Anda di halaman 1dari 19

Makalah Pendidikan Agama Islam

Prinsip dan Praktik Ekonomi dalam Islam

Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam

Guru Pembimbing : Muhammad Rezki Pulungan, S.Pd

Disusun Oleh : 1. Daffa Vicky Pratama


2. Fanya Salwa Barirah
3. Farahhiyah Fildzah Apriansyah
4. Mayla Dian Ilma
5. Salsa Dwi Airinisa
6. Rifa Hamidah

SMA NEGERI 5 KOTA BENGKULU


TAHUN PELAJARAN 2022/2023
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah Swt, karena atas rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beriring salam kami ucapkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, dan semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di hari
akhir nanti.

Makalah ini sudah kami susun semaksimal mungkin. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya, oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. topik yang dibahas dalam makalah ini yaitu:

a. Sejarah singkat ekonomi islam.


b. Menelaah prinsip-prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
c. Mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi islam
d. Mempresentasikan praktik-praktik ekonomi islam
e. Keuangan syariah
f. Hikmah prinsip dan praktik ekonomi islam.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
maupun inspirasi bagi pembaca. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Bengkulu, 27 Februari 2023


BAB I
Pendahuluan

a. Latar Belakang
Ekonomi Islam muncul sebagai suatu ilmu yang disiplin, setelah melalui serangkain
perjuangan yang cukup lama, yang pada awalnya terjadi sebuah kepesimisan dalam menjalani
ekonomi Islam dalam kehidupan masyarakat di masa lalu. Terciptanya suatu pandangan bahwa
terdapatnya keselarasan antara agama dan keilmuan. Para ekonom baratpun sudah mulai mengakui
adanya eksistensi dari perekonomian islam sebagai ilmu ekonomi yang memberikan kesejukan
dalam perekonomian didunia. Ekonomi islam dapat menjadi sistem ekonomi alternatif yang
mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat yang ada didunia dalam menjalankan roda
perekonomian, disamping sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang terbukti tidak mampu
meningkatkan kesejahteraan umat.
Dengan dibuatnya makalah ini, kami akan membahas tentang Ekonomi Islam yang
meliputi prinsip, praktik, hikmah dan keuangan syariah. Sehingga kami berharap makalah ini dapat
membantu kita semua dalam mencapai dan melaksanakan ketiga hal tersebut.

b. Rumusan Masalah
g. Sejarah singkat ekonomi islam.
h. Menelaah prinsip-prinsip dan praktik ekonomi dalam islam
i. Mengimplementasikan prinsip-prinsip ekonomi islam
j. Mempresentasikan praktik-praktik ekonomi islam
k. Keuangan syariah
l. Hikmah prinsip dan praktik ekonomi islam.

c. Tujuan
a. Memahami mengenai ekonomi dalam islam.
b. Memahami prinsip-prinsip ekonomi islam.
c. Memahami dan mengetahui hikmah dan praktik ekonomi islam.

d. Manfaat
a. Memperluas wawasan mengenai prinsip, hikmah dan praktik dalam ekonomi islam.
b. Mendapatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai ekonomi islam.
BAB II

A. Sejarah Singkat Ekonomi Islam

Istilah ekonomi yang secara kasat mata lebih dominan dikenal sebagai produk barat.
Masalah-masalah ekonomi yang muncul saat ini sudah tidak mampu ditangani oleh sistem
ekonomi barat. Terjadinya krisis moneter dan era globalisasi menjadi bukti bahwa sistem
kapitalisme sudah harus ditinggalkan. Banyak pemerhati atau ekonom yang beralih atau mencari
solusi bagi berantakannya sistem perekonomian abad ini. Di sisi lain, Islam yang merupakan
agama yang sempurna dan prinsip ajarannya yang bersifat rahmatan lil'ālamin sudah memulai
menertibkan sistem masyarakat yang buruk dari semenjak awal kemunculannya 14 abad silam.

Ekonomi Islam lahir dari upaya merespons kondisi sosial ekonomi yang terjadi.
Pendekatannya ada yang bersifat normatif (sesuai dengan ajaran Islam) dan ada juga yang bersifat
positif (yang terjadi, kondisi riil, pendekatan historis). Dalam pemikiran ekonomi Islam, kedua
pendekatan tersebut harus diintegrasikan secara utuh. Ini pula yang diajarkan oleh para
khulafaurrasyidin. Melakukan pendekatan positif seperti merespons kondisi sosial, politik, dan
ekonomi yang terjadi sangat perlu dilaksanakan di samping pendekatan normatif.

Cikal bakal ekonomi Islam terlihat setelah Nabi Muhammad SAW, hijrah ke Madinah.
Sejarah mencatat bahwa Piagam Madinah yang dibuat oleh Nabi Muhammad bersama para
sahabat menjadi bukti peradaban dan perkembangan masyarakat Islam. Sebuah negara menjadi
beradab karena disokong oleh perekonomian yang kuat. Islam menjadi kuat secara finansial karena
sistem ekonominya yang kuat. Nabi sendirilah yang menata ulang sistem ekonomi pada masa itu.
Dengan petunjuk dari Allah SWT. dan kegigihan perjuangan para sahabat, Kota Madinah yang
sebelumnya belum tertata rapi sistemnya, dapat menjadi pusat perkembangan agama Islam.

