Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada penulis
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Prof. Dr. H. Zainuddin Rahman, SE., M.Si pada mata
kuliah Islam Disiplin Ilmu Ekonomi di Universitas Muslim Indonesia. Selain itu, penulis juga
berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang Ekonomi dalam Islam.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. H. Zainuddin Rahman, SE.,
M.Si selaku dosen mata kuliah Islam Disiplin Ilmu Ekonomi. Tugas yang telah diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
PENYUSUN
BAB 1
EKONOMI ISLAM
A. Ekonomi Islam
Definisi Kursyid Ahmad tentang ekonomi Islam adalah Upaya sistematis untuk memahami masalah
ekonomi dan perilaku manusia secara relasional dari perspektif Islam. Ada beberapa pengertian dari
para pakar ekonomi Islam tentang ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
a. Menurut Muhammad Abdullah Al-„Arabi, ekonomi Islam yaitu sekumpulan dasar umum ekonomi
yang disimpulkan dari kitab suci Al-qur‟an dan As-sunnah yang perekonomianya didirikan atas dasar
sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.
b. Menurut Muhammad Syauqi Al-Fanjari, ekonomi Islam merupakan ilmu yang mengarahkan
kegiatan ekonomi dan mengaturnya sesuai dengan dasar dan siasat ekonomi Islam.
c. Menurut M. A. Manan, ekonomi Islam adalah ilmu yang pengetahuan sosialnya mempelajari
masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai Islam.
d. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, ekonomi syariah yaitu kegiatan usaha yang
dilakukan perorangan, kelompok orang, badan usaha yang berbadan hukum atau tidak berbadan
hukum dengan rangka memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial dan tidak komersial menurut
prinsip syariah.
Beberapa pengertian para pakar ekonomi Islam dan menurut Kursyid Ahmad kita dapat
menyimpulkan bahwa ekonomi Islam adalah sistem ekonomi dengan menetapkan kegiatan usaha dan
perekonomianya sesuai dengan Al-Qur‟an dan hadis yang berdasarkan dengan hukum Islam.
Dalam menjelaskan persoalan yang berkaitan dengan apa dan bagaimana konsep ekonomi islam
mencul perbedaan diantara para pemikir eekonomi islam yang dapat dikelompokkan atas :
Mengenali suatu perekonomian memang tidak mudah. Ciri ini mempermudah kita dalam mengenal
mana yang termasuk ekonomi Islam atau bukan.
Kesatuan, mengutamakan kesatuan antar umat. Dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi tidak
diperbolehkan untuk menyakiti atau merugikan salah satu yang akan membuat rasa kesatuan.
Keseimbangan, selalu menyeimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Segala hal yang
kita lakukan di dunia untuk bekal ke akhirat.
Kebebasan, memberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan apapun yang terpenting tidak
melewati batas-batas yang telah ditentukan dalam etika Islam dalam bermualmalah.
Tanggung Jawab, apapun yang telah ia lakukan harus diselesaikan berdasarkan ke mampuan
masing-masing.
Dalam menjalankan ekonomi Islam memiliki dasar sebagai pedoman dalam mengambil keputusan
yang ada. Dasar ini harus diterapkan agar tidak kehilangan ekonomi Islam yang sejati,
1) Manusia hanya memanfaatkan segala sesuatu yang berasal dari Allah SWT
2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dengan batas-batas yang telah ditentukan
3) Kekuatan dalam bergerak merupakan kerja sama
4) Menolak adanya penguasaan akumulasi kekayaan untuk beberapa orang
5) Harus memiliki rasa tahut kepad Allah SWT dan meyakini datangnya hari akhir
6) Seseorang yang memiliki harta dan telah mencapai batas yang ditentukan maka wajib
membayar zakat
7) Melarang seseorang melakukan riba dalam bentuk apapun
Tujuan utama penerapan ekonomi Islam ialah untuk mewujudkan kesuksesan dunia dan akhirat.
Tujuan utama tersebut kemudian dijelaskan dalan tujuan dibawah ini,
1) Bertahan hidup, segala hal yang berkaitan dengan perekonomian ialah untuk bertahan hidup
di dunia. Kegiatan ekonomi yang kita lakukan agar kita dapat menjaga eksistensi yang ada.
2) Sarana ibadah, kegiatan ekonomi yang dilakukan diniatkan untuk beribadah kepada Allah
SWT supaya mendapat ke-ridhoanya. Ridho Allah SWT merupakan tujuan utama ketika
seseorang melakukan kegiatan ekonomi. Apabila Allah SWT meridhoi apa yang kita lakukan
maka penghasilan kita dapat menjadi rezeki yang barokah. Ketika seseorang dapat merasakan
barokah rezeki itulah puncak dari keridhoannya.
3) Membekali keturuan agar mendapat kejayaan yang lebih baik, ketika kita menjalankan
sesuatu yang baik saat ini maka kedepan keturunan kita akan menjadi lebih baik. Melihat
keturunan mendapatkan kejayaannya maka kita akan merasakan kebahagiaan yang mereka
rasakan.
Beberapa hal yang perlu kita ketahui mengenai penerapan ekonomi islam. Penerapan ini dilakukan
dalam segala jenis kegatan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan contoh dari kegiatan
ekonomi Islam yang sering kita ketahui,
a. Jual beli
Salah satu jenis kegiatan muamalah yang sering kita lakukan. Kegiatan jual beli sering kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Jual beli yang baik menurut Islam ialah tidak dapat
kebohongan dalam transaksi yang dilakukan. Segala jenis transaksi berdasarkan kesepakatan
bersama.
b. Musyarakah
Salah satu jenis permodalan dalam suatu usaha yang terdiri dari beberapa orang. Bentuk
kerjasama ini memiliki ketentuan bahwa setiap anggota memiliki hak yang sama. Hak
tersebut berkaitan dengan peran dalam perusahaan dan keuntungan yang akan dibagikan
berdasarkan kesepakatan awal. Permodalan jenis ini semua anggota memiliki tanggung jawab
yang sama dalam menangani segala resiko yang ada. Pemilik modal mengawasi dan
menjalankan usaha secara bersama-sama.
c. Mudarabah
Permodalan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu usaha. Pemilik modal memiliki peran
tertinggi. Orang lain yang bergabung dalam bentuk kerjasama ini hanya sebagai pekerja.
