Anda di halaman 1dari 98

PERPAJAKAN

“ PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) dan PAJAK


PERTAMBAHAN NILAI atas BARANG MEWAH
(PPnBM)”

DISUSUN OLEH :

1. BAHAGIAN BRUNIA SARI (06)

2. MUCHLIS ABDILLAH (14)

3. MUHAMMAD ZULFIKAR (15)

4. SILVIA AHGNIA FAHCRINA (23)

5. TITA CAHYA MEYLINDA (24)

6. WARDAH NILA FIRDAUSY (28)

KELAS : D-IV AKUNTANSI MANAJEMEN 2D

TAHUN PELAJARAN 2018/2019

POLITEKNIK NEGERI MALANG


DASAR HUKUM

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 Tahun 1994

PENDAHULUAN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April 1985 untuk
menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No. 8 Tahun 1983.
Kelebihan pengenaan PPN sesuai UU No. 8 Tahun 1983 yang merupakan hasil reformasi
perpajakan tahun 1983 dibandingkan dengan PPn yang dipungut berdasarkan undang-undang
pajak penjualan tahun 1951, yaitu :

1. Mekanisme pemungutan PPn tahun 1951 dalam pelaksanaannya menimbulkan


dampak kumulatif (pajak berganda). Hal ini mendorong Wajib Pajak untuk melakukan
penghindaran pajak atau penyelundupan pajak sehingga tidak netral terhadap
perdangan dalam negeri maupun perdangan internasional. Dalam undang-undang
PPN yang baru terdapat mekanisme pengkreditan untuk menghindari adanya
pengenaan pajak berganda (cascade effect)

2. Sistem tarif yang sederhana UU PPn Tahun 1951 memberlakukan sembilan jenis tarif
sejak UU PPN tahun 1983 memberlakukan 1 jenis tarif sehingga memudahkan
pelaksanaan dan pengawasannya.

3. Menciptakan persaingan yang sehat karena atas impor dikenakan pajak dalam jumlah
yang sama dengan jumlah pajak yang dikenakan atas produksi dalam negeri pada
tingkat harga yang sama sementara untuk ekspor dikenakan pajak dengan tarif 0%.

KARAKTERISTIK PPN DI INDONESIA

1. Pajak Tidak Langsung

Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggung jawab
pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan barang atau
jasa, sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada penanggung pajak
(pihak yang memikul beban pajak).

2. Pajak Objektif

Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak.
Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan`

3. Multistage Tax
PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksidan distribusi
(dari pabrikan sampai ke peritel)

4. Nonkumultif

PPN tidak bersifat kumulatif meskipun memiliki karakteristik multistage tax karena
PPN mengenal adanya mekanisme pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu,
PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau jasa.

5. Tarif Tunggal

PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif yaitu 10% untuk penyerahan dalam
negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak.

6. Credit Method/ Invoice Method/ Indirect Substruction Method

Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari hasil
pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saat penyerahan barang atau
jasa yang disebut Pajak Pengeluaran.

7. Pajak Atas Konsumsi Dalam Negeri

Atas impor Barang Kena Pajak dikenakan PPN sedangkan atas impor Barang Kena
Pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat tujuan, yaitu
pajak dikenakan di tempat barang atau jasa akan dikonsumsi.

8. Consumption Type Value Added Tax (VAT)

Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan barang
modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas penyerahan
Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (IKP).

ISTILAH DAN PENGERTIAN

1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempattempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku UU No. 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan.

2. Barang adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud.

3. Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang sebagaimana dimaksud pada nomor 2 yang
dikenai pajak berdasarkan undangundang PPN.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan BKP sebagaimana
dimaksud pada nomor 3.

5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasukjasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.

6. ]asa Kena Pajak (IKP) adalah jasa sebagaimana dimaksud pada nomor 5 yang
dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN.

7. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian ]KP sebagaimana
dimaksud pada nomor 6.

8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan IKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

9. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam
Daerah Pabean.

10. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean adalah
setiap kegiatan pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean karena
suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.

11. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke luar
Daerah Pabean.

12. Perdagangan adalah sekumpulan kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk
kegiatan tukar-menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.

13. Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan, baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha'yang meliputi Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, f1rma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan“;lxperkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,
lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan bentuk badan lainnya.

14. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam nomor ‘ 13
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean.

15. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha sebagaimana dimaksud dalam nomor
14 yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan IKP yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha'Kecil
yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

16. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk 'atau sifat
suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya guna
baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang pribadi
atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.

17. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai imoor,
won atau nilai lain Yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

18. Harga Jual adalah nilai bempa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan IKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang
dicantumkan dalam Faktur Pajak.

19. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan IKP, tidak termasuk PPN
yang dipungut berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang
dipungut berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.

21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima
penyerahan BKP dan yang membayar atau seharusnya membayar harga BKP tersebut.

22. Penerima Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan JKP dan yang membayar atau seharusnya membayar
penggantian atas JKP tersebut.

23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP atau penyerahan IKP, atau bukti pungutan pajak karena impor BKP
yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

24. Pajak Masukan adalah PPN yang seharusnya sudah dibayar oleh PKP karena
perolehan BKP dan/atau penerimaan IKP dan/atau pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean dan/atau pemanfaatan IKP dari luar Daerah Pabean dan/atau
impor BKP.

25. Pajak Keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungut oleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP, Penyerahan JKP, atau ekspor BKP.
26. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.

27. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendaharawan Pemerintah, badan, atau
instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP
dan/atau penyerahan JKP kepada Bendaharawan Pemerintal1,badan, atau instansi
pemerintah tersebut.

28. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Bcrwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan
Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean.

29. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan ]asa Kena Pajak ke luar
Daerah Pabean.

KEWAJIBAN MENYETOR PPN

PPN merupakan pajak tidak langsung, artinya pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pihak-pihak yang mempunyai kewajiban
memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas:

l. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan/atau IKP di dalam
Daerah Pabean dan melakukan ekspor BKP Berwujud/BKP Tidak Berwujud/IKP. Pengusaha
Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP
yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk
Pengusaha Kecil. Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan
penyerahan BKP dan/atau IKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto
melebihi Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam satu tahun. Termasuk Pengusaha
Kena Pajak antara lain:

 pabrikan atau produsen;

 importir dan indentor;

 pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir; .

 agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir;

 pemegang hak paten atau merek dagang BKP;

 pedagang besar (distributor);

 pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan barang;

 pedagang eceran (peritel).


PKP mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM.
PPN dan PPnBM yang disetorkan dan dilaporkan PKP tersebut dapat dibebankan kepada
konsumen pada saat terjadi transaksi penyerahan BKP dan/atau IKP. Jika PKP tidak
melakukan hal itu, dia yang mempunyai kewajiban membayar sejumlah PPN dan PPnBM .

2. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Pengusaha Kecil adalah
pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam
satu tahun. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib
melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP.

3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan/ atau ]KP dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

4. Orang pribadi atau badan Yang melakukan impor barang kena pajak.

5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan semula
tidak untuk dijual kembali.

6. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan
persyaratan tertentu. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya
sendiri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain;

b. Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi teknik
yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/ atau perairan dengan
kriteria:

1) konstruksi utamanya terdiri dari kayu; beton, pasangan batu bata atau bahan
sejenis, dan/atau baja;

2) diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan

3) luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi).

7. Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah. Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh
pemerintah terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan
Daerah, termasuk Bendahara Proyek.

OBJEK PPN

PPN dikenakan atas pertambahan nilai yang terjadi karena kegiatan-kegiatan tertentu yang
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Penyerahan/impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP/IKP/BKP tidak berwujud


a. Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena
Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena
Pajak tetapi belum dikukuhkan. Penyerahan BKP harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:

l) barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP;

2) barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang tidak berwujud;

3) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

4) penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Kegiatan yang termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

1) penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian;

2) pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa
guna usaha (leasing);

3) penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;

4) pemakaian sendiri dan/ atau pemberian cuma-cuma atas BKP;

5) persediaan BKP dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang
PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapa dikreditkan;

6) penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP
antarcabang;

7) penyerahan BKP secara konsinyasi.'

Kegiatan yang tidak terrnasuk-dalam pengertian penyerahan BKP adalah:

1) penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab


Undangundang Hukum Dagang (KUHD);

2) penyerahan BKP untuk jaminan utang Piutang;

3) penyerahan BKP sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf f dalam hal PKP
memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang (sentralisasi).

b. Impor BKP.

Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai. Siapa pun yang memasukkan BKP ke dalam Daerah Pabean dikenakan
pajak tanpa memerhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya ataukah tidak.

c. Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha.


Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) jasa yang diserahkan merupakan JKP;

2) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;

3) penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.

Penyerahan IKP adalah setiap kegiatan pemberian IKP, termasuk IKP yang digunakan
untuk kepentingan sendiri dan JKP yang diberikan secara cuma=cuma. Pemanfaatan BKP
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pbean oleh siapa pun dikenakan
PPN.

Contoh:

Pengusaha A yang berkedudukan di Jakarta memperoleh hak menggunakan merek


yang dimiliki Pengusaha B yang berkedudukan di Hong Kong. Atas pemanfaatan merek di
dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha A terutang PPN.

e. Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing yang memberikan
jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di dalam Daerah Pabean. Pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean oleh siapa pun dikenakan PPN.

Contoh :

Pengusaha C di Surabaya memanfaatkan IKP dari Pengusaha D yang berkedudukan di


Singapura. Atas pemanfaatan IKP di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha C terutang PPN.

f. Ekspor BKP Berwujud oleh PKP.

Ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika yang melakukan adalah Pengusaha yang
telah dikukuhkan sebagai PKP.

g. Ekspor BKP Tidak Berwujud oleh PKP

Pengusaha yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud adalah hanya pengusaha
yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

Pengertian BKP Tidak Berwujud yaitu:


1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusatran, kesenian atau karya
ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau
bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial atau


ilmiah;

3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau


komersial;

4) Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak
menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1), penggunaan atau hak menggunakan
peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2), atau pemberian pengetahuan atau informasi
pada angka 3) berupa:

 Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya
yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit kabel, serta optik atau teknologi
yang serupa;

 Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit,
kabel, serat/optik atau teknologi yang serupa;

 Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio


komunikasi;

5) Penggunaan atau hak menggunakan hak film gambar hidup (motion picture film), film atau
pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan

6) Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak sebagaimana tersebut di atas.

h. Ekspor JKP oleh PKP

Termasuk dalam pengertian ekspor IKP adalah penyerahan JKP dari dalam Daerah
Pabean ke luar Daerah Pabean oleh pengusaha kena pajak yang menghasilkan dan
melakukan ekspor BKP Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan
dan atas petunjuk dari pemesan di luar Daerah Pabean

2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan
oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Pengenaan pajak ini dilakukan dengan pertimbangan untuk mencegah terjadinya
penghindaran pengenaan PPN. Untuk melindungi masyarakat yang berpenghasilan rendah
dari PPN ini, maka diatur tentang batasan kegiatan membangun sendiri.
3. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk
diperjualbelikan, sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut
ketentuan dapat dikreditkan. Penyerahan aktiva tersebut tidak dikenakan pajak apabila PPN
yang dibayar pada saat perolehannya tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan dalam
undang-undang PPN, kecuali jika tidak dapat dikreditkannya PPN tersebut karena bukti
pengkreditannya tidak memenuhi persyaratan administratif, misalnya Faktur Pajaknya tidak
diisi lengkap sesuai dengan ketentuan Undang-Undang PPN.

PENYERAHAN TERUTANG PPN DAN TIDAK TERUTANG PPN

Penyerahan Terutang PPN

Penyerahan yang terutang PPN dikelompokkan menjadi:

l. ekspor;

2. penyerahan dalam negeri, terdiri atas:

a. penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri;

b penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh Pemungut PPN;

c. penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut;

d penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

Ekspor. Ekspor yang dimaksud terdiri atas setiap kegiatan menyerahkan barang kena
pajak berwujud/barang kena pajak tidak berwujud/jasa kena pajak dari dalam Daerah Pabean
ke luar Daerah Pabean oleh pengusaha kena pajak. Atas ekSpor tersebut terutang PPN dan
PPnBM dengan tarif 0% (nol persen).

Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri. Penyerahan yang PPN-nya harus
dipungut sendiri merupakan PPN atas penyerahan BKP/IKP di Dalam daerah Pabean/di
dalam negeri selain kepada Pemungut PPN.

Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN. Penyerahan yang PPN=nya
dipungut oleh Pemungut PPN merupakan penyerahan BKP/JKP kepada Pemungut PPN. Atas
penyerahan ini PPN langsung dipungut oleh pembeli, yang disebut sebagai Pemungut PPN .
Ketentuan PPN oleh Pemungut PPN dibahas dalam bagian tersendiri.

Penyerahan yang PPN -nya Tidak Dipungut. Impor dan penyerahan yang PPN dan
PPnBMnya tidak dipungut terdiri atas:

1. Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman
luar negeri (sesuai PP No. 25 Tahun 2001).
2. Penyerahan BKP oleh PKP berstatus Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor
(EPTE) dan perusahaan pengolahan di Kawasan Berikat (sesuai PP No. 3 Tahun
1996).

Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor (EPTE) adalah suatu tempat atau bangunan
dari suatu perusahaan industri dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya diberlakukan
ketentuan-ketentuan khusus di bidang pabean, perpajakan, dan tata niaga impor,” yang
diperuntukkan bagi pengolahan barang dan/atau bahan yang berasal dari luar Daerah Pabean
Indonesia, Kawasan Berikat, EPTE lainnya, atau dari dalam Daerah Pabean Indonesia
lainnya, yang hasilnya terutama untuk tujuan ekspor.

Kawasan Berikat (Banded Zone) adalah suatu kawasan dengan batas-batas tertentu di
wilayah Pabean Indonesia yang di dalamnya diberlakukan ketentuan khusus di bidan pabean,
yaitu terhadap barang yang dimasukkan dari luar atau dari dalam Daerah Pabean Indonesia
lainnya tanpa terlebih dahulu dikenakan pungutan bea, cukai, dan; atau pungutan negara
lainnya sampai barang tersebut dikeluarkan untuk tujuan impon ekspor, atau ekspor kembali.
Bentuk fasilitas lain di bidang PPN dan PPnBM bagi PKP berstatus EPTE dan Perusahaan
Pengolahan di Kawasan Berikat (KB) adalah:

 atas impor barang modal, barang dan/atau bahan dari luar Daerah Pabean ke dalam '
EPTE/KB diberikan penangguhan PPN dan PPnBM barang atau jasa;

 atas penyerahan BKP antar-PKP EPTE, PPN dan PPnBM yang terutang tidak
dipungut; penyerahan BKP oleh produsen dari Daerah Pabean Indonesia lainnya
kepada perusahaan berstatus EPTE dan/atmerusahaan Pengolahan di Kawasan Berikat
untuk diolah lebih lanjut, diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan
perlakuan perpajakan terhadap barang yang diekspor;

3. Impor barang, pemasukan BKP, pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang,


penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke
dan/atau dari Kawasan Berikat (sesuai PP No. 33 Tahun 1996 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 101/PMK.O4/2005). Secara rinci, impor dan penyerahan yang PPN dan
PPnBM-nya tidak dipungut ke dan/atau dari Kawasan Berikat (KB) adalah:

 atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang sematamata
dipakai oleh PKB (Penyelenggara Kawasan Berikat) termasuk PKB yang merangkap
sebagai PDKB (pengusaha yang akan melakukan usaha di Kawasan Berikat) ;

 atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan
kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB;

 atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB; atas pemasukan BKP dari
Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut;

 atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih '
lanjut;
 atas pengeluaran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL
atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak;

 atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan subkontrak oleh PKP di DPIL atau
PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal;

 atas peminjaman mesin 'dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari
PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya
ke PDKB asal;

 penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Kemudahan Impor


Tujuan Ekspor dari DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB;

 pengeluaran barang dari KB yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas
pembebasan atau penangguhan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak dalam rangka impor;

 atas pemasukan alat pengemas (packing material) dan alat bantu pengemas dari DPIL
ke KB untuk menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan PDKB.

4. Penyerahan BKP kepada Pengusaha sepanjang BKP tersebut digunakan untuk


menghasilkan BKP yang diekspor; dan impor BKP yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang
BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang diekspor (sesuai PP No. 63 Tahun
2003 sebagaimana diubah dalam PP No. 30 Tahun 2005).

Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam adalah Daerah Industri Pulau Batam
dan pulau-pulau di sekitarnya yang dinyatakan sebagai Kawasan Berikat sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengusaha adalah PKP di Kawasan Berikat Daerah
Industri Pulau Batam yang melakukan kegiatan menghasilkan BKP untuk diekspor."

