalah ini dapat memberi tambahan ilmu bagi pembacanya
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006),
hal 203.
5
Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000), hal 228.
6
Syaifullah Aziz, Fiqih Islam Lengkap, (Surabaya : Asy-syifa, 2005), hal 377.
7
Rahmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2001), hal 121.
8
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,2010), hal 114.
4
3) Menurut Syafi‟i Antonio, ijarah adalah akad pemindahan hak guna
atas barang atau jasa, melalui sewa tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan atas barang itu sendiri.9
4) Menurut Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya wakaf, al- ijarah
syirkah mengemukakan, ijarah secara bahasa berarti balasan atau
timbangan yang diberikan sebagai upah atas pekerjaan. Secara istilah
ijarah berarti suatu perjanjian tentang pemakaian atau pemungutan
hasil suatu benda, binatang atau tenaga manusia. Misalnya menyewa
rumah untuk tinggal, menyewa kerbau untuk membajak sawah,
menyewa manusia untuk mengerjakan suatu pekerjaan dan
sebagainya.10
5) Menurut Gufron A. Mas‟adi dalam bukunya Fiqh muamalah
kontekstual mengemukakan, ijarah secara bahasa berarti upah dan
sewa jasa atau imbalan. Sesungguhnya merupakan transaksi yang
memperjualbelikan suatu harta dan benda.11
6) Menurut Helmi Karim, ijarah secara bahasa berarti upah atau ganti
atau imbalan, karena itu lafadz ijarah mempunyai pengertian umum
yang meliputi upah atas kemanfaatan suatu benda atau imbalan suatu
kegiatan atau upah karena melakukan aktivitas.12
2. Ujrah
Biaya jasa (ujrah) memang sangat erat kaitannya dengan ijarah
(akad sewa-menyewa) karena memang ujrah timbul diakrenakan adanya
9
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press,
1999), hal 177.
10
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam Tentang Wakaf, (Bandung : Al-ma‟rif, 1995,) hal 24.
11
Gufron A.Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002),
hal 181.
12
Helmi Karim, Fiqih Muamalah, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1997,) hal 113.
5
akad ijarah, agar lebih jelas, akan lebih baik jika mengetahui apa itu biaya
jasa (ujrah) terlebih dahulu, berikut adalah penjelasan mengenai ujrah.
Ganjaran untuk penyewa adalah Ujrah (uang sewa atau upah atas
barang) atau Ajr (upah dalam penyewaan orang) dan jika harus ditentukan
oleh seorang hakim atau penengah, ia disebut dengan Ajr al-Mitsl (upah
yang setara/ adil) 13
3. Ju’alah
1) Definisi al Ju’alah Secara Bahasa (etimologis).
Adapun di dalam Kamus al Bisri , kalimat al Ju‟alah berarti (
الجأيشة/hadiah/persen) dan juga berarti (العمىلة/ komisi). Sedangkan
3
Wahbah al Zuhaili mendefinisikan al Ju’alah secara bahasa sebagai
berikut : “al Jualah adalah apa saja yang dijadikan(imbalan) bagi
seseorang atas suatu pekerjaan atau apa saja yang diberikan seseorang
untuk melaksanakan suatu pekerjaan tertentu. Dalam istilah
perundang-undangan, hal itu dinamakan dengan perjanjian yang
berimbalan hadiah.”
Jadi, secara bahasa makna al Ju’alah adalah upah/imbalan atas suatu
perjanjian dalam sebuah muamalah.
13
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance A-Z Keuangan Syariah, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2009), hal 429.