Apabila terdapat permasalahan dalam perusahaan maka pemilik perusahaan akan
bertanggungjawab penuh atas hal-hal yang telah dilakukan.
d. Murabahah
Sistem jual beli berdasarkan kesepatakan bersama. Seseorang menjual produk yang dimiliki
sesuai dengan harga beli awal, namun untuk kegiatan yang saling menguntungkan maka harga
baru akan ditentukan berdasarkan kesepakatan yang diambil. Kegiatan ini biasa dilakukan di
pegadaian atau bank yang menerapkan sistem bagi hasil.
e. Ijarah
Pembayaran atas sewa barang dan jasa yang telah dilakukan. Untuk menghargai orang lain
atau sebagai ucapan terima kasih, oleh karena alasan itulah maka setidaknya seseorang
memiliki kewajiban untuk membayar atas sewa tersebut.
f. Musaqoh
Salah satu kegiatan yang mungkin dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu berkaitan
dengan sewa lahan. Perjanjian yang dilakukan seseorang untuk mengelola kebun dengan
perjanjian yang dilakukan sejak awal. Orang yang ditunjuk tersebut hanya bertugas merawat
kebun tersebut. Segala jenis perawatan dan benih berasal dari pemilik kebun.
g. Muzaraah
Kegiatan sewa dalam kegiatan pertanian. Pemilik lahan pertanian hanya menerima hasil dari
sawah, sementara untuk benih, pupuk, dan perawatan lain berasal dari orang yang menyewa
lahan tersebut. Pembagian keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama.
h. Mukhabarah
Salah satu jenis kerjasama dalam bidang pertanian. Dimana terdapat pemilik lahan dan
penyewa. Pemilik lahan memiliki tanggungjawab untuk membelikan benih yang akan
ditanam, sementara untuk perawatan dan lain-lain diserahkan kepada seseorang yang
menyewa. Pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan yang telah ditentukan diawal
kerjasama.
BAB 2
RINSIP POKOK EKONOMI ISLAM
SUMBER KARAKTERISTIK :
Aqidah
Akhlak
Muamalah
Metodologi Konvemsional
Disusun dengan metode ilmiah yang merupakan penggabungan pendekatan rasionalisme dengan
empirisme.
Kebenaran yang diperoleh melalui scientific method adalah pengetahuan sehingga ilmu ekonomi
disebut sebuah ilmu pengetahuan/science.
Menurut Blaugh dalam Khan (1994) Methodologi ilmu pengetahuan membahas secara kritis tentang :
Konsep, Teori dan prinsip-prinsip dasar penalaran (basic principle of reasoning)
Dalam wujud praktisnya, metodologi akan menghasilkan gambaran mengenai realita yang ada yang
diwujudkan dari hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya yang pada akhirnya
menghasilkan suatu simpulan umum. Apabila hubungan itu mendekati kepastian maka terbentuklah
hukum atau teori.
Metodologi merupakan suatu keharusan, sebab prinsip ajaran islam adalah kebenaran. Manusia
diperintahkan untuk mengikuti kebenaran dan dilarang mengikuti persangkaan (dzan), dan untuk
mengikuti kebenaran manusia harus memiliki pengetahuan
QS : An –Najm (53 ayat 28).
Kata Alhaq disini maksudnya adalah ilmu pasti yang bisa menjadi dasar-dasar atas
keyakinan-keyakinan dan ia tidak bermakna selain itu
1. Al’Qur’an
Nama lainnya : Al Huda, al furqan (pembeda), Az-Zikr (peringatan), Asy syifa (obat), al’Ilm
(Ilmu), Al Karim, Al Muhaimin
Al Qur;an adalah kalamullah dalam arti sebenarnya , yaitu firman Allah untuk seluruh umat
manusia melalui Muhammad SAW (Intermediary)
2. As-Sunnah
3. Ijtihad
MENAFSIRKAN AL-QUR’AN
1. Menafsirkan Al Qur’an dengan Al Qur’an yaitu menafsirkan suatu ayat dengan ayat yang lain
(tafsir ayat bil ayat) misalnya QS :2 Ayat 3-4 menjelaskan kriteria orang bertaqwa yang telah
disebutkan dalam ayat 2
Menafsirkan Ayat dengan Ayat dijamin Allah pasti tidak akan ada pertentangan (QS : An-Nisa
(4) : 82)
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan
dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
2. Menafsirkan Al Qur’an dengan Sunnah, As-sunnah dapat menjadi penafsir (bayan tafsir)
karena akhlaq Rasulullah SAW adalah Al Qu’an itu sendiri
QS: An- Nahl (16 ayat 44).
3. Menafsirkan Al Qur’an dengan Penjelasan sahabat, ada 10 sahabat yang dipandang sebagai
penafsir Al Qur’an yang utama (Al Qattan) :
1) Abu bakar as-shidiq
2) Umar bin khatab
3) Usman bin affan
4) Ali bin Abi Thalib
5) Abdullah bin mas’ud
6) Abdullah ibnu Abbas
7) Ubai bin Kaab
8) Zaid bin Tsabit
9) Abu Musa Al Asyari
10) Abdullah ibnu zubair
4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan pemikiran (tafsir bil Ra’y) harus memenuhi persyaratan
antara lain :
Menukilkan sumber penafsirannya dari Rasulullah SAW
Mengambil sumber tafsir dari para sahabat (khususnya asbabun Nuzul)
Mengambil tafsir dari kaidah bahasa arab
Memperhatikan apa yang dikehendaki suatu ayat
Terdapat perbedaan kebenaran agama dengan kebenaran ilmiah maka penyusunan metodologi
ekonomi Islam tidak sederhana, ada dua problematika utama :
Bagaimana menempatkan wahyu Allah dalam pembentukan ilmu pengetahuan. Kebenaran wahyu
bersifat dogmatis, sedangkan ilmu pengetahuan bersifat verifikatif
Bagaimana menempatkan kebenaran rasional dan fakta empiris dalam kerangka metodologi ilmu
pengetahuan yang islami.
1. Ekonomi Islam
framework utama dan paradigma dasar yang diderivasi dari suatu sumber yang bersifat baku,
pasti,dan tidak dapat dirubah
Cenderung menggunakan mtode induktif, meskipun tetap menggunakan metode deduktif
Menempatkan nilai etika mis : kejujuran, keadilan,kesederhanaan
Disiplin ilmu yang cenderung normatif
Masalah ekonomi islam berkaitan dengan penciptaan falah
2. Ekonomi onvensional
Dibangun dari paradigma dasar yang masih dapat dipertanyakan dan dapat berubah
Cenderung menggunakan metode deduktif, bahkan asumsi yang digunakan bersifat spekulatif
Adanya pemisahan dimensi normatif dengan positif
Disiplin ilmu yang cenderung positif
Pengembangan ilmu pengetahuan saj
BAB 4
Argumentasi yg dibangun memenuhi kaidah-kaidah logika & diterima akal serta diterima secara
universal.
Kaidah umum dan universal, sesuai dengan universalitas islam dalam konsep ekonomi Islam adalah
setiap pelaku ekonomi harus :
Ekonomi Islam mempelajari perilaku ekonomi pelaku ekonomi yg rasional islami, sehingga standar
moral perilaku ekonomi didasarkan pada ajaran islam bukan didasarkan pada nilai-nilai yg dibangun
oleh kesepakatan sosial
Sikap rasional Islam mendorong pelaku ekonomi islami untuk mencari informasi agar dapat meraih
fallah.
1. Ayat Kauniyah,yaitu ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam
semesta dan semua yang ada didalamnya. Ayat-ayat ini meliputi segala macam
ciptaan Allah, baik itu yang kecil (mikrokosmos) ataupun yang besar
(makrokosmos). Bahkan diri kita baik secara fisik maupun psikis juga merupakan
ayat kauniyah. Ayat kauniyah ini sering juga disebut dengan fenomena alam.
Syariah, Fiqh & Ekonomi Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam QS Fushshilat ayat 53:
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala
penjuru bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-
Quran adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu?”
2. Ayat qauliyah (sumber yang berasal langsung dari sang pemcipta)
Syariah diartikan sebagai seperangkat peraturan atau ketentuan Allah untuk manusia yg disampaikan
melalui rasulNya
1. keimanan.
2. moral.
Fiqh (sumber hukum) yang diakui ahli hukum Islam yang utama/pertama terdiri dari :
a. Al Quran.
b. Sunnah.
c. Ijma (Kesepakatan bersama para ulama)
d. Qiyas (analogi masalah terhadap hukum yg terdapat dalam Al Quran & Sunnah)
1. persamaan kompensasi.
2. persamaan hukum.
3. moderat.
4. proporsional
Khilafah (tanggung jawab) sebagai khalifah dimuka bumi yg meliputi tanggung jawab :
1. Pradigma berpikir & berperilaku (behaviour paradigm) adalah spirit dan pedoman
masyarakat dalam berperilaku , yaitu nilai-nilai ekonomi Islam
2. Paradigma umum (grand patern) adalah gambaran yang mencerminkankeadaan suatu
masyarakatyg berpegang teguh pada
3. paradigma perilaku. Misalnya : Paradigma yg terbentuk dari kapitalisme adalah individu
meterialisme dalam berpikir & mekanisme pasar
BAB 5
Ekonomi Islam mulai diterapkan sejak era Nabi Muhammad SAW. Hingga kemudian dikembangkan
oleh ulama-ulama dan intelektual muslim dari waktu ke waktu hingga sempat mengalami kejayaan
dan kemundurannya. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang ulung dan jujur, membawa
barang dagangan Khadijah dari Mekkah ke Syam.
Apa itu ekonomi Islam ? Adalah sebuah sistem ekonomi yang mengikuti aturan agama Islam. Sama
seperti sistem ekonomi lainya, ekonomi Islam juga mengejar keuntungan dari berbagai aktivitas
ekonomi misalnya perdagangan, industri dan masih banyak lagi.
Namun, berbeda dengan sistem ekonomi lainya (misalnya dengan ekonomi kapitalis maupun sosialis).
Sistem ekonomi Islam tidak semata mata kejar untung. Namun juga benar-benar memperhatikan
berbagai aspek lainya, terutama tentang etika bisnis, kebaikan, kejujuran. Di atas semua itu, ekonomi
Islam menyeru bahwa semua aktivitas ekonomi hanya semata mata mencari Ridho Allah SWT.
menjauhi larangan-Nya dan menjalankan perintah-Nya dalam urusan ekonomi.
Sebagai salah satu studi ilmu pengetahuan modern yang baru muncul pada tahun 1970-am,
membuahkan hasil dengan banyak diwacanakan kembali diranah bisnis modern, seperti halnya
lembaga keuangan syariah dan masih banyak lagi yang bisa kamu pelajari pada buku Pengantar
Ekonomi Islam.
Kemudian sejarah pemikiran Islam di Nusantara mulai mengemuka saat munculnya SDI atau
Sarekat Dagang Islam tahun 1912. Tujuan awal SDI untuk bela para pedagang muslim lokal
hadapi persaingan keturunan Cina di industri Batik di Jawa Tengah. Kemudian SDI berubah
menjadi SI atau Sarekat Islam tahun 1914 dipimpin oleh Tjokroaminoto. SI lebih politis. SI
lebih fokus melakukan perjuangan melawan Belanda di Indonesia dengan berbagai program
selain ekonomi. Yakni pendidikan pribumi, politik dan aksi aksi massa.
Para ulama dan kaum cendekiawan muslim yang mengembangkan pemikiran ekonomi Islam
setelah generasi Nabi, memberikan sumbangsih berupa karya karya keilmuan di bidang
ekonomi Islam dan ekonomi Dunia, meskipun intelektual barat umumnya tidak dengan tegas
merujuk karya karya mereka.
Dasar-dasar ekonomi Islam sendiri berdasarkan pada nilai luhur yang digali serta ditemukan
oleh berbagai sumber ajaran Islam seperti ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi, dan masih banyak lagi
yang dibahas pada buku Filsafat Ekonomi Islam: Ikhtiar Memahami Nilai Esensial Ekonomi
Islam.
2 Fase Stagnasi
Hingga saat ini, ekonomi Islam mengalami fase stagnasi atau kemandegan bahkan
kemunduran. Penyebab kemundurannya adalah dikarenakan beberapa faktor. Seperti Great
Gap, yakni ketidaktegasan intelektual barat dalam merujuk karya karya cendekiawan Muslim
tentang ilmu ekonomi.
Selain itu, juga karena pemikiran ekonomi Islam redup akibat penjajahan.
Di awal abad 19 dan 20, banyak negara negara muslim hadapi tantangan politik dan sosial
yang sangat berat. Mereka harus berjuang melawan dan lepaskan diri dari penjajahan. Fokus
perjuangan negara negara muslim terjajah ini bukanlah tentang pokok ekonomi tapi
bagaimana cara merdeka lebih dulu. Situasi semacam ini, pemikiran yang timbul di bidang
ekonomi yaitu mengenai cita cita kemasyarakatan dan ideologi politik.
Belum ada usaha yang secara fokus pada negara negara muslim terjajah waktu itu untuk
rumusan pemikiran ekonomi Islam secara komprehensif. Pada waktu itu pemikiran ekonomi
Islam sifatnya masih adaptif dan pragmatis. Ini adalah fase stagnasi ekonomi Islam.
