Anda di halaman 1dari 7

TUGAS RANGKUMAN UAS

HUKUM PIDANA ISLAM


Nama : Annisya Dekawati Zulkifli
NIM : 010001600046
Kelompok 6
Dosen : Dr. Tolkah, SH.MH
PERBUATAN PIDANA BUGHAH DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Bughah
Secara etimologi, kata bughah berasal dari bahasa Arab ‫ بَغَى‬yang memiliki arti yang
sama dengan kata ‫ ظَلَ َم‬yaitu berlaku zalim, menindas. Pendapat lain menyebutkan bahwa
kata bughah berasal dari kata  yang berarti menginginkan sesuatu. Sedangkan secara
terminologi, terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam mendefinisikan tindak
pidana baghat, antara lain:
1. Menurut Ulama Hanafilah, bughah adalah sekelompok orang yang memiliki
kekuatan, kemudian perbuatan itu bermaksud melawan pemerintah berkaitan
dengan perkara-perkara tertentu, karena terdapat perbedaan paham.
2. Menurut Ulama Malikiyyah, bughah adalah tindakan menolak untuk tunduk dan taat
kepada orang yang kepemimpinannya telah tetap dan tindakannya bukan dalam
maksiat, dengan cara menggulingkannya, dengan menggunakan alasan (ta’wil).
3. Menurut Ulama Syafi’iyyah, bughah diartikan sebagai orang-orang Islam yang tidak
patuh dan tunduk kepada pemimpin tertinggi negara dan melakukan suatu gerakan
massa yang didukung oleh suatu kekuatan dengan alasan-alasan mereka sendiri.
4. Menurut al-Mawardi, kendati perbuatan pelaku bughah itu sebatas ancaman, maka
tanggung jawab pidana yang dimaksud tetap berlaku meskipun tidak dipandang atas
dasar pemberontak.

Bughah juga memiliki kesamaan dengan hirobah (perampokan), yakni samasama


mengadakan kekacauan dengan dalam sebuah negara. Namun jika dilihat dari motif yang
melatarinya, keduanya sangat berbeda. Hirobah hanya bertujuan mengadakan kekacauan
dan mengganggu keamanan di muka bumi tanpa menggunakan alasan (ta’wil), sedangkan
bughat menggunakan alasan (ta’wil) politis. Tegasnya, bughat merupakan tindakan yang
dilakukan bukan hanya sekedar mengadakan kekacauan dan mengganggu keamanan,
melainkan tindakan yang targetnya adalah mengambil alih kekuasaan atau menjatuhkan
pemerintahan yang sah.

B. Dasar Hukum
Terdapat beberapa ayat al-Quran dan hadits yang membicarakan persoalan bughat, antara
lain;
1. QS. Al Hujuraat :9
2. QS. Al Hujuraat: 10
3. QS. An-Nisa:59
Dalam sebuah hadits dinyatakan:
‫ السمع والطاعة على المرء المسلم فيما احب او كرها مالم يؤمرو بمعصية فال سمع‬:‫ قال‬.‫م‬.‫ عن النبى ص‬.‫ع‬.‫عن ابن عمر ر‬
)‫وال طاعة (رواه البخارى ومسلم‬
Artinya:” dari ibnu umar r.a. dari nabi SAW beliau bersabda: mendengar dan menaati
terhadap imam yang adil merupakan kewajiban orang muslim, baik yang ia sukai maupun
yang ia benci selama ia tidak diperintah melakukan maksiat, tidaklah boleh didengar dan
ditaati”. (H.R. Bukhori dan Muslim).
C. Unsur-Unsur Bughah
Terdapat tiga unsur di dalam jarimah bughah, yaitu :

1. Pembangkangan terhadap kepala negara (imam).


2. Pembangkangan dilakukan dengan kekuatan.
3. Adanya niat yang melawan hukum (al-qasd al-jinaiy) Yang tergolong pemberontak
adalah kelompok yang dengan sengaja berniat menggunakan kekuatan untuk
menjatuhkan imam maupun tidak menaatinya.

Perbuatan pemberontakan dinamakan jarimah siasiyah (tindak pidana politik) Jarimah


Siasiyah belum dinamakan tindak pidana politik yang sebenarnya, kecuali kalau memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

a) Perbuatan itu ditunjukkan untuk menggulingkan negara dan semua badan


eksekutif lainnya atau tidak mau lagi mematuhi pemerintah nya.
b) Ada alasan yang mereka kemukakan, apa sebabnya mereka memberontak,
walaupun alasan itu lemah sekali.
c) Pemberontak telah mempunyai kekuatan dengan adanya orang yang mereka taati
(pengatur pemberontakan) atau ada pimpinan nya.
d) Telah terjadi pemberontakan yang merupakan perang saudara dalam negara,
sesudah mereka mengadakan persiapan atau rencana.
D. Sanksi Bughah

