ABSTRAK
Sistem ekonomi syariah hadir dengan mengedepankan prinsip Islam yang segala jenis
aturan dan praktiknya terikat dengan hukum-hukum syariah. Dengan hadirnya lembaga
keuangan syariah (bank dan non-bank), lembaga tersebut memiliki tugas untuk menjadi
role model dalam membentuk sistem perekonomian syariah yang memiliki nilai lebih dan
mampu bersaing dengan sistem perekonomian konvensional. Untuk membedakan
ekonomi syariah dengan ekonomi konvensional, diperlukan penjelasan dan pemahaman
tentang hakikat ekonomi tersebut melalui landasan, pengertian, dan tujuan dari ekonomi
syariah. Tidak hanya sebagai ilmu ekonomi secara praktis, ekonomi syariah secara
moral juga memiliki sumber dan norma yang berdimensi keagamaan dalam pengelolaan
berbagai transaksi, sumber daya, maupun distribusi penghasilan diantara masyarakat
yang tercermin dalam produk-produk ekonomi yang dijalankan melalui lembaga
syariah.
Kata kunci: ekonomi, syariah, hakikat, norma, lembaga keuangan syariah
A. PENDAHULUAN
Mengutip dari pendapat Sayyid Qutub mengenai sistem perekonomian yang
berkembang di dunia barat (Amerika Serikat);
this country of mass production, immense wealth and easy pleasures. I
have seen them [Americans] a helpless prey in the clutches of nervous
diseases in spite of all their grand appearances . . . They are like
machines swirling round madly, aimlessly into the unknown . . . That
they produce a lot there is no doubt. But to what aim is this mad rush?
For the mere aim of gaining and production. The human element has no
place if their life is neglected . . . Their life is an everlasting windmill
which grinds all in its way: men, things, places and time . . . What is the
medicine to all this imbroglio? A peaceful heart, a serene soul, the
pleasure which follows strenuous work, the relation of affection between
men, the cooperation of friends. 2
Sayyid Qutub berpendapat bahwa pada sistem perekonomian negara tersebut, para
pelaku industri berlomba untuk mengumpulkan aset dan melahirkan hasil produksi
sebanyak-banyaknya. Masyarakat mulai bergerak secara sporadis untuk memenuhi
1
Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, 2015.
2
Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 48.
kebutuhan hidup individu masing-masing yang kemudian mengakibatkan terjadinya
suatu kekacauan moral akibat dari pemenuhan hajat hidupnya masing-masing. Harta dan
kekayaan tidak lagi menjadi sumber kedamaian, melainkan berbalik menjadi sumber
penyakit moral yang perlu untuk ditanggulangi.
Gambaran perilaku masyarakat diatas adalah merupakan fenomena yang
terdapat pada masyarakat dunia Barat yang menerapkan sistem ekonomi
konvensional, lebih detailnya ialah sistem ekonomi kapitalis. Suatu sistem
ekonomi yang secara teoritis dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
masyarakat, tetapi pada fakta yang terjadi di lapangan bermunculan dampak buruk
dari sistem tersebut.
Sedangkan pada konsep syariah, harta dan kekayaan dipandang bukanlah
sebagai suatu tujuan dari upaya aktifitas kehidupan manusia (tasharruf),
melainkan sebagai suatu bentuk titipan dari Tuhan, dan manusia hanya
bertanggung jawab dalam pengelolaan segala bentuk sumber daya (asset) dan
keuntungan (profit) dalam rangka beribadah dan menjalankan syariah secara
menyeluruh pada sendi-sendi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, Islam memandang kekayaan tidak hanya sebagai
pemenuhan kebutuhan manusia secara individu semata, melainkan juga
mengharuskan adanya distribusi pendapatan secara adil bagi setiap orang sebagai
bentuk tanggung jawab moral antara sesama manusia.
Berbeda dengan paradigma ekonomi kapitalis dan sosialis, kemunculan
ekonomi Syariah seolah tampak sebagai suatu bentuk kombinasi yang
menggabungkan keunggulan antara ekonomi kapitalis dan sosialis lalu
menghindarkan sisi negatif yang ditimbulkan dari kedua sistem ekonomi tersebut.
Ekonomi Syariah seolah muncul sebagai sistem ekonomi hybrid, yang memiliki
dimensi tersendiri yang tidak dimiliki oleh ekonomi kapitalis maupun ekonomi
sosialis, yaitu dimensi ketuhanan. Dimana setiap aktivitas perekonomian
senantiasa dikaitkan dengan aspek-aspek keimanan dan ketakwaan yang
bersumber dari wahyu Tuhan.
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat ekonomi syariah (landasan, pengertian dan tujuan)
2
Sebagai upaya dalam mengungkap hakikat dari ekonomi syariah, maka dilakukan
pendekatan dengan cara menelaah landasan, pengertian dan tujuan dari ekonomi syariah.
3
Ahmad, Hadrat Mirza Bashiruddin Mahmu. 2013. The Economic System of Islam. Islamabad: Islam
International Publication Ltd, Raqeem Press, hal 77.
3
.
4
Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing, Inc, hal 81.
4
syariah merupakan pembahasan kaitan antara aturan-aturan dalam aktivitas pemenuhan
kebutuhan manusia dengan aturan yang bersumber dari wahyu Ilahi.
Pengertian dari ekonomi syariah akan membantu dalam memahami hakikat dari
ekonomi syariah. Mengutip dari pemikiran Taqiyudin Al-Nabhani, bahwa ilmu ekonomi
Syariah dibagi kedalam dua buah bagian5. Bagian pertama ialah bagian keilmuan yang
mempelajari tentang konsep-konsep Islam secara komprehensif yang berkaitan dengan
kepemilikan dan harta dalam kegiatan produksi barang dan jasa. Bagian ini merupakan
bagian yang universal yang diperoleh melalui pengalaman dan fakta empirik yang dapat
digeneralisasi, yaitu bagian yang tidak selalu memiliki dasar aturan yang berasal dari
wahyu Ilahi, namun dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan aturan yang
terdapat dalam sumber hukum Islam dan dapat diimplementasikan sebagai produk
ekonomi. Bagian ini disebut sebagai ilmu ekonomi Syariah (al-‘ilmu al-iqtishādi fi al-
islām).
Sedangkan bagian yang kedua ialah keilmuan yang mempelajari tentang hukum-
hukum syariah yang berlaku dalam masyarakat selama proses interaksi dalam perkara
kepemilikan dan harta benda. Bagian ini merupakan bagian yang terikat dengan nilai
karena diperoleh dari sumber nilai Islam, yang diperoleh dari metode deduksi hukum
syariah sebagai hukum ekonomi. Bagian ini disebut sebagai sistem ekonomi Syariah (an-
nizhām al-iqtishādi fi al-Islām)
Guna pemahaman lebih mendalam tentang pengertian ekonomi syariah, berikut
ini akan disertakan beberapa definisi ekonomi dalam Islam menurut berbagai sumber6:
1. S.M. Hasanuzzaman, “ilmu ekonomi Syariah adalah pengetahuan dan aplikasi
ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam
pencarian dan eksplorasi berbagai macam sumber daya, untuk memberikan kepuasan
(satisfaction) lahir dan batin bagi manusia serta memungkinkan mereka
melaksanakan seluruh kewajiban mereka terhadap Sang Kholiq dan masyarakat
(Rahardjo, 1999: 10).”
2. M.A. Mannan, “ilmu ekonomi Syariah adalah suatu ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari permasalahan ekonomi dari orang-orang yang memiliki nilai-nilai
Islam. (Mannan, 1993: 19)”
5
Adinugraha, Hendri Hermawan. 2013. Norma Dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Syariah, dalam Jurnal
Media Ekonomi & Teknologi Informasi Vol. 2 No.1, hal 56.
6
Ibid, hal 50.
5
3. Khursid Ahmad, “ilmu ekonomi Syariah adalah suatu upaya sistematis untuk
mencoba memahami permasalahan ekonomi dan perilaku manusia dalam
hubungannya dengan permasalahan tersebut dari sudut pandang Islam (Chapra,
2001: 121).”
4. M.N. Siddiqi, “ilmu ekonomi Syariah merupakan respon para pemikir muslim
terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa hidup mereka. Yang sumber
utamanya al-Qur’an dan as-Sunnah maupun akal dan pengalaman (Chapra, 2001:
121).”
5. M. Akram Khan, “ilmu ekonomi Syariah bertujuan mempelajari kesejahteraan
manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber daya bumi atas
dasar kerjasama dan partisipasi (Chapra, 2001: 121).”
6. Louis Cantori, “ilmu ekonomi Syariah tidak lain merupakan upaya untuk
merumuskan ilmu ekonomi yang berorientasi manusia dan berorientasi masyarakat
yang menolak ekses individualisme dalam ilmu ekonomi klasik (Chapra, 2001:
121).”
