BUGHAT (PEMBERONTAKAN)
Disusun oleh:
Zahwa Nabilah Pasya
XI IPS 1/32
1.1 Pengertian
Secara etimologi, kata bughat berasal dari bahasa Arab َبَغىyang memiliki arti yang
sama dengan kata َظَلَمyaitu berlaku zalim, menindas. Pendapat lain menyebutkan bahwa
kata bughat berasal dari kata yang berarti menginginkan sesuatu. Sebagaimana dalam
firman Allah SWT surat Al-Kahfi ayat 64:
]١٨:٦٤[ َقاَل َٰذ ِلَك َم ا ُكَّنا َنْبِغ ۚ َفاْر َتَّد ا َع َلٰى آَثاِرِهَم ا َقَص ًصا
“Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari.” (QS. Al-Kahfi: 64 Dalam ‘urf, kata al-
baghyu diartikan meminta sesuatu yang tidak halal atau melanggar hak
Adapun "Bughat" dalam pengertian syara' adalah orang-orang yang menentang atau
memberontak pemimpin Islam yang terpilih secara sah. Tindakan yang dilakukan Bughat
bisa berupa memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, membangkang perintah
pemimpin, atau menolak berbagai kewajiban yang di bebankan kepada mereka.
Seorang baru bisa dikategorikan sebagai Bughat dan dikenai had Bughat jika
beberapa kriteria ini melekat pada diri mereka :
a. Memiliki kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata.
b. Memeiliki takwil (alas an) atas tindakan mereka keluar dari kepemimpinan imam
atau tindakan mereka menolak kewajiban.
c. Memiliki pengikut setia kepada mereka.
d. Memiliki iman yang ditaati.
Menurut Imam Syafi'I hukuman bagi pelaku tindak pidana Bughat adalah diperangi
namun memeranginya harus dengan cara cara yang baik dengan tetap menjaga hak-hak
mereka jika kelompok Bughat seorang Muslim, namun jika mereka seorang kafir tanpa
ada ampun.
Bughat tidak dihukumi kafir sehingga kepada para pelaku bughat wajib diupayakan
agar mereka kembali taat kepada imam. Usaha mengajak mereka kembali taat dilakukan
dengan cara bertahap, yaitu dari cara yang paling ringan hingga diperangi.
Para bughat harus diusahakan sedemikian rupa agar sadar atas kesalahan yang mereka
lakukan, hingga akhirnya mau Kembali taat kepada imam dan melaksanakan kewajiban
mereka sebagai warga negara.
Proses penyadaran kepada mereka harus dimulai dengan cara yang paling halus. Jika
cara tersebut tidak erhasil maka boleh digunakan cara yang lebib tegas. Jika cara tersebut
masih juga belum berhasil, maka digunakan cara yang paling tegas.
Berikut ini adalah tahap-tahap pemberian tindakan hukum terhadap pelaku bughat
sesuai ketentuan fiqih Islam :
a. Mengirim utusan kepada mereka agar diketahui sebab sebab pemberontakan yang
mereka lakukan.
b. Menasihati dan mengajak mereka agar mentaati imam yang sah.
c. Memberikan uktimatum/ ancaman bahwa mereka akan diperangi.
d. Diperangi sampai mereka sadar dan taat kembali.
1.6 Unsur-unsur Bughat
Para ulama telah sepakat bahwa tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslim haruslah ditumpas. Memerangi mereka itu wajib hukumnya, yang
mana tindakan mereka itu dapat di pandang sebagai hukuman. Dasar hukum untuk
pemberontakan ini yaitu dalam Surat Al-Hujuraat ayat 9 : “Dan jika ada dua golongan
dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu
dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah
golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah,
jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara
keduanya dengan adil, dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil”.
Ayat itu menjelaskan, jika ada orang mukmin saling bermusuhan, maka jama’ah yang
memiliki kebijaksanaan wajib segera campur tangan untuk mendamaikannya. Sekiranya
salah satu golongan membangkang, tidak mau berdamai atautidak memenuhi ajakan
damai, maka golongan itu haruslah diperangi.
Para ahli fiqh sepakat bahwa mereka yang membangkang itu belum keluar dari islam
karena pembangkangannya, berdasarkan ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “dua golongan
orang-orang mukmin”, dan juga dijelaskan bahwa pemberontakan tidaklah
menghilangkan keimanan. Sewaktu Ali ditanyakan apakah mereka (lawan Ali) itu orang
musyrik?. Ali berkata bukanlah mereka itu orang musyrik. Apakah mereka itu orang
munafik? Ali menjawab : bukan, sebab orang munafik tidak menyebut nama Allah
kecuali sekali. Kalau begitu apakah hal mereka itu?. Ali berkata : saudara-saudara kita
yang memberontak kepada kita.
Karena itu, Para ulama fiqh berpendapat bahwa:
1. Mereka yang lari dari golongan itu tidak boleh diperangi,
2. Orang yang terluka tidak boleh dibunuh,
3. Harta mereka tidak boleh dijadikan ghonimah,
4. Istri-istri dan keluarga tidak boleh ditawan,
5. Segala kerusakan akibat pertempuran tidak boleh dijadikan jaminan, baik itu
berbentuk jiwa ataupun harta
Jika terdapat dari kalangan mereka yang terbunuh, maka wajib dimandikan,
dikafankan, dan dishalatkan. Jika yang terbunuh dari golongan adil maka ia menjadi
syahid. Tida perlu dimandikan dan dishalatkan karena ia gugur di dalam menegakkan
perintah Allah.