Pada hakikatnya hukuman bagi pelaku pemberotakan adalah hukuman mati. Hal
tersebut dikarenakan pemberontakan merupakan kejahatan yang akan menimbulkan
kekacauan, ketidaktenangan dan pada akhirnya akan mendatangkan kemunduran dalam
suatu masyarakat (negara).Walau jarimah pemberontakan adalah hukuman mati atau
ditumpas pada saat terjadinya perang, tapi para ulama mazhab sepakat harus adanya proses
dialog terlebih dahulu sebelum hukuman mati dieksekusi. Akan tetapi faktor damai lebih
penting daripada membunuh. Sekiranya jenis pidana itu akan dikenakan, maka hukuman
yang berlaku sama seperti hukuman yang diperuntukkan kepada pelaku hirabah, yakni
hukuman mati, salib, atau potong tangan dan kaki secara silang, atau dibuang dari tempat
asalnya, dengan berdasarkan ketentuan pemerintah yang sah.
E. Kesimpulan
Bughat adalah segolongan kaum muslimin yang menentang imam (pemerintah yang
adil) dengan menyerang, serta tidak mau mengikutinya atau tidak memberikan hak imam
yang menjadi kewajibannya, dan mempunyai alasan yang kuat untuk memberontak, serta
ada seseorang pemimpin yang mereka taati. Bila pemberontak itu sudah di berikan nasehat
oleh imam secara baik-baik dan telah ditempuh cara-cara lain yang baik agar mereka
bersedia mengikuti motiv yang mendorong mereka bersikap keras tidak mau tunduk kepada
imam yang adil, tidak bersedia sadar diri dan bertobat, mereka masih bersikeras
membangkang ,maka sang imam baru dibolehkan memberi tahu, bahwa mereka akan di
bunuh sebagai langkah yang terakhir.
UAS HUKUM PIDANA ISLAM

1. Jelaskan perbedaan pengertian antara jarimah : Khalwat, lkhtilath, dan Zina, serta
jelaskan mengenai bentuk sanksi baginya pelakunya menurut Qanun Aceh
No.6/2014 ?
Jawaban : perbedaannya ialah ...
a) Khalwat adalah perbuatan berada pada tempat tertutup atau tersembunyi
antara 2 (dua) orang yang berlainan jenis kelamin yang bukan Mahram dan
tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah pihak yang mengarah
pada perbuatan Zina. Sanksinya menurut Qanun Aceh No. 6/2014 ialah
dalam Pasal 23 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah
khalwat, diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 10 (sepuluh)
kali atau denda paling banyak 100 (seratus) gram emas murni atau penjara
paling lama 10 (sepuluh) bulan.
b) Ikhtilath adalah perbuatan bermesraan seperti bercumbu, bersentuh-
sentuhan, berpelukan dan berciuman antara lakilaki dan perempuan yang
bukan suami istri dengan kerelaan kedua belah pihak, baik pada tempat
tertutup atau terbuka. Sanksinya menurut Qanun Aceh No. 6/2014 ialah
dalam Pasal 25 (1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah
Ikhtilath, diancam dengan ‘Uqubat cambuk paling banyak 30 (tiga puluh) kali
atau denda paling banyak 300 (tiga ratus) gram emas murni atau penjara
paling lama 30 (tiga puluh) bulan.
c) Zina adalah persetubuhan antara seorang laki-laki atau lebih dengan seorang
perempuan atau lebih tanpa ikatan perkawinan dengan kerelaan kedua belah
pihak. Sanksinya menurut Qanun Aceh No. 6/2014 ialah dalam Pasal 33 (1)
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Zina, diancam dengan
‘Uqubat Hudud cambuk 100 (seratus) kali.

2. Jelaskan perbedaan pengertianantara Jarimah Pelecehan seksual dan pemerkosaan,


serta jelaskan mengenai bentuk sanksi bagi para pelakunya, menurut Qanun Aceh
No. 6/2014?
Jawaban : perbedaannya ialah ...
a) Pelecehan Seksual adalah perbuatan asusila atau perbuatan cabul yang
sengaja dilakukan seseorang di depan umum atau terhadap orang lain
sebagai korban baik laki-laki maupun perempuan tanpa kerelaan korban.
Sanksinya menurut Qanun Aceh No. 6/2014 ialah dalam Pasal 46 Setiap
Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah pelecehan seksual, diancam
dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau
denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau
penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.
b) Pemerkosaan adalah hubungan seksual terhadap faraj atau dubur orang lain
sebagai korban dengan zakar pelaku atau benda lainnya yang digunakan
pelaku atau terhadap faraj atau zakar korban dengan mulut pelaku atau
terhadap mulut korban dengan zakar pelaku, dengan kekerasan atau paksaan
atau ancaman terhadap korban. Sanksinya menurut Qanun Aceh No. 6/2014
ialah dalam Pasal 48 Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah
Pemerkosaan diancam dengan ‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 125
(seratus dua puluh lima) kali, paling banyak 175 (seratus tujuh puluh lima)
kali atau denda paling sedikit 1.250 (seribu dua ratus lima puluh) gram emas
murni, paling banyak 1.750 (seribu tujuh ratus lima puluh) gram emas murni
atau penjara paling singkat 125 (seratus dua puluh lima) bulan, paling lama
175 (seratus tujuh puluh lima) bulan.

