Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ISLAMISASI ILMU

DosenPengampu: Dr. Iskandar, S.H.I., M.S.I.

DisusunOleh :
Kelompok9

1. AISYATUR RIDHA (202042023)


2. NERI ROSHEVA (202042011)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
LHOKSEUMAWE
2021

1
KATA PENGANTAR

Pujisyukurpenyusunucapkankepada Allah swt. yang telahmemberikankesempatan dan


kesehatansehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenulisanmakalahini. Adapun
tugasmakalahdibuatiniadalahuntukmemenuhitugaskelompokdaridosen pada matakuliah
“FilsafatIlmu”. Makalahiniberjudul “Islamisasi Ilmu”.
Penulistidakdapatmenyelesaikanmakalahinitanpaadanyadukungan, do’a, dan
nasehatdarisemuanya. Selanjutnya, penyusuninginmengucapkansalam dan
terimakasihkepada:
semua yang sudahikutandilmembantubaikmateril dan non
materilsertawaktunyauntukmelengkapimakalahini.
Penyusunmenyadarimakalahinijauhdari kata sempurna. Oleh karenaitu, kritik yang
membangun, dan saran daripembacasangatlahdihargai. Penyusun sangat
beharapbahwamakalahinidapatmemberikankontribusiberhargabagi para pembaca.

Lhokseumawe, 9 Desember 2021

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I
A. LatarBelakang..................................................................................................... 1
B. RumusanMasalah................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan............................................................................... 4
B. Telaah Islamisasi Pengetahuan........................................................................... 5
C. Tantangan Ilmu-ilmu Islam di Tengah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Moderen
............................................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

iii
BAB I
Pendahuluan

A. LatarBelakang
Seiring dengan perkembangan kemajuan sains dan teknologi di Barat, nilai-nilai agama
berangsur-angsur bergeser bahkan bersebrangan dengan ilmu. Bagi kalangan ilmuwan
Barat, agama adalah penghalang kemajuan karena beranggapan jika ingin maju agama
tidak boleh lagi mengurus masalah-masalah yang berkaitan dengan dunia seperti politik
dan sains.
Revolusi industri di Inggris dan revolusi sosial politik di Perancis pada paruh ke-dua
abad ke-18, merupakan titik awal pencerahan (renaissance) di Eropa menuju peradaban
modern. Hal inilah yang mengantarkan Barat mencapai sukses luar biasa dalam
pengembangan teknologi masa depan. Sedangkan ummat Islam malah mengalami
kemunduran-kemunduran sistematik dalam alur peradabannya. Praktis dunia Islam
dewasa ini merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang di antara penganut-
penganut agama besar di dunia dikarenakan begitu rendahnya kemajuan yang diraih
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan ummat Islam menjadi penonton
bahkan terbuai oleh kenikmatan semu yang disuguhkan oleh Barat dengan kecanggihan
teknologinya.
Sejak terjadinya pencerahan di Eropa, perkembangan ilmu-ilmu rasional dalam semua
bidang kajian sangat pesat dan hampir keseluruhannya dipelopori oleh ahli sains dan
cendikiawan Barat. Akibatnya, ilmu yang berkembang dibentuk dari acuan pemikiran
filsafah Barat yang dipengaruhi oleh sekularisme dan materialisme. Sehingga konsep,
penafsiran dan makna ilmu itu sendiri tidak bias terhindarkan dari pengaruh
pemikirannya. Ummat Islam mempelajari sains barat tanpa menyadari kaitan temali
historis Barat dan ilmu-ilmu Barat, sehingga ummat Islam pun terjatuh dalam hegemoni
Barat dan proses ini mengakibatkan esensi peradaban Islam semakin tidak berdaya di
tengah kemajuan peradaban Barat yang sekuler.
Menghadapi keadaan yang demikian itu, ummat Islam mencari sebab-sebabnya. Sebab-
sebab tersebut yang utama di antaranya karena ummat Islam tertinggal dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya perpecahan. Di kalangan ummat Islam
paling kurang timbul sikap menghadapi keterbelakangan dalam bidang ilmu
pengetahuan tersebut sebagai berikut:
1. Sikap yang didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari
Barat sebagai ilmu pengetahuan yang sekuler. Karena itu ilmu tersebut harus ditolak.
2. Sikap yang didasarkan pada asumsi bahw ailmu pengetahuan Barat sebagai ilmu
yang bersifat netral. Karenanya ilmu tersebut harus diterima apa adanya tanpa disertai
rasa curiga dan sebagainya.
3. Sikap yang diadasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan yang berasal dari
Barat sebagai ilmu yang bersifat sekuler dan materialisme. Namun diterima oleh ummat
Islam dengan terlebih dahulu dilakukan proses Islamisasi.1
Islamisasi ilmu pengetahuan telah menjadi tema dan term popular di kalangan
intelektual Islam, di Indonesia maupun di negara-negara lain. Hal tersebut tidak lepas
dari kesadaran ber-Islam di tengah pergumulan dunia global yang sarat dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di Ameriaka istilah ini telah menjadi simbol
dari sebuah keinginan besar untuk member warna Islam pada berbagai disiplin ilmu.
Dengan sebuah konsep bahwa ummat Islam akan maju dan dapat menyusul Barat mana
kala mampu mentransformasiakan ilmu pengetahuan dalam memahami wahyu atau
memahami wahyu dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.2
Hal inilah yang memunculkan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan di
antara keduanya, sehingga lahir keilmuan baru yang modern tetapi tetap bersifat relegius
dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah Islamisasi Ilmu
Pengetahuan.
Hal inilah yang memunculkan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan di antara
keduanya, sehingga lahir keilmuan baru yang modern tetapi tetap bersifat relegius dan
bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah Islamisasi Ilmu
Pengetahuan.