Dalam rangka menunjang ekspor, PPN dan/atau PPnBM tidak dipungut atas:

 penyerahan BKP kepada Pengusaha sepanjang BKP tersebut digunakan untuk


menghasilkan BKP yang diekspor; dan

 impor BKP yang dilakukan oleh Pengusaha sepanjang BKP tersebut digunakan untuk
menghasilkan BKP yang diekspor.

Atas penyerahan BKP dan/atau impor BKP selain untuk diekspor dan atas penyerahan
IKP di atau ke Kawasan Berikat Daerah Industri Pulau Batam, terutang PPN dan/atau
PPnBM, yang pengenaannya dilakukan secara bertahap.

5. Penyerahan avtur (bahan bakar untuk pesawat terbang turbin gas yang batas titik didihnya
sekitar ISOOC-red.) untuk keperluan penerbangan internasional (sesuai PP No. 26 Tahun
2005)
Perjanjian pelayanan transportasi udara adalah perjanjian internasional dan bilateral
antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain tentang pelayanan
transportasi udara yang telah diratifikasi.

Penerbangan internasional adalah penerbangan dari bandar udara di luar negerike


bandar udara di dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang menjadi tempat pendaratan
pertama atau penerbangan dari bandar udara di dalam wilayah negara Republik Indonesia
yang menjadi tempat penerbangan terakhir ke bandar udara diluar negeri.

Maskapai penerbangan adalah maskapai penerbangan dalam negeri dan maskapai


penerbangan dari suatu negara yang telah terikat dalam perjanjian pelayanan transportasi
udara.

Penerbangan domestik adalah penerbangan antar-bandar udara di. dalam wilayah


negara Republik Indonesia.

Penyerahan avtur kepada maskapai penerbangan untuk keperluan penerbangan


internasional diberikan fasilitas tidak dipungut PPN sepanjang perjanjian pelayanan
transportasi udara mencantumkan asas timbal balik.

Dalam hal avtur digunakan untuk keperluan penerbangan domestik yang menjadi satu
rangkaian dengan penerbangan internasional, maka atas penggunaan avtur untuk penerbangan
domestik terutang PPN.

Dalam hal penyerahan avtur digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula (Yaitu
diserahkan kepada maskapai penerbangan untuk keperluan penerbangan internasional) atau
dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau seluruhnya, maka PPN terutang
yang tidak dipungut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak avtur
tersebut dialihkan penggunaannya atau dipindahtangankan. Apabila dalam jangka waktu 1
(satu) bulan, PPN terutang yang tidak dipungut belum dibayar, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. ,

6. Impor dan penyerahan BKP oleh Toko Bebas Bea-TBB (sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000).

Pengusaha Toko Bebas Bea (PTBB) adalah perseroan terbatas yang khusus menjual
barang-barang asal impor dan Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) di TBB.

Gudang Penimbunan-adalah ruang yang dimiliki PTBB untuk menyimpan atau


menimbun barang, loaik barang asal impor maupun barang asal Daerah Pabean.

Termasuk yang tidak dipungut PPN dan PPnBM adalah kepada orang yang membeli
barang-barang di TBB sebagai berikut:
a. Anggota Korps Diplomatik beserta keluarganya yang berdomisili tetap di Indonesia yang
membeli barang di TBB Dalam Kota dengan jumlah pembelian tidak dibatasi;

b. tenaga ahli bangsa asing beserta keluarganya yang berdomisili dan bekerja di Indonesia
pada lembaga-lembaga internasional dan organisasi asing lainnya yang telah menjalankan
kerja sama dengan Pemerintah Indonesia yang membeli barang di TBB Dalam Kota dengan
jumlah pembelian tidak dibatasi, kecuali untuk BKC diberlakukan ketentuan di bidang cukai;

c. orang yang bepergian ke luar negeri, yang membeli barang di TBB keberangkatan dengan
jumlah pembelian tidak dibatasi;

d. orang yang bepergian ke luar negeri yang melakukan transaksi barang di luar pamer milik
pengusaha TBB Keberangkatan. dengan jumlah pembelian tidak dibatasi, yang barangnya
diserahkan di ruang penyerahan keberangkatan; "

e. orang yang baru tiba dari luar negeri yang membeli barang di TBB Kedatangan
diberlakukan sesuai ketentuan barang penumpang.

7. Impor sebagian BKP yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk (sesuai Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 231/KMK 231/KMK.O3/2001 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMP.O3/2004).

BKP yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk adalah BKP yang dibebaskan dari
pungutan Bea Masuk-berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean. Atas . impor BKP
yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk tetap dipungut PPN dan PPnBM berdasarkan
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Akan tetapi, atas impor sebagian BKP yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk,
tidak dipungut PPN dan PPnBM. Sebagian BKP yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk
adalah:

 barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik;

 barang untuk keperluan badan internasional yang diakui dan terdaftar pada
Pemerintah Indonesia beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak
memegang paspor Indonesia;

 barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, atau kebudayaan;

 barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang
terbuka untuk umum; '

 barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;

 barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
 peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;

 barang pindahan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri,
mahasiswa yang belajar di luar negeri, Pegawai Negeri Sipil (PNS), anggota Tentara
Nasional Indonesia (TNI), atau anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) yang
bertugas di luar negeri-sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun, sepanjang barang
tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat rekomendasi dari Perwakilan
Republik Indonesia setempat;

 barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang
kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Pabean;

 barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan
untuk kepentingan umum;

 perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan


pertahanan dan keamanan;

 barang impor sementara sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan


Nomor 615/PMK.04/2004.

8. Tempat penimbunan berikat di pulau batam, bintan, dan karimun (sesuai Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 60/ PMK.04/ 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 89/PMK.04/2005).

9. Atas impor BKP maupun pemanfaatan BKP tidak berwujud dan IKP yang berasal dari luar
Pabean Indonesia serta perolehan dalam negeri BKP atau ]KP oleh Pengusaha di Pulau
Bintan dan Pulau Karimun yang melakukan proyek tertentu (sesuai Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 61/ PMK.04/2005).

Impor dan Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya Dibebaskan. Impor dan
penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya dibebaskan terdiri atas:

1. Impor dan/ atau penyerahan BKP dan IKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN
(sesuai PP No. 146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PP No. 38 Tahun 2003).

a. BKP tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:

l) senjata, amunisi, alat. angkutan di air. alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan
angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau
POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum
dibuat di dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan
dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI
atau POLRI;

2) vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);

3) buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama;

4) kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau
Perusahaan Penyelenggara Iasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya;

5) pesawat udara dan suku'cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak
yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan
dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;

6) kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia,
dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan

7) peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan


atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh
Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI.

b. BKP tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:

1) rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama
mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah;

2) senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara,
alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan angkutan
khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan, TNI
atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam pembuatan senjata dan
amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau
POLRI;

3) vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);

4) buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama;

5) kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku
cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan kepada
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara ]asa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara ]asa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan
kegiatan usahanya;

6) pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan kepada .dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga . Nasional dan suku cadang serta
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan ' pesawat udara yang diperoleh oleh pihak yang
ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka
pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional;

7) kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia
dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO)
Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang, peralatan
untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia;

8) peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan photo
udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang
diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.” .

c. JKP tertentu yang atas-penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN adalah:

1) jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara ]asa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara ]asa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, yang meliputi:

a) jasa persewaan kapal;

b) jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh; .

c) jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;

2) jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi:
a) jasa persewaan pesawat udara;

b) jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;

c) jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERON

3) Kereta Api Indonesia; jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan
dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk keperluan ibadah;

4) jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana;

5) jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam rangka
penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung
pertahanan nasional.

2. Impor dan/atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari
pengenaan PPN (sesuai PP No. 12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir dengan PP
No. 46 Tahun 2003).

a. BKP tertentu.yang bersifat strategis yang penyerahannyadibebaskan PPN dan

PPnBM adalah:

1) barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun
terlepas, tidak termasuk suku cadang;

2) makanan ternak unggas dan ikan dan/ atau bahan baku untuk pembuatan makan ternak,
unggas, dan ikan;

3) barang hasil pertanian (barang hasil pertanian adalah barang yang dihasilkan dari kegiatan
usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan kehutanan; peternakan, perburuan atau
penangkapan, maupun penangkaran; atau perikanan baik dari penangkapan atau budidaya);

4) bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,


penangkaran, atau perikanan;

5) air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum (PAM); dan

6) listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 watt.

b. BKP tertentu yang bersifat strategis yang atas impornyadibebaskan dari pengenaan

PPN dan PPnBM adalah:

1) barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang yang diperlukan secara langsung
dalam proses menghasilkan BKP, oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut;
2) makanan ternak, unggas, dan ikan dan/ atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan;

3) bibit dan/ atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan.