3. Jelaskan mengenai pengertian alasan pembenar dan alasan pemaaf, menurut Qanun
Aceh No. 6/2014 dan buatlah contohnya masing-masing !
Jawaban : menurut Qanun Aceh No. 6/2014 ...
a) Alasan Pembenar menurut Pasal 9 ialah Petugas yang sedang melaksanakan
tugas atau perintah atasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
tidak dikenakan ‘Uqubat. Contoh : Contoh perbuatan pidanan karena
menjalankan perintah undang – undang adalah “pencabutan nyawa” oleh
seorang eksekutor terhadap terpidana mati.
b) Alasan pemaaf menurut Pasal 11 ialah Perintah jabatan yang diberikan tanpa
wewenang tidak mengakibatkan hapusnya ‘Uqubat, kecuali jika orang yang
diperintahkan dengan itikad baik mengira bahwa perintah tersebut diberikan
dengan wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan
pekerjaannya. Contoh : seorang agen polisi yang melihat istrinya diperkosa
oleh orang, lalu mencabut pistolnya yang dibawa dan ditembakkan beberapa
kali pada orang itu, boleh dikatakan ia melampaui batas-batas pembelaan
darurat, karena biasanya dengan tidak perlu menembak beberapa kali, orang
itu telah menghentikan perbuatannya dan melarikan diri. Apabila dapat
dinyatakan pada hakim, bahwa bolehnya melampaui batas-batas itu
disebabkan karena marah yang amat sangat, maka agen polisi itu tidak dapat
dihukum atas perbuatannya tersebut. Pembelaan terpaksa seperti ini diatur
pada pasal 49 ayat (2) KUHP.

4. Di dalam Qanun Aceh No.6/2014 tidak mengatur mengenai sanksi yang berbentuk
Qishash, Rajam, dan Potong Tangan, apa alasanya ?
Jawaban : alasannya pada semasa perang para ulama mazhab sepakat harus adanya
proses dialog terlebih dahulu sebelum hukuman mati dieksekusi. Akan tetapi faktor
damai lebih penting daripada membunuh. Sekiranya jenis pidana itu akan dikenakan,
maka hukuman yang berlaku sama seperti hukuman yang diperuntukkan kepada
pelaku hirabah, yakni hukuman mati, salib, atau potong tangan dan kaki secara
silang, atau dibuang dari tempat asalnya, dengan berdasarkan ketentuan pemerintah
yang sah.

5. Bagaimana prospek mengenai penerapan hukum pidana Islam secara nasional di


Indonesia menurut saudara ? Berilah argumentasinya ?
Jawaban : menurut saya Pemberlakuan hukum pidana Islam sepertinya sudah
terwujud jika menoleh pada pemberlakuan ketentuan hukum perdata Islam yang
telah diimplemnetasikan dalam sistem perundang-undangan nasional, seperti
perkawinan dan kewarisan. Hal ini merupakan langkah awal dari pemberlakukan
hukum Islam di Indonesia melalui hukum positif. Akan tetapi kesan sebagian
masyarakat terhadap hukum pidana Islam (Fiqh Jinayah). Tiap mendengar pidana
Islam, yang terbayang biasanya hukuman potong tangan, rajam dan qishash yang
dapat dikaegorikan sebagai `vonis`. Padahal, studi yang obyektif dan mendalam
terhadap hukum ini kana menunjukan bahwa kesan sperti ini muncul, karena hukum
pidana Islam dilihat secara tidak utuh atau parsial.
Seharusnya, hukum pidana Islam dibaca dalam konteks yang menyeluruh dengan
bagian lain dari syariat Islam. Hukum potong tangan contohnya, sering dituding
telalu lampau kejam dan tidak adil. padahal, hukuman ini baru dijatuhkan ketika
sejumlah syarat yang ketat telah dipenuhi. Selain itu, situasi dan kondisi pada
lingkungan masyarakat itu menjadi pertimbangan diberlakukanya hukum pidana
Islam. Padahal menurut saya masyarakat butuh suatu sistem penanggulangan
kejahatan yang betul-betul melindungi dan member rasa aman. namun sayangnya,
ketika berbicara soal hukum pidana Islam dan sanskinya, sebagian masyarakat sudah
bersikap apriori. Seperti contoh perilaku masyarakat terhadap pelaku kejahatan yang
kian tak terkontrol. sudah lebih dari sepuluh orang yang yang dianggap mencuri
hangus dibakar oleh massa, sudah puluhan nyawa melayang sia-sia karena salah
sasaran. Masyarakat marah dan geram karena kejahatan begitu mudah mengambil
korban. hukum, seolah tak lagi ada, karena daya efektifitasnya melemah. Para pelaku
kejahatan sepertinya tidak lagi takut pada sanski. Penjara pun menjadi tempat yang
paling aman untuk berlibur dan transaksi narkoba. Ya begitulah wallahu’alam.

Anda mungkin juga menyukai