B. RumusanMasalah
1. Apa yang melatar belakangi adanya Islamisasi Ilmu Pengetahuan?
2. Bagaimana telaah Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologi Islamisasi Ilmu
Pengetahuan?
1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. IX; Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 405-406.
2
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: CRSD Press, 2005), h. 124.

2
3. Bagaimana tantangan ilmu-ilmu keIslaman di tengah perkembangan ilmu
pengetahuan modern?

BAB II
Pembahasan

A. Islamisasi Ilmu Pengetahuan

3
Pandangan Islam terhadap ilmu menjadi landasan bagi pengembangan ilmu disepanjang
sejarah kehidupan ummat Islam, sejak dari zaman klasik sampai sekarang. Sejak
kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar terhadap ilmu dan
menawarkan cahaya untuk mengubah jahiliyah menuju masyarakat yang berilmu dan
beradab.
Proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan
Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat yang diwahyukan kepada Nabi saw secara
jelas menegaskan semangat Islamisasi Ilmu Pengetahuan, yaitu ketika Allah menekankan
bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia.
Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, proses
Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran dengan dilakukannya penerjemahan
terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani. Salah satu karya besar tentang usaha
Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya Imam al-Ghazali Tahafut al-Falasifah. Hal yang
demikian walaupun tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tetapi aktivitas yang sudah
mereka lakukan semisal dengan makna Islamisasi.
Ada dua tokoh yang dianggap sebagai pencetus gagasan Islamisasi Pengetahuan yaitu
Ismail Raji al-Faruqi (seorang sarjana yang mendirikan lembaga International Institute of
Islam Thought di Amerika Serikat) serta Syed M. Naquib al- Attas (seorang sarjana Budaya
Melayu yang membentuk lembaga International Institute of Islam Thought and Civilization
di Kuala Lumpur). 3Gagasan ini timbul sejak dasawarsa 1970-an.
Munculnya ide Islamisasi Ilmu Pengetahuan disebabkan adanya premis bahwa ilmu
pengetahuan tidak bebas nilai. Ilmu-ilmu yang terkontaminasi oleh premis demikian dan
telah melalui proses sekularisasi dan westernisasi yang tidak lagi sesuai dengan
kepercayaan, justru ini akan membahayakan ummat Islam. Naquib al-Attas menegaskan
bahwa ilmu itu tidaklah bebas nilai tapi sarat akan nilai. Sedangkan al Faruqi menjelaskan
bahwa akibat kemunduran ummat Islam, karena adanya system pendidikan yang berusaha
menjauhkan ummat Islam dari agamanya sendiri dan dari sejarah kegemilangan yang
seharusnya dijadikan kebanggaan tersendiri atas agama Islam. Oleh sebab itu ia memberikan

3
M. Dawan Raharjo, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan
Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000), h. xii.