7. Munawar Iqbal, “ekonomi Syariah adalah sebuah disiplin ilmu yang menjadi cabang
dari syariat Islam. Dalam perspektif Islam, wahyu dipandang sebagai sumber utama
IPTEK (mamba’ul’ilmi). Kemudian al-Qur’an dan al-hadits dijadikan sebagai
sumber rujukan untuk menilai teori-teori baru berdasarkan doktrin-doktrin ekonomi
Syariah (Sudarsono, 2002: 12).”
Dari beberapa pengertian dan gagasan yang disebutkan oleh beberapa sumber
tersebut, masih banyak definisi lainnya yang dipaparkan oleh para pemikir dan ulama
muslim. Meskipun demikian, dari beberapa definisi yang sudah disebutkan, definisi-
definisi tersebut dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk menemukan hakikat dari
pengertian ekonomi Syariah itu sendiri. Dari definisi-definisi yang diungkapkan diatas,
dapat ditarik gagasan umum mengenai pengertian ekonomi syariah dengan ciri khas
tersendiri berupa tata-cara pemenuhan kebutuhan, tujuan dari pemenuhan kebutuhan, dan
aturan dalam pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan syariah.
6
c. Tujuan ekonomi syariah
Masyarakat hidup terdiri dari kumpulan individu yang saling bekerjasama.
Manusia senantiasa dan harus hidup berdampingan dengan manusia yang lainnya. Hal ini
disebabkan manusia tidak dapat mencukupi segala macam kebutuhan yang kompleks
dengan usaha sendiri, melainkan juga membutuhkan campur tangan orang lain dalam
memenuhi hajat hidupnya7. Sehingga upaya-upaya pemenuhan hajat tersebut menjadi
motif ekonomi yang mendasari berbagai perubahan perilaku pada masyarakat.
Tujuan dari pemenuhan hajat hidup manusia ialah untuk mencapai kebahagiaan
(Al Farabi)8, namun guna menjamin tercapainya kebahagiaan masing-masing individu
tanpa memberikan gangguan bagi individu yang lain, perlu adanya suatu tatanan
masyarakat. Tatanan masyarakat tersebut harus sesuai dan berasal dari aturan Prima
Causa yang dianggap sebagai sumber asal dari seluruh alam semesta beserta segala
hukum yang terdapat didalamnya. Sebagaimana alam semesta diatur secara hirarkis oleh
Prima Causa, maka masyarakat pun membutuhkan pengaturan yang sejenis, mengangkat
orang-orang berdasarkan posisi mereka dalam masyarakat.
Dalam pandangan dunia Islam, kebahagiaan hidup yang hendaknya dicapai oleh
manusia ialah kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Motif ekonomi yang digunakan
dalam ekonomi Syariah juga merupakan tatanan guna meraih kebahagiaan di dunia dan
akhirat. Oleh karena itu, dalam pelaksanaanya sistem ekonomi Syariah senantiasa
berlandaskan wahyu dan memiliki keterkaitan dengan hukum-hukum fiqh. Sistem
ekonomi yang dikembangkan oleh para filsuf muslim juga merupakan penjabaran dari
ilmu fiqh yang berkaitan dalam muamalah.
Berbeda dengan ilmu ekonomi konvensional yang berdasar pada tindakan
individu dengan rasionalitas yang bertujuan untuk mencapai kepuasan atau keuntungan,
ilmu ekonomi Syariah mendasarkan tindakan individu sebagai bentuk ibadah, hubungan
vertikal antara manusia dengan Sang Pencipta sebagai bentuk ketakwaan terhadap ajaran-
ajaran religius. Dalam agama Islam, ajaran yang terkandung dalam ilmu ekonomi harus
berdasarkan nilai tauhid, khilafah, dan keadilan yang dianggap sebagai nilai-nilai Islam.
7
Poli, W.I.M. 2010. Tonggak-Tonggak Sejarah Pemikiran Ekonomi. Surabaya: Brilian Internasional, hal
19.
8
Ibid.
7
Oleh Sardar, ketiga nilai tersebut didefinisikan sebagai paradigma dasar pembentuk
kerangka epistemologi nilai sains Islam9.
Dalam Economic System of Islam karangan Hadrat Mirza, sistem ekonomi
Syariah cenderung didefinisikan sebagai suatu upaya dalam pemenuhan keadilan. Dalam
konteks ekonomi, keadilan tersebut ialah pemerataan aset dan sumber daya yang ada, baik
dalam bentuk pendapatan maupun konsumsi.
