Konvensional
Makalah
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Agama
Islam (SPAI) yang diampu oleh
……………………
………………………….
oleh :
Kelompok 5
Mohamad Hilman
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam mempunya prinsip bahwa ekonomi dalam islam bertujuan untuk
mengembangkan kebijakan untuk semua pihak yang berarti mengandung nilai norma
yang tinggi.2 Ekonomi islam berdiri diatas pijakan perdagangaan yang berdasarkan
syariat, yaitu denga mengembangkan harta melalui cara-cara yang di halalkan oleh
Allah SWT, sesuai dengan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentan muamalah syariah,
yang didasarkan pada hukum pokok, boleh dan halal dalam berbagai muamalah. Islam
juga menekan agar setiap manusia dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya harus dengan aktifitas yang halal. Bank memainkan peranan yang sangat
penting dalam melakukan pendapatan suatu negara, tetapi terjadi masalahnya
kebanyakan bank-bank masih memakai sistem bunga dalam pengoprasian bank
tersebut. Pada dasarnya bunga itu sama dengan riba dan riba dalam agama Islam
hukumnya haram.
Begitu juga dengan sarana dalam mendapatkan kekayaan juga harus dengan
jalan yang halal. Allah SWT menekan hal tersebut dalam firman-Nya Surat Al-
Mulk:15
Artinya: Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka
berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Usaha untuk memenuhi dapat dilakukan dengan jalan menjauhkan diri dari
segala yang diharamkan oleh Allah SWT darinya, misalnya riba. Riba secara bahasa
bermakna ziyadah, yang berarti tambahan, tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut
istilah pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil..
Konsep dan kaidah umum dalam sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk
memotovasi bergairahnya kegiatan ekonomi melalui mekanisme yang adil, propit
bukanlah merupakan tujuan akhir dari kegiatan investasi maupun bertransaksi. Dalam
buku Said Sa’ad Marthon, Al- Jaziri menjelaskan “ jual beli yang dilakukan oleh
manusia bertujuan untuk mendapatkan profit, sumber kecurangan bisa berasal dari
laba yang diinginkan, setiap penjual dan pembeli berkeinginan untuk mendapatkan
laba yang maksimal, syariah tidak melarang adanya laba dalam jual beli, syariah juga
tidak membatasi laba yang harus di hasilkan, akan tetapi syariah hanya melarang
adanya peniruan, tindak kecurangan
Bank memainkan peranan yang sangat penting dalam melakukan pendapatan
suatu negara, tetapi terjadi masalahnya kebanyakan bank-bank masih memakai sistem
bunga dalam pengoprasian bank tersebut. Pada dasarnya bunga itu sama dengan riba
dan riba dalam agama Islam hukumnya haram. Pertanyaannya adalah bagai mana
nasib seorang umat islam yang bekerja di bank yang berbasis konvensional, pedoman
umum tentang masalah kerja, yaitu Islam tidak membolehkan pengikut-pengikutnya
untuk bekerja mencari uang dengan sesuka hatinya dan dengan jalan apapun yang
dimaksud. Tetapi Islam memberikan kepada mereka suatu garis pemisa antara yang
boleh dan yang tidak boleh dalam mencari perbekalan hidup, dengan menitikberatkan
juga pada masalah kemaslahatan umum.
Pertanyaannya adalah bagai mana nasib seorang umat islam yang bekerja di
bank yang berbasis konvensional, pedoman umum tentang masalah kerja, yaitu Islam
tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari uang dengan sesuka
hatinya dan dengan jalan apapun yang dimaksud. Tetapi Islam memberikan kepada
mereka suatu garis pemisa antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam mencari
perbekalan hidup, dengan menitikberatkan juga pada masalah kemaslahatan umum.
Hadis-hadis sahih itulah yang menyiksa hari orang-orang islam yang bekerja di bank-
bank atau syirkah (persekutuan) yang aktifitasnya tidak lapas dari tulis-menilis dan
bunga riba
Berdasarkan uraian diatas membuat penulis tertarik melakukan miniriset
bagaimana pandangan masyarakat dan di dalam islam terhadap hukum bekerja di
bank, yang terdapat dalam mini riset yang berjudul “Pandangan Islam terhadap
Pegawai Bank dalam Praktik Riba Bank Konvensional”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang dan judul yang telah di kemukakan diatas,
maka permasalahan yang akan diangkat yaitu
1. Apa hukum pegawai bank konvensional di dalam pandangan islam?
2. Bagaimana hukum riba dalam islam?
3. Mengapa pegawai bank konvensional bertentangan dengan hukum islm?
4. Bagaimana pandangan islam dan masyarakat terhadap pegawai bank?
5. Apa faktor yang menyebabkan menyebabkan riba masih diterapkan dan
tingginya minat menjadi pegawai bank
6. Bagaimana Fatwa Ulama Tentang Orang Bekerja di Bank Konvensional?
7. Bagaimana dalil yang menjadi dasar tentang orang yang bekerja dibank
Konvensional melanggar hukum islam?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang kami peroleh, penelitian ini bertujuan
untuk.