4
solusi, yaitu perlunya perbaikan system pendidikan yang memadukan antara ilmu-ilmu
umum dan agama sebagai langkah membentuk peradaban Islam yang sempurna.4
Pada akhir abad 20-an, konsep Islamisasi Ilmu Pengetahuan mendapat kritikan dari
kalangan pemikir Muslim sendiri, seperti Fazlul Rahman, Muhsin Muhdi, Abdus Salam
Soroush, Bassam Taibi dan lainnya. Fazlul Rahman misalnya mengemukakan bahwa ilmu
pengetahuan tidak dapat di Islamkan karena tidak ada yang salah dalam ilmu pengetahuan5.
Walaupun dalam perkembangannya Islamisasi Ilmu Pengetahuan dikritik, tetapi
gagasan Islamisasi ini merupakan suatu revolusi epistemologis yang merupakan jawaban
terhadap krisis epistemology yangh bukan hanya melanda dunia Islam tapi juga budaya dan
peradaban Barat Sekuler.
B. Telaah Islamisasi Pengetahuan
1. Ontologis
Islamisasi berasal dari kata Islamization yang berarti peng-Islaman. 6Islamisasi
merupakan salah satu istilah yang paling popular dipakai dalam konteks integrasi
ilmu-ilmun agama dan ilmu-ilmu umum.
Islamisasi Ilmu Pengetahuan menurut al-Attas adalah pembebasan manusia dari
tradisi magis, mitologis, animistis, kultur nasional( yang bertentangan dengan Islam)
dan belenggu paham sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwayanya,
sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang
sebenarnya dan berbuat tidak adil terhadapnya. Sedangkan al-Faruqi berpendapat
bahwa Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah usaha untuk mendefenisi kembali,
menyusun ulang data, memikirkan kembali argument dan rasionalisasi yang
berkaitan dengan data itu, menilai kembali kesimpulan dan tafsiran,
memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa
sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cita-
cita.7
Secara ontologis, Islamisasi Ilmu Pengetahuan memandang bahwa dalam relitas
alam semesta, sosial dan historis ada hukum-hukum yang mengatur. Pandangan akan

4
Muhammad Ismail, Tiga Fase Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer,(www. Hidayatullah.com, 06
Desember 2009), h. 1.
5
Moh. Suef, Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola dan Strategi, (Ululalbab.com, 07 Mei 2009), h. 2.
6
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Cet; XXVI: Jakarta: PT Gramedia, 2005), h.
332.
7
Moh. Suef, op. cit, h.5.

5
adanya hukum alam tersebut sama dengan kaum sekuler tetapi dalam pandangan
Islam hukum tersebut adalah ciptaan Allah.
Al-Qur’an berisi petunjuk tentang obyek studi (ontologis) yang lengkap dengan
perintah mempelajari segala apa yang ada di langit dan di bumi dan di antara
keduanya. Allah telah menunjukkan obyek ilmu itu tidaklah berarti pembatasan bagi
manusia untuk membatasi diri hanya mempelajari obyek yang ada, namun bagi
manusia untuk mengembangkan lebih maju lagi pencarian ilmunya. Yang perlu
diperhatinkan bahwa petunjuk ontologis dari al-Qur’an boleh jadi sederhana tapi
mempunyai makna konotasi yang luas dan mendalam.8
Sebagaimana contoh QS Abasaa (80): 24 Allah berfirman:
‫فَ ْليَ ْنظُ ِر اإْل ِ ْن َسانُ إِلَى طَ َعا ِم ِه‬
Artinya: Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Dengan perintah yang sangat singkat ini, manusia dapat menentukan objek ilmu
untuk dipelajari yang tiada akhirnya. Dalam konteks ini untuk memahami nilai-nilai
kewahyuan, ummat Islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Karena
realitasnya saat ini, ilmu pengetahuanlah yang amat berperan dalam menentukan
tingkat kemajuan ummat manusia. Dengan demikian dapat dipahami untuk
mengulang kembali kesuksesan yang pernah diraih di masa silam, Islamisasi Ilmu
Pengetahuan harus tetap digalakkan.
2. Epistemologis
Epistemologi adalah ilmu yang membahas apa pengetahuan itu dan bagaimana cara
memperolehnya. Sehingga dapat dipahami bahwa epistemology mempersoalkan
metodologi penerapan ilmu pengetahuan, dalam hal ini proses Islamisasi Ilmu
Pengetahuan.
Al-Qur’an merupakan kitab yang sangat sempurna dalam menjelaskan metode
pengembangan ilmu. Misalnya perlu mengingat dan menghafal tersirat dalam QS al-
Baqarah (2) : 31

َ ‫ضهُ ْم َعلَى ْال َماَل ئِ َك ِة فَقَا َل أَ ْنبِئُونِي بِأ َ ْس َما ِء َهؤُاَل ِء إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬
َ‫صا ِدقِين‬ َ ‫ء ُكلَّهَا ثُ َّم َع َر‬€َ ‫َو َعلَّ َم آ َد َم اأْل َ ْس َما‬

8
Marwah Daud Ibrahim, “Etika, Strategi Ilmu dan Teknologi Masa Depan” (ed.) Moeflich Hasbullah, Gagasan
dan Perdebatan Islamisdasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000), h. 100-101.