Pertama kali tiba di Madinah, langkah yang diambil oleh Nabi dalam membangun Islam
adalah dengan mempersaudarakan umat Islam, membangun pusat peribadahan umat Islam yaitu
Masjid Nabawi, mengumpulkan para saudagar muslim, baik dari kaum Muhajirin maupun Anshar,
untuk mengelola pasar bagi kaum muslimin, dan sebagainya. Hal terakhir itulah yang ternyata
yang menjadi cikal bakal ekonomi Islam. Di antara produk ekonomi Islam yang dapat mewakili
kesejahteraan masyarakat dan menghilangkan kesenjangan sosial contohnya adalah zakat.

Di Indonesia pernah dirintis adanya sistem ekonomi kekeluargaan yang selanjutnya dikenal
dengan koperasi. Koperasi memberikan kesempatan terciptanya kesejahteraan bersama seluruh
anggotanya. Koperasi dipelopori oleh Moh. Hatta. Sistem koperasi sebenarnya telah menjalankan
sendi-sendi ekonomi Islam yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umat.
B. Prinsip-prinsip dan Praktik Ekonomi dalam Islam
1. Pengertian Prinsip- Prinsip dan Praktik Ekonomi dalam Islam
a. Pengertian prinsip ekonomi islam
menurut KBBI, prinsip adalah asas atau dasar, yaitu kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir
atau bertindak. Adapun ekonomi adalah urusan keuangan rumah tangga, negata atau organisasi.

Istilah ekonomi sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos, artinya “keluarga atau rumah
tangga” dan nomos, artinya “peraturan atau hukum”

Jadi, secara garis besar ekonomi adalah “aturan rumah tangga” atau “manajemen rumah tangga”.

adapun prinsip yang diterapkan dalam kegiatan ekonomi Islam adalah asas atau dasar yang
dipergunakan untuk mengatur atau menjalankan sistem perekonomian di dalam islam.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ekonomi islam


itu adalah upaya atau usaha untuk mengatur dan menjalankan roda perekonomian yang berasaskan
pada nilai nilai syariat islam ( diatur dalam Al-Qur’-an, Hadis, dan ‘Ijma).

b. Pengertian praktik ekonomi islam.


Praktik ekonomi islam sama seperti praktik ekonomi barat pada umumnya, yaitu segala bentuk
aktivitas umat islam yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi seperti, jual-beli, sewa-menyewa,
utang-piutang, dll. Yang membedakan ialah, Islam
sangat menjunjung tinggi nilai keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

2. Prinsip dan praktik ekonomi dalam islam


a. Hendaknya dilakukan dengan cara yang baik
b. Hendaklah kegitan ekonomi teradministrasikan dengan tertib
c. Dilakukan secara terencanandan profesional.
1) Mengutamakan faktor keahlian dalam mengelola ekonomi
2) Dilakukan dengan penuh amanah
3) Dilakukan dengan penuh tanggung jawab
4) Dilakukan secara adil

3. Tujuan prinsip dan praktik ekonomi dalam islam


Kegiatan perekonomian manusia diatus dalam islam dengan prinsip illahiyah. Artinya, harta yang
ada pada kita, sesungguhnya bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah Swt.,
sehingga harus dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia.

Di samping itu, prinsip ekonomi islam bertujuan untuk :


a) Agar manusia dapat melakukan kegiatan ekonomi secara Islami
b) Agar manusia dapat mencapai kesejahteraan di dunia dan di akhirat
c) Agar manusia dapat saling memberikan manfaat kepada manusia lain
d) Agar manusia dapat melakukan kegiatan ekonomi yang dapat menyelamatkan keyakinan
agama (ad-din), menyelamatkan jiwa (an-nafs), menyelamatkan akal (al-aql), menyelamatkan
keturunan (an-nasb) dan menyelamatkan harta (al-mal).

4. Macam-macam prinsip ekonomi islam


a) Segala sumber daya, termasuk ekonomi, merupakan pemberian atau titipan Allah SWT.
kepada manusia yang harus di syukuri.
b) Kegiatan ekonomi Islam dilakukan untuk memperoleh laba dunia akhirat.
c) Ajaran Islam mengakui kepemilikan ekonomi secara pribadi.
d) Kekuatan penggerak ekonomi Islam adalah kerjasama.
e) Ekonomi Islam menolak sistem monopoli.
f) Ekonomi Islam menjamin kepemilikan ekonomi untuk kepentingan banyak orang.
g) Ekonomi Islam mendorong pemiliknya untuk bertanggung jawab di akhirat.
h) Zakat wajib dikeluarkan oleh pemilik ekonomi setelah mencapai nisab.
i) Ekonomi Islam menolak riba dalam bentuk apapun.
C. Mengimplementasikan Prinsip-prinsip Ekonomi Islam