Adapun faktor faktor yang menyebabkan sebagai pendorong perkembangan baru pemikiran
ekonomi Islam adalah diantaranya adalah :
Pertama, munculnya kekuatan yang disebut kekuatan ekonomi petro dollar. Petro
dollar adalah dollar yang dihasilkan dari industri minyak yang kala itu sedang
populer.
Kedua, munculnya kesadaran mengenai bangkitnya Islam pada abad 14 hijriah yang
terjadi di dunia Islam, pada dasawarnya 1970an.
Ketiga, makin banyaknya muncul intelektual muslim generasi baru yang
mendapatkan pendidikan modern, baik dari negara negara Barat maupun di negara
Islam.
Sejak ekonomi Islam diterapkan pada era Nabi Muhammad SAW. Kemudian terus dilanjutkan dari
waktu ke waktu. Adalah kaum kaum ulama dan cendekiawan muslim yang senantiasa berusaha
melestarikan nilai Islam dalam bidang ekonomi. Beberapa tokoh muslim terkemuka yang turut
berkontribusi dalam mengembangkan ekonomi Islam adalah seperti Al Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Ibnu
Khaldun, dan masih banyak lagi.
Mereka dengan ketulusanya senantiasa memberikan sumbangsih pemikiran dan karya karya dibidang
ekonomi meski mungkin beberapa diantaranya tidak secara khusus membahasnya. Namun jasa
mereka begitu besar bagi dunia, termasuk bagi ilmu pengetahuan yang telah menyumbangkan
gagasanya di bidang ekonomi.
Tokoh Muslim terkemuka seperti ALGhazali misalnya, meskipun lebih dikenal sebagai filsuf muslim,
juga ahli tasawuf, namun sumbangsih pemikiranya di bidang ekonomi sangat penting, sebagai cikal
bakal dibentuknya ekonomi Islam setelah generasi sesudahnya. Begitu juga dengan tokoh tokoh
muslim lainya. Yang tentu saja ikut menyumbang pemikiran mengenai ekonomi Islam dan
pengetahuan ekonomi bagi dunia. Tentunya, mereka senantiasa berpegang terhadap kitab suci Alquran
dan Hadits Nabi dalam mengembangkan asal usul dan sistem ekonomi Islam dan ilmu ekonomi.
Maka, dari mereka lah kita mengenal bagaimana sistem ekonomi islam yang sampai sekarang masih
senantiasa dipraktikkan di berbagai belahan dunia meskipun saat ini didominasi oleh sistem ekonomi
lain (kapitalis dan sosialis). Dari tokoh tokoh ini, kemudian asal usul ekonomi Islam menemukan
momentumnya. Utamanya pada puncak kejayaan Islam beberapa abad yang lalu, ekonomi Islam
makin berkembang pesat.
BAB 6
TEORI KONSUMSI
Pendahuluan
Dalam ekonomi konvensional, konsumen diasumsikan selalu bertujuan untuk memperoleh kepuasan
(utility) dalam kegiatan konsumsinya. Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), membantu
(helpfulness) atau menguntungkan (advantage). Dalam konteks ekonomi, utilitas dimaknai sebagai
kegunaan barang yang dirasakan oleh seorang konsumen ketika mengkonsumsi sebuah barang.
Kegunaan ini bisa juga dirasakan sebagai rasa “tertolong” dari suatu kesulitan karena mengkonsumsi
barang tersebut. Utilitas dengan kepuasan dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah
akibat ditimbulkan oleh utilitas. Konsumen diasumsikan selalu menginginkan kepuasan tertinggi
(teori konvensional).
Pertanyaan: apakah barang yang memuaskan selalu indentik dengan barang yang membawa
manfaat atau kebaikan?
Sepanjang seseorang memiliki pendapatan , maka tidak ada yang bisa menghalangi seseorang
untuk mengkonsumsi barang yang diinginkan
Mashlahah tidak saja berisi manfaat dari barang yang dikonsumsi saja, namun juga dari
keberkahan yang terkandung dari barang tersebut
Kepuasan adalah suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan, sedangkan mashlahah
merupakan suatu akibat atas terpenuhinya kebutuhan atau fitrah
Penerapan prinsip ekonomi tanpa diikuti oleh pelaksanaan nilai-nilai islam hanya akan
memberika mashlahah duniawi
Misal: seorang konsumen yang memperhatikan prinsip kecukupan, artinya hanya akan
membeli sejumlah barang/jasa sehingga kebutuhan minimalnya tercukupi. Ia akan berusaha
semaksimal mungkin untuk mencukupi kebutuhan tersebut
Etika Konsumsi
Islam adalah agama yang sarat etika. Pembicaraan mengenai etika islam banyak dikemukakan ileh
para ilmuwan. Naqfi mengelompokkan kedalam 4 aksioma pokok, yaitu: tauhid, keadilan, kebebasan
berkehendak dan pertanggungjawaban. Dengan paparan sebagai berikut:
1. Tauhid (Unity/Kesatuan)
Karakteristik utama dan polok dalam islam adalah “tauhid” yang menurut Qardhawi dibagi menjadi
dua kriteria, yaitu: rabbaniyyah gayah (tujuan) dan wijhah (sudut pandang). Kriteria yang pertama
menujukkan maksud bahwa tujuan akhir dan sasaran islam adalah jauh kedepan, yaitu menjaga
hubungan dwngan Allah secara baik dan mencapai ridha-Nya. Kriteeia kedua adalah rabbaniyyah
masdar (sumber hukum) dan manhaj (sistem). Kriteria ini merupakan suatu sitem yang diterapkan
untuk mencapai sasaran dan tujuan puncak (kriteria pertama) yang bersumber pada al-Qur'an dan
Hadits Rasul.
2. Adil (Equilibrium/Keadilan)
Adil merupakan salah satu pokok etika islam. Keadilan adalah hak-hak nyata yang mempunyai
realitas, artinya bahwa keadilan tidak dapat disamakan dengan keseimbangan. Karena keadilan
berawal dari usaha memberikan hak kepada setiap individu (yang berhak menerima) sekaligus
menjaga atau memelihara hak tersebut, sehingga penyataan yang mengatakan bahwa keadilan bersifat
realitas adalah salah.
Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas, namun kebebasan ini tidaklah berarti bahwa
manusia terlepad dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada
pengetahuan dan kehendak Tuhan. Dengan kata lain bahwa qadha dan qada rmerupakan bagian dari
kehendal bebas manusia.
4. Amanah (Responsibility/Petanggungjawaban)
Etika dari kehendak babas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata lain, setelah manusia melakukan
perbuatan maka ia harud mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian prinsip
tanggung jawab merupakan suatu hubungab logis dengan adanya prinsip kehendak bebas. Allah
berfirman, yang artinya:
Barangsiapa mengerjakan mebaikan srberat dzarrah pun, niscaya akan melihat (balasan)-Nya.