6
Artinya: Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-
orang yang benar.

Di samping perlu mengingat dan menghafal di atas, diperlukan juga metode


observasi, eksperimen, demonstrative dan metode intuitif. 9 Hal ini misalnya ketika
Allah Swt memperlihatkan kepada Qabil dengan mengirimkan burung gagak
menggali tanah untuk menguburkan burung yang mati. Dalam pengembangan ilmu
dan teknologi, observasi dan meniru kerja ciptaan-Nya merupakan yang lazim
misalnya meniru konsep fungsi sayap dan ekor dalam pesawat terbang.
3. Aksiologis
Istilah Islamisasi Ilmu Pengetahuan sering dipandang sekelompok pemikir hanya
sebagai proses penerapan etika Islam dalam pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
kriteria suatu jenis ilmu pengetahuan yang akan dikembangkan. Konsekuensi dari
epistemology Islamisasi Ilmu Pengetahuan, maka aksiologinya yaitu mengandung
nilai rohaniah atau moral yang bersumber dari agama (Islam) sifatnya adalah
absolute dan kebenarannya bersifat permanen. Hal ini karena bersumber dari Dzat
yang absolute (mutlak) yaitu Allah Swt.
Telaah aksiologi sasarannya adalah manfaat dari hasil kajian yang dijadikan bahasan
materi, dengan artian bahwa aksiologidiartikan nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. 10Dalam hubungannya dengan Islamisasi
Ilmu Pengetahuan, dapat dikatakan bahwa dengan Islamisasi dapat diketahui dengan
jelas kalau Islam bukan hanya mengatur segi-segi ritualitas dalam arti shalat, puasa,
zakat dan haji saja, melainkan sebuah ajaran yang mengintegrasikan segi-segi
kehidupan duniawi termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi.
Selain beberapa hal di atas, juga muncul para filosof dan cendikiawan muslim tidak
lain oleh karena mereka bukan hanya menguasai ilmu-ilmu Islam saja tetapi juga
menguasai ilmu-ilmu yang datang dari Barat. Dengan ilmu, mereka dapat

9
Mulyadi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam, (Cet.I;Bandung: Mizan,
2003), h. 52.
10
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h,533.

7
mempelajari gejala alam dan menciptakan peralatan untuk mengontrol gejala-gejala
alam sesuai dengan hukumnya.

C. Tantangan Ilmu-ilmu Islam di Tengah Perkembangan Ilmu Pengetahuan Moderen


Ketergantungan ummat Islam dalam pendidikan, disadari sebagai faktor terpenting
dalam membina ummat hampir tidak dapat dihindari dari pengaruh Barat.Ujung-
ujungnya krisis identitas pun tidak terhindarkan oleh ummat Islam. Menurut AM.
Syaefuddinj, ketidak berdayaan ummat Islam itu membuatnya bersifat ntaqiyyah.
Artinya kaum muslimin telah menyembunyikan identitas Islamnya, karena rasa takut
dan malu. 11
Melemahnya orientasi social ummat Islam ini secara tidak sadar telah memilah-
milah pengertian Islam yang kaffah ke dalam pengertian parsial dalam hakikat hidup
bermasyarakat. Islam hanya dipandang dari arti ritual semata, sementara urusan lain
banyak didomionasi dan dikendalikan oleh konsep-konsep Barat. Akibatnya, ummat
Islam lebih mengenal budaya Barat dari pada budayanya sendiri.
Beberapa faktor yang menjadi tantangan ilmu- ilmu keIslaman di tengah
perkembangan sains modern, di antaranya:
1. Ambivalensi Teknologi.
Teknologi bagaimanapun bentuknya akan selalu bersifat ambivalen, yaitu ada untung
ruginya.yang dalam bahasa Fiqhinya disebut manfaat dan mudharat bagi manusia
dan alam lingkungannya. 12Dalam lingkungan hidup misalnya dengan muncul istilah
pengikisan lapisan ozon, radiasi nuklir, limbah industry, rekayasa genetika dan
lainnya. Hal ini penting mengingat teknologi pada kenyataannya merupakan alat
bagi manusia, sementara dalam kehidupan manusia memiliki tujuan dan cara
pencapaiaan yang tentunya harus mengandung nilai agama. Oleh karena itu, seorang
ilmuan Muslimharus menyadari ia harus memulai sesuatu, kemanapun ia beranjak, ia
harus melangkah dari tradisi ke-Islaman yang merupakan identitasnya.