1. Mengetahui hukum pegawai bank konvensional di dalam pandangan islam
2. Mengetahui hukum riba dalam islam
3. Mengetahui Mengapa pegawai bank konvensional bertentangan dengan
hukum islm
4. Mengetahui pandangan islam dan masyarakat terhadap pegawai bank
5. Mengetahui faktor yang menyebabkan riba masih diterapkan dan tingginya
minat menjadi pegawai bank
6. Mengetahui Fatwa Ulama Tentang Orang Bekerja di Bank Konvensional
7. Mengetahui dalil yang menjadi dasar tentang orang yang bekerja dibank
Konvensional melanggar hukum islam?
D. Manfaat
Berdasaran tujuan di atas, penelitian ini diharapkan memiliki:
a. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan guna menambah
bekal ilmu pengetahuan yang telah penulis peroleh
b. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu kasana perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam Fiqh Muamalah
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengerian Bekerja
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, Kerja menurut bahasa adalah kegiatan
melakukan sesuatu; yg dilakukan (diperbuat):, sesuatu yg dilakukan untuk mencari
nafkah; mata pencaharian. Sedangkan menurut Istilah Pengertian Kerja adalah segala
aktifitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani
dan rohani), dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh
kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagi bukti pengabdian
dirinya kepada Allah SWT." Sedangkan kerja keras berarti bekerja dengan segala
penuh kesungguhan untuk mencapai tujuan yang diinginkan
Pengertian kerja dalam Islam dapat dibagi dalam dua bagian. Pertama, kerja
dalam arti luas (umum), yakni semua bentuk usaha yang dilakukan manusia, baik
dalam hal materi atau non materi, intelektual atau fisik, maupun hal-hal yang berkaitan
dengan masalah keduniaan atau keakhiratan. Jadi dalam pandangan Islam pengertian
kerja sangat luas, mencakup seluruh pengerahan potensi yang dimiliki oleh manusia.
Kedua, kerja dalam arti sempit (khusus), yakni kerja untuk memenuhi tuntutan
hidup manusia berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal (sandang, pangan dan
papan) yang merupakan kewajiban bagi setiap orang yang harus ditunaikannya, untuk
menentukan tingkatan derajatnya, baik di mata manusia, maupun dimata Allah SWT.
Dalam melakukan setiap pekerjaan, aspek etika merupakan hal mendasar yang harus
selalu diperhatikan. Seperti bekerja dengan baik, didasari iman dan taqwa, sikap baik
budi, jujur dan amanah, kuat, kesesuaian upah, tidak menipu, tidak merampas, tidak
tidak melakukan pekerjaan yang bertentangan dengan hukum Allah atau syariat Islam
sebagai kerja karena di dalam kerja terkandung dua aspek yang harus dipenuhinya
secara nalar, yaitu:
Bila diketahui bahwa Bank Konvensional adalah tempat riba yang diharamkan
dalam Islam, maka bekerja di Bank hukumnya adalah haram, karena hal itu berarti
membantu mereka dalam keharaman dan dosa, atau minimalnya adalah berarti dia
ridho dengan kemunkaran yang dia lihat. Allah berfirman:
Ayat ini merupakan kaidah umum tentang larangan tolong menolong di atas
dosa dan kemaksiatan. Oleh karenanya, para ahli fiqih berdalil dengan ayat di atas
tentang haramnya jual beli senjata pada saat fitnah, jual beli lilin untuk hari raya
Nashoro dan sebagainya, karena semua itu termasuk tolong menolong di atas
kebathilan.
Lebih jelas lagi, perhatikan hadits berikut:
E. Pengertian Riba
Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan (az-ziyadab), berkembang
(an-numuw), meningkat (al-irtifa), dan membesar (al-‘uluw). Dengan kata lain, riba
adalah penambahan,perkembangan, peningkatan, dan pembesaran atas pinjaman
pokok yang diterima pemberi pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena
menangguhkan atau berpisah dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu.