Dalam hal BKP tertentu yang bersifat strategis berupa barang modal berupa mesin
dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku
cadang dibebaskan dari pengenaan PPN, ternyata digunakan tidak sesuai dengan tujuan
semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain sebagian atau seluruhnya dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun sejak impor dan/atau perolehannya, maka PPN yang telah dibebaskan
tetap wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak barang modal tersebut dialihkan
penggunaannya atau dipindahtangankan.

Apabila dalam jangka waktu l (satu) bulan, PPN yang dibebaskan tidak dibayar,
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. PPN yang dibayar dalam keadaan
seperti ini tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

1) Pemberian restitusi atau pembebasan PPN dan/atau PPnBM kepada Perwakilan


Negara Asing atau Badan Internasional serta Pejabat atau Tenaga Ahlinya (sesuai UU
No. 1 Tahun 1982 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 25/KMK.01/98 yang
diatur lebih lanjut dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-lO/P].52/98).

Atas pembelian BKP atau perolehan IKP yang dilakukan oleh Perwakilan Negara
Asing dan Badan Internasional di Indonesia yang memperoleh kekebalan diplomatik serta
Pejabat a'tau Tenaga Ahlinya, dibebaskan dari PPN dan/atau-PPnBM.

Pembebasan PPN dan/ atau PPnBM kepada Perwakilan Negara Asing hanya diberikan
atas dasar asas timbal balik.

Pelaksanaan pengembalian PPN dan/ atau PPnBM yang terlanjur dipungut oleh Biro
Keuangan Departemen Keuangan dialihkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan
pengembalian PPN dan/atau PPnBM yang terlanjur dipungut diajukan oleh pihak terpungut
kepada Direktur Jenderal Pajak dan harus disertai dengan rekomendasi dari Departemen Luar
Negeri atau Sekretaris Kabinet.

Apabila yang mengajukan permohonan pengembalian PPN dan/atau PPnBM yang


terlanjur dipungut tersebut adalah pihak Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) atau
Assembler maka proses penyelesaian restitusi agar berpedoman pada Keputusan Direktur
jenderal Pajak Nomor KEP-28/PI/ 1996 tanggal 17 April 1996 tentang Penghitungan dan Tata
Cara Pengembalian Kelebihan Pajak Masukan.

Dalam hal yang mengajukan permohonan pengembalian PPN dan/atau PPnBM adalah
Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional di Indonesia yanG. ,memperoleh
kekebalan diplomatik serta Pejabat atau Tenaga Ahlinya, maka proses penyelesaian
restitusinya agar berpedoman pada Surat Direktur Jenderal Pajak yang ditujukan kepada
Kantor Pelayanan Pajak Badan dan Orang Asing.

Penyerahan Tidak Terutang PPN

Penyerahan yang tidak terutang PPN merupakan penyerahan bukan BKP dan/ atau
bukan IKP, tidak termasuk penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut dan penyerahan yang
dibebaskan dari pengenaan PPN.

Barang Kena Pajak (BKF). Barang Kena_Pajak adalah barang berwujud, yang
menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan
barang tidak berwujud (merek dagang, hak paten, hak cipta, dan lain-lain) yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM.

Bukan Barang Kena Pajak (Bukan BKP). Pada prinsipnya semua barang adalah BKP,
kecual-l ditentukan lain dalam peraturan perundangan-undangan perpajakan. Jenis Barang
Yang Tidak Dikenakan PPN adalah sebagai berikut:

1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi:

a. minyak mentah (crude oil);

b. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung
oleh masyarakat;

c. panas bumi;

d. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, felpar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit,
kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, Opsidien, oker, pasir dan kerikil,
pasir kuarsa, perlit, fosfat (phosphat), talk, tanah scrap (fuller earth), tanah
diatome, tanah liati-tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;

e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan

f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih
bauksit.

2) barang-barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi:

a. beras;

b. gabah;
c. jagung;

d. sagu;

e. kedelai;

f. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;

g. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak
dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/ atau
direbus;

h. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas;

i. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau
dikemas atau tidak dikemas;

j. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/ atau dikemas
atau tidak dikemas;

k. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/ atau
disimpan pada suhu rendah, terrnasuk sayuran segar yang dicacah .

3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
catering.

4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

Jasa Kena Pajak (IKP). Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan
suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari
pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang PPN dan PPnBM.

Bukan Jasa Kena Pajak (Bukan IKP). Pada prinsipnya semua jasa adalah IKP, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundangan-undangan perpajakan. Jenis Jasa yang Tidak
Dikenakan PPN adalah sebagai berikut:

1. Jasa pelayanan kesehatan dan medis, meliputi:

a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;


b. jasa dokter hewan;

c. jasa ahli kesehatan seperti akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan flsioterapi;

d. jasa kebidanan dan dukun bayi;

e. jasa paramedis dan juru rawat; serta

f. jasa rumah sakit, rumah bersaiin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan

sanatorium;

g. jasa psikolog dan psikiater;

h. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

2. Jasa pelayanan sosial, meliputi:

a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;

b. jasa pemadam kebakaran;

c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;

d. jasa lembaga rehabilitasi;

e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan

f. jasa di bidang olah raga, kecuali yang bersifat komersial.

3. Jasa pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.

4. Jasa keuangan

a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;

b. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek,
atau sarana lainnya.

c. jasa pembiayaan termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:

1) sewa guna usaha dengan hak opsi;

2) anjak piutang;

3) usaha kartu kredit; dan/atau


4) pembiayaan konsumen

d. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia;
dan

e. jasa penjaminan

5. Jasa Asuransi

Jasa asuransi adalah jasa pertanggungan yang meliputi a 8 jiwa ansi kepada pemegang
polis asuransi dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asur k tidak termasuk'
Jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai erugian asuransi dan konsultasi
asuransi.

6. Jasa keagamaan, meliputi:

a. jasa pelayanan rumah ibadah;

b. jasa pemberian khotbah atau dakwah;

c. jasa penyelenggaraan kegiatan; dan

d. jasa lainnya di bidang keagamaan.

7. Jasa pendidikan, meliputi:

a. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan


umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan

b. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.

8. Jasa kesenian dan hiburan

Meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan.

9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan,

meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah
atau swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan
komersial.

10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri Ketentuan
tersebut ditegaskan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 527/ KMK.O3/2003
bahwa:
 Penyerahan jasa angkutan umum di air dan di darat pada prinsipnya tidak terutang
pajak.

 Jasa angkutan umum di darat adalah angkutan umum di jalan dan angkutan kereta
api.

 Jasa angkutan umum di air adalah angkutan umum di laut, sungai, danau, dan
penyeberangan.

 Penyerahan yang terutang PPN adalah ada perjanjian lisan atau tulisan, waktu dan/
atau tempat pengangkutan telah ditentukan sesuai dengan perjanjian, kendaraan
angkutan digunakan hanya untuk mengangkut muatan milik satu pihak dan/ atau
.untuk mengangkat orang, yang terikat perjanjian dengan pengusaha angkutan umum
dalam satu perjalanan atau trip.

 Tidak termasuk perjanjian adalah karcis, tiket, bill of lading (B/L) konosemen,
dokumen pengangkutan atau bukti pembayalan jasa.

11. Jasa tenaga kerja, meliputi:

a. jasa tenaga kerja;

b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggungjawab atas hasil dari tenaga kerja tersebut; dan

c. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

Berdasarkan Surat Edaran Dinen Payak Nomor SE 05/P153/2003 tentang Penyerahan


lasa di Bidang Tenaga Kerja yang Tidak Terutang PPN terdapat tambahan ketentuan sebagai
berikut:

 Jasa tenaga kerja adalah jasa yang diserahkan oleh tenaga kerja kepada pengguna jasa
tenaga kerja dengan menerima imbalan dalam bentuk gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan sejenisnya. Tenaga kerja tersebut bertanggung jawab langsung kepada
pengguna jasa tenaga kerja atas tenaga kerja yang diserahkannya.

 Jasa penyediaan tenaga kerja adalah jasa yang diserahkan oleh pengusaha kepada
pengguna tenaga kerja, di mana pengusaha dimaksud semata-mata hanya
menyerahkan jasa penyediaan tenaga kerja. Penyediaan tenaga kerja dimaksud tidak
terkait dengan pemberian Iasa Kena Pajak lainnya, seperti jasa teknik, manajemen,
konsultasi, pengurusan perusahaan, bongkar muat, dan lain-lain.

 Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja. Penyerahan di bidang tenaga kerja
selain yang disebutkan di atas, dikenakan PPN termasuk outsourcing. Outsourcing
merupakan kegiatan memberikan jasa dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau
pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kerja pemberi jasa dengan disertai keterlibatan
langsung tenaga kerja tersebut dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu, outsourcing
merupakan penyerahan ]KP yang tidak termasuk jasa penyediaan tenaga kerja. Dasar
pengenaan pajak atas penyerahan tersebut adalah sebesar tagihan yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengguna Jasa.

12. Jasa perhotelan, meliputi:

a. jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel,


losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu
yang menginap; dan

b. jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel.

13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum, Meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah seperti
pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUP), pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan pembuatan Kartu Tanda
Penduduk (KTP).

Berdasarkan SE-54/PJ.53/2002, yang dimaksud dengan jasa yang disediakan oleh


pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum adalah semua jenis jasa
yang berasal dari semua kegiatan pelayanan yang hanya bisa dilakukan oleh instansi
pemerintah (meliputi Departemen dan Lembaga Nondepartemen) dan tidak dapat dilakukan
dalam. bentuk lain. Apabila jasa yang disediakan oleh instansi pemerintah tersebut juga dapat
dilakukan oleh bentuk usaha lain, maka jasa tersebut dikenakan PPN, sepanjang tidak
termasuk jasa yang dibebaskan dari PPN.

14. jasa penyediaan tempat parkir

Merupakan jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir
dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.

15. jasa telepon umum den an menggunakan uang logam Merupakan jasa telepoi umum
dengan menggunakan uang logam atau kom, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta.

16. jasa pengiriman uang dengan wesel pos

17. jasa boga atau katering

SAAT TERUTANG PPN

Terutangnya PPN menurut Pasal ll Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 terjadi pada saat:

1) penyerahan BKP;
2) impor BKP;

3) penyerahan JKP

4) pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean;

Dalam hal orang pribadi atau badan memanfaatkan BKP tidak berwujud dari
luargaerah pabean di dalam daerah pabean, terutangnya pajak terjadi pada saat orang pribadi
dan badan tersebut mulai memanfaatkan BKP tidak berwujud tersebut di dalam daerah
pabean. Hal itu dihubungkan dengan kenyataan bahwa yang menyerahkan BKP tidak
berwujud atau JKP tersebut di luar daerah pabean sehingga tidak dapat dikukuhkan sebagai
pengusaha kena pajak. Oleh karena itu, saat pajak terutang tidak lagi dikaitkan dengan saat
penyerahan tetapi dikaitkan dengan saat pemanfaatan.

5) pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;

6) ekspor BKP berwujud;

7) ekspor BKP tidak berwujud;

8) ekspor IKP.

TEMPAT TERUTANG PPN

Tempat terutangnya PPN ditetapkan sebagai berikut:

1) Atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean/penyerahan IKP di dalam daerah


pabean/ ekspor BKP berwujud /ekspor BKP tidak berwujud /ekspor IKP Tempat
terutangnya pajak adalah di 'tempat tinggal atau ternpat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha dilakukan, yaitu di tempat pengusaha dikukuhkan atau seharusnya
dikukuhkan sebagai PKP.

2) Atas impor BKP

Tempat terutangnya pajak adalah di tempat BKP dimasukkan dan dipungut


melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

3) Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau IKP dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean

Tempat terutangnya pajak adalah di tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan dalam hal orang pribadi atau badan tersebut bukan sebagai Wajib Pajak
atau di tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar sebagai Wajib Pajak.

4) Atas kegiatan membangun sendiri oleh PKP atau bukan PKP yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya. Tempat terutangnya pajak adalah di tempat
bangunan tersebut didirikan.
Dalam hal tertentu, Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan tempat lain selain
tempat tinggal atau tempat kedudukan dan tempat kegiatan usaha sebagai tempat pajak
terutang. Ketentuan ini tertuang dalam peraturan direktur jenderal pajak No. 4/Pj./2010 dan
surat edaran dirjen pajak No. SE 27/Pj/2010 sebagai berikut:

 Bagi pengusaha kena pajak orang pribadi, PPN teflltang di tempat tinggal dan/atau
tempat kegiatan usaha atau tempat lain;

 Apabila pengusaha kena pajak orang pribadi ternYata mempunyai tempat tinggal tidak
sama dengan tempat kegiatan usahanya, maka Pengusaha orang pribadi tersebut
dikukuhkan dan terutang PPN hanya di tempat usahanya, sepanjang pengusaha kena
pajak tidak melakukan kegiatanusaha apapun di tempat tinggalnya.

 Bagi pengusaha kena pajak badan, PPN terutang di tempat kedudukan dan tempat
kegiatan usaha atau tempat lain.

SAAT PENYETORAN DAN PELAPORAN PPN

Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan _Nilai disampaikan. Penyetoran PPN dilakukan
dengan menggunakan formulir surat setoran pajak.

Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak dilakukan paling
lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dengan menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Contoh :

Pajak pertambahan nilai terutang pada bulan Juli 2011 harus dilaporkan paling lambat pada
tanggal 31 Agustus 2011 dan disetor paling lambat sebelum 31 Agustus 2011.

TARIF PPN

Tarif PPN menurut Pasal 7 UU No. 42 Tahun 2009 adalah:

1) Tarif ppN sebesar 10% (sepuluh persen). Tarif 10% dikenakan atas setiap penyerghgg
BKP di dalam daerah pabean/impor BKP/ Penyerahan JKP di dalam daerah pabean]
pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean/pemanfaatan IKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabéan.

Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan


dana untuk pembangunan, Pemerintah diberi wewenang mengubah tarifPPN menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai
prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif dikemukakan oleh Pemerintah kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dalam rangka pembahasan dan penyusunan Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

2) Tarif PPN sebesar 0% (nol persen).

Tarif 0% dikenakan atas ekspor BKP berwujud /ekspor BKP tidak berwujud/ekspor
jasa kena Pajak, Pengenaan tarif 0%. (nol persen) tidak berarti pembebasan dari pengenaan
PPN. Dengan demikian pajak yang telah dibayar untuk perolehan barang kena pajak dan/atau
jasa kena pajak yang berkaitan dengan kegiatan tersebut dapat dikreditkan.

DASAR PENGENAAN PAJAK (DPP) PPN

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) merupakan jumlah tertentu sebagai dasar untuk menghitung
PPN. Dasar Pengenan Pajak terdiri atas harga jual, nilai penggantian, nilal ekspor,nital impor
dan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

Harga Jual

Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut
berdasarkan Undang Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
Harga jual merupakan DPP untuk penyerahan BKP. Harga jual dapat diperoleh dengan
menjumlahkan harga pembelian bahan baku, bahan pembantu, alat-alat pelengkap lainnya
dengan biaya-biaya seperti penyusutan barang modal, bunga pinjaman dari bank, gaji dan
upah tenaga kerja, manajemen, serta laba usaha yang diharapkan. Termasuk biaya dalam
harga jual adalah biaya pengangkutan, biaya pengiriman, biaya permeliharaan, biaya
asuransi, biaya garansi, biaya bantuan teknik, biaya pemasangan dan instalasi, dan biaya-
biaya lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha menghasilkan sampai dengan
penyerahan BKP. Apabila PKP selain menerbitkan Faktur Pajak, juga menerbitkan Fakur
Penjualan, potongan harga atau diskon dalam Faktur Penjualan atau diskon yang tercantum
dalam Faktur Pajak juga harus tercantum sebagai potongan harga atau diskon dalam faktur
penjualan.

Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk PPN dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak Nilai penggantian merupakan taksiran biaya untuk
mengganti biaya yang dikeluarkan guna mendapatkan profesi, keterampilan, dan pengalaman
yang memberikan kegiatan pelayanan dalam arti "jasa" tersebut. Jika harga jual atau nilai
penggantian menggunakan uang asing, maka harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan mengenai kurs yang berlaku pada saat itu.