1. Prinsip Asal Ekonomi


Semua rizki harus diraih dan dimiliki oleh umat Islam melalui bekerja yang halal, sehingga rizki
sebagai hasil bekerja tersebut menjadi halal. Halalnya suatu rizki dapat dilihat dari 2 hal seperti
berikut ;
a. Halal karena jenis pekerjaannya halal
 Jenis yang halal, seperti : Pedagang, PNS, Dokter, Pengusaha, Petani, Nelayan.
 Jenis yang haram, seperti : Korupsi, Pencuri, Merampok, Penjual Narkoba.
Rizki yang haram dapat menyebabkan datangnya berbagai bentuk keburukan, antara
lain ;
i. Mendorong manusia berbuat maksiat dan mengikuti langkah-langkah setan.
ii. Mendatangkan azab di neraka.
iii. Tidak dikabulkannya do’a.
iv. Tidak diterima segala bentuk ketaatan.
v. Terhalangnya untuk beramal shalih.
vi. Mendatangkan murka Allah SWT., karena hal tersebut merupakan perbuatan yahudi.
vii. Menyebabkan turunnya dan azab dari Allah SWT.
b. Halal karena proses memperoleh rizki
Jangan sekali-kali umat Islam mencari rizki dari Allah SWT. dengan cara yang tidak halal atau
tidak jelas antara halal dan haramnya. Karena rizki dari Allah SWT. akan dijadikan untuk
memberikan nafkah kepada diri sendiri dan anggota keluarga akan dipertanggungjawabkan di
hadapan Allah SWT.

2. Mempresentasikan Prinsip Ekonomi untuk Memperoleh Keuntungan Dunia Akhirat


Ekonomi yang diperjuangkan oleh umat Islam harus mampu mendatangkan keuntugan dunia dan
akhirat. Artinya harta (ekonomi) tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan
ganda (dunia dan akhirat) apabila rezeki diperoleh melalui jalan dan proses yang baik, benar dan
halal.
Rezeki yang halal adalah setelah rezeki diperoleh dan dikuasai senantiasa mendorong menusia
untuk taat beribadah dan senantiasa untuk mengingat kepada Allah SWT. Sebaliknya, ekonomi
yang membuat kesangsaraan hidup di dunia akhirat, adalah ekonomi yang menjadikan kita lupa
pada Allah SWT.

3. Mempresentasikan Prinsip Kepemilikan Ekonomi Secara Pribadi


Hak kepemilikan ekonomi secara pribadi merupakan bagian dari hak asasi manusia, sehingga
keberandaannya terlindungi oleh hukum, baik hukum positif maupun hukum Islam.
Namun, perlu diingat, bahwa walaupun rezeki diperoleh melalui usaha sendiri, setelah rezeki atau
harta tersebut diperoleh dan dimiliki dibatasi oleh sedikit hak orang lain. Orang yang dimaksud
adalah kaum dhuafa, orang kurang mampu. Sehingga hak tersebut harus diberikan tanpa harus
ditunda-tunda.

4. Mempresentasikan Prinsip Kerja Sama Sebagai Penggerak Ekonomi Islam


Islam memerintahkan pada Umat Islam untuk mengelola ekkonomi dengan cara kerja sama.
Diantara jenis kerja sama tersebut adalah melalui syirkah, perbankan, dan asuransi.

5. Mempresentasikan Prinsip islam Menolak Sistem Monopoli


Sistem monopoli adalah sistem menguasai secara keseluruhan terhadap sumber dan jenis harta
serta menimbanya. Sehingga menutup kesempatan manusia yang lain untuk ikut memperoleh dan
memilikinya.
Mengapa umat islam harus kaya? Agar umat islam dapat beramal shalih dengan harta dan kuat
islam serta imannya dari pengaruh orang lain.

6. Mempresentasikan Prinsip Ekonomi Islam Menolak Sistem Riba


Untuk mengetahui apa, mengapa, dalil, macam dan hikmah menjauhkan, dapat diketahui sebagai
berikut ;
a. Pengertian Riba
Riba berasal dari bahasa arab yang artinya “tambahan”. Di dalam kegiatan ekonomi silam seperti
; jual-beli, sewa-menyewa, dan hutang-piutang sering masih dijumpai adanya tambahan tertentu
yang diikat dengan suatu perjanjian.
b. Dalil Larangan Riba
i. Surah Al-Baqarah ayat 278 dan 279
ii. Hadist Nabi Muhammad SAW (H.R. Muslim)
c. Hikmah Larangan Riba
 Membebaskan penindasan ekonomi seseorang
 Membebaskan sifat malas umat Islam
 Memutuskan tali silaturrahmi antar umat Islam
 Menghindarkan kerusakan individu dan masyarakat di bidang ekonomi
 Menghindarkan perilaku zalim antara orang kaya terhadap orang miskin
 Membebaskan hilangnya sikap sosial seseorang
 Menimbulkan kehancuran ekonomi umat Islam

