Anda di halaman 1dari 14

MACAM-MACAM JINAYAH DI ACEH

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Makalah Mata Kuliah Ilmu Falak

Dosen Pengampu: Helmy Ziaul Fuad.S.H.I.,MH

Dibuat Oleh:

Lestari Aisyah

(1215193165)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

NATUNA

2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga  makalah yang berjudul “macam-macam jinayah di aceh” Ini bisa
diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi tugas dari bapak  Helmy Ziaul Fuad,S.H.I.,MH Sholawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga. Aamiin.
Di dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kesulitan-kesulitan
dalam menyelesaikannya. Namun berkat bantuan yang Maha Kuasa dan dari semua
pihak serta dengan usaha yang semaksimal mungkin, sehingga  makalah ini dapat
kami selesaikan dengan baik.
Kami menyadari dalam penulisan  makalah ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan baik dari isi maupun dari tata cara penulisan. Untuk itu kami masih
mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dimasa
yang akan datang. Akhir kata semoga bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang .....................................................................................1


B. Rumusan Masalah ................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A. Pengertian Bulan Hijriyah ...................................................................2


B. Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah Di Indonesia.........................5

BAB III PENUTUP.........................................................................................9

A. Kesimpulan...........................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................10

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Qanun Jinayat Aceh Nomor 6 Tahun 2014 bersumber dari fiqh jinayah atau
hukum pidana Islam, sehingga istilah-istilah yang terdapat dalam qanun
jinayat tersebut berasal dari fiqh jinayah, yang menurut penulis penting untuk
diuraikan lebih lanjut. Dalam qanun jinayah tindak pidana disebut dengan
istilah jarimah.Menurut bahasa jarimah artinya dosa.
Larangan-larangan tersebut adakala berupa mengerjakan perbuatan yang
dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan.Untuk menyatakan
suatu perbuatan itu adalah suatu larangan yang diancam dengan hukuman
harus berasal dari ketentuan nassyara‘, dan berbuat atau tidak berbuat baru
dianggap sebagai kejahatan apabila dikenakan hukuman terhadapnya.
Perintah-perintah dan larangan tersebut hanya ditujukan kepada orang yang
berakal sehat dan dapat memahami pembebanan (taklif) yang disebut dengan
mukallaf (orang dewasa), karena pembebanan merupakan khitab dari Allah
swt.Orang yang tidak dapat memahami atau belum dapat memahami khitab
tersebut baik berupa suruhan atau larangan, adakala berupa pahala atau dosa,
seperti orang yang tidak normal akalnya dan anak-anak yang belum mencapai
umur mumayyiz, maka orang-orang tersebut tidak diberi pembebanan hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Bgaimana Macam-macam Jinayah Di Aceh
2. Contoh Kasus Pemerkosaan Di Aceh

1
BAB II

PEMBAHSAN

A. Macam-Macam Jinayah Di Aceh


1) Jarimah Hudud
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had.
Had secara bahasa adalah pemisah antara dua hal supaya tidak bercampur
dengan yang lainnya, atau batasan antara satu dengan yang lainnya, atau
pemisah antara dua hal yang sudah mempunyai batas.
2) JarimahQisas-diyat
Untuk memelihara jiwa manusia sebagai salah satu tujuan dari lima
prinsip dasar penetapan hukuman dalam fiqh, syari‘ah Islam melarang
tindakan atau perbuatan, baik yang dapat menghilangkan nyawa seseorang
dengan cara membunuh atau tindakan yang bersifat penganiayaan secara
fisik. Tindakan itu dipandang sebagai “al-Jinayah ‘ala alinsan” 12 yang
mengakibatkan pemberlakuan hukuman qisas.
3) Jarimah Ta’zir
Ta'zir menurut bahasa adalah masdar dari kata ‘azzara yang berarti
menolak dan mencegah, menghukum, mencela atau memukul. Makna
ta'zir juga diartikan dengan mengagungkan dan membantu.1
Di antara bentuk Jarimah yang berkaitan dengan hudud dan ta'zir
yang terdapat dalam Qanun Jinayat Aceh Nomor 6 Tahun 2014 adalah:
1. Pasal 15 mengatur tentang Khamar,adalah minuman
memabukkan/mengandung alkohol dengan kadar 2 persen atau lebih
diancam dengan ‘uqubat hudud cambuk 40 kali. Setiap orang yang
dengan sengaja memproduksi, menyimpan/menimbun, menjual atau
memasukkan khamar masing-masing diancam dengan ‘uqubat ta’zir
cambuk paling banyak 60 (enam puliuh) kali atau denda paling
banyak 600 (enam ratus) gram emas murni atau penjara paling lama
60 (enam puluh) bulan.
2. Pasal 18 mengatur tentang maisir adalah perbuatan yang
mengandung unsur taruhan diancam sesuai dengan kadar

