Anda di halaman 1dari 4

Nama : Khabibah Nurhalizah

Kelas : 2C Akuntansi Syariah


Nim : 2282133027
Tugas : UTS Pengantar Ekonomi Islam

Soal
1. Apa yang dimaksud dengan Ekonomi Islam
2. Ada berapa madzhab dalam ekonomi islam? Dan jelaskan masing masing madzhAb
tersebut.
3. Jelaskan Maqashid syariah dalam konteks ekonomi islam
4. Jelaskan perbedaan konteks antara maqashid al-syariah imam al- syatibi, ibnu
Khaldun,dan imam gozali dalam konteks ekonomi islam
5. Jelaskan fungsi konsumsi dan produksi dalam islam

JAWABAN
1. Ekonomi silam adalah sebuah system perekonomian yang menjadikan syariat-syariat
islam sebagai landasan dasar dalam setiap hukum dan aktivitas yang berlaku
didalamnya. Ekonomi islam harus mengakomodasi nilai nilai syariah dalam ilmu
ekonomi yang terikat pada norma norma yang berlaku di masyarakat.Ekonomi islam
juga merupakan ilmu yang memperlajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya
diatur berdasarkan aturan agama islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun islam. Kata islam setelah “Ekonomi” dalam
ungkapan ekonomi islam berfungsi sebagai identitas tanpa mempengaruhi makna atau
definisi ekonomi itu sendiri. Sedangkan ekonomi adalah masalah menjamin
berputarnya harta diantara manusia, sehingga manusia dapat memaksimalkan fusngsi
hidupnya sebagai hamba allah untuk mencapai fallah di dunia dan di akhirat, Ekonomi
adalah aktifitas yang kolektif.Ekonomi Islam adalah sebuah sistem ilmu pengetahuan
yang menyoroti masalah perekonomian. Sama seperti konsep ekonomi konvensional
lainnya. Hanya dalam sistem ekonomi ini, nilai-nilai Islam menjadi landasan dan dasar
dalam setiap aktifitasnya. Beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam sebagai suatu
ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan
dengan alat pemenuhan kebutuhan yang terbatas dalam kerangka syariah.
Namun.definisi tersebut mengandung kelemahan karena menghasilkan konsep yang
tidak kompatibel dan tidak universal. Karena dari definisi tersebut mendorong
seseorang terperangkap dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau
salah tetap harus diterima.

2. Mazhab Baqir As-Sadr


Cendekiawan yang menjadi pioner mazhab ini adalah Baqir as-Sadr Ali Shariati
serta para cendekiawan dari Iran dan Iraq. Menurut pemikiran As-Sadr bahwa
dalam mempelajari ilmu ekonomi harus dilihat dari dua aspek yaitu aspek
philosophy of economics atau normative economics dan aspek positive
economics. Contoh dari positive economics, yaitu mempelajari teori konsumsi
dan permintaan yang merupakan suatu fenomena umum dan dapat diterima oleh
siapapun tanpa dipengaruhi oleh idiologi. Sedangkan dari aspek phylosophy of
economics yang merupakan hasil pemikiran manusia, maka akan dijumpai bahwa
tiap kelompok manusia mempunyai idiologi, cara pandang yang tidak sama.
Sebagai contoh misalnya menyangkut pembahasan ’keadilan’. Menurut konsep
kapitalisme klasik yang dimaksud dengan adil adalah you get what you deserved
artinya ’anda mendapatkan apa yang telah anda usahakan’. Sedangkan menurut
kelompok sosialisme klasik menterjemahkan makna ’adil’ yaitu no one has
previlege to get more than others artinya tidak ada orang yang mendapatkan
fasilitas untuk memperoleh lebih dari yang lain dengan kata lain bahwa setiap
orang mendapat sama rata.