7. Mempresentasikan Prinsip Kepemilikan Ekonomi Islam dalam Tanggung Jawab di Akhirat


Semua amal perbuatan manusia kelak pada hari kiamat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
SWT. kecuali amal perbuatan yang dilakukan oleh tiga kelompok manusia, yaitu ; amal perbuatan
seorang anak hingga dewasa, amal perbuatan orang yang tidur sampai bangun, dam amal perbuatan
orang yang gila hingga sembuh.
Pertanggungjawaban tersebut berkonsekuensi terhadap balasan secara adil dari Allah SWT. artinya
barang siapa berbuat kebaikan sekecil apapun, pasti memperoleh pahala dari Allah SWT (terdapat
dalilnya di Q.S. Az-Zalzalah/99:7-8).
Dalam kepemilikan ekonomi atau harta bagi umat Islam, kelak di akhirat akan dimintai
pertanggungjawaban ganda oleh Allah SWT. Pertanggungjawaban ganda tersebut adalah
bagaimana asal-muasal diperoleh ekonomi atau harta dan penggunaan harta tersebut.

8. Mempresentasikan Prinsip Ekonomi Islam Terhadap Zakat


Dalam kepemilikan hartanya, umat islam tidak boleh memiliki secara keseluruhan. Karena ada
sebagian kecil dari harta tersebut menjadi hak orang lain.
Sebagian kecil yang menjadi hak orang lain adalah hak kaum dhuafa melalui zakat, infaq, dan
shadaqah. Terhadap zakat, ada jenis harta yang sudah ditentukan batas nishabnya dan kadarnya.
Namun, ada yang tidak ditentukan secara khusus juga.
Dengan berzakat, infaq dan shadaqah, umat islam telah memperoleh keberuntungan ganda, yaitu ;
hatinya bersih dari bercampurnya harta kaum dhuafa dan jiwanya bersih dari penyakit kikir.
Sebaliknya, umat islam harus senantiasa menyadari dan ingat bahwa harta yang dititipkan oleh
Allah apabila salah di dalam mengelolanya, seperti ; menganggap bahwa harta adalah milik mutlak
sendiri, sehingga menjadi bakhil.
D. Mempresentasikan Praktik-Praktik Ekonomi Islam
 Jual-beli
a. Pengertian jual beli
Jual beli dalam bahasa Arab artinya memiliki dan membeli. Masing-masing dari dua orang
melakukan akad untuk mengambil dan memberikan sesuatu. Sedangkan dua orang yang sedang
melakukan proses jual beli dinamakan “Al bai’an” artinya dua orang yang berjual beli.

Menurut terminologi ,jual beli adalah “proses tukar menukar barang untuk memiliki dan memberi
kepemilikan sesuai syarat dan rukun tertentu” pihak penjual yang memiliki barang dan pihak
pembeli yang membayar barang sesuai ijab dan qabul. Hijab adalah pernyataan penjual, sedangkan
qabul adalah pernyataan pembeli.

Berdasarkan pengertian tersebut pada prinsipnya kegiatan jual beli tidak dapat dipisahkan dari
unsur-unsur berikut:
1. Kegiatan tukar menukar barang
2. Dilakukan secara sukarela,tidak ada unsur paksaan
3. Barang yang ditukarkan memiliki manfaat
4. Barang yang dijual belikan merupakan milik sendiri
5. Barang dapat diserah terimakan

b. Dalil perintah jual beli


Allah SWT telah menghalalkan praktek jual beli yang sesuai dengan ketentuan dan
syari’atnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Surat Al Baqarah ayat 275 yang
artinya:” …Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(Q.S. al-Baqarah:
275). Rasullullah SAW bersabda: Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung
diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung
diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim). Maka berdasarkan hadits ini, jual beli merupakan
aktivitas yang disyariatkan. Namun disisi lain, Rasullullah SAW juga bersabda “Sesungguhnya
para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya,
“Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?”. Maka beliau
menjawab, “Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka
bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan
perbuatan-perbuatan keji.” (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah.
Oleh karena itu seseorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli, sebaiknya mengetahui
syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al Qur’an dan Hadits, agar dapat
melaksanakannya sesuai dengan syari’at sehingga tidak terjerumus kedalam tindakan-tindakan
yang dilarang dan diharamkan.
 Syarat dan rukun jual beli
Jual beli dipandang sebagai kegiatan ekonomi Islam yang sah apabila dalam proses kegiatan
tersebut memenuhi syarat dan rukunnya. Syarat adalah kegiatan yang harus dipenuhi sebelum
melakukan transaksi jual beli. Rukun adalah kegiatan yang harus dilakukan pada saat melakukan
transaksi jual beli.