2. Di kalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka dari pada
studi atas realitas sosio-kultur.

11
AM. Syaefuddin, Desekularisasi Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1991), h. 97.
12
Dr. Ahmad Karim, al-Gazwu al-Fikr, (Kairo: al-Azhar, 1414 H), h. 35.

8
Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya literature-literatur tentang ilmu-ilmu
empiris Islam seperti Sosiologi Islam, Antropologi Islam, Psikologi Islam, ekonomi
Islam dan sebagainya. Hal ini sangat berbeda dengan tokoh ilmuan Muslim di abad
renaisans Islam, di mana hasil karyanya dijadikan sumber rujukan dalam studi
pustaka. Ini dapat dilihat dari karya Ibn Ya’qub an-Nadim yang berisi tentang
ensiklopedia (al-Fihrist), bidang Astronomi oleh Mahani, bidang Zologi oleh ad-
Dinawari dan lain sebagainya.13
3. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normative, eksistensi
dan struktur keilmuan Islam.
Sebagai misal dalam mensikapi problematika tantangan modernisasi yang ditandai
oleh pesatnya perkembangan industrialisasi, transformasi, canggihnya alat-alat
informasi, dan kuatnya paham rasionalisme yang apabila dihadapkan kepada agama,
di kalangan muslim belum mampu menyelesaikan dengan cara dialektis tetapi masih
bersifat normative. Dan para peneliti Muslim masih kurang siap menghadapi atau
menolak gagasan-gagasan asing, karena tidak adanya persiapan secara memadai
untuk melawan mereka melalui telaah mendalam dan penolakan terhadap promis-
promis palsu. Akibat yang ditimbulkan tentang posisi nilai normatif, eksistensi dan
struktur keilmuan Islam menjadi tidak jelas. Ada yang datang dari Barat, seperti
westernisasi, rasionalisme, sekularisme, gagasan filsafat Barat dan semua yang
berbau ke Barat-Baratan semua ditolak bahkan dikafirkannya.14
Adapun upaya untuk mengatasi hal tersebut di atas, Ismail Razi al-faruqi melakukan
langkah-langkah berikut:
1. Memadukan system pendidikan Islam, dikotomi pendidikan umum dan
islam harus dihilangkan.
2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui
dua tahap, yaitu mewajibkan bidang studi sejarah Peradaban Islam dan Islamisasi
Ilmu Pengetahuan.

13
Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to
Medieval Muslim Education, diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Kontribusi Islam atas
dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h.
213-217.
14
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman (Cet.
VI; Bandung: Mizan, 1996), h. 38.

9
3. Untuk mengatasi persoalan metodologi, ditempuh langkah-langkah berupa
penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam.
4. Menyusun langkah kerja sebagai berikut:
a. Menguasai disiplin modern.
b. Menguasai warisan khasanah Islam.
c. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau wilayah
penelitian pengetahuan modern.
d. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara warisan
Islam dengan pengetahuan modern.
e. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu sunnatullah.15
Sementara al-Attas menguraikan bahwa semua ilmu pengetahuan masa kini, secara
keseluruhan dibangun, ditafsirkan dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi
intelektual dan persepsi psikologi dari kebudayaan dan peradaban Barat yang saling
berkaitan. Kelima prinsip itu adalah:
a. Mengandalkan akal semata untuk membimbing manusia mengarungi
kehidupan.
b. Mengikuti dengan setia validitas pandangan dualistis mengenai realitas dan
kebenaran.
c. Membenarkan aspek temporal untuk memproyeksi sesuatu pandangan dunia
sekuler.
d. Pembelaan terhadap doktrin humanism.
e. Peniruan terhadap drama dan tragedy yang dianggap sebagai realitas universal
dalam kehidupan spiritual, atau transedental atau kehidupan batin manusia.16
Kelima hal tersebut di atas, merupakan prinsip-prinsip utama dalam pengembangan
keilmuan Barat, yang dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan harus
dihindari oleh ummat Islam.
Demikianlah pembahasan tentang Islamiasasi Ilmu pengetahuan serta berbagai
tantangannya, yang pada intinya bertujuan untuk memperoleh kesepakatan baru bagi
ummat Islam dalam berbagai bidang keilmuan yang sesuai dan metode ilmiah tidak
bertentangan dengan norma-norma Islam. Di samping itu, Islamisasi Ilmu
pengetahuan juga bertujuan untuk meluruskan pandangan hidup modern Barat
15
Juhaya S. Praja, op. cit, h. 72-73.
16
Moh. Suef, op. cit, h. 8.