1
Misran,”Sosialisasi Qanun Jinayat Aceh No. 6 Tahun 2014 Pada Madrasah Aliyah Blangkejeren
Kabupaten Gayo Lues”, VOL.09. NO.1 (Januari-Juni 2019),hal.6

2
taruhannya, jika maisir dengan nilai taruhan dan/atau keuntungan
paling banyak 2 gram emas murni diancam ‘uqubatta’zir cambuk 12
(dua belas) kali atau denda paling banyak 120 gram emas murni atau
penjara paling lama 12 bulan. sedangkan pelaku maisir dengan nilai
taruhan melebihi di atas maka diancam dengan uqubat ta‟zir 30 (tiga
puluh) kali cambuk atau denda 300 gram emas murni atau penjara
paling lama 30 bulan. Setiap orang yang dengan sengaja
menyelenggarakan, atau menyediakan fasilitas, atau membiayai
jarimah maisir sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 dan pasal 19
diancam dengan uqubat ta‟zir cambuk paling banyak 45 (empat
puluh lima) kali dan/atau denga paling banyak 450 (empat ratus lima
puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat
puluh lima) bulan.
3. Pasal 23 mengatur tentang khlawat, adalah perbuatan berada di
tempat tertutup antara dua orang berlainan jenis kelamin yang bukan
mahram dan tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah
pihak, diancam dengan ‘uqubat ta’zir 10 (sepuluh) kali cambuk atau
denda 100 gram emas murni atau penjara 10 bulan.
4. Pasal 25) mengatur tentang ikhtilath, adalah perbuatan bermesraan
seperti bercumbu, bersntuh-sentuhan, berpelukan bahkan berciuman
antara laki-laki dan perempuan yang bukan suami isteri dengan
kerelaan kedua belah pihak baik di tempat terbuka maupun tempat
tertutup, diancam dengan uqubat paling banyak 30 (tiga puluh) kali
atau denda 300 gram emas murni atau penjara paling lama 30 bulan.
namun jika ikhtilat dengan anak berumur di atas 10 tahun maka
diancam ‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima)
kali dan/atau denda paling banyak 450 gram emas atau penjara 45
(empat puluh lima) bulan.
Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan
fasilitas atau mempromosikan jarimah ikhtilath, diancam dengan
‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali
dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh gram
emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima)
bulan .

3
5. Pasal 33 mengatur tentang zina, adalah perbuatan persetubuhan
antara seorang lakilaki dengan perempuan tanpa ikatan perkawinan
dengan kerelaan kedua belah pihak, diancam uqubat hudud 100
(seratus) kali cambuk. namun jika dilakukan dengan anak-anak
maka hukumannya ditambah 100 kali cambuk atau denda 1000
gram emas atau penjara 100 bulan. Setiap orang dan/atau Badan
Usaha yang dengan sengaja menyediakan fasilitas atau
mempromosikan jarimah zina, diancam dengan ‘uqubat ta’zir
cambuk paling banyak 100 (seratus) kali dan/atau denda paling
banyak 1000 (seribu) gram emas murni atau penjara paling lama 100
(seratus) bulan.
6. Pasal 46 mengatur tentang plecehan seksual, perbuatan asusila atau
cabul yang sengaja dilakukan oleh seseorang di depan umum atau
terhadap orang lain baik laki-laki atau perempuan tanpa kerelaan
korban, diancam dengan ‘uqubat ta’zir 45 kali cambuk atau dendan
450 gram emas murni atau penjara 45 bulan. bila jarimahini
dilakukan terhadap anak, maka ‘uqubat ta’zir cambuk paling banyak
90 kali atau denda paling banyak 900 gram emas atau penjara paling
lama 90 bulan.
7. Pasal 48 mengatur tentang pemerkosaan, diancam hukuman cambuk
paling sedikit 125 kali dan paling banyak 175 kali atau denda paling
sedikit 1250 gram emas murni dan paling banyak 17750 gram emas
murni atau penjara paling singkat 125 Jurnal Dusturiah 12 bulan dan
paling banyak 175 bulan. namun jika pemerkosaan itu dilakukan
terhadap anak-anak maka ancamannya ‘uqubat ta’zir cambuk paling
sedikit 1500 gram emas dan paling banyak 2000 gram emas atau
penjara paling sedikit 150 bulan dan paling lama 200 bulan.
8. Pasal 57 mengatur tentang qazaf, adalah perbuatan menuduh
seseorang berzina tanpa mengajukan paling kurang empat saksi,
diancam dengan uqubat cambuk 80 kali.
9. Pasal 63 mengatur tentang liwath, hubungan sejenis antara laki-laki
dengan lakilaki atau populer dengan sebutan gay, diancam uqubat
ta‟zir paling banyak 100 kali cambuk atau denda 1000 gram emas
murni atau penjara 100 bulan.