5. Halal
Kehalalan merupakan salah satu batasan bagi manusia untuk memaksimalkan kegunaan. Dengan kata
lain, kehalalan adalah salah satu kendala untuk memperoleh maksimalisasi kegunaan konsumsi dalam
kerangka ekonomi islam. Kendala kehalan menganggap “buruk” komoditas-komoditas yang
mempunyai nilai konsumsi nol dalam ekonomi islam. Dengan kata lain pemanfaatan barang
(komoditas) secara bebas (memurut istilah ekonomi mikro neoklasik) tidak dapat dipenuhi. Jika ini
terjadi, maka ruang komoditas twrsebut akan didefinisikan atau dikenajan (dubebani) biaya etik.
6. Sederhana
Kesederhanaan merupakan salah satu etika konsumsi yang penting dalam ekonomi islam. Sederhans
dalam konsumsi mempunyai arti jalan tengah dalam berkonsumsi. Diantara dua cara hidup yang
“ekstrim” antara paham materealistis dan zuhud. Ajara al-Qur'an menegaskan bahwa dalam
berkonsumsi manusia dianjurkan untuk tidak boros dan tidak kikir.
Prioritas Konsumsi
Islam mengajarkan bahwa manusia selama hidupnya akan mengalami tahapan-tahapan dalam
kehidupan. Secara umum tahapan kehidupandapat dikelompokkan menjadi duatahapan yaitu: dunia
dan akhirat. Oleh karena itu Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mencapai kebahagiaan
di dunia dan di akhirat. Hali ini berarti pada saat seseorang melakukan konsumsi harus memiliki nilai
dunia dan akhirat. Dengan demikian maka yang lebih diutamakan adlah konsumsi untuk dunia atau
konsumsi untuk akhirat.
Secara sosiologis, manusia merupakan makluk yang memiliki aspek pribadi dan aspek sosial.aspek-
aspek ini juga harus mendapatkan perhatian, sehingga dalam kehidupannya tidak terjadi ketimpangan
baik secara pribadi maupun secara sosial. Dalam konteks alam kehidupan manusia, Djazuli
mengatakan bahwa sebenarnya itu dapat diperinci menjadi dimensi waktu kehidupan manusia sebagai
berikut :
1. Waktu hidup dalam kandungan [rahim] ibu, lebih kurang selama sembilan bulan sepuluh hari
[t1]
2. Waktu dilahirkan sampai ajal menjelang. Usia manusia padanegara berkembang lebih kurang
50 tahun, sedangkan dalam negara maju, usia manusia berkisar74 tahun. Sehingga rata-rata
usia manusia hidup di bumi lebih kurang 62 tahun [t2]
3. Waktu dialam kubur, sesusdah mati [t3]
4. Waktu di alam akhirat/ maksar [t4]
Kepastian waktu kehidupan [t3] dan [t4] tidak dapat diketahui, namun secara implisit disebutkan
alam Al-Quran, yang artinya:
Mereka berbisik-bisik di antara mereka: “Kamu tidak berdiam (di dunia) nelainkan hanyalah
sepuluh (hari).” Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang
paling lurus jalannya diantara mereka: ‘kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari
saja.”
Dengan demikian perjalan hidup manusia [t] berdasarkan pembagian di atas menjadi:
t = t1 + t2 + t3 +t4
Berdasarkan tahapan kehidupan tersebut dan konteks pribadi dan sosial manusia, maka seorang
muslim dalam melakukan konsumsi akan selalu memperhatiakan ajaran Islam yang berkaitan
dengan sapek-aspek pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat.dalam hubungan inilah,
makasetiap sorang muslim akan selalu berhati-hati dalam melakukan konsumsi.
Meskipun barang-barang yang dikonsumsi adalah barang yang halal dan bersih dalam
pandanganan Allah, akan tetapi konsumen muslim tidak melakukan permintaan terhadap barang
yang ada dengan sama banyak (mengganggap semua barang sama penting) sehingga
pendapatannya habis. Tetapi harus diingat bahwa manusia mempunyai kebutuhan jangka pendek
(pendek) dan kebutuhan jangka panjang (akhirat) yang sangat penting dan harus dipenuhi.
Hubungannya dengan masalah ekonomi yang diukur lewat pendapatan seseorang, maka besar
pendapatan yang dapat dan dibelanjakan untuk kebutuhan-kebutuhan hidup manusia harus
seimbang (seimbang mengandung arti sama besar tetapi terpenuhinya kebutuhan yang sesuai
dengan prioritasnya).
Kesimpulan :
Imam Al-Ghazali mengidentifikasi tiga alasan mengapa seseorang harus melakukan aktivitas-aktivitas
ekonomi: (1) mencukupi kebutuhan hidup yang bersangkutan; (2) mensejahterakan keluarga; (3)
membantu orang lain yang membutuhkan.
Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting. Adapun prinsip konsumsi menurut Menurut
Mannan bahwa perintah Islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu: Prinsip
Keadilan, Prinsip Kebersihan, Prinsip Kesederhanaan, Prinsip Kemurahan Hati, Prinsip Moralitas
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Dalam
kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu
pengeluaran untuk kebutuhan duniawi dan pengeluaran yang dikeluarkan semata-mata bermotif
mencari akhirat
BAB 7
Produksi merupakan urat nadi dari rangkaian aktivitas ekonomi, yang mana tidak akan pernah ada
aktivitas konsumsi, distribusi ataupun perdagangan tanpa diawali oleh proses produksi. Untuk itulah
aktivitas produksi sangat penting dalam kehidupan manusia. Kegiatan produksi adalah kegiatan yang
menghasilkan barang dan jasa. Untuk menghasilkan suatu barang atau jasa dibutuhkan keterlibatan
banyak faktor produksi. Pada umumnya faktor produksi melibatkan alam, tenaga kerja, modal dan
kewirausahaan/pengorganisasian. Keempat faktor produksi inilah yang menghasilkan barang dan jasa.
Dalam produksi masalah yang timbul juga bagaimana pengorganisasian faktor produksi serta
penentuan harga input maupun output yang sesuai dengan tujuan dari produksi.
Dalam ekonomi konvensional, teori produksi ditujukan untuk memberikan pemahaman tentang
perilaku perusahaan dalam membeli dan menggunakan masukan untuk produksi dan menjual keluaran
atau produk. Teori produksi juga menjelaskan tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan
keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya. Memaksimalkan keuntungan atau
efisiensi produksi tidak akan terlepas dari dua hal; yakni struktur biaya produksi dan revenue yang
didapat. Demikian juga dengan permodalan yang bisa didapat dari pinjaman tanpa kompensasi,
dengan sistem bunga maupun dengan kerjasama.