Dalam hal ini, Muhammad ibnu Abdullah ibnu al-Arabi al-Maliki dalam kita
Ahkam al-Qur’an mengatakan bahwa tambahan yang termasuk riba adalah tambahan
yang diambil tanpa ada suatu ‘iwad (penyeimbang/pengganti) yang dibenarkan
syariah. Demikian juga, Imam Sarakhi dalam kita Al-Mabsut menyebutkan bahwa
tambahan yang termasuk riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi
bisnis tanpa adanya ‘iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut.
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih Sunnah, yang dimaksud riba adalah
tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit atau banyak. Demikian juga,
menurut Ibn Hajar ‘Askalani, riba adalah kelebihan,baik dalam bentuk barang maupun
uang. Sedangkan menurut Allama Mahmud Al-Hasan Taunki, riba adalah kelebihan
atau penambahan; dan jika dalam suaru kontrak penukaran barang lebih dari satu
barang yang diminta sebagai penukaran satu barang yang sama.
Ada beberapa perbedaan definisi riba dikalangan ulama, tetapi perbedaan ini
lebih dipengaruhi penafsiran atas pengalaman masing-masing ulama mengenai riba di
dalam konteks hidupnya. Sehingga, walaupun terdapat perbedaan dalam
pendefinisiannya, tetapi subtansi dari definisi tersebut sama. Secara umum ekonom
muslim tersebut menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tamabahan yang harus
dibayarkan, baik dalam transaksi jaul-beli maupun pinjam meminjam yang
bertentangan dengan prinsip syariah.
(LANJUTAN HILMAN)
BAB III
HASIL PENELITIAN
B. Metode
Adapun metode yang kami gunakan di dalam menganalisis data responden menggunakan dua
cara yaitu :
1.
Dari pertanyaan di atas kami ingen mengetahui dari berbagai kalangan mengenai
pandangan tentang riba dan pandangannya terhadap pegawai bank yang bekerja di bank
konvensional.
Kami melihat bahwa populasi yang memberikan pandangan mengenai riba dari
kalangan mahasiswa sebanyak 75%, pegawai negeri 8%, pegawai bank 9% dan profesi
lainnya sebanyak 8%.
Berdasarkan diagram di atas kami simpulkan profesi mahasiswa yang paling banyak
menyumbangkan pandangannya mengenai riba dan pandangannya terhadap pegawai bank
yang bekerja di bank konvensional.
2.
Dalam pertanyaan ini kami ingin mengetahui terlebih dahulu sejauh mana responden
mengetahui tentang riba. Berdasarkan diagram di atas dapat kita lihat sebanyak 97%
responden mengetahui apa itu riba sedangkan sebanyak 3% responden tidak mengetahui apa
itu riba. Dalam hasil survey tersebut kami menyimpulkan bahwa hampir sebagaian besar
masyarakat sudah mengetahui apa itu riba.
3.
Berbeda halnya dengan pertanyaan sebelumnya mengenai apakah masyarakat
mengetahui apa itu riba, pertanyaan ini ingin melihat sejauh mana masyarakat mengenai
hukum dari riba itu sendiri.
Kebanyakan masyarakat telah memahami bahwa praktik riba memiliki hukum dosa
besar. Terlihat dari diagram diatas sebanyak 84% responden mengetahui hukum riba
sedangkan sebanyak 16% responden tidak mengetahu hokum riba. Dapat disimpulkan masih
ada sebagian kecil masyarakat yang belum mengetahui hokum dari riba itu sendiri.
4.
Maksud dari petanyaan diatas adalah apakah masyarakat mengetahui sistem bank
konvensional dengan sistem bunga melanggar hukum islam? Dimana tujuan dari pertanyaan
di atas adalah untuk mengetahui apakah masyarakat tahu bahwa system bunga itu melanggar
hukum islam.
Berdasarkan diagram diatas sebanyak 91% responden mengetahui bahwa sistem bunga
dalam bank konvensional melanggar hukum islam. Sedangkan sebanyak 9% responden tidak
mengetahui bahwa sistem bunga itu melanggar hukum islam.
5.
Kami
mengaitkan
sistem bunga
dengan hukum
pegawai bank karena kami berpendapat bahwa segala praktik kegiatan bank konvensional
mengandung system riba yang dimana pegawai bank membantu di dalam praktik sistem bank
konvensional tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam hadist bahwa penerima riba, pemberi
riba, dan pencatat riba masuk ke dalam kategori dosa besar ( MASUKAN HADIST)
Berdasarkan diagram diatas sebanyak 96% masyarakat tidak memilih sistem bunga
yang dinilai melanggar hukum islam. Sedangkan sebanyak 4% masyarakat memilih system
bunga yang dinilai lebih menguntungkan bagi mereka.
