Anda di halaman 1dari 7

SIRAJUDIN

202042047
PERBANKAN SYARI’AH
PRINSIP DASAR BANK
SYARI’AH
A. Definisi Lembaga Keuangan Syari’ah

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah
lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin
operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI, 2003). Definisi ini menegaskan
bahwa suatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah islam
dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan.
Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah Islam secara tersentralisasi diatur oleh
DSN, yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
Adapun unsur
. legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai instasi yang

memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi.


B. Larangan terhadap transaksi yang
mengandung Barang atau Jasa yang
Diharamkan
Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau
jasa yang diharamkan sering dikaitkan dengan prinsip muamalah
yang ketiga, yaitu keharusan menghindar dari kemadaratan. Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, sebagai sumber
hukum dalam menentukan keharaman suatu barang atau jasa,
menyatakan secara eksplisit berbagai jenis bahan yang dinyatakan
haram untuk dimakan, diminum, maupun dipakai oleh seorang
muslim. Di antaranya adalah meminum khamar dan menggunakan
bangkai atau hewan yang dilarang seperti babi, binatang bertaring
untuk dimakan atau dipakai untuk kosmetik. Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad SAW juga secara eksplisit melarang
dilakukannya berbagai jenis jasa atau tindakan, antara lain
tindakan prostitusi, mempertontonkan aurat, merusak akidah,
menganiaya orang lain, dan sebagainya.
C. Larangan terhadap Transaksi yang
Diharamkan Sistem dan Prosedur
Perolehan Keuntungannya

Selain melarang transaksi yang haram zatnya, agama


islam juga melarang transaksi yang diharamkan system
dan prosedur perolehan keuntungannya. Beberapa hal yang
masuk kategori transaksi yang diharamkan karena system
dan prosedur perolehan keuntungan tersebut adalah:
1. Tadlis (ketidaktahuan satu pihak),
2. Gharar (ketidaktahuan kedua pihak),
3. Ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan),
4. Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam permintaan),
5. Maysir (judi), dan
6. Riba
D. Larangan terhadap Transaksi yang Tidak Sah Akadnya

• Adanya dua pihak atau lebih yang saling


• Adanya pengucapan akad berupa ungkapan
terikat dengan akad. Dalam hal ini, kedua
. serah terima (ijab kabul). Ijab adalah
pihak diperyaratkan memiliki kemampuan
ungkapan penyerahan kepemilikan oleh
yang cukup untuk mengikuti proses
pemilik barang, sedangkan Kabul adalah
perjanjian, jika tidak, akad dianggap tidak
ungkapan penerimaan kepemilikan oleh
sah.
pemilik barang berikutnya. Ijmak ilama
berpendapat tidak ada keharusan ijab Kabul
harus secara lisan. Adapun sah atau tidaknya
• Adanya sesuatu yang diikat dengan akad, ungkapan ijab Kabul dapat menggunakan
.
yakni barang yang dijual dalam akad jual praktik yang umum di masyarakat tempat
beli, atau sesuatu yang disewakan dalam jual beli dilakukan. Prinsipnya, kedua belah
akad sewa dan sejenisnya. pihak rela atas serah terima kepemilikan.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai