FIQIH MUAMALAH
Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dengan Dosen Pengampu: Dallah,S.E.,M.E
Di susun oleh
Nama : Eva Susanti
Nimko : 1215.20.0075
Semester : III
Prodi : Ekonomi Syariah
EKONOMI SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) NATUNA
2021
BAB I
INTERELASI BISNIS DALAM ISLAM
Kegiatan ekonomi ini sudah ada sejak jaman Rasulullah SAW. Oleh
karena itu banyak pro kontra ekonomi yang dihadapi manusia, maka ahli pikir
mulai memikirkan bagaimana mengubah seni ekonomi menjadi ilmu ekonomi
seperti yang ada sekarang ini (Marimin, Romadhoni, & Fitria, 2015). Ilmu
ekonoomi ini akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban
manusia. Pada masa sekarang ini banyak bermunculan perbankan syariah
dengan banyaknya perkembangan syariah. Ekonomi konvensional memang
masih lebih diatas ekonomi syariah. Para ekonom mempridiksi tahun-tahun
yang akan datang ekonomi syariah akan berkembang lebih pesat dari ekonomi
konvensional (Asmuni & Mujiatun, 2016).
2. Bidang Kerja Sama atau asy-Syirkah; yakni ikatan kerja sama antara
orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan,
wadi’ah; menitipkan suatu harta atau barang pada orang lain yang
dapat dipercaya untuk menjaganya
hiwâlah; pemindahan utang piutang satu pihak kepada pihak yang lain,
rugi.29
Perbankan Syarî’ah,
Asuransi Syarî’ah,
Jika dilihat dari segi kepemilikan dan badan hukumnya, dapat berupa;
Jika dilihat dalam perspektif fiqh mu’amalah, maka akan dikenal lima
kategori hukum (ahkâm al-khamsah), yakni halâl, harâm, mubâh (boleh),
makrûh, dan syubhat. Hukum tersebut diberlakukan pada perbuatan manusia dan
terhadap objek (benda atau jasa) yang terdapat di alam ini, sehingga dalam
perspektif ekonomi syarî’ah terdapat perbuatan dan objek yang terkualifikasi
halâl, harâm, mubâh (boleh), makrûh, dan syubhat untuk dijadi- kan sebagai
objek usaha atau bisnis. Pertimbangan ini belum tampak dalam kehidupan umat
Islam Indonesia, terutama dalam menentukan sasaran usaha atau bisnis yang
masih diwarnai pola pikir “yang penting menguntungkan dan mendatangkan
hasil yang jelas meskipun status hukumnya tidak jelas”.
Hukum Bisnis Islam sebagai satu disiplin ilmu hukum didasarkan kepada
sumber hukum yang ada di dalam Islam dan peraturan perudang-undangan yang
memiliki dimensi syariah Islam. Secara umum sumber dari Hukum Bisnis Islam
adalah seluruh syariat Islam yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Selain
itu terdapat pula dalil hukum yang merupakan metode ijtihad seperti qiyas, ijma’,
mashlahah, istishab, syar’u man qablana, qaul ash-Shahabah dan ‘Urf.
Sedangkan sumber hukum bisnis Islam dalam legal formal adalah undang-
undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, Peraturan Bank Indonesia,
Peraturan OJK, fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) serta peraturan lembaga resmi pemerintah lainnya.
1. Customer Oriented
Dalam bisnis, Rasulullah selalu menerapkan prinsip customer oriented,
yaitu prinsip bisnis yang selalu menjaga kepuasan pelanggan (Afzalur
Rahman, 1996 :19). Untuk melakukan prinsip tersebut Rasulullah menerapkan
kejujuran, keadilan, serta amanah dalam melaksanakan kontrak bisnis. Jika
terjadi perbedaan pandangan maka diselesaikan dengan damai dan adil tanpa
ada unsur-unsur penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak.
2. Transparansi
Prinsip kejujuran dan keterbukaan dalam bisnis merupakan kunci
keberhasilan. Apapun bentuknya, kejujuran tetap menjadi prinsip utama
sampai saat ini. Transparansi terhadap kosumen adalah ketika seorang
produsen terbuka mengenai mutu, kuantitas, komposisi, unsur-unsur kimia
dan lain-lain agar tidak membahayakan dan merugikan konsumen.
Prinsip kejujuran dan keterbukaan ini juga berlaku terhadap mitra kerja.
Seorang yang diberi amanat untuk mengerjakan sesuatu harus membeberkan
hasil kerjanya dan tidak menyembunyikannya. Transparansi baik dalam
laporan keuangan, mapuun laporan lain yang relevan.
3. Persaingan yang Sehat
Islam melarang persaingan bebas yang menghalalkan segala cara karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip muamalah Islam. Islam memerintahkan
umatnya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, yang berarti bahwa
persaingan tidak lagi berarti sebagai usaha mematikan pesaing lainnya, tetapi
dilakukan untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi usahanya.
Rasululllah SAW memberikan contoh bagaimana bersaing dengan baik
dengan memberikan pelayanan sebaik-baiknya dan jujur dengan kondisi
barang dagangan serta melarang kolusi dalam persaingan bisnis karena
merupakan perbuatan dosa yang harus dijauhi. Sebagaimana disebutkan dalam
QS. Al Baqarah ayat 188 :
Daya saing harga yang diajarkan oleh Rasullullah yaitu tidak melakukan
kecurangan yang nantinya akan merugikan pihak lain seperti sistem predatory
pricing, serta tidak menjelek-jelekkan barang dagangan pesaing. Pakailah strategi
pemasaran yang sehat seperti dengan mengenali pelanggan, melakukan promosi
dengan cara baik yaitu tidak melakukan kebohongan untuk menarik minat
konsumen, memilih lokasi yang strategis, dan menjalin hubungan baik dengan
pelanggan (Widodo, 2014). Dengan cara-cara ini tiap pelaku bisnis akan mampu
meningkatkan penjualan tanpa harus merugikan pihak lain.
a. Firman Allah, “Wahai orang- orang beriman, janganlah kamu makan harta
sesamamu dengan jalan batil, kecuali (jika makan harta sesamamu
dilakukan) dengan cara tukar- tukar berdasarkan perizinan timbal-balik
(kata sepakat) diantara kamu” (QS. 4: 29).