4
10. Pasal 64 mengatur tentang muhashaqah, adalah hubungan sejenis
antara sesama wanita atau lebih populer dengan sebutan lesbian,
diancam dengan ta’zir 100 kali cambuk atau denda 100 gram emas
murni atau penjara 100 bulan.
Sedangkan untuk jarimah liwath dan mushahaqah dengan anak-
anak, selain ancaman ‘uqubat ta’zir juga ditambah dengan cambuk
paling banyak 100 kali atau denga 1000 gram emas atau penjara
paling lama 100 bulan.

Di antara pasal dalam qanun tersebut yang berkaitan dengan jarimah hudud
adalah pasal 15 tentang khamar, pasal 33 tentang zina, dan pasal 57 tentang
qadzaf. Sedangkan pasal yang berkaitan dengan jarimahta’zir adalah pasal18
tentang maisir, pasal 23 tentang khlawat, pasal 25 tentang ikhtilath, pasal 46
tentang pelecehan seksual, pasal 48 tentang pemerkosaan, pasal 63 tentang
liwath dan pasal 64 tentang mushahaqah.

B. Contoh Kasus Pemerkosaan Di Aceh


Vonis bebas yang ditetapkan Mahkamah Syar’iyah Aceh terhadap DP (35)
pelaku pemerkosaan terhadap anak di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh
Besar, Aceh, baru-baru ini dikecam luas. Mantan Ketua Komnas Perempuan,
Azriana Manalu, adalah salah seorang yang mengkritisi putusan yang
didasarkan atas aturan jarimah dalam qanun atau hukum itu.“Selagi
pemerkosaan dan pelecehan seksual masih ada di dalam qanun jinayah,
putusan seperti ini berpotensi terulang kembali. (Putusan itu) memperlihatkan
bagaimana hakim Mahkamah Syar’iyah Aceh yang memeriksa berkas ini tidak
terlalu memahami hukum acara pidana,” katanya kepada VOA, Selasa (25/5).
Perbuatan jarimah (pemerkosaan dan pelecehan seksual) diatur dalam
Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah. Bahkan di dalam Pasal
72 Qanun Aceh perbuatan jarimah sebagaimana diatur dalam qanun dan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun yang berlaku adalah
aturan jarimah dalam qanun.2
Menurut Azriana, penggunaan qanun jinayah dalam kasus pemerkosaan
kerap tidak berpihak kepada korban, seperti yang dialami K. Pemerintah Aceh

2
https://www.voaindonesia.com/a/kerap-rugikan-korban-pemerkosaan-qanun-jinayah-di-aceh-
diminta-untuk-direvisi/5905436.html, (Diakses pada 30 desember 2021,11.30)

5
pun diminta untuk merevisi qanun jinayah dengan mencabut pasal tentang
jarimah.“Sudah saatnya gubernur dan DPR Aceh merevisi qanun jinayah
dengan mencabut pasal tentang pemerkosaan dan pelecehan seksual. Karena
hanya dua ini kekerasan seksual yang di dalam qanun jinayah. Dalam daftar
jarimah yang dilarang di dalam qanun jinayah itu hanya dua ini yang
kekerasan (seksual). Lainnya itu bukan kekerasan seksual,” ujarnya.
Perbuatan pemerkosaan dan pelecehan seksual yang ada di dalam qanun
jinayah sudah seharusnya dikembalikan kepada proses hukum peradilan
pidana, dan diselesaikan oleh pengadilan yang memiliki kompetensi untuk
mengadili perkara pidana.“Supaya kita bisa hentikan proses peradilan yang itu
merugikan korban dan mengimpunitas pelaku kekerasan seksual,” ucapnya.
Hal serupa juga dikatakan Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak
(KPPA) Aceh, Firdaus Nyak Idin. Vonis bebas Mahkamah Syar’iyah Aceh
terhadap DP semakin membuktikan bahwa qanun jinayah sangat tidak
berpihak pada anak korban kekerasan seksual. “Kalau qanun-nya saja nir-
perspektif perlindungan anak, bagaimana kita bisa berharap pada sumber daya
manusianya yang kemungkinan besar juga nir-perspektif perlindungan anak!.
Belum lagi, pengalaman hakim Mahkamah Syar’iyah yang terbiasa menangani
perkara perdata besar kemungkinan rendah pengalaman dalam menangani
perkara pidana, termasuk kekerasan seksual terhadap anak,” katanya kepada
VOA, Selasa (25/5).
KPPA Aceh selalu menolak qanun jinayah dan Mahkamah Syar’iyah untuk
menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pasalnya, sejak awal
disusunnya qanun jinayah tidak pernah melibatkan para pihak yang memiliki
perspektif perlindungan anak.“Bagi kami qanun jinayah sudah ketinggalan
zaman dan gagal memenuhi keadilan bagi anak korban kekerasan seksual,”
ucap Firdaus.Masih kata Firdaus, pihaknya mendesak pemerintah Aceh
melalui Dinas Syariat Islam dan DPR Aceh, agar segera merevisi qanun
jinayah terutama pasal terkait anak. Lalu, mencabut semua pasal terkait anak
pada qanun jinayah dan mengembalikan penanganannya pada Undang-
Undang Perlindungan Anak serta Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana
Anak.
“Singkatnya, qanun jinayah dan Mahkamah Syar’iyah sebaiknya tak usah
mengurus masalah pidana terkait anak yang tak mereka pahami sama sekali,”