6
berkata ” siapa yang mendapatkan kudaku dan mengembalikan
kepadaku, maka aku bayar sekian..”.14
c.) Menurut Sayyid Sabiq mendefinisikan al Ju‟alah yaitu:
al Ju’alah adalah akad atas suatu manfaat yang diperkirakan akan
mendapatkan imbalan sebagaimana yang dijanjikan atas suatu
pekerjaan.15
َ أَهُ ْم يَ ْق ِس ُمونَ َرحْ َمتَ َربِّكَ ۚ نَحْ نُ قَ َس ْمنَا] بَ ْينَهُ ْم َم ِعي َشتَهُ ْم فِي ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا ۚ َو َرفَ ْعنَا] بَع
ْضهُ ْم
َت َربِّكَ خَ ْي ٌر ِم َّما يَجْ َمعُون ُ ضهُْ]م بَ ْعضًا س ُْخ ِريًّا ۗ َو َرحْ َم ُ ت لِيَتَّ ِخ َذ بَ ْع
ٍ ْض د ََر َجا
ٍ ق بَع]َ ْفَو
Artinya :
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan ant ara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.16
]ُ ]أَ] ْس] ِك] نُ] و]هُ] َّن] ِم] ْ]ن] َح] ْي
ث] َس] َك] ْن] تُ] ْم] ِم] ْ]ن] ُو] ْ]ج] ِد] ُك] ْم] َ]و] اَل
14
Abu Amar, Drs. Imron, Terjemah Fathul Qarib, (Kudus : Menara Kudus, 1983), hal. 160.
15
Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah Muasasah al Risalah Nasyirun, (Jakarta : Beirut, 2008), hal 235.
16
Abdus Sami, Abdul Naeem, dan Abdul Moin, Alquran Dengan Tajwid Blok Warna Disertai
Terjemah, (Jakarta : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2004) hal 391.
7
]ت] َ]ح] ْم] ٍل] فَ] أَ] ْن] فِ] قُ] و]ا] َع] لَ] ْي] ِه] َّن] َح] تَّ] ٰ]ى ِ ض] ي]ِّ] قُ]و]ا] َع] لَ] ْي] ِه] َّن] ۚ] َو] إِ] ْ]ن] ُك] َّن] أُ] و]اَل ]َ ]ُض] ا]ر]ُّ] و]هُ] َّن] لِ] ت ]َ ]ُت
]ض] ْع] َ]ن] لَ] ُك] ْم] فَ] آ]تُ]و]هُ] َّن] أُ] ُج] و] َر] هُ] َّن] ۖ] َ]و] ْأ] تَ] ِم] ُر] و]ا] بَ] ْي] نَ] ُك] ْم
]َ ]ض] ْع] َ]ن] َ]ح] ْ]م] لَ] هُ] َّن] ۚ] فَ] إِ] ْ]ن] أَ] ْ]ر ]َ ]َي
]ٰ ]ض] ُع] لَ] هُ] أُ] ْ]خ] َر
]ى ِ ]ف] ۖ] َ]و] إِ] ْ]ن] تَ] َع] ا] َس] ْ]ر] تُ] ْم] فَ] َس] تُ] ْ]ر ]ٍ ]بِ] َم] ْع] ُر] و
Artinya :
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah
ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-
anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika
kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak
itu) untuknya.17
ُت ا ْستَأْ ِجرْ هُ ۖ إِ َّن خَ ي َْر َمن ا ْستَأْ َجرْ تَ ْالقَ ِويُّ اأْل َ ِمين
ِ َت إِحْ دَاهُ َما يَا أَب
ْ َقَال
Artinya (26) :
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya".
Artinya (27) :
17
Ibid, 445
8
Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu
bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun
maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak
memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk
orang-orang yang baik".