Berdasarkan beberapa pendapat, ada yang beranggapan bahwa ekonomi Syariah
muncul sebagai reaksi atas sistem ekonomi konvensional yang merajalela di berbagai
negara Islam. Adapula yang berpendapat bahwa ekonomi Syariah merupakan suatu
produk pemikiran dari para cendekiawan dan pemikir muslim yang merumuskan tentang
tata cara ber-muamalah pada bidang ekonomi sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan
pada pandangan sejarah, ekonomi Syariah merupakan sebuah efek samping daripada
upaya para filsuf, fuqaha, dan ulama yang berupaya memberi kontribusi pemikiran dalam
mengatur tatanan masyarakat dari segi pemerintahan, sosial dan etika yang berlandaskan
dengan tuntunan syariah10. Yang dikehendaki dari tatanan tersebut ialah agar terwujudnya
pemenuhan keadilan antar anggota masyarakat secara utuh baik itu hak maupun
kewajiban sesuai dengan ajaran Islam.
Sistem ekonomi Syariah bukanlah benar-benar murni muncul sebagai sistem yang
bertujuan mengatur pengelolaan harta semata, melainkan juga sebagai suatu sistem yang
mengatur hubungan sosial antar individu dalam upaya pemenuhan hajat hidupnya.
…that property must be used for a higher end, suchas the sustenance and
support of those in a less fortunate position than yourself; the idea of mutual
social responsibility which ensures the ‘integration of the individual into a
truly Islamic society11.
9
Athoillah, Anton dan Bambang Q Anees. 2013. Filsafat Ekonomi Syariah. Bandung : Sahifa, hal 237.
10
El-Ashker, Ahmed and Rodney Wilson. 2006. Islamic Eceonomics: A Short History. Netherland: Brill,
hal 134.
11
Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 125.
8
pemilik harta itu secara pribadi, tapi juga untuk mengamankan stabilitas dan integritas
sosial dalam masyarakat. Itulah sebabnya harta tidak hanya dipandang sebagai objek
pemenuhan kebutuhan, skala pengukur kepuasan dan kebahagiaan. Harta juga dipandang
sebagai subjek dalam menentukan hubungan sosial yang penuh rasa tanggung jawab.
Lebih lanjutnya, konsep ini dianggap sebagai bentuk social security system. Konsep
tersebut digunakan dalam ekonomi syariah dengan tujuan menjamin kesejahteraan
masyarakat melalui rasa tanggung jawab dan keseimbangan sosial (social balance)12.
2. Sumber dan norma pada lembaga keuangan syariah (bank & non bank)
The basic principles of the law are laid down in the four root transactions of
(1) sales (bay), transfer of the ownership or corpus of property for a
consideration; (2) hire (ijâra), transfer of the usufruct (right to use) of
property for a consideration; (3) gift (hiba), gratuitous transfer of the corpus
of property; and (4) loan (ariyah), gratuitous transfer of the usufruct of
property. These basic principles are then applied to the various specific
transactions of, for example, pledge, deposit, guarantee, agency, assignment,
land tenancy, waqf foundations (religious or charitable bodies) and
12
As-Shadr, Muhammad Baqir. 1982 Iqtishaduna (Our Economics). Teheran: World Organization for
Islamic Service. Jilid II, hal 70.
13
Sramek, Ondrej. 2009. Islamic Economics: New Economic Paradigm, or Political Agenda?. Jurnal
dalam New Perspective on Political Economy Vol 5, Pp 137-167.
9
partnerships, which play an important role in Islamic financing and form the
backbone of Islamic banking practices14.
14
Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing, Inc, hal 38.
15
El-Ashker, Ahmed and Rodney Wilson. 2006. Islamic Eceonomics: A Short History. Netherland:
Brill,hal 32.
10
As a rule, the definition of ‘Islamic economics’ begins with the assertion of
the sources from which the principles and the particulars of the doctrine are
to be derived: the Qur’an, the sunnah and interpretative reason (al-ijtihad bi-
l-ra’i), found in both the legacy of the jurists and in the efforts of those
engaged in thinking this through in the present. These are to be used, in
conjunction with the example of the companions of the Prophet, the rightly
guided Caliphs and the authoritative interpretations of the jurists, to establish
the means by which these principles are to be realised. As in other fields of
Islamic knowledge and prescription, various writers differ about the degree
of latitude allowed to reasoned interpretation through ijtihad, as well as about
the selection of jurists to be cited as authoritative sources for understanding
the rules of an Islamic economy.16
16
Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press, hal 111.