6.
Berdasarkan survey diatas sebagian masyarakat lebih memilih system bagi hasil
dibandingkan system bunga. System bagi hasil dinilai lebih menguntungkan kedua belah
pihak berdasarkan kesepakatan dan tidak melanggar syariat islam. System bagi hasil disini
tujuannya adalah untuk memberikan pembiayaan operasional bank antara kedua belah pihak,
nasabah dan pihak bank.
Kami menyimpulkan dari 95% responden lebih memilih system bagi hasil, sedangkan
sebanyak 5% responden tidak memilih system bagi hasil. Ini menunjukkan bahwa masyarakat
lebih tertarik dengan system bagi hasil dibandingkan dengan system bunga. Jika kita kaitkan
dengan hukum pegawai bank konvensional berbeda dengan pegawai bank syariah karena
mekanisme yang ada di dalamnya, jika di bank konvensional melakukan mekanisme kerja
dengan system bunga yang mengahasilkan riba tentu saja secara langsung perangkat yang
terlibat di dalam bank konvesional menerima riba. Sedangkan dalam mekanisme bank syariah
yang menerapkan bagi hasil menghasilkan keuntungan yang tidak melanggar syariat islam,
sehingga seluruh perangkat di dalamnya tidak menerima riba akibat dari suatu system.
7.
Dari pertanyaan diatas kami ingin melihat seberapa banyak minat masyarakat di dalam
memilih profesi antara menjadi pegawai bank konvensional dan bank syariah. Seperti dalam
pandangan hukum islam siapapun yan terlibat didalam aktifitas riba termasuk kedalam dosa
besar.
Berdasarkan data diatas kami memperoleh sebanyak 84% responden tidak memilih
bekerja di bank konvensional. Menurut kami besarnya dosa riba dan keterlibatan didalamnya
yang menyebabkan kebanyakan masyarakat tidak memilih bekerja di bank konvensional.
Sedangkan 16% responden memilih bekerja di bank konvensional karena menurut kami
bekerja di bank konvensional dinilai lebih menguntungkan dan memiliki citra yang tinggi.
8.
Berdasarkan dari hasil survey yang kami lakukan sebanyak 74% responden memilih
untuk bekerja di bank syariah. Menurut pendapat kami hal ini dipengaruhi oleh pandangan
masyarakat bahwa mekanisme kerja didalam bank syariah tidak ada campur tangan riba.
Sedangkan sebanyak 26% responden tidak memilih untuk bekerja di bank syariah karena
menurut kami bekerja di bank konvensional lebih memberikan jaminan yang lebih tinggi.
9.
Menurut kami masyarakat tidak merasakan secara langsung dampak dari system bank
konvensional namun jika dikaitkan dengan system yang ada didalamnya berdasarkan
pandangan islam hal tersebut memberikan dampak negative baik skala kecil maupun skala
besar. Misalnya tidak ada keberkahan dalam hidup karena menerapkan system riba dan
banyaknya musibah yang terjadi. Dalam sistem bank konvensional penyaluran investasi
disalurkan ke segala bidang baik yang halal maupun yang haram sehingga hal tersebut
menyebabkan adanya perkembangan perusahaan yang tidak halal dan meresahkan
masyarakat.
10.
Berdasarkan pertanyaan di atas kami ingin mengetahui faktor apa yang menyebabkan
seseorang tetap bekerja di bank konvensional meskipun telah mengetahui hukum riba yang
melanggar syariat islam.
Dari hasil survey yang kami dapatkan, diagram diatas menunjukan sebanyak 87%
responden memilih setuju bahwa factor sosial dan ekonomilah yang mendorong orang lebih
memilih bekerja di bank konvensional. Sedangkan 13% responden tidak setuju bahwa faktor
sosial dan ekonomi lah alasan seseorang memilih bekerja di bank konvensional. Menurut kami
faktor sosial yang mempengaruhi orang tetap bekerja di bank konvensional karena bekerja di
bank konvensial memiliki citra yang tinggi. Sedangkan factor ekonomi yang dimaksud
misalnya seseorang tetap bekerja di bank konvensional karena tuntutan ekonomi seperti
kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan keluarga dimana orang tersebut tidak memiliki
cadangan pekerjaan.
11.
Maksud dari pertanyaan di atas adalah “ Dalam pandangan responden bekerja di bank
konvensional dengan sistem bunga di dalamnya melanggar hukum islam”. Dari pernyataan
tersebut di harapkan kita dapat melihat sejauh mana pendapat masyarakat mengenai bekerja di
bank konvensional dengan sistem yang ada di dalamnya apakah pekerjaan tersebut termasuk
kedalam melanggar hukum islam atau tidak.