10
sekuler yang ingin memisahkan antara urusan dunia dan akhirat, terutama dalam
masalah keilmuan. Islamisasi ilomu merupakan mega proyek yang belum usai dan
perlu untuk diteruskan oleh ummat Islam dari generasi-ke generasi untuk menjawab
krisis epistimologis yang melanda dunia saat ini.

11
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Cet. IX; Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 405-406.
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Cet. I; Jakarta: CRSD Press, 2005), h. 124.
M. Dawan Raharjo, Strategi Islamisasi Pengetahuan, (ed.) Moeflich Hasbullah, Gagasan dan
Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka Cidesendo,2000), h. xii.
Muhammad Ismail, Tiga Fase Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer,(www.
Hidayatullah.com, 06 Desember 2009), h. 1.
Moh. Suef, Islamisasi Ilmu: Sejarah, Dasar, Pola dan Strategi, (Ululalbab.com, 07 Mei
2009), h. 2.
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Cet; XXVI: Jakarta: PT
Gramedia, 2005), h. 332.
Moh. Suef, op. cit, h.5.
Marwah Daud Ibrahim, “Etika, Strategi Ilmu dan Teknologi Masa Depan” (ed.) Moeflich
Hasbullah, Gagasan dan Perdebatan Islamisdasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Pustaka
Cidesendo,2000), h. 100-101.
Mulyadi Kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam,
(Cet.I;Bandung: Mizan, 2003), h. 52.
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet.II; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h,533.
AM. Syaefuddin, Desekularisasi Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1991), h. 97.
Dr. Ahmad Karim, al-Gazwu al-Fikr, (Kairo: al-Azhar, 1414 H), h. 35.
Mehdi Nakosteen, History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an
Introduction to Medieval Muslim Education, diterjemahkan Joko S. Kahhar dan Supriyanto
Abdullah, Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan
Islam (Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 213-217.
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlur
Rahman (Cet. VI; Bandung: Mizan, 1996), h. 38.
Juhaya S. Praja, op. cit, h. 72-73.
Moh. Suef, op. cit, h. 8.

12
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah di atas, maka penulis dapat menyimpulkan
sebagai berikut:
1. Bahwa proses Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya telah berlangsung
sejak permulaan Islam yaitu pada Rasulullah sampai sekarang. Adapun orang yang
diangap sebagai pencetus Islamisasi Ilmi Pengetahuan adalah Syeikh Naquib al-
Attas dan Ismail Raji al-Faruqi.
Telaah Islamisasi Ilmu Pengetahuan dapat dilihat dari segi:
a. Ontologi, yaitu Islamisasi Ilmu Penegtahuan merupakan upaya pembebasan
ilmu pengetahuan dari makna, idiologi dan prinsip-prinsip sekuler sehingga
terbentuk ilmu pengetahuan baru yang sesuai dengan fitrah Islam.
b. Epistemologi, yaitu Islamisasi Ilmu Pengetahuan disusun dengan menggunakan
kajian ijtihadiyah dengan langkah-langkah yang telah teruji seperti mengingat,
menghafal, observasi, eksperimen, demonstrative, metode intuitif, mengkaji,
imajinasi, analisa dan sintesa serta adanya ilham.
c. Aksiologi, yaitu Islamisasi Ilmu Pengetahuan mengandung makna nilai
rohaniah atau moral yang bersumber dari agama Islam untuk mencapai ridha Allah
Swt serta untuk membantu tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
3. Beberapa faktor yang menjadi tantangan ilmu- ilmu keIslaman di tengah
perkembangan sains modern, di antaranya:
a. Ambivalensi Teknologi.
b. Di kalangan Islam masih banyak yang menekankan studi pustaka dari pada
studi atas realitas sosio-kultur.
c. Belum adanya paradigma yang jelas tentang posisi nilai normative, eksistensi
dan struktur keilmuan Islam.

14
15

Anda mungkin juga menyukai