Islam menolak sistem Pareto Optimum dan Given Demand Hypothesis sebagai prinsip dasar produksi
yang Islami serta pentingnya orientasi terhadap kebajikan dan keadilan. Sehingga fokus utamanya
adalah aktivitas produksi yang sesuai dengan dasar-dasar etos Islam.
Sebagaimana terdapat perbedaan yang mendasar dari perilaku seorang konsumen muslim dan non
muslim, maka terdapat pula perbedaan yang mendasar dari perilaku seorang produsen muslim dan
non muslim. Dalam setiap perilakunya, seorang muslim harus berpedoman kepada Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul. Kedua sumber inilah yang membedakan perilaku ekonomi seorang muslim dengan non
muslim. Dari kedua sumber ini, diturunkan beberapa prinsip-prinsip dan tujuan seorang muslim
menjalankan aktivitas produksi. Pandangan tentang alam dan manusia sebagai faktor produksi
menjadi pusat perhatian dalam aktivitas produksi. Bagaimana memanfaatkan semua faktor produksi
yang ada agar sesuai dengan tujuan manusia diciptakan di muka bumi yaitu sebagai khalifah yang
beribadah kepada Allah menjadi rambu yang harus dipatuhi. Karena dengan begitulah segala
persoalan ekonomi dapat terselesaikan.
Manusia diciptakan dimuka bumi tidak lain dan tidak bukan adalah untuk beribadah kepada Allah.
Hal ini sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat Az-Zariyat ayat 56, yang artinya: “Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. Inilah prinsip dasar yang
harus diperhatikan manusia sebagai mahluk, bahwa segala aktivitasnya adalah untuk beribadah
kepada Allah SWT, tidak lain dan tidak bukan. Begitu pula halnya dengan bekerja. Tidak ada aktivitas
bekerja yang tidak pernah luput dari kerangka ibadah. Produksi yang merupakan salah satu bentuk
dari kerja manusia juga harus mendasari aktivitasnya dalam koridor ibadah.
Dalam ayat lain Allah juga menerangkan bahwa manusia mempunyai tanggung jawab besar yang
tidak dimiliki oleh mahluk lainnya di muka bumi ini, yaitu sebagai khalifah (pemimpin). Peranan
manusia sebagai khalifah di muka bumi memerankan fungsi penting yang artinya ada sebuah amanah
besar yang dibebankan kepada manusia untuk memakmurkan bumi. Allah yang telah menciptakan
bumi dan langit, serta yang ada diantara keduanya memberikan mandat ini kepada manusia karena
manusia memiliki kelebihan akal pikiran yang nantinya diharapkan dapat berguna untuk
memanfaatkan segala sesuatu yang telah Allah karuniani ini.
Pemberian mandat dan amanah dari Allah kepada manusia mengenai bumi ini bertujuan agar manusia
(1) dapat memanfaatkan isi bumi dan (2) memperoleh pendidikan agar manusia ingat nikmat yang
telah dianugerahkan oleh-Nya. Amanah yang diberikan Allah kepada umat manusia ini pada akhirnya
harus dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu
bekerja dan mencari karunia Allah. Islam melarang bermalas-malasan namun Islam sangat mendorong
umatnya untuk bekerja dan bekerja. (Muhammad, 2004)
Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi sebagai
berikut: (Mustafa dkk, 2006)
1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu
dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit berserta segala apa yang ada di antara
keduanya karena sifat Rahmaan dan Rahiim-Nya kepada manusia. Karenanya sifat tersebut
juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit dan segala isinya.
2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam
membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan
perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhanan terhadap hasil karya ilmu
pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al-Qur’an dan Hadis.
3. Teknik produksi diserahkan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi pemah
bersabda: ”Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian”.
4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan,
menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang
memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada
keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan dan ketentuan Allah, atau
karena tawakal kepada-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama
selain Islam. Sesungguhnya Islam mengingkari itu semua dan menyuruh bekerja dan berbuat,
bersikap hati-hati dan melaksanakan selama persyaratan. Tawakal dan sabar adalah konsep
penyerahan hasil kepada Allah SWT. sebagai pemilih hak prerogatif yang menentukan segala
sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.
Faktor-faktor Produksi
Pada dasarnya tidak ada sebuah kesepakatan tentang klasifikasi faktor produksi, baik di kalangan
ekonom konvensional maupun ahli ekonomi Islam. Perbedaannya disebabkan karena ketidaksamaan
tentang definisi, karakteristik, maupun peran dari masing-masing faktor produksi dalam menghasilkan
output.
Permasalahan ekonomi dalam faktor produksi pada dasarnya mencakup dua hal, yaitu :
1. Bagaimana hubungan antar satu faktor produksi dengan faktor produksi lainnya, termasuk apa
yang lebih penting dan apa yang lebih dahulu berperan dalam produksi.
2. Bagaiman menentukan harga, yaitu harga faktor produksi itu sendiri maupun kaitan antara
faktor produksi dengan harga output produksi.
Produksi merupakan suatu proses yang mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input
yang masuk dalam proses produksi untuk menghasilkan output disebut faktor produksi. Ilmu ekonomi
menggolongkan faktor produksi ke dalam capital (termasuk di dalamnya tanah, gedung, mesin-mesin,
dan inventori/persediaan), materials (bahan baku dan pendukung, yakni semua yang dibeli perusahaan
untuk menghasilkan output termasuk listrik, air dan bahan baku produksi), serta manusia (Labor).
Input dapat dipisah-pisahkan dalam kelompok yang lebih kecil lagi. Manusia sebagai faktor produksi
misalnya bisa dibedakan menjadi manusia terampil dan tidak terampil. Juga dapat digolongkan ke
dalamnya adalah entrepreneurship (kewirausahaan) dari pemilik dan pengelola perusahaan.
Kewirausahaan sendiri dimaksudkan sebagai kemampuan untuk mengendalikan organisasi usaha,
mengambil risiko untuk menciptakan kegiatan usaha. Selain faktor-faktor di atas, manajemen juga
merupakan satu faktor produksi tersendiri. (Mustafa dkk, 2006)
Menurut Yusuf Qardhawi, faktor produksi yang utama menurut. Al-Qur’an adalah alam dan kerja
manusia. Produksi merupakan perpaduan harmonis antara alam dengan manusia. Alam adalah
kekayaan yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan manusia, ditaklukkan-Nya untuk
merealisasikan cita-cita dan tujuan manusia. Kerja adalah segala kemampuan dan kesungguhan yang
dikerahkan manusia baik jasmani maupun akal pikiran, untuk mengolah kekayaan alam ini bagi
kepentingannya. Tidak dimasukkannya modal sebagai salah satu faktor produksi dikarenakan modal
adalah bentuk alat dan prasarana yang merupakan hasil dari kerja. Modal adalah kerja yang disimpan.