6
ujarnya.“Sekarang upaya perlindungan anak yang sedang diperjuangkan
pemerintah Aceh mengalami kemunduran drastis akibat implementasi aturan
lokal yang salah kaprah. Melupakan sama sekali aturan hukum nasional dan
internasional yang lebih progresif,” Firdaus menambahkan.

Dinilai Kurang Bukti, Terdakwa Dibebaskan

Sebelumnya, pada 30 Maret 2021, DP yang merupakan paman dari K (10),


telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Syar’iyah Jantho dan dijatuhi
hukuman penjara selama 200 bulan atau 16,6 tahun kurungan karena bersalah
melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki hubungan
mahram dengannya.
Mahkamah Syar’iyah Aceh kemudian membatalkan putusan Mahkamah
Syar’iyah Jantho No 22/JN/2020/MS.Jth tentang kasus pemerkosaan anak di
bawah umur di Kabupaten Aceh Besar, Aceh, dengan korban berinisial K dan
terdakwa DP. Kemudian, Kamis (20/5) Mahkamah Syar’iyah Aceh menerima
permohonan banding dari DP dan membebaskan terdakwa dari segala
tuduhan.“Menyatakan terdakwa DP tidak terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan jarimah pemerkosaan terhadap orang yang memiliki
hubungan mahram dengannya. Sebagaimana dakwaan alternatif kedua, yang
diatur dalam Pasal 49 Qanun Aceh No 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayah.
Membebaskan terdakwa DP dari segala tuntutan hukum,” ujar ketua majelis
hakim, Misharuddin, seperti dikutip VOA dari salinan putusan banding
tersebut.
Adapun salah satu pertimbangan majelis hakim yang memberikan vonis
bebas terhadap pelaku pemerkosaan itu yakni bahwa setelah menyaksikan
video yang diajukan oleh pembanding/penasihat hukum terdakwa tersebut,
terlihat anak korban menyampaikan keterangannya dengan ceria sambil
tertawa dan tidak terlihat adanya beban psikologis yang dialaminya.
"Mahkamah Syar’iyah Aceh berpendapat bahwa apa yang disampaikan
oleh anak korban melalui alat bukti a quo adalah keterangan yang dapat
dipercaya. Oleh karena itu dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti untuk
mendukung pertimbangan-pertimbangan sebelumnya bahwa jaksa penuntut
umum tidak mampu membuktikan dakwaannya,” imbuhnya ..Saat ini jaksa
penuntut umum telah mengajukan kasasi atas putusan Mahkamah Syar’iyah

7
Aceh. Sedangkan, kuasa hukum dari DP, Tarmizi Yakub, mengatakan juga
akan mengajukan upaya hukum dalam bentuk kontra memori kasasi.“Kita
menghormati upaya hukum tersebut,” ucapnya kepada VOA melalui pesan
online, Rabu (26/5). 

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Di antara bentuk Jarimah yang berkaitan dengan hudud dan ta'zir yang
terdapat dalam Qanun Jinayat Aceh Nomor 6 Tahun 2014 yang dimaksud
adalah, Jarimah/Jinayat, Uqubat, Hudud, Ta‟zir, Khamar, Maisir, Khalwat,
Ikhtilath, Zina, Pelecehan seksual, Pemerkosaan, Qadzaf, Liwath,
Musahaqah.Siswa/i hanya mengetahui istilah Zina, Pelecehan seksual,
Pemerkosaan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Misran,”Sosialisasi Qanun Jinayat Aceh No. 6 Tahun 2014 Pada Madrasah Aliyah
Blangkejeren Kabupaten Gayo Lues”, VOL.09. NO.1 (Januari-Juni 2019),hal.6

https://www.voaindonesia.com/a/kerap-rugikan-korban-pemerkosaan-qanun-jinayah-di-aceh-
diminta-untuk-direvisi/5905436.html, (Diakses pada 30 desember 2021,11.30)

10

Anda mungkin juga menyukai