11
Perkembangan keilmuan Islam memungkinkan terjadinya ekspansi terhadap hal-
hal baru yang perlu disesuaikan seiring dengan perkembangan zaman, tempat dan
kebutuhan masyarakat selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran yang
terdapat pada sumber hukum Islam. Begitu pula dalam perkembangan ekonomi Syariah
yang bersumber dari dasar hukum Islam, ilmu dan aplikasi dalam ekonomi syariah dapat
berkembang menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan mampu beradaptasi
dengan sistem ekonomi yang sudah ada dalam masyarakat dan kemudian diadopsi
menjadi suatu sistem ekonomi yang berlandaskan syariah.
17
http://www.artikelsiana.com/2015/07/norma-pengertian-macam-macam-contoh-contohnya.html#_
18
https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_(sosiologi)
19
Syafaruddin Alwi. ”Islamic Economic Thinking”. makalah disampaikan pada Perkuliah Mata Kuliah
Filsafat Ekonomi Syariah. Yogyakarta, 29 Mei 2011
12
segala bentuk aplikasi dari ekonomi syariah. Menurut Adiwarman Karim, nilai-nilai
dalam Ekonomi Syariah haruslah memiliki nilai Iman dan Islam. Menurut Lewis, norma
pada sistem ekonomi Syariah yang tidak bisa dilepaskan dari lembaga keuangan syariah
ialah sebagai berikut20:
Dalam sistem ekonomi Syariah, terdapat satu aspek yang masih sangat
kontroversial bertentangan dengan sudut pandang barat. Aspek tersebut adalah
pelarangan riba (bunga). Pembayaran dan penggunaan riba yang berlaku dalam sistem
perbankan konvensional sudah jelas larangannya. Hal ini jelas tercantum dalam Quran.
2) Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal, berizin)
Aktivitas finansial syariah memiliki aturan yang ketat. Oleh sebab itu, bank
syariah tidak dapat melalukan transaksi yang diharamkan dalam Islam (seperti, penjualan
minuman beralkohol, daging babi, dll). Secara lebih lanjut, dalam memenuhi kebutuhan
umat islam, lembaga keuangan dituntut untuk memprioritaskan produksi kebutuhan
pokok kelompok Islam pada umumnya. Sebagaimana juga dalam tuntunan syariah,
semisal berpartisipasi dalam produksi dan pemasaran barang mewah merupakan hal yang
kurang diterima dalam pandangan agama ketika kelompok muslim dalam keadaan serba
kekurangan kebutuhan pokok (sandang, pangan, dan papan, kesehatan dan pendidikan).
3) Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi
atau analisa yang tidak tentu)
Larangan dalam mengadu keuntungan secara eksplisit tercantum dalam Quran
(Al-Maidah:90-91). Dalam ayat tersebut digunakan istilah maysir yang berarti permainan
berbahaya, berasal dari kata yusr, bermakna bahwa pelaku maysir berpacu untuk
mendapatkan harta tanpa upaya kerja keras, dan istilah tersebut berlaku pada setiap
praktik judi (gambling). Perjudian dalam segala bentuknya merupakan hal yang terlarang
dalam hukum Islam. Secara eksplisit, hukum Islam juga melarang segala jenis aktivitas
ekonomi yang mengandung elemen gambling tersebut. Memperkaya diri melalui judi dan
mengadu nasib merupkan hal terlarang berdasarkan syariah.
20
Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing, Inc, hal 38.
13
Elemen lain yang dihindari dalam Islam ialah segala jenis transaksi yang
melibatkan unsur spekulasi (gharar). Hukum riba dan maysir tercantum/diatur dalam
Quran, sedangkan larangan gharar tercantum dalam Hadist. Dalam istilah
perdagangan/jual beli, gharar adalah kegiatan transaksi berupa tindakan spekulasi yang
sangat beresiko, meskipun unsur keragu-raguan dapat diperbolehkan pada kondisi
darurat. Dalam konteks umum, pengambilan keputusan dengan mengabaikan aturan-
aturan hukum dasar yang berkaitan dengan pertimbangan suatu objek sama saja turut serta
dalam mengambil resiko ketidakpastian. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang diterima dan
serupa dengan spekulasi karena ketidakpastian. Transaksi spekulatif seperti inilah yang
pada dasarnya dilarang.