Berdasarkan hasil survey menyatakan sebesar 65% masyarakat setuju bahwa bekerja
di bank konvensional dengan sistem bunga didalamnya melanggar hukum islam. Sedangkan
untuk 35% masyarakat tidak setuju bahwa bekerja di bank konvensional melanggar hukum
islam.
Pertanyaan selanjutnya kami memberikan kesempatan kepada responden untuk
memberikan alasan mengapa dalam pandangan mereka bekerja di bank konvensional itu
melanggar hukum islam begitupun sebaliknya mengapa mereka tidak setuju bahwa bekerja di
bank konvensional tidak melanggar hukum islam. Berikut kami ambil sebagian alasan yang
telah diperoleh berdasarkan survey kuisioner:
1. Bekerja di bank konvensional memiliki sistem riba di dalamnya, di dalam al-quran telah
jelas bahwa penerima riba, pemberi riba, pencatat riba, saksi riba termasuk kedalam dosa
besar. Dan menurut saya bekerja di bank termasuk kedalamnya. Meskipun begitu kita tidak
bisa menyalahkan pegawai bank, hanya saja alangkah lebih baik mencari profesi lain, yang
lebih di ridhoi allah
2. bekerja di bank konvensional melanggar hukum islam karena gaji yang diberikan bank
kepada karyawan berasal dari bunga
3. Di bank konvensional, tentu ada riba dan melanggar hukum islam. Dan sebenarnya kita
tidak boleh terlibat dengan sesuatu yang berkaitan dengan riba, terutama pekerjaan. Lebih
baik dihindari untuk tidak bekerja dengan harta riba. Tetapi jika tidak ada pilihan lagi,
maka diperbolehkan, karna islam itu memudahkan, bukan mempersulit
1. Sistem bunga merupakan satu hal yang melanggar hukum islam. Tetapi, bekerja di bank
konvensional dengan menggunakan sistem bunga merupakan suatu pilihan. faktor ekonomi
dan lowongan pekerjaan di bank syariah yang masih minim menjadi salah satu alasan
mengapa bekerja di bank konvensional menjadi suatu pilihan.
2. Sebab sistem yang di bangun d indonesia belum sepenuhnya berdasar pada syariat Islam.
Masyarakat berada dalam sistem yang terkadang jauh dari syariat Islam sehingga sulit
melepaskan diri.
3. Tidak mengerti mengenai sistem riba dan hubungannya dengan pegawai bank.
Dari beberapa alasan pro dan kontra mengenai pandangan masyarakat tentang bekerja
di bank konvensional dalam islam sendiri masih terdapat perdebatan. Islam melarang segala
yang berkaitan dengan riba. Namun untuk melihat bagaimana pandangan islam mengenai
hukum bekerja di bank tersebut kami melihat beberapa sumber hadits untuk memperkuat
adanya hukum mngenai larangan bekerja di bank konvensional.
Telah sampai kepada kita hadits riwayat Ibnu Majah dari jalan Ibnu Mas’ud beliau
berkata:
“Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba, orang yang menyerahkannya, saksi serta
pencatatnya.” (HR. Ibnu Majah)
“Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang
yang menjadi saksinya.” Dan beliau bersabda: “Mereka itu sama.” (HR. Muslim)
“Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba,
dua orang saksinya, dan penulisnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, dan
Tirmidzi)
“Orang yang makan riba, orang yang memben makan dengan riba, dan dua orang saksinya –jika
mereka mengetahui hal itu– maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga
han kiamat.” (HR. Nasa’i)
Dari hadits-hadits ini kita bisa memahami bahwa tidak diperbolehkan untuk
melakukan transaksi terhadap salah satu bentuk pekerjaan riba, karena transaksi tersebut
merupakan transaksi terhadap jasa yang diharamkan.
Yusuf Qardhawi mempunyai suatu pendapat tentang hukum orang yang bekerja di
bank, tidak boleh hukumnya bekerja di bank ribawi sebab bekerja di dalamnya masuk
kedalam kategori tolong menonong didalam berbuat dosa dan melakukan pelanggaran.
Sementara Allah SWT telah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2. Artinya: Dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Islam menyuruh umatnya agar memerangi kemaksiatan. Karena itu Islam
mengharamkan semua bentuk kerjasama atas dosa dan permusuhan, dan menganggap setiap
orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosa bersama pelakunya, baik itu
pertolongan dalam bentuk moril maupun materil, perbuatan ataupun perkataan.