]َ ]َّ]ض] ْ]ع] َ]ن] أَ] ْ]و] اَل َد] هُ] َّن] َح] ْ]و] لَ] ْي] ِن] َك] ا] ِم] لَ] ْي] ِ]ن] ۖ] لِ] َم] ْ]ن] أَ] َ]ر] ا] َد] أَ] ْ]ن] يُ]تِ] َّم] ا]ل]ر
]ض ]ُ ]َ]و] ا] ْل] َو] ا]لِ] َد] ا
]ِ ]ت] يُ] ْ]ر
]ُ ]َّف] ۚ] اَل تُ] َك] ل
ٌ ]ف] نَ] ْف
]س ]ِ ]ا] َع] ةَ] ۚ] َ]و] َع] لَ] ى] ا] ْل] َم] ْ]و] لُ] و] ِد] لَ] هُ] ِر] ْ]ز] قُ]هُ] َّن] َو] ِك] ْس] َو] تُ]هُ] َّن] بِ] ا] ْل] َم] ْع] ُر] و
]ث] ِم] ْث] ُل
ِ ]ض] ا]ر]َّ] َ]و] ا]لِ] َد] ةٌ] بِ] َ]و] لَ] ِد] هَ] ا] َو] اَل َم] ْ]و] لُ] و] ٌد] لَ] هُ] بِ] َو] لَ] ِد] ِه] ۚ] َو] َع] لَ] ى] ا] ْل] َ]و] ا] ِر
]َ ]ُإِ] اَّل ُو] ْس] َع] هَ] ا] ۚ] اَل ت
َ ]ض] ِم] ْن] هُ] َم] ا] َ]و] تَ] َش] ا] ُو] ٍر] فَ] اَل ُج] نَ] ا
]ح ٍ ]ص] ا]اًل َع] ْ]ن] تَ] َ]ر] ا َ ]ِٰ] َذ] ل
َ ]ِك] ۗ] فَ] إِ] ْ]ن] أَ] َ]ر] ا] َد] ا] ف
]َ ]ض] ُع] و]ا] أَ] ْ]و] اَل َد] ُك] ْم] فَ] اَل ُج] نَ] ا
]ح] َع] لَ] ْي] ُك] ْم] إِ] َذ] ا] َس] لَّ] ْم] تُ] ْم] َم] ا ِ ]َع] لَ] ْي] ِه] َم] ا] ۗ] َو] إِ] ْ]ن] أَ] َ]ر] ْد] تُ] ْم] أَ] ْ]ن] تَ] ْس] تَ] ْ]ر
]ِ ]َف] ۗ] َو] ا]تَّ] قُ]و]ا] هَّللا َ] َ]و] ا] ْع] لَ] ُم] و]ا] أَ] َّن] هَّللا َ] بِ] َم] ا] تَ] ْع] َم] لُ]و] َ]ن] ب
]ص] ي] ٌر ]ِ ]آ]تَ] ْي] تُ] ْم] بِ] ا] ْل] َم] ْع] ُر] و
Artinya :
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan
seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan
jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan.18
18
Ibid, 28
9
5. Q.S. Yusuf (12) : 2
َإِنَّا أَ ْن َز ْلنَاهُ قُرْ آنًا َع َربِيًّا لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون
Artinya :
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa
Arab, agar kamu memahaminya.19
C. Pengertian dan penjelasan terkait ayat dalam Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah
1. Q.S. Az - Zukhruf (43) : 32
Qur’an surat Al-Zukhruf ini menurut penjelasan Quraish Shihab,
dalam ayat tersebut Allah telah membagi-bagi sarana penghidupan
manusia di kehidupan dunia karena manusia tidak dapat melakukannya
sendiri dan Allah telah meninggikan sebahagian kekuatan manusia dalam
harta benda, ilmu, kekuatan dan lain-lain agar sebahagian manusia
tersebut dapat mempergunakan sebahagian yang lain sehingga dapat
saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masing-
masing manusia saling membutuhkan dalam mencari dan manusia
haruslah saling menolong satu sama lain, salah satu bentuk dari tolong
menolong adalah dengan memberi bantuan kepada orang lain yang
membutuhkan melalui pemberian pinjaman dengan tujuan memenuhi
kebutuhan hidupannya.20
Ayat 32 surat Al-Zukhruf di atas memberikan penjelasan bahwa
sesama manusia haruslah saling menolong satu sama lain, salah satu
bentuk dari tolong menolong adalah dengan memberi bantuan kepada
orang lain yang membutuhkan melalui pemberian pinjaman dengan tujuan
memenuhi kebutuhan hidupannya. Penerapan dari ayat tersebut pada
lembaga keuangan adalah lembaga keuangan diibatakan sebagai pihak
19
Ibid, 186
20
Quraish shihab, Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002), hal 561.