Kalau di teliti dari ketentuan Al-Qur’an pad syrat Al-Hujuraat : 9, tampaklah
kedudukan yang sama antara pihak pemberontak dan yang diberontak kedua-duanya
disebut golongan mukmin, dan Al-Qur’an memerintah untuk memerangi pihak yang
melampaui batas, apakah mereka itu yang memberontak atau yang diberontak. Kalau
yang diberontak mempunyai kekuatan dan takwil, dan dalam peperangn kalah, mereka
juga diperlakukan seperti pihak pemberontak. Oleh karena itu dalam peristiwa peperangn
antara Ali dan Muawiyah para ulama tidak menyebut-nyebut siapakah sebenarnya yang
memberontak dari yang diberontak. Keduanya mempunyai kekuatan dan takwil. Secara
yuridis formil Ali adalah kholifah sebab ia dipilih dalam suatu bai;ah, dan kaenanya wajib
dipatuhi. Tetapi secara yuridis formil pula Muawiyah memppunyai takwil tidak mematuhi
Ali sebab Ali tidak mau mengusut siapa pembunuh Ustman, jadi perkembangan
sejarahlah yang menentukan dalam hal seperti tersebut diatas.
Ulama Hanafi tidak menggolongkan pemberontaka itu termasuk hudud, karena kalau
diperhatikan tindak-tindak hukum yang dikenakan pada para pemberontak ternyata tidak
ada ketentuan hukum haad pada mereka, hanya memerangi mereka sehingga mau kembali
taat.
Adapun hikmah dari adanya hkuman bagi pelaku buhgat antara lain sebagai berikut :
a. Seseorang atau sekelompok organisasi tidak akan mudah memusuhi atau
membangkang dengan memberontak terhadap negara yang sudah terbentuk secara
sah. Mereka akan menerima sanksi diperangi oleh negara yang sah dan juga tidak
dapat menikmati kehidupan yang bebas dan damai di negara tempat mereka tinggal.
b. Seseorang atau sekelmpok organisasi akan memahami betapa hukum Islam benar-
benar melindungi kedaulatan negara yang sah secara hukum. Karena kehadiran negara
yang damai dan adil dapat mengantarkan umat manusia kedalam kehidupan yang
aman, damai, tentram.
c. Menghindarkan manusia atau sekelompok organisasi dari berbuat kesemena-mena
yang tidak melewati jalur konstitusi yang diakui oleh negara. Oleh karena itu,
pemberontakan sangat berbahaya bagi keutuhan suatu bangsa dan negara yang sah.
d. Memberikan efek jera terhadap pelaku bughat agar tidak memberontak dan dapat
kembali taubat serta mengakui negara yang sah secara konstitusional dan hukum
Islam.
e. Memberikan pemahaman bahwa jika terdapat perbedaan pendapat terkait dengan
jalannya pemerintahan, maka harus disalurkan dengan cara-cara yang benar.
BAB III
PENUTUP
1.10 Kesimpulan
Bughat adalah segolongan kaum muslimin yang menentang imam (pemerintah yang
adil) dengan menyerang, serta tidak mau mengikutinya atau tidak memberikan hak imam
yang menjadi kewajibannya, dan mempunyai alasan yang kuat untuk memberontak, serta
ada seseorang pemimpin yang mereka taati. Bila pemberontak itu sudah di berikan
nasehat oleh imam secara baik-baik dan telah ditempuh cara-cara lain yang baik agar
mereka bersedia mengikuti motiv yang mendorong mereka bersikap keras tidak mau
tunduk kepada imam yang adil, tidak bersedia sadar diri dan bertobat, mereka masih
bersikeras membangkang ,maka sang imam baru dibolehkan memberi tahu, bahwa
mereka akan di bunuh sebagai langkah yang terakhir.
Bughat adalah tindakan buruk yang tidak bertanggung jawab, karena dapat merugikan
tatanan kemasyarakatan yang sudah tertata baik berdasarkan kesepakatan bersama. Bila
ada hal-hal yang dianggap kurang berkenan di dalam kepemimpinan misalnya, maka ada
cara yang baik untuk memperbaikinya. Dengan cara yang baik sajalah yang dapat
menyelesaikan permasalahan baik permasalahan bangsa, Negara dan dalam
kepemimpinan.
Pemerintah yang dhalim adalah pemerintah yang semena-mena dalam membuat
kebijakan hingga masyarakat tedhalimi dengan banyaknya korupsi, kolusi, nepotisme,
pemerasan, lebih berpihak kepada orang kafir dll. Pemerintahan yang dhalim itu boleh
diganti dan diturunkan, cara menurunkan pemerintah ini pun harus dilakukan dengan cara
yang baik, jangan sampai berniat menghindari satu kedhaliman dengan melakukan
kedhaliman yang lebih besar.
Dilarangnya perbuatan bughat mengandung hikmah yang sangat banyak bagi kaum
muslimin, dan umat Islam pada umumnya, di antaranya :
a. Terciptanya situasi dan kondisi negara yang aman, nyaman dan tentram, sehingga
pemerintah dapat melaksanakan program pembangunan dengan lancar.
e. Secara bersama-sama dapat menciptakan suatu negara yang subur makmur yang
mendapat ridlo Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Paket Fikih Tingkat Madrasah Aliyah Kelas XI 2020 Penerbit Kementerian
2. https://harianto05091995.blogspot.com/2018/11/makalah-tentang-bughat-
pemberontak.html
3. Hasanuddin. Nor, Lc, Ma, dkk, Fiqh Sunnah 3 ,Jakarta, Pena Pundi Aksara, 2006