Artinya :dari Jabir r.a, ia berkata : “Rasulullah Saw melaknat orang yang memakan
(mengambil) riba, meberikan, menulis dan dua orang yang menyaksikannya”. Ia berkata :
mereka bersetatus hokum sama”. (HR.Muslim).
Ada empat kelompok orang yang diharamkan berdasarkan hadits tersebut. Yaitu;
orang yang makan atau menggunakan (penerima) riba, orang yang menyerahkan (pemberi)
riba, pencatat riba, dan saksi riba. dan saat ini jenis pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan
yang membanggakan sebagian kaum muslimin serta secara umum dan legal (secara hukum
positif) di kontrak kerjakan kepada kaum muslimin di bank-bank atau lembaga-lembaga
keuangan dan pembiayaan. Berikut adalah keempat kategori pekerjaan yang diharamkan
berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan diatas:
1. Penerima Riba
Penerima riba adalah siapa saja yang secara sadar memanfaatkan transaksi yang menghasilkan
riba untuk keperluannya sedang ia mengetahui aktivitas tersebut adalah riba.
2. Pemberi Riba
Pemberi riba adalah siapa saja, baik secara pribadi maupun lembaga yang menggunakan
hartanya atau mengelola harta orang lain secara sadar untuk suatu aktivitas yang menghasilkan
riba. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah para pemilik perusahaan keuangan,
pembiayaan atau bank dan juga para pengelolanya yaitu para pengambil keputusan (Direktur
atau Manajer) yang memiliki kebijakan disetujui atau tidak suatu aktivitas yang menghasilkan
riba.
3. Pencatat Riba
Adalah siapa saja yang secara sadar terlibat dan menjadi pencatat aktivitas yang menghasilkan
riba. Termasuk di dalamnya para teller, orang-orang yang menyusun anggaran (akuntan) dan
orang yang membuatkan teks kontrak perjanjian yang menghasilkan riba.
4. Saksi Riba
Adalah siapa saja yang secara sadar terlibat dan menjadi saksi dalam suatu transaksi atau
perjanjian yang menghasilkan riba. Termasuk di dalamnya mereka yang menjadi pengawas
(supervisor).
Namun apabila pekerjaanya termasuk dalam katagori mubah menurut syara’ untuk
mereka lakukan, maka mereka boleh menjadi pegawai di dalamnya. Apabila pekerjaan
tersebut termasuk pekerjaan yang menurut syara’ tidak mubah untuk dilakukan sendiri, maka
dia juga tidak diperbolehkan untuk menjadi pegawai di dalamnya. Sebab, dia tidak
diperbolehkan untuk menjadi ajiir di dalamnya. Maka, pekerjaan-pekerjaan yang haram
dilakukan, hukumnya juga haram untuk dikontrakkan ataupun menjadi pihak yang dikontrak
(ajiir).
status pegawai bank yang lain, instansi-instansi serta semua lembaga yang
berhubungan dengan riba, harus diteliti terlebih dahulu tentang aktivitas pekerjaan atau
deskripsi kerja dari status pegawai bank tersebut. Apabila pekerjaan yang dikontrakkan adalah
bagian dari pekerjaan riba, baik pekerjaan itu sendiri yang menghasilkan riba ataupun yang
menghasilkan riba dengan disertai aktivitas lain, maka seorang muslim haram untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut, semisal menjadi direktur, akuntan, teller dan supervisornya,
termasuk juga setiap pekerjaan yang menghasilkan jasa yang berhubungan dengan riba, baik
yang berhubungan secara langsung maupun tidak. Sedangkan pekerjaan yang tidak
berhubungan dengan riba, baik secara langsung maupun tidak, seperti juru kunci, penjaga
(satpam), pekerja IT (Information Technology/Teknologi Informasi), tukang sapu dan
sebagainya, maka diperbolehkan, karena transaksi kerja tersebut merupakan transaksi untuk
mengontrak jasa dari pekerjaan yang halal (mubah). Juga karena pekerjaan tersebut tidak bisa
disamakan dengan pekerjaan seorang pemberi, pencatat dan saksi riba, yang memang jenis
pekerjaannya diharamkan dengan nash yang jelas (sharih).
12.
Selain kami melihat pandangan masyarakat terhadap pegawai bank karena terlibat
dalam praktik riba, kami ingin mengetahui seberapa besar masyarakat telah menghindari riba
ketika sudah mengetahui hukum riba itu sendiri. Berdasarakan survey yang kami peroleh
sebanyak 52% responden memilih Tidak dan 48% responden memilih Ya.