Atas dasar itu maka unsur yang paling penting dan rukun yang paling besar dalam proses produksi
adalah amal (kerja) usaha, dengannya bumi diolah dan dikeluarkan segala kebaikan dan
kemanfaatannya sehingga menghasilkan produksi yang baik.
Dalam Al-Qur’an digambarkan kisah penciptaan Adam antara lain pada Surat al-Baqarah ayat 30 dan
31 yang artinya: “Ingatlah ketika Tuhamnu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertashih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirma “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”. Dan dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya”
Dari pemaparan ayat di atas dapat dilihat bahwa ilmu juga merupakan faktor produksi terpenting
dalam pandangan Islam. Teknik produksi, mesin serta sistem manajemen merupakan buah dan ilmu
dan kerja.
Terdapat 2 prinsip dasar yang harus dijadikan pedoman dalam penentuan harga faktor produksi,
yaitu: (1) Nilai keadilan (justice) dan (2) Pertimbangan kelangkaan (scarcity).
Penentuan harga faktor produksi haruslah adil, sebab keadilan merupakan salah satu prinsip dasar
dalam semua transaksi yang Islami. Kelangkaan mengacu pada kondisi relatif antara permintaan suatu
barang atau jasa terhadap penawarannya. Mekanisme pasar akan menghasilkan harga yang
mencerminkan kelangkaannya. Pertimbangan kelangkaan berarti penempatan harga pasar sebagai
harga dari faktor produksi tersebut.
a. Tanah/Alam
Alam adalah faktor produksi yang bersifat asli. Tanah dan segala zat yang dikandung di dalamnya
maupun dipermukaannya, udara dan segala yang ada diangkasa adalah faktor produksi yang sangat
penting. Alam juga merupakan faktor produksi asal, sebab dari alamlah kemudian segala jenis
kegiatan produksi berlangsung. Isu yang menyangkut tentang sumber daya alam ini , yaitu :
Islam juga membolehkan pemilikan tanah dan sumber-sumber alam yang lain dan membolehkan
penggunaannya untuk beraktivitas produksi, dengan syarat hak miliknya merupakan tugas sosial dan
khilafat dari Allah atas milik-Nya, dengan mengikuti perintah-perintah Tuhan dalam usaha
memperoleh milik. (Abdul Muhsin dalam Muhammad, 2004)
Tanah memiliki dua karakteristik, yaitu: (1) tanah sebagai sumber daya alam; dan (2) tanah sebagai
sumber daya yang dapat habis.(Mannan, 1992)
Tanah sebagai sumber daya alam yang penggunaannya akan memberikan kontribusi pada dua
komponen penghasilan, yaitu: (a) penghasilan dari sumber-sumber daya alam sendiri (yakni sewa
ekonomis murni), dan (b) penghasilan dari perbaikan dalam penggunaan sumber-sumber daya alam
melalui kerja manusia dan modal. Sementara karakteristik kedua bahwa Islam memandang, sumber
daya yang dapat habis adalah milik generasi kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi
kini tidak berhak menyalahgunakan sumber-sumber daya yang dapat habis sehingga menimbulkan
bahaya bagi generasi yang akan datang.(Muhammad, 2004)
M.A. Mannan melontarkan kebijaksanaan pedoman dalam mengelola tanah sebagai sumber daya,
yaitu:
b. Tenaga Kerja
Secara umum para ahli ekonomi sependapat bahwa tenaga kerja itulah produsen satu-satunya dan
tenaga kerjalah pangkal produktivitas dari semua faktor-faktor produksi yang lain. Alam maupun
tanah takkan bisa menghasilkan apa-apa tanpa tenaga kerja. Kekayaan alam semesta dapat berubah
menjadi hasil produksi yang bernilai karena jasa tenaga kerja. Tenaga kerja meliputi buruh maupun
manajerial. Karakter terpenting tenaga kerja dibandingkan dibandingkan dengan faktor produksi lain
adalah karena mereka adalah manusia. Isu yang menyangkut hal ini adalah :
Dalam memandang faktor tenaga kerja inilah terdapat sejumlah perbedaan. Faham ekonomi sosialis
misalnya memang mengakui faktor tenaga kerja merupakan faktor penting. Namun paham ini tidak
memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja
atau manusia turun derajatnya menjadi sekadar pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan paham
kapitalis, yang saat ini menguasai dunia, memandang modal atau kapital sebagai unsur yang
terpenting, dan oleh sebab itu, para pemilik modal atau para kapitalislah yang menduduki tempat yang
sangat strategis dalam ekonomi kapitalis.
Pemahaman terhadap peran manusia dalam proses produksi oleh para ekonomi konvensional tampak
berevolusi. Semula manusia hanya dipandangdan sisi jumlah fisiknya ketika dipandang sebagai
’tenaga kerja’ atau labor. Sadar bahwa di samping ’tenaga’ manusia juga memiliki aspek
’keterampilan’ yang sifatnya lebih nonfisik, kemudian dibedakan antara tenaga kerja terampil dan
tidak terampil. Selanjutnya dibedakan pula manusia antara pemilik, pengelola, dan pekerja seperti
yang baru saja dibahas. Manusia sebagai faktor produksi, dalam pandangan Islam, harus dilihat dalam
konteks fungsi manusia secara umum yakni sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagai makhluk
Allah yang paling sempurna, manusia memiliki unsur rohani dan unsur materi, yang keduanya saling
melengkapi. Karenanya unsur rohani tidak dapat dipisahkan dalam mengkaji proses produksi dalam
hal bagaimana manusia memandang faktor-faktor produksi yang lain menurut cara pandang Al-
Qur’an dan Hadis. (Mustafa dkk, 2006)
Menurut M.A. Mannan dikatakan bahwa dalam Islam, buruh (tenaga kerja) digunakan dalam arti yang
lebih luas namun juga lebih terbatas. Lebih luas, karena hanya memandang pada penggunaan jasa
buruh diluar batas-batas pertimbangan keuangan. Terbatas dalam arti bahwa seorang pekerja tidak
secara mutlak bebas untuk berbuat apa saja yang dikehendakinya dengan tenaga kerjanya itu.
c. Modal
Modal adalah kekayaan yang memberi penghasilan kepada pemiliknya. Atau kekayaan yang
menghasilkan suatu hasil yang akan digunakan untuk menghasilkan suatu kekayaan lain. (Ahmad
Ibrahim dalam Muhammad, 2004)
Awalnya pengertian modal mencakup segala kekayaan baik dalam wujud uang maupun bukan uang
misalnya gedung, mesin dan lain-lain. Pada masa ini pengertian modal meluas mencakup segala
wawasan, ketrampilan, pengetahuan dan kekayaan manusia (human capital) yang sangat berguna bagi
kegiatan produksi. Isu terpenting tentang modal adalah bagaimana menentukan harganya, dimana
dalam ekonomi konvensional harga ini dapat berupa bunga (untuk modal uang) dan sewa.