Nilai Impor
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah
pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang
undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut berdasarkan undang-
undang PPN. Penentuan nilai impor BKP didasarkan pada undang undang Pabean yang
menggunakan Dasar Pengenaan Bea Masuk, yaitu rost (harga faktur), insurance (biaya
asuransi antar-Daerah Pabean), dan freight (ongkos angkut atau pengapalan antar-Daerah
Pabean) atau disingkat dengan CIF. Rumus menghitung nilai tmpor sebagai Dasar Pengenaan
Pajak adalah

Nilai Impor CIF + Bea Masuk +Pungutan Lain yang Sah

Nilai Ekspor

Nilai ekspor adalah nilai terdiri dari uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai ekspor terkait dengan dokumen khusus yang dapat
dijadikan sebagai Faktur Pajak untuk ekspor, yaitu Bantuan Ekspor Barang (PEB), yang tidak
difiat muat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Berapa pun nilai ekspor yang
dikeluarkan dalam dokumen ekspor (PEB), tidak ada penghitungan PPN karena tarif PPN
untuk barang ekspor adalah 0% (nol penen) Dengan tarif 0% (nol persen), maka PKP dapat
disesuaikan dengan peningkatan yang diinginkan oleh pembayar BKP pembayaran (restitusi)
PPN dalam rangka ekspor BKP.

Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak

Nilai lain adalah jumlah yang ditetapkan sebagai Pengenaan Pajak. Nilai lain yang ditetapkan
sebagaí berikut :

a. untuk pemakaian sendiri BKP dan / atau IKP adalah harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor;

b. untuk pemberian cuma-cuma BKP dan / atau IKP adalah harga jual atau penggantian
setelah dikurangi laba kotor;

c. untuk penyerapan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;

d. untuk penyerahan film centa adalah estimasi hasil harga rata-rata per judul film;

e. untuk penyerahan produk hasil Tembakau merupakan harga jual eceran;

f. untuk barang kena pajak sesuai persyaratan dan / atau aset yang sesuai dengan tujuan
semula tidak diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan
adalah harga wajar;

g. untuk penyerahan barang kena pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan / atau
penyerahan barang kena pajak antarcabang adalah harga pokok penjualan atau harga
yang disetujui;
h. untuk penyerahan barang kena pajak melalui pedagang yang memberikan persetujuan
antara penjual dan pembeli ;

i. untuk penyerahan barang kena pajak melalui juru lelang;

j. untuk penyerahan jasa Paket pengiriman 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang
ditagih atau jumlah yang ditagih;

k. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro Pariwisata adalah 10% (sepuluh
persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang ditagih.

Pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan jasa oleh pengusaha jasa pengiriman
paket dan pengusaha jasa biro perjalanan / persetujuan yang diminta dalam huruf j dan k jasa
tidak dapat dikreditkan.

MENGHITUNG PPN.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan
pengenaan pajak Hitungan ini diformulasikan sebagai berikut:

Pengenan Pajak (DPP) PPN Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

Contoh

Pengusaha Kena Pajak A menjual barang kena pajak dengan harga jual sebesar Rp
25.000.000

PPN yang terutang: 10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000

PPN sebesar Rp 2.500.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipangut oleh pengusaha
kena pajak A.

Pengusaha Kena jasa kena pajak dengan menerima penggantian sebesar Rp 20.000.000

PPN yang terutang: 10% Rp 20.000.000 = Rp 2000.000

PPN sebesar Rp 2.000.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
pengusaha kena pajak B

Pengusaha Kena Pajak D melakukan ekspor barang kena pajak dengan nilat ekspor Rp
10.000.000.

PPN yang terutang: 0% x Rp 10.000000 = Rp 0

PPN sebesar Rp 0, tersebut merupakan pajak yang dikeluarkan untuk pengusaha kena pajak
D.
Pengusaha Kena Pajak E menggunakan barang kena pajak untuk keperluan perusahaan
sendiri dengan harga jual Rp 23.000.000. Harga tersebut termasuk laba sebesar Rp 3.000.000

PPN yang terutang: 10% x (Rp 23.000 000 - Rp 3.000.000)= Rp 2.000.000

PPN sebesar Rp 2.000.000 merupakan pajak yang dikeluarkan untuk pengusaha kena pajak E

Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak yang keluaran dalam sama.
Pembeli barang kena pajak, penerima pajak kena pajak, pengimpor barang kena pajak, pihak
yang memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud dari luar pabean, pihak yang
memanfaatkan pajak kena pajak daerah pabean pertambahan nilai dan berhak atas bukti
pungutan pajak. Pajak pertambahan nilai yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan
pajak masukan untuk pembeli barang kena pajak, penerima barang kena pajak, pengimpor
barang kena pajak, pihak yang memanfaatkan barang kena pajak tidak berwujud dari luar
daerah pabean, atau pihak yang menggunakan jasa kena pajak dari luar daerah pabean yang
berstatus sebagai pengusaha kena pajak. Dengan demikian, menaikkan PPN yang kurang
atau lebih banyak dibayar / disetor oleh PKP dihitung dari Pajak (PPN).

PPN kurang lebih disetorKeluaran = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Pajak Keluaran

Pajak (PPN) Keluaran merupakan PPN terutang yang wajib dipungut oleh melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP, atau ekaspor BKP.

Pajak Keluaran = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Tarif Pajak Keluaran adalah sebesar 10% (persen persen) untuk penyerahan barang kena
pajak di Daerah Pabean / penyerahan jas kena pajak di daerah pabean oleh pengusaha kena
pajak. Tarif 0% (nol persen) untuk ekspor barang kena pajak berwujud ekspor barang kena
pajak tidak berwujud / ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak DPP dapat terdiri
dari harga jual, penggantian, atau nilai ekspor.

Dalam SPT Masa PPN, Pajak Pengeluaran dikelompokkan sebagai berikut;

1. Pajak Keluaran atas ekspor (sebesar 0% dari nilai ekspor).

2. Pajak Keluaran atas penyerahan PPNnya harus dipungut sendiri.

3. Pajak Keluaran atas penyerahan atas PPNnya yang dipungut oleh pemungut PPN.

4. Pajak Keluaran atas penyerahan yang PPNnya tidak dipungut.

5. Pajak Keluaran atas penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. Nomor 2
sampai dengan 5 merupakan pajak atas penyerahan dalam negeri, dibedakan menjadi

1. Penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak yang tidak digunggung.


2. Penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak yang digunggung. Penyerahan ini
merupakan penyerahan dengan pajak yang tidak dikenakan dengan identitas pembeli
serta nama dan tanda tangan penjual.

Dari jumlah pajak Penghasilan ini yang digunakan sebagai penghitung dasr PPN kurang
(lebih) disetor oleh pengusaha kena pajak yang mengisi SPT Masa PPN adalah pajak yang
meminta penyerahan yang PPN harus dipungut sendiri oleh PKP yang bersangkutan. Dalam
SPT Masa PPN, jumlah tersebut dicantumkan dalam Formulir 1111 ABIC 1. atau dari
Formulir 1111 A2 yang faktur pataknya memiliki kode 01,04, 06 dan 09 ditambah dengan
pajak keluaran Atas penyerahan dengan faktur pajak digunggung. Formulir ini dapat dilihat
pada bagian akhir buku ini.

Pajak Masukan

Pajak (PPN) Masukan adalah PPN yang dibayar oleh PKP karena impor BKP / perolehan
BKP / penerimaan JKP / pemanfatan BKP tidak berwujud Daerah Pabean / pemanfaatan JKP
dari luar Daerah Pabean

Pajak transfer Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Tarif Pajak yang ditambahkan adalah sebesar 10% (sepuluh persen), sedangkan DPP dapat
berupa impor yang penting, harga beli (sama dengan harga jual untuk penjual), nilai
Penggantian, atau nilai lain.

Pengusaha kena pajak X untuk mengirimkan barang kepada pengusaha kena pajak Y dengan
harga jual Rp 210.000.000.

PPN Keluaran untuk PKP X: 10% x Rp 210.000.000 = Rp 21.000 000

PPN Masukan untuk PKP Y: 10% x Rp 210.000.000 = Rp 21.000 000

Dengan kata lain, PPN sebesar Rp 21.000.000 merupakan pajak masukan bagi pembeli (PKP
Y) dan pajak keluaran bagi penjual (PKP X)

Beberapa hal yang berkenaan dengan pajak masukan diuraikan sebagai berikut:

1. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam
masa pajak yang sama.

2. Pengusaha kena pajak yang belum berproduksi sehingga belum melakukan


penyerahan yang terutang, pajak masukan atas perolehan dan/impor barang modal
dapat dikreditkan.

3. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi
persyaratan. Syarat-syarat tersebut akan dibahas dalam bagian tersendiri tentang
faktur pajak.
4. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan,
selisihnya merupakan pajak pertambahan nilai yang harus disetor oleh pengusaha
kena rajak.