Setelah kami mengetahui besaran masyarakat yang masih menjalankan riba, kamipun
memberikan kesempatan kepada responden untuk memberikan alasan mengapa mereka masih
menjalankan praktik riba itu sendiri. Berdasarkan survey kuisioner yang kami peroleh tentang
alasan responden masih menjalankan riba dan yang sudah tidak menjalankan riba, sebagai
berikut:
1. Mayoritas masyarakat belum mengetahui ttg riba dan jenis2 riba. dan riba pun byk
jenisnya. dan masih banyaknya yg menjalankan riba. terutama di bank konvensional,
karena bank konvensional lebih maju di sisi teknologinya dibanding bank2 syariah. bank
konvensional memiliki nilai lebih di fasilitas dan pelayanan. jadi masyarakat lebih memilih
bank konvensional dan akhirnya melaksanakan riba.
2. Sistem ekonomi global maupun nasional memaksa kita untuk melakukan itu, dan hal
tersebut tak bisa lagi jadi pilihan tapi sebuah keharusan
3. Karena awamnua saya terhadap bank syariah yg ada. Ada bank syariah pun selalu berkesan
bahwa bank tersebut hanya untuk orang orang yang sangat islami
Resoponden menyatakan Tidak menjalankan riba :
1. Tidak karena di mulai dari diri sendri untuk merubah sistem yg besar seengganya kita
selamat dahulu
2. Tidak menjalankannya lagi karena saya tau hukum riba, dan segera menjauhinya.
Namun apabila di tinjau dari pegawai bank yang tetap menjalankan riba hal ini
berbeda, pegawai bank yang tetap menjalankan riba bias saja di dorong oleh factor lain yang
darurat. Sistem riba yang ada di dalam bank konvensional yang menyebabkan perdebatan
bagaimana hukum pegawai bank di dalam menjalannyakanya. Islam tidak menyulitkan namun
mempermudah, maka dari itu pekerjaan tersebut tergantung kepada keadaan, apabila keadaaan
darurat semisal tidak ada pekerjaan lain sedangkan pegawai tersebut membutuhkannya maka
hal tersebut diperbolehkan. Tidak dapat dipungkiri pekerjaan tersebut merupakan kesempatan
yang tidak semua orang dapatkan.
Jika kita lihat dari kajian teori bekerja sebagai aktivitas dinamis mengandung
pengertian bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan oleh seorang muslim harus penuh dengan
tantangan, tidak monoton, dan selalu berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mencari
terobosan-terobosan baru dan tidak pernah puas dalam berbuat kebaikan.Istilah yang paling
dekat pengertiannya dengan kerja keras adalah jihad, yang artinya berjuang di jalan Allah.
Asal katanyayaftac/a artinya bersungguh-sungguh. Sehingga jihad dalam kaitannya dengan
kerja berarti: usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil optimal.
Islam memandang bekerja secara halal juga merupakan jihad, sebagaimana hadits
Rasulullah yang artinya: Mencari yang halal bagian dari jihad (HR Turmuzi). Al-Qur'an
memandang bekerja keras adalah sangat penting. Hal ini di antaranya terdapat dalam An-Nisa:
95.
Islam memang mendorong pada umatnya untuk bekerja keras, tidak melupakan kerja
setelah beribadah, Beberapa hadits Nabi menyatakan pentingnya generasi (umat) yang kuat
ketimbang yang lemah dan tidak boleh menggantungkan diri pada orang lain, serta beberapa
ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk menjalankan kegiatan atau aktivitas
ekonominya secara baik, profesional, sistematis, dan kpntinyuitas. Misalnya, ajaran Islam
yang telah menempatkan kegiatan usaha perdagangan sebagai salah satu bidang
penghidupan yang sangat dianjurkan,' dengan menggunakan cara-cara yang halal. Islam juga
menempatkan prinsip kebebasan pada tempat yang sentralnya guna mengejartujuan
keduniawian, namun serta merta juga mengharuskan umat Islam bekerja secara etik.
Fatwa Yusuf Al Qardhawi Tentang Bunga Bank dan Orang yang bekerja di Bank
Konvensional.
Dari banyaknya perdebatan mengenai halal dan haramnya bekerja di bank kami
melihat hasil analisis Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Halal dan Haram dan
Islam” yang didalamnya membahas teori bunga bank, ia mengatakan: bunga bank sama
dengan riba, yang hukumnya jelas-jelas haram. Atas pendapat sebagian kalangan yang
menghalalkan bunga komersial (bunga dalam rangka usaha) dan mengharamkan bunga
konsumtif (bunga dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari) qardhawi menyatakan
bahwa baik bunga komersial maupun bunga konsumtif keduanya haram.