Adapun yang menjadi rukun jual beli sekaligus syarat-syarat dalam setiap unsur rukun jual beli
adalah sebagai berikut:

1. Adanya ‘aqid (penjual dan pembeli)


Penjualan pembeli dalam proses jual beli harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
a. Balig
Anak kecil yang belum berusia balig tidak sah melakukan transaksi jual beli. Karena anak
tersebut secara umum belum mampu bertanggung jawab dan belum terkena sanksi hukum. Usia
balig bagi laki-laki adalah ketika ia sudah mimpi basah sedangkan untuk perempuan ketika ia
sudah haid.
b. Berakal
Manusia yang berakal, tetapi tidak berfungsi secara sempurna tidak sama melakukan transaksi
jual beli. Karena kedudukan mereka tidak sedang dalam keadaan normal, seperti; orang gila, orang
mabuk, orang yang punya penyakit epilepsi, dan sebagainya.
c. Atas kehendak sendiri
Salah satu dari bentuk hak asasi adalah seseorang melakukan sesuatu atas kehendak sendiri.
Dalam proses jual beli, apabila proses transaksinya dilakukan oleh seseorang dalam keadaan
terpaksa, hukumnya tidak sah.
d. Bukan orang yang ter-hajru
Kelompok orang yang ter-hajru adalah pemboros dan muflis. Pemboros adalah seseorang yang
membelanjakan harta tanpa adanya perhitungan antara untung dan rugi. Sedangkan orang yang
muflis adalah orang yang sedang pailit atau bangkrut.
Orang yang sedang muflis dan pemboros tidak sah melakukan transaksi jual beli, karena
dikhawatirkan tidak dapat bersifat jujur dan tidak amanah atau tidak dapat dipercaya.

2. Adanya ma’qud ‘alaih (barang yang dijual belikan)


Keadaan barang dalam proses jual beli menjadi unsur yang penting karena dalam proses jual
beli tidak dapat dipisahkan dari adanya barang oleh karena itu, barang yang dijual belikan harus
memenuhi persyaratan berikut;
a. Barang adalah milik sendiri
Untuk mengetahui barang yang dijual belikan sebagai barang milik sendiri atau tidak, dapat
diketahui bukti-bukti kepemilikan barang. Seperti sepeda motor, bukti sepeda motor itu milik
sendiri adalah adanya STNK atau atas nama dirinya. Tidak sah menjual barang yang bukan milik
sendiri karena dapat merugikan kedua belah pihak.
b. Barang yang dapat diserah terimakan
Barang yang dijual belikan harus dapat diserah terimakan. Tidak sama lakukan jual beli
dengan barang yang tidak dapat diserahterimakan, seperti menjual udara, burung yang terbang dan
sejenisnya.
c. Barang ada manfaatnya
Barang yang tidak ada manfaatnya, bahkan barang itu hanya akan menimbulkan kerugian
maka jual beli seperti ini tidak sah. Contohnya, jual beli senjata untuk merampok dan membunuh,
jual beli lahan peledak bom untuk melakukan pengeboman dan sejenisnya.
d. Barangnya suci atau tidak najis
Barang yang dijual belikan harus dari barang yang suci dan halal. Barang yang haram tidak
sah dijual belikan, karena sesuatu yang sudah dinyatakan haram bentuk dan jenisnya, maka
penjualannya pun haram hukumnya, serta barang yang haram tidak ada manfaatnya dalam
kehidupan manusia,seperti; jual beli narkoba.
e. Barangnya teridentifikasi
Barang yang dijual belikan dapat teridentifikasi secara jelas baik jenis, kualitas, maupun
keragamannya.

3. Adanya sifat (ijab dan Qabul)


Hijab adalah pernyataan dari seseorang penjual. Sedangkan qabul adalah pernyataan dari
seorang pembeli. Hijab dan qabul dalam proses jual beli harus memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan:
a. Dilakukan atas kehendak sendiri
Melakukan transaksi jual beli antara kedua belah pihak yakni; antara penjual dan pembeli harus
dilakukan atas dasar kehendak sendiri. Artinya, tidak sah apabila ada unsur paksaan dalam proses
jual beli ketika terjadinya ijab qabul. Karena salah satu prinsip jual beli adalah dilakukan atas dasar
sukarela.
b. Dilakukan secara langsung
Untuk membuktikan bahwa ijab dan Qabul dalam jual beli adalah benar-benar terjadi, maka
harus dilakukan secara langsung. Tidak sah melakukan ijab qabul dalam proses jual beli dengan
perantara orang lain dan diselingi dengan pembicaraan atau kegiatan lainnya.
c. Dilakukan secara bersambung.
Maksudnya adalah komunikasi aktif antara penjual dan pembeli. Ini juga untuk membuktikan
bahwa proses jual beli dilakukan dengan penuh kesungguhan. Tidak sah ijab dan Qabul dalam jual
beli yang dilakukan secara bermain-main.
d. Tidak digantungkan dengan sesuatu yang lain
Suatu akad jual beli tidak sah apabila digantungkan dengan sesuatu yang lain contohnya
ungkapan seorang penjual yang mengatakan; “akan saya jual sepeda motor ini kepadamu, apabila
sampai dua minggu saya belum memperoleh uang untuk membayar sekolah anak saya”
e. Tidak ada batasan waktu
Suatu akad jual beli tidak sah apabila dibatasi oleh waktu tertentu. Contohnya, “saya jual
rumah yang saya tempatti bersama keluarga ini selama satu tahun.” Mengapa tidak sah? Karena
akad tersebut bukan akad jual beli, tetapi akad sewa atau kontrak.