5) Segala aktivitas harus sesuai dengan prinsip agama Islam, dengan Dewan Syariah
khusus sebagai supervisor atau penasehat terhadap kelayakan bentuk
transaksi/produk ekonomi.
Dalam rangka mengawasi kinerja dan aktivitas bank syariah agar tidak
bertentangan dengan nlai-nilai Islam, maka bank syariah perlu membentuk dewan
pengawas syariah. Dewan ini terdiri dari para ahli di bidang hukum Islam yang bertindak
sebagai auditor syariah dan penasihat lembaga keuangan. Dewan tersebut berperan serta
dalam menata kontrak/aturan baru, mengaudit aturan yang telah ada, dan menyetujui
pengembangan produk yang baru. Dewan syariah juga mengawasi pengumpulan dan
penyaluran zakat.
14
C. KESIMPULAN
Sistem ekonomi syariah merupakan suatu kegiatan yang mengatur hubungan antar
masyarakat dalam upaya pemenuhan hajat hidupnya dan pengaturan harta benda maupun
kepemilikan barang demi mencapai kebagaiaan dunia dan akhirat dengan tata cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Landasan ekonomi syariah ialah produk pemikiran
dari hukum-hukum fiqh yang berkaitan dengan muamalah. Dengan tujuan untuk
terciptanya keadilan dan pemerataan kesejahteraan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat
sesuai dengan kemampuan dan proporsi masing-masing individu.
Sumber dan norma ekonomi syariah yang berlaku pada lembaga keuangan Islam
(bank dan non-bank) merupakan suatu aturan etik yang mengatur pelaksanaan praktik
transaksi maupun produk ekonomi yang terdapat pada lembaga keuangan Islam. Sumber
tersebut merupakan sumber yang sama sebagaimana yang sudah terdapat pada sumber-
sumber syariah, dan norma yang harus terwujud sebagai cerminan nilai-nilai ekonomi
Islam pada lembaga keuangan syariah adalah:
a. Pelarangan unsur Riba dalam segala bentuk transaksi
b. Bisnis dan investasi ditangani berdasarkan pada kegiatan yang halal (legal,
berizin)
c. Menghindari maysir (gambling) dan harus terbebas dari unsur gharar (spekulasi
atau analisa yang tidak tentu)
d. Zakat harus disalurkan oleh lembaga keuangan sebagai social benefit
e. Terdapat Dewan Syariah tertentu sebagai supervisor atau penasehat terhadap
kelayakan bentuk transaksi ataupun produk ekonomi
15
DAFTAR PUSTAKA
Adinugraha, Hendri Hermawan. 2013. Norma Dan Nilai Dalam Ilmu Ekonomi Syariah,
dalam Jurnal Media Ekonomi & Teknologi Informasi Vol. 2 No.1.
Ahmad, Hadrat Mirza Bashiruddin Mahmu. 2013. The Economic System of Islam.
Islamabad: Islam International Publication Ltd, Raqeem Press.
Alwi, Syafaruddin. 2011. ”Islamic Economic Thinking”. makalah disampaikan pada
Perkuliah Mata Kuliah Filsafat Ekonomi Syariah. Yogyakarta, 29 Mei 2011
As-Shadr, Muhammad Baqir. 1982. Iqtishaduna (Our Economics). Teheran: World
Organization for Islamic Service.
Athoillah, Anton dan Bambang Q Anees. 2013. Filsafat Ekonomi Syariah. Bandung :
Sahifa.
El-Ashker, Ahmed and Rodney Wilson. 2006. Islamic Eceonomics: A Short History.
Netherland: Brill.
http://www.artikelsiana.com/2015/07/norma-pengertian-macam-macam-contoh-
contohnya.html#_ diakses pada 1 Oktober 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Norma_(sosiologi) diakses pada 1 Oktober 2015.
Lewis, Mervyn K. 2007. Handbook of Islamic Banking. USA. Edward Elgar Publishing,
Inc.
Poli, W.I.M. 2010. Tonggak-Tonggak Sejarah Pemikiran Ekonomi. Surabaya: Brilian
Internasional.
Soemitra, Andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Sramek, Ondrej. 2009. Islamic Economics: New Economic Paradigm, or Political
Agenda?. Jurnal dalam New Perspective on Political Economy Vol 5, Pp 137-
167.
Trip, Charles. 2006. Islam and the Moral Economy. USA: Cambridge University Press.