Ajaran Islam tentang bunga sangatlah jelas. Islam memberikan motivasi dan
mengajarkan manusia untuk berusaha dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
diberi imbalan pahala atas setiap usaha yang dilakukan. Tetapi Islam memberikan batasan-
batasan bagi manusia dalam berupaya memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dengan tidak
menghalalkan segala cara, sebagaimana firman Allah SWT dalm surat al-baqarah: 168
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.
Firman Allah ini memberi ultimatum bahwa mendapatkan harta harus dengan
cara bekerja dengan jalan yang baik serta mengambil yang halal, karna sekecil
apapun nikmat Allah yang dikomsumsi dan dimanfaatkan akan diminta
pertanggungjawabannya. Rasulullah menghapuskan semua fikiran yang menganggap
hina terhadap orang yang bekerja, bahkan beliau mengajar sahabat-sahabatnya untuk
menjaga harga diri dengan bekerja apapun yang mungkin, serta dipandang rendah
orang yang hanya menggantungkan dirinya kepada bantuan orang lain. Maka sabda
Rasulullah: "Sungguh seseorang yang membawa tali, kemudian ia membawa seikat
kayu di punggungnya lantas dijualnya, maka dengan itu Allah menjaga dirinya,
adalah lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik mereka yang
diminta itu memberi atau menolaknya." (Riwayat Bukhari dan Muslim). Untuk itu
setiap muslim dibolehkan bekerja, baik dengan jalan bercocok-tanam, berdagang,
mendirikan pabrik, pekerjaan apapun atau menjadi pegawai, selama pekerjaan-
pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan jalan haram, atau membantu perbuatan
haram atau bersekutu dengan haram.
Menurut yusuf Qardhawi Bank yang berbasis konvensional ialah pihak
pemberi piutang yang memiliki uang dan meminjamkan uangnya itu kepada
peminjam dengan rente yang lebih dari pokok. instansi yang semacam ini tidak
diragukan lagi akan mendapat laknat Allah, dan laknat seluruh manusia. Akan tetapi
menurutnya Islam, dalam tradisinya tentang masalah haram, tidak hanya membatasi
dosa itu hanya kepada yang makan riba, bahkan terlibat dalam dosa orang yang
memberikan riba itu, yaitu yang berhutang dan memberinya rente kepada piutang.
Begitu juga penulis dan dua orang saksinya.65 Seperti yang dinyatakan dalam
hadis Nabi: dari Ibn Mas’ud RA mengatakan, Rasulullah SAW mengutuk pemakan
riba dan yang memberinya, diriwayatkan oleh muslim dan Nasa’i, abu dawud dan
tirmizi menambahkan dan kedua saksinya dan penulisnya, muslim meriwayatkan dari
Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan: "Rasulullah melaknat pemakan riba, yang
memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang menjadi saksinya." Dan beliau
bersabda: "Mereka itu sama." (HR Muslim). dalam riwayat lain disebutkan: "Orang
yang makan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dan dua orang saksinya,
jika mereka mengetahui hal itu, maka mereka itu dilaknat lewat lisan Nabi
Muhammad saw. hingga han kiamat." (HR Nasa'i)
Hadits-hadits sahih yang sharih itulah Yusuf Qardhawi berpendapat yang
menyiksa hati orang-orang Islam yang bekerja di bank-bank atau syirkah
(persekutuan) yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun
perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai
bank atau penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam
sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang Dari hadist diatas Yusuf Qardhawi
mempunyai suatu pendapat yang tegas tentang hukum orang yang bekerja di bank:
tidak boleh hukumnya bekerja di bank ribawi sebab bekerja di dalamnya masuk ke
dalam kategori bertolong-menolong di dalam berbuat dosa dan melakukan
pelanggaran.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan. 2000.Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Lubis,S.,& Wajdi.2012. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta:Sinar Grafika
Mohamad Sobary.1995. Kesalehan dan Tmgkah Laku Ekonomi, Yogyakarta: Bentang
Budaya
Qaddhawi, Yusuf. 1978. Halal dan Haram Dalam Islam, terj H. Mu’mmal Hamidy,
Surabaya:PT. bina Ilmu,
Qardhawi ,Yusuf, 2006.Norma dan Etika Eonomi Islam, terj zainal Arifin, Jakarta:
Gema Insani press
Sudarsono, Heri.2013. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.Yogyakarta:Ekonisia.
Toto Tasmara. 2002. Membudayakan Etos Kerja yang Islami, Jakarta: Gema Insant
Press