10
yang mempunyai kelebihan dana sehingga lembaga keuangan diharuskan
menolong masyarakat yang merasa kekurangan dana dengan tujuan untuk
menunjang kebutuhan masyarakat tersebut, dan ini merupakan salah satu
produk lembaga keuangan yaitu melakukan penyaluran dana.
Salah satu contoh Lembaga keuangan yakni Baitul Maal wa
Tamwil. Baitul Maal wa Tamwil selain berperan sebagai organisasi bisnis
juga berperan sosial dilihat dari namanya yaitu baitul maal berarti
lembaga sosial sejenis Badan Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh (BAZIS),
sedangkan baitul tamwil berarti lembaga bisnis. Baitul Maal wa Tamwil
sebagai lembaga bisnis lebih mengembangkan usahanya pada sektor
keuangan, yakni simpan pinjam. Usaha ini sama seperti usaha perbankan
yakni menghimpun dana anggota pembiayaan atau dalam lingkup Baitul
Maal wa Tamwil biasanya dikenal dengan sebutan anggota dan calon
anggota serta menyalurkan kepada sektor ekonomi yang halal dan
menguntungkan. Badan hukum Baitul Maal wa Tamwil adalah koperasi,
baik Koperasi Serba Usaha (KSU) maupun Koperasi Simpan
Pinjam(KSP).21
21
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal watTamwil, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hal
31.
11
menyempitkan hati dan keadaan mereka sehingga mereka terpaksa keluar
atau minta keluar.22
Pemberian upah dalam Q.S at-Thalaq ayat 6 tentang menepatkan
tempat sesuai dengan kemampuan, maksudnya adalah seperti di dalam
indutri kecil yang baru berkembang tidak mungkin dapat memberikan
upah yang tinggi karena disesuaikan dengan keuntungan dan tingkat
produksi dalam perusahaan tersebut. Sehingga teori tentang upah harus
dapat mensejahtrakan keluarganya harus diimbangi dengan bagaimana
perusahaan tersebut berkembang.
22
M. Raish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Volume 14,(Jakarta: Lentera Hati, 2002) hal 142-145.
12
1) Kata haulaini kamilaini oleh Abi Thohir bin Ya’qub diartikan sebagai
dua tahun yang benar-benar sempurna. Dan itu diperuntukkan atas
penyusuan anak-anaknya kepada seorang ayah (ya’ni ‘ala al-Ab).
Dengan demikian, seorang Ibu tidak terlalu mengambil resiko dan
tidak terlalu bertanggungjawab secara penuh dalam memberikan
penyusuan kepada bayinya.23
2) Kedudukan ayat “haulaini kamilaini” menurut Abi Fadl Shihabuddin
adalah sebagai tarkib, dimana haulaini sebagai maushuf dan kamilaini
sebagai shifat-nya. Maka tidak salah manakala hal ini menjadi
petunjuk waktu bahwa kasih sayang kepada anak dalam bentuk
penyusuan dianggap sebagai hal krusial yang selanjutnya akan
mendapatkan penjelasan persoalan waktu penyusuan yang ideal.24
3) Prof. Dr. Hamka dalam tafsir Al-Azhar berpendapat bahwa dii ayat
inimbertemu pula apa yang dialami oleh ilmu ketabiban modern,
bahwasanya air susu ibu lebih baik dari susu yang lain. Di sebut pula
di sini bahwa masa penyusuan yang baik disempurnakan dua tahun.25
4) Allah mewajibkan kepada ibu untuk menyusui bayinya, guna
membuktikan bahwa air susu ibu mempunyai pengaruh yang besar
kepada si anak. Di samping ibu dengan fitrah kejadiannya memiliki
rasa kasih sayang yang mendalam sehingga penyusuan langsung dari
ibu ini, berhubungan erat dengan perkembangan jiwa dan mental
anak. Dengan demikian kurang tepat tindakan sementara para ibu
yang tidak mau menyusui anaknya secara langsung hanya kepentingan
pribadinya, umpama; untuk memelihara kecantikan. Padahal ini
bertentangan dengan fitrahnya sendiri dan secara tidak langsung ia
tidak membina dasar hubungan keibuan dengan anaknya sendiri
dalam bidang mental dan kepribadian.26
23
Abi Thohir bin Ya’qub, Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas, (Beirut, Darul Fikr : 1995),
hal 37.