Mazhab Mainstream
ekonomi Islam dari mazhab mainstream inilah yang paling banyak memberikan
warna dalam wacana ilmu ekonomi Islam sekarang karena kebanyakan tokoh-
tokohnya dari Islamic Development Bank (IDB) yang memiliki fasilitas dana dan
jaringan kerja sama dengan berbagai lembaga internasional. Tokoh-tokoh mazhab
mainstream antara lain adalah M. Umer Chapra, M. A. Mannan, Nejatullah
Siddiqi, Khurshid Ahmad, Monzer Kahf.Menurut mazhab mainstream bahwa
memang secara keseluruhan tidak terjadi kesenjangan antara jumlah sumber daya
ekonomi dengan kebutuhan manusia artinya ada keseimbangan (equilibrium).
Namun secara relatif pada satu waktu tertentu dan pada tempat tertentu tetap akan
dijumpai persoalan kelangkaan tersebut. Jadi sampai disini tidak ada perbedaan
antara ekonomi konvensional dengan ekonomi Islam. Perbedaannya hanya pada
mekanisme menyelesaikan masalah ekonomi yang menurut mazhab mainstream
harus merujuk pada al-Qur’an dan Assunnah. Sedangkan pada pandangan
kapitalisme klasik penyelesaiannya melalui bekerjanya mekanisme pasar, dan
sosialisme klasik melalui sistem perencanaan yang sentralistis.

Mazhab Alternatif Kritis


Berbeda dengan pandangan kedua mazhab sebelumnya, mazhab alternatif melihat
bahwa pemikiran mazhab Baqir as-Sadr berusaha menggali dan menemukan
paradigma ekonomi Islam yang baru dengan meninggalkan paradigma ekonomi
konvensional. Sedangkan mazhab mainstream dianggap merupakan wajah lain
dari pandangan neoklasik dengan menghilangkan unsur bunga dan menambahkan
zakat. Islam sendiri berfungsi sebagai petunjuk, sebagai alat interpretasi, dan
sebagai rahmat ( Islam berfungsi transformatif, liberatif dan
emansipatoris).Mazhab alternatif yang dimotori oleh Prof. Timjur Kura (Kajur.
Ekonomi University of Southern California), Prof. Jomo dan Prof. Muhammad
Arief memberikan kontribusi melalui analisis kritis tentang ilmu ekonomi bukan
hanya pada pandangan kapitalisme dan sosialisme tetapi juga melakukan kritik
terhadap perkembangan wacana ekonomi Islam. Mereka berpandangan bahwa
Islam adalah suatu pandangan atau ideologi yang kebenarannya mutlak yang
berbicara mengenai ekonomi Islam berarti mengkaji pemikiran manusia tentang
ayat-ayat Allah dan sunnah Nabi dalam aspek ekonomi. Jadi menurut mazhab
alternatif ini ekonomi Islam adalah suatu wacana yang masih bisa.
3. Maqashid syariah adalah dasar bagi pengembangan ekonomi islam karena bertujuan
untuk menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia dengan menyeimbangkan
peredaran harta secara adil dan seimbang baik secara personal maupun sosial. ekonomi
Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi yang
diilhami oleh nilainilai rabbaniyyah.Selanjutnya Hasanuzzaman mengartikan sebagai
pengetahuan dan penerapan perintah-perintah (injunctions) terhadap norma dan aturan
(rules) yang ditetapkan syariʻah yang menghindari dan mencegah ketidakadilan dalam
penggunaan sumber daya material guna memenuhi kebutuhan ekonomi; artinya sasaran
kajian ekonomi Islam adalah alokasi sumber daya matrial yang merupakan pilihan
rasional (rational choice) yang dibingkai oleh aspek syariʻah sebagai muatan
normatifnya (Mufid 2016, 118–32). Nilai-nilai esensial mashlahah sebagai maqashid
syariʻah ini dapat dipakai untuk merumuskan ekonomi dalam konteks kekinian, baik
dalam proses produksi, konsumsi, distribusi, kebijakan fiskal, keuangan, lembaga
keuangan, dan sebagainya (Mufid 2016, 118–32). Al-Qur’an dan hadis sebagai teks
syariʻah secara garis besar telah menentukan prinsipprinsip umum dalam kegiatan
ekonomi dengan tujuan menciptakan struktur ekonomi yang berkeadilan di atas nilai-
nilai keseimbangan dan kemashlahatan tanpa unsur eksploitasi,dimana syariʻah
difungsikan sebagai pengontrol dan perekayasanya.
4. Imam Al-Syatibi
Imam Al-Syatibi adalah seorang ulama dari Andalusia, Spanyol yang hidup pada
abad ke-9 H/15 M. Menurutnya, Maqashid al-Syari'ah terdiri dari tiga hal, yaitu
menjaga agama, menjaga jiwa, dan menjaga akal. Dalam konteks Ekonomi Islam,
Imam Al-Syatibi menekankan pentingnya menjaga nilai-nilai moral dan etika dalam
setiap aktivitas ekonomi. Ia juga memandang bahwa aktivitas ekonomi harus
dilakukan secara adil dan tidak merugikan pihak lain, sehingga menciptakan
keseimbangan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat.
Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun adalah seorang sejarawan dan filsuf Islam yang hidup pada abad ke-14
M. Menurutnya, Maqashid al-Syari'ah terdiri dari lima hal, yaitu menjaga agama,
menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta. Dalam konteks
Ekonomi Islam, Ibnu Khaldun menekankan pentingnya aspek sosial dalam aktivitas
ekonomi, termasuk distribusi kekayaan yang adil dan memperhatikan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Ia juga mengemukakan konsep keadilan sosial dalam
aktivitas ekonomi dan menekankan pentingnya berkontribusi dalam meningkatkan
kesejahteraan umum.
Imam Ghozali
Imam Ghozali adalah seorang filosof dan ulama Islam yang hidup pada abad ke-11
M. Menurutnya, Maqashid al-Syari'ah terdiri dari tujuh hal, yaitu menjaga agama,
menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan, menjaga harta, menjaga kesehatan,
dan menjaga kehormatan. Dalam konteks Ekonomi Islam, Imam Ghozali
menekankan pentingnya nilai-nilai spiritual dan moral dalam aktivitas ekonomi,
termasuk kejujuran, integritas, dan penghindaran dari praktik riba dan spekulasi. Ia
juga mengemukakan konsep keadilan dan distribusi yang adil dalam aktivitas
ekonomi, serta memandang bahwa aktivitas ekonomi harus berkontribusi dalam
meningkatkan kesejahteraan umum.