Di dalam sistem Islam modal (sebagai hak milik) adalah amanah dari Allah yang wajib dikelola secara
baik. Manusia atau para pengusaha hanya diamanahi oleh Allah untuk mengelola harta atau modal itu
sehingga modal itu dapat berkembang. Terhadap perlakuan modal sebagai salah satu faktor produksi,
Islam memiliki terapi sebagai berikut: (Muhammad, 2004)
Islam mengharamkan penimbunan dan menyuruh membelanjakannya, juga Islam menyuruh harta
yang belum produktif segera diputar, jangan sampai termakan oleh zakat.
Di samping Islam mengizinkan hak milik atas modal, Islam mengajarkan untuk berusaha dengan cara-
cara lain agar modal tersebut jangan sampai terpusat pada beberapa tangan saja.
Islam mengharamkan penguasaan dan kepemilikan modal selain dengan cara-cara yang diizinkan
syari’ah, seperti: kerja, hasil akad jual beli, hasil pemberian, wasiat dan waris.
Islam mewajibkan zakat atas harta simpanan atau harta produktif dalam bentuk dagang pada setiap
ulang tahun. Tidak boleh menggunakan modal dalam produksi secara boros.
Modal tidak termasuk faktor produksi yang pokok dalam Islam, melainkan hanya sebagai sarana
produksi yang menghasilkan dan juga sebagai suatu perwujudan tanah dan tenaga kerja sesudahnya.
Modal sendiri merupakan suatu hasil dari kerja mengelola alam yang tersimpan. Jadi jelaslah bahwa
memang modal bukan suatu yang dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan akibat dari faktor produksi
lainya. Namun hal ini tidak pula dapat mengesampingkan modal sebagai faktor produksi, tetapi
posisinya tidak diutamakan, segaimana utamanya tenaga kerja, sumber daya alam dan ilmu itu sendiri.
d. Wirausaha
Wirausaha (entrepreneur) pada dasarnya dapat dikatakan sebagai motor penggerak kegiatan produksi.
Kegiatan produksi berjalan karena adanya gagasan, upaya dan motivasi untuk mendapatkan manfaat
sekaligus bersedia menanggung segala resiko. Tenaga kerja dapat digantikan dengan mesin, tidak
demikian dengan wirausahawan.
Wirausaha dapat juga diartikan sebagai pengorganisasian faktor-faktor produksi yang ada atau dengan
kata lain manajemen. Manajemen disini tentunya tidak lepas dari pengertian manusia sebagai mahluk
ciptaan Allah yang diberikan kemampuan akal. Dari akal inilah manusia memiliki ilmu yang akhirnya
dapat mengelola sumber daya alam dan manusia dengan baik.
Manajemen adalah upaya mulai sejak timbulnya ide usaha dan barang apa yang ingin
diproduksi/berapa dan kualitasnya bagaimana dalam angan-angan si manajer. Kemudian ide tersebut
dipikir-pikirnya dan dicarikan apa saja keperluannya yang termasuk dalam faktor-faktor produksi
sebelumnya. Islam menyuruh melakukan manajemen dan mengharuskan kepada manajer untuk
mengikuti jalan keadilan dan menjauhi jalan yang akan membahayakan masyarakat. Atas dasar
tersebut manajer Islam mengharamkan untuk mengatur produksi barang-barang yang haram dan tidak
membolehkan perencanaan produksi barang-barang seperti ini.
Fungsi Produksi
Atas dasar-dasar yang matang tentang perilaku produsen yang sesuai dengan syari’at Islam, maka kita
dapat melihat suatu fungsi produksi yang mencerminkan perilaku produsen Islami. Menurut
Muhammad Abdul Mannan (1992), perilaku produksi tidak hanya menyandarkan pada kondisi
permintaan pasar melainkan juga berdasarkan pertimbangan kemaslahatan. Pendapat ini didukung
oleh M.M. Metwally (1992) yang menyatakan bahwa fungsi kepuasan perusahaan tidak hanya
dipengaruhi oleh variabel tingkal keuntungan tetapi juga oleh variabel pengeluaran yang bersifat
charity atau good deeds. Sehingga fungsi utilitas dari pengusaha muslim adalah sebagai berikut:
Di mana:
F = tingkat keuntungan
Menurut Metwally, pengeluaran perusahaan untuk charity akan meningkatkan permintaan terhadap
produk perusahaan, karena G akan menghasilkan efek penggandaan (multiplier effects) terhadap
kenaikan kemampuan beli masyarakat. Kenaikan kemampuan beli masyarakat itu pada gilirannya
akan meningkatkan permintaan terhadap produk perusahaan.
Fungsi daya guna tersebut merupakan fungsi dari jumlah keuntungan dan jumlah pengeluaran untuk
sedekah, dengan kendala keuntungan setelah pembayaran zakat, yang besarnya kurang dari tingkat
minimum yang aman buat perusahaan.
Tingkat keuntungan diperoleh dari pengurangan pendapatan total dengan biaya produksi dan sedekah
yang dapat disebut dengan keuntungan bersih sebelum zakat. Selain itu ada variabel zakat yang
besarnya bergantung kepada keuntungan bersih. Metwally menambahkan variabel tambahan
pengeluaran dari keuntungan. Jadi tingkat keuntungan (F) dapat dituliskan sebagai berikut:
Dimana:
a = tingkat zakat
R = pendapatan total
C = biaya produksi
S = sedekah
Tujuan suatu aktivitas produksi adalah memaksimumkan fungsi daya guna/utilitas dengan kendala
keuntungan minimum yang dapat diterima. Kondisi optimum terjadi pada saat penerimaan marginal
(marginal revenue) sama dengan biaya marginal (marginal cost). Fungsi daya guna produksi yang
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biaya dan pendapatan, melainkan juga dipengaruhi oleh variabel
sedekah dan zakat, memberikan dampak yang jika dilihat sekilas akan mengurangi produksi.
DAFTAR PUSTAKA