24
Abi Fadl Shihabuddin, Ruhul Ma’ani fi Tafsiri Al-Qur’an Al-Adzim, jilid I, (Beirut: Darul Fikr,
2001), hal 539.
25
Prof. Dr. Hamka , Tafsir Al-Azhar, juz II, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984), hal 232.
26
Departemen Agama RI, Al-Qur’aan dan Tafsirnya, jilid 1-2-3, tahun 1990 hal 393.
13
5) Muhammad Nasib Ar-Rifa’i dalam tafsir Ibnu Katsir berpendapat
bahwa anjuran Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 233 merupakan
bimbingan bagi para ibu, hendaknya mereka menyusui anak-anaknya
secara sempurna, yaitu selama dua tahun. Setelah itu tiada lagi
penyusuan. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Bagi orang yang
hendak menyempurnakan penyusuan.” Mayoritas imam mengatakan
bahwa tidak dilarang penyusuan kecuali yang kurang dari dua tahun.
Jadi, apabila bayi yang berusia lebih dari dua tahun menyusu, maka
tidak dilarang (tidak diharamkan).27
27
Muhammad Nasib, Ringkasan Ibnu Katsir, (Jakarta : , Gema Insani,1999), hal 388.
14
D. Bentuk hadits serta perawinya dalam Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah
1. Dalam dasar hukumnya, terdapat hadits yang menjadi dasar dan
dalil Ijarah / Ujrah yaitu sabda Rasulullah S.A.W :
Artinya :
Dari Ibnu Umar RA, dia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Berilah pekerja upahnya sebelum keringatnya mengering.” (HR. Ibnu
Majah).28
]عليو وسلم
َ (احتجم رسوُل هللا صلى هللا: وعن ابن عباس رضي هللا عنهما قاَل
رواه البخاري.)حرامال ْيعطو
َ ولَو َكاَن,عطى الذي حجمو َٔاجره
َ وا
ْ
Artinya :
“Dari Ibnu Abbas RA, dia berkata: Rasulullah SAW berbekam dan
memberikan upah kepada orang yang membekamnya. Jika upah
bekam haram tentu beliau tidak akan memberinya upah.” (HR.
Bukhari).29
28
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2006), Jilid 1, hal 72.
29
Ibid, 61
15
3) Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud
Artinya :
“Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman
yang tumbuh. Lalu Rasulullah melarang kami cara itu dan
memerintahkan kami agar membayarnya dengan uang, mas atau
perak.” (Riwayat Ahmad dan Abu Dawud).30
Artinya :
Dari Abu Sa‟id Al Khudri RA, “Siapa yang menyewa
(mempekerjakan) seorang pekerja (karyawan) maka tentukanlah
untuknya nilai upahnya.”(HR. Abdurrazzaq).31
30
Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hal
169.
31
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, … hal 75
16
Penjelasan :
Dari hadits riwayat Baihaqi di atas, dapat diketahui bahwa
prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan
komitmen melakukannya. Akad dalam perburuhan adalah akad yang
terjadi antara pekerja dan dengan pengusaha. Artinya, sebelum
pekerja dipekerjakan, harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan
diterima oleh pekerja. Upah tersebut meliputi besarnya upah dan tata
cara pembayaran upah.32
3.
Dalam
Artinya :
“Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah
upah orang upahan sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah
dan Imam Thabrani).