 Macam-macam model jual beli


Dilihat dari berbagai aspeknya praktik jual beli dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu;
1. Berdasarkan kehalalan, jual beli dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Jual beli dengan barang yang halal
Barang yang dijual belikan harus dari barang yang halal. Kehalalan suatu barang dapat
diketahui melalui dua hal, yaitu halal jenisnya dan halal dalam proses kepemilikan. Barang yang
jenisnya halal adalah barang yang tidak najis sedangkan barang yang halal dalam proses
kepemilikan adalah barang-barang yang diperoleh dengan cara yang halal atau benar, Seperti; dari
hasil kerja yang halal. Sedangkan barang yang diperoleh melalui tidak halal, seperti, barang curian,
hasil menipu, korupsi, dan sejenisnya, barang tersebut tidak sah untuk dijual belikan.
b. Jual beli dengan proses yang benar
Proses jual beli yang benar dan hukumnya halal untuk dilakukan oleh orang Islam adalah proses
jual beli yang dilakukan atas dasar;
1. Sukarela
Proses jual beli dilakukan secara sukarela, artinya atas dasar kehendak sendiri. Tidak ada
paksaan untuk melakukan proses jual beli antara penjual dan pembeli. Kalau terjadi pemaksaan
proses jual beli, maka proses jual beli itu batal atau tidak sah.
2. Kontan
Proses pembayaran dalam jual beli harus dilakukan secara tunai, setelah terjadi kesepakatan
antara penjual dan pembeli. Apabila pembayaran berlaku tempo, tetapi dengan nilai harga yang
sama hukumnya masih diperbolehkan. Namun, kalau dengan berselang waktu dan jumlah
pembayaran menjadi besar maka hal tersebut diharamkan. Karena hal tersebut tergolong riba dan
riba hukumnya haram. Dengan kata lain, dalam proses jual beli tidak sah menggunakan dua harga.
Artinya jumlah pembayaran berbeda antara kontan dan tempo.
3. Setara dengan nilai
Yang dimaksud dengan setara dalam nilai pada proses jual beli adalah adanya kesesuaian harga
dengan barang yang dijual tidak sah hukumnya melakukan proses jual beli yang tidak sesuai antara
barang dengan harga. Mengapa demikian? Karena hal tersebut menjadikan penyesalan antara
kedua belah pihak dalam proses jual beli.
2. Jual beli yang terlarang
Apabila dilihat dari sifat terlarangnya, maka proses jual beli dapat dibagi menjadi tiga macam
yaitu;
a. Terlarang karena barangnya
Ada beberapa barang yang menurut ajaran Islam haram hukumnya untuk dijual belikan,
diantaranya adalah;khamar, darah, bangkai, darah yang dibekukan, alat-alat untuk berjudi, dan
patung yang dijadikan alat untuk sembah.
b. Terlarang karena prosesnya
Ada proses jual beli yang hukumnya haram, sehingga tidak boleh dilakukan oleh umat
Islam,yaitu;
1. Jual beli yang dilakukan dengan cara menipu
2. Jual beli yang barangnya tidak ada
3. Jual beli lemparan.
Artinya seseorang yang akan membeli barang tertentu dengan cara melemparkan sesuatu
kepada barang tersebut apabila lemparan itu sampai, maka membeli dengan harga tertentu. Jenis
jual beli seperti ini hukumnya haram, karena ada unsur perjudian
4. Jual beli dengan mulamasa
Artinya jual beli dengan cara dalam praktiknya apabila seseorang telah menyentuh barang
tertentu maka harus membeli. Jual beli seperti ini haram karena mengandung unsur paksaan.
5. Jual beli najasy
Ya itu jual beli dengan menggunakan tukang tawar. Dalam praktiknya seorang penjual
menyuruh seseorang ketika ada pembeli untuk pura-pura menawar dengan harga tinggi, tetapi
tidak berniat untuk membeli. Tujuannya untuk mengecoh pembeli lain agar membeli dengan harga
tersebut. Model penjualan ini haram karena ada unsur penipuan.
6. Membeli barang yang sudah dibeli orang lain dalam masa khiyar
7. Jual beli untuk menyempitkan gerakan pasar diantaranya adalah;
a. Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga pasar, dengan tujuan
semata- mata agar orang lain tidak mampu membelinya.
b. Membeli barang sebelum sampai ke pasar, artinya pembeli menghadang para penjual di
suatu tempat sebelum sampai ke pasar dan membeli barang tersebut lebih murah dari harga
pasar. Hal demikian dilarang, karena dapat merusak ketentraman umum.
c. Membeli barang untuk ditimbun dan barang tersebut dijual setelah harga mahal
d. Menjual sesuatu yang berguna tetapi dijadikan sebagai alat maksiat bagi pembelinya. Ini
sama dengan bekerja sama dalam urusan dosa dan pelanggaran.