Meskipun ketiga tokoh ini memiliki konsep yang berbeda dalam Maqashid al-
Syari'ah, namun semuanya memandang bahwa nilai-nilai moral dan etika serta aspek
sosial dan spiritual merupakan bagian penting dalam aktivitas ekonomi.
5. Prinsip produksi dalam Islam berarti menghasilkan sesuatu yang halal yang merupakan
akumulasi dari semua proses produksi mulai dari sumber bahan baku sampai dengan
jenis produk yang dihasilkan baik berupa barang maupun jasa.Tujuan dari produksi
dalam Islam adalah untuk menciptakan mashlahah yang optimum bagi konsumen atau
bagi manusia secara keseluruhan. Dengan mashlahah yang optimum ini, maka akan
tercapai falah yang merupakan tujuan akhir dari kegiatan ekonomi sekaligus tujuan hidup
manusia.
Sedangkan Konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan terhadap komoditas
yang baik dan jauh dari sesuatu yang diharamkan, maka, sudah barang tentu motivasi
yang mendorong seseorang untuk melakukan aktifitas konsumsi juga harus sesuai
dengan prinsip konsumsi itu sendiri.Tujuan utama konsumsi seorang muslim adalah
sebagai sarana penolong untuk beribadah kepada Allah. Sesungguhnya mengkonsumsi
sesuatu dengan niat untuk meningkatkan stamina dalam ketaatan pengabdian kepada
Allah akan menjadikan konsumsi itu bernilai ibadah yang dengannya manusia
mendapatkan pahala.

Anda mungkin juga menyukai