Penjelasan :
Dalam menjelaskan hadits itu, Syekh Yusuf Qardhawi
menjelaskan:
32
Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori Praktik dan Peranannya,
(Jakarta : TransMedia, 2007), hal 169.
17
“Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya jika dia
telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai
dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat dengan syarat-syarat
antar mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram. Namun, jika ia tidak bekerja tanpa alasan
yang benar atau sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya,
maka sepatutnya hal itu diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya)
karena setiap hak dibarengi dengan kewajiban. Selama ia
mendapatkan upah secara penuh, maka kewajibannya juga harus
dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara detail dalam
“peraturan kerja” yang menjelaskan masing-masing hak dan
kewajiban dua belah pihak.”
Dari penjelasan Syekh Qardhawi di atas, dapat dilihat bahwa
upah atau gaji merupakan hak karyawan selama karyawan tersebut
bekerja dengan baik. Jika pekerja tersebut tidak benar dalam bekerja
(yang dicontohkan oleh Syekh Qardhawi dengan tidak bekerja tanpa
alasan yang jelas), maka gajinya dapat dipotong atau disesuaikan.
Hal ini menjelaskan kepada kita bahwa selain hak karyawan
memperoleh upah atas apa yang diusahakannya, juga hak perusahaan
untuk memperoleh hasil kerja dari karyawan dengan baik. Bahkan
Syekh Qardhawi mengatakan bahwa bekerja yang baik merupakan
kewajiban karyawan atas hak upah yang diperolehnya. Demikian
juga, memberi upah merupakan kewajiban perusahaan atas hak hasil
kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam keadaan masa kini, maka
aturan- aturan kerja yang baik itu, dituangkan dalam buku Pedoman
Kepegawaian yang ada dimasing-masing perusahaan.33
33
Ibid, 170
18
Artinya :
Dari Abu Hurairah RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda,
“Allah SWT berfirman, ada tiga orang di mana Aku akan menjadi
lawan (yang mengalahkan) mereka di Hari Kiamat, (pertama) lelaki
yang memberi (keamanan atau janji) dengan menyebut nama-Ku
kemudian dia meninggalkannya (tidak memenuhi janjinya), (kedua)
lelaki yang menjual orang yang merdeka (bukan budak) lalu
memakan uangnya (hasil penjualan itu), (ketiga) lelaki yang
menyewa buruh/pekerja, lalu setelah buruh/pekerja itu mengerjakan
pekerjaannya dia tidak memberi upahnya.”(HR. Muslim).34
Penjelasan :
Hadits-hadits di atas menegaskan tentang waktu pembayaran
upah, agar sangat diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah,
dikategorikan sebagai perbuatan zalim dan orang yang tidak
membayar upah para pekerjanya termasuk orang yang dimusuhi oleh
Nabi SAW pada hari kiamat. Dalam hal ini, Islam sangat
menghargai waktu dan sangat menghargai seorang karyawan
(buruh).35
34
Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam, Syarah Bulughul Maram, … hal 66
35
Karnaen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah Teori Praktik dan Peranannya,
… hal 169
19
E. Mufradat dari ayat tentang Ijarah, Ujrah, dan Ju’alah
20
F. Asbabun nuzul atau asbabun qunut dari ayat tentang Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah
1. Q.S. Az - Zukhruf (43) : 32
2. Q.S. At - Talaq (65) : 6
3. Q.S. Al - Qashash (28) : 26 - 28
4. Q.S. Al-Baqarah (2) : 233
5. Q.S. Yusuf (12) : 2
21
3. Ju’alah adalah janji yang diucapkan oleh seseorang (kafil) kepada pihak
yang mampu memenuhi janji dan keinginan seseorang tersebut.36
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan isi pembahasan makalah diatas, kami dapat menyimpulkan
bahwa secara ringkas persamaan antara Ju’alah dan Ijarah adalah :
1. Keduanya terdapat akad menyewa tenaga untuk melakukan suatu
pekerjaan yang mubah.