 Hikmah jual beli


1. Dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia
2. Dapat membuka peluang pekerjaan
3. Dapat menggerakkan ekonomi umat Islam

 Hal-hal yang terkait dengan jual beli


1. Khiyar
a. Pengertian khiyar
Khiyar artinya kebebasan melakukan pilihan. Dalam proses jual beli,khiyar berarti kebebasan
para penjual atau pembeli untuk memilih meneruskan atau membatalkan proses jual beli.
b. Macam-macam khiyar
A. Khiyar majelis
Khiyar majelis artinya bentuk khiyar yang ditentukan oleh tempat. Artinya seorang penjual
atau pembeli akan meneruskan atau membatalkan proses jual beli ditentukan oleh tempat dalam
melakukan transaksi sampai mereka berpisah. Kalau seseorang telah berpisah atau pergi, maka
selesai sudah waktu khiyar majelis sehingga boleh melakukan transaksi dengan orang akan tetapi
sebelum berpisah, tidak boleh penjual melakukan transaksi dengan orang lain.
B. Khiyar syarat
Seorang penjual dan pembeli dalam meneruskan atau membatalkan jual beli ditentukan oleh
syarat yang disepakati keduanya. Khiyar syarat berlaku selama 3 hari 3 malam. Dengan demikian,
apabila telah lebih dari 3 hari dan 3 malam, maka khiyar syarat telah selesai. Pada masa khiyar
syarat barang tidak boleh ditawarkan kepada orang lain karena masih dalam tawaran orang yang
terikat dengan khiyar syarat. Namun kalau telah melebihi dari waktu 3 hari 3 malam, barang boleh
ditawarkan kepada orang lain.
C. Khiyar ‘aibi
Seseorang yang sedang melakukan transaksi jual beli ada yang melakukan dengan khiyar ‘aibi
artinya seorang penjual dan pembeli meneruskan atau membatalkan proses jual beli ditentukan
oleh ada atau tidaknya cacat suatu barang. Hal ini disepakati pada saat melakukan khiyar ‘aibi
dalam praktiknya, khiyar ‘aibi dapat berlaku ketika umat Islam melakukan transaksi jual beli
terhadap barang-barang yang disegel. Sehingga barang tidak dapat dilihat sebelum dibayar secara
lunas. Apabila setelah dibayar lunas, ternyata barang tersebut cacat, maka dikembalikan dan
meminta ganti rugi dengan barang yang baik atau tidak cacat.

c. Hikmah khiyar
Proses jual beli dengan terikat oleh khiyar secara konsisten dapat mendatangkan beberapa
hikmah yaitu;
A. Untuk membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang terikat dalam
perjanjian
B. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam proses jual beli
C. Untuk menghindarkan terjadinya penipuan dalam proses jual beli
D. Untuk menjamin kejujuran antara penjual dan pembeli

2. Menghindari riba
Seluruh aktivitas jual beli harus terhindar dari praktik riba. Riba hukumnya haram, sehingga umat
Islam dilarang untuk melakukan dalam kondisi apapun.
E. Keuangan Syariah
1. Keuangan Syariah Secara Umum
Undang Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa
perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit usaha
syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya.
Salah satu perbedaan pokok antara bank syariah dan bank konvensional, adalah adanya
akad atau kesepakatan pertambahan nominal sejumlah uang di awal perjanjian yang oleh MUI
ditetapkan sebagai mengandung unsur riba.
Untuk menghindari unsur riba tersebut, maka perbankan syariah menerapkan sistem bagi
hasil atau nisbah. Misalnya sejumlah uang pihak nasabah akan diusahakan oleh perbankan untuk
melakukan usaha produktif, sehingga bagi hasil yang akan terjadi adalah bagi pemilik uang/modal
40% dan bagi pihak pengelola/bank syariah 60%. Tentu pihak bank syariah telah
memperhitungkan biaya-biaya administrasi dan biaya operasional dari usaha produktif yang
dilakukannya.

2. Istilah Kerja Sama Ekonomi Islam


Beberapa istilah kerja sama dalam ekonomi Islam dapat disebutkan sebagai berikut.
1. Musyarakah
Kerja sama sering disebut musyarakah. Istilah lain dari musyarakah adalah syirkah atau
syarikah. Musyarakah adalah kerja sama antara kedua belah pihak untuk memberikan kontribusi
dana dengan keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Syirkah hukumnya ja’iz atau mubah, berdasarkan dalil Hadis Nabi Muhammad Saw. Berupa
taqrir/pengakuan beliau terhadap syirkah. Pada saat beliau telah diutus menjadi Nabi, masyarakat
pada zaman itu telah bermuamalah dengan cara ber-syarikah dan Nabi membenarkannya. Nabi
Muhammad Saw. Bersabda, sebagaimana dituturkan Abu Hurairah R.A.: “Allah Azza Wa Jalla
telah berfirman: aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang ber-syarikah selama salah satunya
tidak menghianati yang lainnya. Jika salah satunya berkhianat, aku keluar dari keduanya” (HR.
Imam Daruquthni dari Abu Hurairah R.A.).
Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai macam syirkah dan dalil
dalilnya, terdapat lima macam syirkah dalam Islam, yaitu: syirkah inan, syirkah abdan, syrkah
mudharabah, syirkah wujuh dan syirkah mufawwadah.