2. Keduanya wajib memberikan upah/imbalan yang dijanjikan ketika
pekerjaan yang dimaksud telah selesai.
3. Imbalan/upah yang diberikan sudah jelas sebelum akad dimulai dan
bukan berupa upah yang dilarang oleh syariat.
Pembahasan mengenai dasar Ijarah dan Ju’alah dalam Al-qur’an
terdapat pada surah Q.S. Az - Zukhruf (43) : 32, Q.S. At - Talaq (65) : 6, Q.S.
Al - Qashash (28) : 26 & 27, Q.S. Al-Baqarah (2) : 233, Q.S. Yusuf (12) : 2.
Adapun dalil Ijarah dan Ju’alah berdasarkan dasar hukumnya pada
hadits yakni : Hadits Riwayat Ibnu Majah , Hadits Riwayat Bukhari &
Muslim, Hadits Riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Dalil Ijarah dan Ju’alah
berdasarkan keadilan sistem pengupahan pada hadits yakni : Hadits Riwayat
Ibnu Majah dan Imam Thabrani. Dan dalil Ijarah dan Ju’alah berdasarkan tata
cara pengupahannya pada hadits yakni : Hadits Riwayat Ibnu Majah dan
Imam Thabrani, Hadits Riwayat Muslim.
36
Dr. Hj. Suqiyah Musafa’ah, M.Ag, Tafsir Ayat Hukum Ekonomi dan Bisnis Islam, (Surabaya :
UIN Sunan Ampel, 2007), hal 134.
22
B. Kritik dan Saran
Semoga dengan adanya pembuatan makalah tentang Ijarah, Ujrah, dan
Ju’alah dalam pandangan islam bisa bermanfaat untuk kita semua
sehingga kita dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari – hari.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih kurang dari kata
sempurna, maka dari itu untuk menyempurnakan makalah ini kami memnita
koreksi dan kritikan dari para pembaca terutama dosen pengampu dari mata
kuliah Tafsir dan Hadits Ekonomi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Amar,Abu, Drs. Imron. 1983. Terjemah Fathul Qarib Kudus : Menara Kudus.
Antonio, Muhammad Syafi‟I . 1999. Bank Syari’ah Dari Teori ke Praktik. Jakarta
: Gema Insani.
Basyir, Ahmad Azhar. 1995. Hukum Islam Tentang Wakaf. Bandung : Al-ma‟rif.
Bin Ya’qub, Abi Thohir. 1995. Tanwirul Miqbas min Tafsir Ibnu Abbas. Beirut :
Darul Fikr.
iv
Musafa’ah, Suqiyah Musafa’ah. 2007. Tafsir Ayat Hukum Ekonomi dan Bisnis
Islam. Surabaya : UIN Sunan Ampel.
RI, Departemen Agama. 1990. Al-Qur’aan dan Tafsirnya Jilid 1-2-2. Jakarta :
Departemen Agama.
Sabiq, Sayyid. 1987. Fiqih Sunnah, Vol 13, terj. Kamaluddin Al Marzuki Bandung
: Alma’arif.
Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqih Sunnah 13. Jakarta : Pena Pundi Aksara.
Sahrani, Sohari dan Ru’fah Abdullah. 2011. Fikih Muamalah. Bogor : Ghalia
Indonesia.
Sami, Abdus, dkk. 2004. Alquran Dengan Tajwid Blok Warna Disertai Terjemah.
Jakarta : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Shihab, M. Raish. 2002. Tafsir Al-Mishbah Volume 14. Jakarta : Lentera Hati.
v
Shihab, Quraish. 2002. Tafsir al-Misbah : Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Qur’an. Jakarta : Lentera Hati.
Shihabuddin, Abi Fadl. 2001. Ruhul Ma’ani fi Tafsiri Al-Qur’an Al-Adzim Jilid I.
Beirut : Darul Fikr.
vi