A. Syirkah Inan
Syirkah Inan adalah kerja sama atau percampuran dana antara dua pihak atau lebih dengan
porsi dana yang tidak harus sama. Dalam syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang
(nuqud), sedangkan barang (urudh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal
syirkah, terkecuali jika barang itu dihitung nilainya (qimah al-‘urudh) pada saat akad.
B. Syirkah Abdan
Syirkah Abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing masing hanya
memberikan kontribusi kerja (amal), tanpa kontribusi modal (mal). Kontribusi kerja itu dapat
berupa kerja pikiran maupun kerja fisik. Dalam syirkah ini tidak disyaratkan kesamaan profesi
atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi.
C. Syirkah Mudharabah
Al Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sahibul
mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola.
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
 Mudharabah Mutlaqah, adalah bentuk kerja sama antara sahibul mal dan mudharib
yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesisifikasi jenis usaha, waktu,
dan daerah bisnis.
 Mudharabah Muqayyadah, adalah salah satu jenis mudharabah, dimana mudharib
(pengelola) dibatasi haknya oleh sahibul mal (pemodal), antara lain dalam hal jenis
usaha, waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si sahibul mal dalam memasuki jenis dunia usaha.

D. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh disebut juga gurkah ‘ala adz dzimam. Disebut syirkah wujuh karena didasarkan
pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masayarakat. Syirkah
wujuh adalah syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan kontribusi
kerja ('amal) UU pihak ketiga (misal C) yang memberikan kontribusi modal (ma-l). Syirkah
semacam ini, hakikatnya termasuk dalam syirkah mudaharabah sehingga berlaku ketentuan-
ketentuan syirkah mudharabah padanya.

E. Syirkah Mufawwadah
Syirkah mufawwadah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua
jenis syirkah di atas (syirkah inan, abdan, mudharabah, dan wujuh). Keuntungan yang diperoleh
dari syirkah ini dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan
jenis sirkahnya atau sesuai dengan porsi modalnya.

2. Mudharabah
Mudharabah berasal dari bahasa Arab dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam
menjalankan usaha.
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (sahibul mal) menyediakan dana 100% sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola
(mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
diakibatkan kelalaian si pengelola.
Secara umum landasan mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha.
Hal ini tampak dalam ayat ayat Al-Qur’an surah Al- Baqarah ayat 198 sebagai berikut:

Artinya:
Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari Tuhanmu. Maka apabila kamu bertolak dari
Arafah, berzikirlah kepada Allah di Masy arilharam. Dan berzikirlah kepada-Nya sebagaimana
Dia telah memberi petunjuk kepadamu, sekalipun sebelumnya kamu benar-benar termasuk orang
yang tidak tahu. (QS. Al-Baqarah/2: 198)
3. Muzara’ah
Muzara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap,
dimana pemilik lahan memberikan memberikan lahan pertaniannya kepada penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen.
Muzara’ah seringkali diidentikkan dengan mukhabarah, padahal di antara keduanya terdapat
perbedaan:
Muzaraah : benih dari pemilik lahan.
Muhabarah: benih dari penggarap.
4. Musaqah
Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzaraah, dimana si penggarap hanya
bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas
nisbah/bagian tertentu dari hasil panen.
F. Hikmah Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam
Hikmah adalah sebuah ungkapan menunjuk pada pengetahuan yang kokoh, dapat menghantarkan
menuju pengenalan kepada Allah swt, berasal dari pandangan mata batin yang suci, serta
kemampuan ilmu untuk mempelajari dan memahami tentang hakikat kemampuan tertinggi
manusia dalam mencari serta menemukan maksud tujuan syariat Islam.

Umat Islam yang mengelola ekonomi atau harta sesuai dengan syariat Islam. Akan mendatangkan
banyak hikmah, mulai dari menambah dan mendatangkan keberkahan hidup, kenyaman dan
ketentraman dalam kehidupan sehari hari dan mungkin dapat mendapatkan pahala yang lebih
banyak. Hikmah Prinsip maupun Praktik Ekonomi Islam juga berpengaruh besar terhadap diri
sendiri bahkan hingga lingkungan sekitar kita. Diantara hikmah tersebut adalah :

Hikmah Prinsip Ekonomi Islam :

1. Dapat mewujudkan kesejahteraan umat.


2. Dapat mengangkat ekonomi umat Islam menjadi umat yang kuat.
3. Dapat mewujudkan pola hidup masyarakat yang rukun dan damai.

Hikmah Praktik Ekonomi Islam :

1. Terhindar dari praktik riba.


2. Terhindar dari praktik dagang yang mengandung garar
3. Dapat memperoleh pahala dan dicintai oleh Allah swt.

Anda mungkin juga menyukai