Contoh

Pada bulan Mei 2011, pengusaha kena pajak Ananda melakukan penyerahan barang kena
pajak senilai Rp 210.000.000, pada bulan yang sama membeli barang kena senilai Rp
150.000000. Atas pembelian tersebut diperoleh faktur pajak yang memenuhi syarat sebagai
faktur pajak yang dapat dikreditkan

Pajak keluaran: 10 % x Rp 210.000.000 = Rp 21.000.000

Pajak masukan : 10 % x Rp 1 50.000.000 = Rp 15.000.000

Pajak yang kurang disetor/dibayar p 6.000,000

5. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompensasikan pada masa pajak berikutnya dan dapat diajukan permohonan
pengembalian pada akhir tahun buku.

Informasi tentang penyerahan dan perolehan BKP pada hulan Mei, Juni, Juli 2011:

Mei Juni Juli

Penyerahan BKP:

 Penyerahan dalam Rp25.000.000 Rp 50.000.000 Rp 48,000,000


negeri
- Rp 30.000.000 Rp 40.000.000
 Ekspor

Perolehan BKP
Rp 25.000.000 Rp 25.000.000
 Pembelian dalam
Rp 20.000.000
negeri
Rp 20.000.000 Rp 10.000.000
 import
Rp 15,000.000

Masa pajak Mei 2011.

Pajak keluaran:
 Atas penjualan dalam negeri: 10% x Rp 25.000.000 = Rp 2.500.000

 Atas ekspor: 0% x Rp 0 = Rp 0

Total pajak keluaran = Rp 2.500.000

Pajak masukan:

 Atas pembelian dalan negeri: 10% x Rp20.000.000 = Rp 2.000.000

 Atas impor: 10% x Rp 15.000.000 = Rp 1.500 000

Total pajak masukan Pajak = Rp 3.500.000

Pajak yang lebih disetor / dibayar Rp 1.000.000

Pajak yang lebih disetor / dibayar tersebut dikompensasikan ke masa pajak Juni 2011

Pajak keluaran

 Atas penjualan dalam negeri: 10% x Rp 30.000.000= Rp 5.000 000

 Atas ekspor: 0% x Rp50.000.000 = 0

Total pajak penghasilan Rp 5.000 000

Pajak masukan.

 Atas pembelian dalarn negeri: 10% x Rp 15.000.000 = Rp 1.500.000

 Atas impor: 10% x Rp20.000.000 = Rp 2000.000

Total pajak masukan Rp 3.500.000

Pajak yang lebih dibayarkan pada masa pajak Mei 2011 Rp 1.500.000

Pajak yang lebih diterima / dibayar Rp 1.000.000

Pajak yang harus disetor pada masa pajak Juni 2011 Rp 500.000

Masa pajak Juli 2011 Pajak penghasilan:

Pajak keluaran:

 Atas Penjualan dalam negeri: 10% x Rp 48.000.000 = Rp 4.800.000


 Atas ekspor: 0% x Rp40 .000.000 = 0

Total pajak pembayaran Pajak masukan: Rp 4800.000

Pajak masukan:

 Atas pembelian dalam negeri: 10% x Rp25.000.000 = Rp 2.500 000

 Atas impor: 10% x Rp10.000.000 = Rp 1.000.000

Total pajak masukan Pajak kurang diterima / dibayar = Rp 3.500.000 –

Pajak yg harus disetor = Rp 1.300.000

6. Kelebihan pembayaran pajak masukan dapat diajukan permohonan pengembalian


pada setiap masa pajal oleh:

a. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak berwujud,

b. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan /
atau penyerahan pajak kena pajak ke Pemungut pajak pertambahan nilai,

c. Pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan /
atau mengirimkan kena pajak, yang pajak pertambahan nilainya tidak dipungut

d. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak tidak
berwujud;

Pajak keluaran: Nihil

Pajak masukan yang dibayar atas barang-barang kena pajak dan jasa kena pajak yang dibayar
dengan keseluruhan masing-masing sebesar Rp2.500.000, sedangkan pajak masukan yang
berkaitan dengan penyerahan yang tidak terutang pajak tidak diketahui dengan pasti. Pajak
masukan sebesar Rp2.500.000 tidak seluruhnyadapat dikreditkan dengan pajak pendapatan
sebesar Rp3.500.000.

7. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha kena pajak yang
peredaran usahaanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah kecuali pengusaha
kena pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu, dapat dihitung dengan
menggunakan menghitung pengkreditan pajak masukan.

8. Besarnya pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha kena pajak yang
melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman
penghitungan pengkreditan pajak masukan.

9. Pengkreditan pajak masuk tidak dapat diberlakukan atas permohonan untuk


a. Perolehan barang kena pajak atau kena pajak sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak

b. Perolehan barang kena pajak atau pajak kena pajak yang tidak memiliki
hubungan langsung dengan kegiatan usaha

c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan seperti sedan dan station wagon,


kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar
daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai pengusaha kena.

e. Perolehan barang kena pajak atau pajak kena pajak faktur pajaknya tidak ada
persyaratan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan NPWP pembeli
barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak

f. Perolehan barang kena pajak atau jlasa kena pajak yang pajak masukannya
ditagih dari luar daerah pabean yang faktur pajaknya tidak memenuhi syarat
dengan ketentuan ketetapan pajak

g. Perolehan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang pajak masukannya
tidak dilaporkan dalam surat pemberitahuan pajak pertambahan nilai, yang
ditemukan pada waktu pemeriksaan

Dalam SPT Masa PPN formulir 1111, pajak masukan dibedakan menjadi pajak masukan yang
dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Penghitungan pajak masukan yang dapat
dikreditkan meliputi

1. Pajak masukan atas impor barang kena pajak, pemanfaatan barang kena pajak tidak
berwujud dari luar daerah pabean, dan pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah
pabean yang pajak masukannya dapat dikreditkan.

2. Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak/jasa kena pajak dari dalam negeri
yang pajak masukannya dapat dikreditkan.

3. Pajak masukan lainnya, meliputi

a. Kompensasi kelebihan PPN Masa pajak sebelumnya;

b. Kompensasi kelebihan PPN larena pembetulan SPT PPN masa pajak tertentu;

c. Hasil penghitungan kembali pajak masukan yang lebih dikreditkan sebagai


penambah (pengurang) pajak masukan
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan merupakan pajak masukan atas impor atas
perolehan yang pajak masukannya tidak dapat dikredikan dan/atau impor atau perolehan yang
mendapat fasilitas

Dalam SPT Masa PPN formulir 1111 DM yaitu SPT Masa PPN bagi pengusaha kena pajak
yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan) Pajak masukan
yang dapat dikreditkan meliput

1. Pajak masukan atas penyerahan barang yang diperoleh dari prosentase tertentu dar
penyerahan barang

2. Pajak masukan atas penyerahan jasa yang diperoleh dari prosentase tertentu dari
penyerahan jasa

3. Pajak masukan lainnya, meliputi Kompensasi kelebihan PPN Masa pajak


sebeluminya, Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT PPN masa pajak
tertentu.

Pajak Masukan Dalam Hal Tertentu

Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang
Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak. Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnyu bahwa penyerahan yang terutang pajak adalah penyerahan barang atau jasa yang
dikenai Pajak Pertambahan Nilai (penyerahan BKP/JKP di dalam daerah pabean, impor BKP
pemanfaatan BKI tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean,
ekspor BKP berwujud/BKP tidak berwujud/JKP oleh pengusaha kena pajak), tidak termasuk
penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (kegiatan di
kawasan/tempat tertentu di dalam daerah pabean, penyerahan BKP/TKP tertentu, impor BKP
tertentu, pemanfaatan BKP tidak berwujad/TKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.

Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai
Pajak Pertambahan Nilal Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang
Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak antara lain;

1. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan jagung (jagung bukan merupakan Barang
Kena Pajak), dan juga mempunyal pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan
Barang Kena Pajak)

2. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang
dan tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai, misalnya Pengusaha Kena Pajak yang
bergerak di bidang perhotelan, di samping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan.
Penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
3. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas
penyerahannya terutang dan yang tidak terutang Pajak Pertambahan. Nilai, misalnya
Pengusaha Kena Pajak yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan
Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan
umum yang juga melakukan merupakan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai.

4. Pengusaha Kena Pajak yang menghasilian Barang Kena Pajak yang terutang Pajak
Nilai dan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, misalnya
pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah
mewah yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan rumah sangat sederhana yang
dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

Perlakuan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan
penyerahan yang terutang pajak dan berikut penyerahan yang tidak terutang pajak adalah
sebagai

1. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
nyata untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai,
dapat dikreditkan selurahnya, seperti misalnya:

 Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk


memproduksi minyak jagung

 Pajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunalan


untuk nyata hanya digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewan kantor.

2. Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang
Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya;

 Pajak masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk
perkebunan jagung, larena jagung bukan merupakan barang kena pajak yang
atas penyerahannya tidak terutang pajak pertambahan nilai

 Pajak masukan yang digunakan untuk pembelian truk yang digunakan untuk
jasa angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan jasa kena
pajak yang atas penyerahannys tidak terutang pajak pertambahan nilai

 Pajak masukan yang digunakan untuk pembelian bahan baku yang digunakan
untuk membangun rumalh sangat sederhana, karena atas penyerahan rumah
sangat sedethana dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai
3. Pajak masukan atas perolehan barang kena pejak dan/atau jasa kena pajak yang belum
dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak kreditannya
menggunakan pedoman pengkreditan pajak, seperti misalnya:

 Pajak masukan untuk perolehan trak yang digunakan baik untuk perkebunan
jagung maupun pabrik minyak jagung

 Pajak penerimaan untuk komputer yang digunakan bai bk untuk kegiatan


penyerahan jasa perhotelan juga untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan
kantor pedoman penghitungan pajak masukan yang disetujui pada nomor 3.
Yaitu;

P = PM x Z

dengan ketentuan:

P = jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan

PM = jumlah pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan/ jasa kena pajak

Z = presentase sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap


penyerahan seluruhnya

Pengusaha kena pajak yang telah mengkreditkan pajak masuk dengan menggunakan
pedoman penghitungan tersebut harus menghitung kembali pajak masukan yang dapat
dikreditkan dengan cara sebagai berikut

a. Untuk barang kena pajak dan pajak kena: yang masa manfaatnya lebih dari (satu)
tahun:

P’= PM : T x Z

dengan ketentuan

P’ = jumlah pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku

PM = jumlah pajak atas perolehan barang kena pajak dan / atau jasa kena pajak

T = masa manfaat kena barang pajak dan / atau jasa kena pajak yang kena pajak sebagai
berikut: 1) untuk barang kena paak tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun 2) untuk
kena pajak di tanah dan bangunan dan kena pajak adalah 4 (empat) tahun.

Z’= presrentase yang sebanding dengan jumlah penyerahan yang terutang pajak terhadap
seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku .

b. Untuk barang kena pajak yang memperoleh manfaat 1 (satu) tahun atau kurang
P’ = PM x Z

P’ = jumlah pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku

PM = jumlah pajak atas perolehan barang kena pajak dan / atau jasa kena pajak

Z’= persentase yang sebanding dengan junlah penyerahan yang terutang pajak tethadap
scluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.

Pengkreditan Pajak Masulan oleh Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Kegiataan
Usaha Tertentu. Kegiatan Usaha Tertentu merupakan kegiatan usaha yang semata mata
melakukan usaha penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran atau penyerahan emas
perhiasan secara eceran. Dalam menghitung besarnya pajak masukian yang dapat dikreditkan
pengusaha kena pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu wajib menggunakan
pedoman pengkreditan pajak masukan dengan ketentuan yang diuraikan dalam bagian ini.

a. Besarnya pajak masukan yang dapat dikxedikan yang dilitung menggunakan pedoman

1. 90% (Sembilan pulub persen) dari pajak keluaran, dalam hal pengusaha kena pajak
melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran

2. 80 % ( delapan puluh persen ) dari pajak keluaran , dalam , hal pengusaha kena pajak
a penghitungan pengkreditan pajak masukan, melakukan penyerahan emas perhiasan
secara eceran.

b. Besarnya pajak keluaran tersebut dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh
persen) dengan dasar pengenaan pajak. Dasar pengenaan pajak sama dengan
peredaran usaha. Dengan demikian besarnya pajak pertambahan nilai yang harus
disetor pada sctiap masa pajak adalah :

1. Untuk pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas
secara eceran :

Pajak keluaran = 10 % x peredaran usaha

Pajak masukan yang dapat dikreditan = 90% x Pajak keluaran

= 90 % x 10 % x peredaran usaha

= 9 % x peredaran usaha

Pajak yang harus disetor = Pajak keluaran - pajak


masukan

= 10 % x peredaran usaha – 9% x
peredaran usaha
= 1 % dari peredaran usaha

c. Pengusaha kena pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan


pajak masukan seperti diuraiakan di atas tidak dapat membebankan pajak petambahan
nilai atas perolehan barang kena pajak dan / jasa kena pajak sebagai biaya untuk
penghitungan pajak penghasilan

d. Pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan tertentu wajib menggunakan


pedoman perhitungan tersebut meskipun memenuhi ketentuan sebagai pengusaha
kena pajak yang peredaran dalam satu tahun tidak lebih dari jumlah tertentu.

e. Bagi pengusaha kena pajak orang pribadi yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu
yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun
buku adalah tahun kalender.

f. Dalam hal terjadi retur, pajak pertambahan nilai atas penyerahan barang kena pajak
dan / atau jasa kena pajak yang dikembalikan atau diretur oleh pembeli, mengurangi
pajak pertambahan nilai yang terutang oleh pengusaha kena pajak penjual di masa
depan pajak guna barang kena pajak dan / atau jasa kena pajak tersebut telah
dilaporkan dalam SPT Masa PPN

g. Pengusaha pajak yang melakukan Kegiatan Usaha Tertentu melaporkan pajak


pertambahan nilai dengan SPT Masa PPN Formulir 111DM.

Pengkreditan Pajak yang ditransfer oleh Pengusaha Kena Pajak yang Mempunyai
Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu. Peredaran Usaha Tidak Melebihi
Jumlah Tertentu peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000
(satu miliar lebih ratus juta rupiah). Pengusaha kena pajak dengan kriteria tersebut dapat
menggunakan pedoman penghitungan apabila :

a. Mempunyai peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnya tidak melebihi
Rp1.800.000.000 (satu milyar sembilan ratus juta rupiah) untuk setiap satu tahun atau

b. Wajib pajak yang baru dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang dapat
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan.

Beberapa hal terkait dengan pengkreditan pajak bagi pengusaha kena pajak yang
memiliki Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu adalah:

a. Pengusaha kena pajak orang pribadi yang dikecualikan dari permintaan


penyelenggaraan pembukuan, tahun buku yang disetujui adalah kalender .

b. Pengusaha kena pajak yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak


wajib beralih menggunakan mekanisme pedoman penghitungan pengkreditan pajak
masukan dengan pajak keluaran mulai masa pajak berikutnya setelah peredaran
usahanya Rp1.800. 000.000 (satu miliar persen ratus juta rupiah).
c. Apabila pengusaha kena pajak sebagaimana dalam huruf b, tidak melakukan
penghitungan pajak terutang menggunakan pengkreditan pajak terutang menggunakan
mekanisme pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan dengan pajak
keluaran mulai masa pajak berikutnya setelah peredaran usahanya Rp1.800. 000.000
(satu miliar persen ratus juta rupiah), pengusaha kena pajak dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan per-UU di bidang perpajakan.

d. Apabila pengusaha kena pajak menggunakan pengkreditan pajak masuk dengan pajak
keluaran, pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masuk mulai pajak saat
digunakannya mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan pajak keluaran.

e. Pengusaha kena pajak yang telah menggunakan mekanisme pengkreditan pajak


masukan dengan pajak keluaran dapat kembali menggunakan Penghitungan
Pengeluaran Pajak Pengenaan Pajak Pengenaan Pajak Pengusaha Pengusaha Pajak
Tidak Melebihi Jumlah Tertentu.

f. Pengusaha kena pajak dengan Peredaran Usaha Tidak Melebihi Jumlah Tertentu yang
bermaksud menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak harus disetujui
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat pengusaha kena pajak dikukuhkan paling
lama:

1) Pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN pertama dalam tahun buku
dimulainya penggunaan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak yang
diperuntukkan bagi pengusaha kena pajak yang memiliki usaha dalam 2 tahun buku
sebelumnya tidak melebihi Rp 1.800.000.000 untuk setiap tahun buku.

2) Pada saat batas waktu penyampaian SPT Masa PPN masa pajak saat dikukuhkan
sebugai pengusaha kena pajak, bagi waib pajak yang baru dikukuhkan sebaga
pegusaha kena pajak

Pengkreditan Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak yang Belum Berproduksi

Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal oleh pengusaha kena pajak yang belum
berproduksi dapat dikreditkan dengan tetap mengacu pada ketentuan tersebut menggunakan
faktur pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) dan
ayat (9) UU PPN. Pengkreditan pajak masukan harus memperhatikan ketentuan Pasal 9 ayat
(8) UU PPN yaitu tentang pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan Pengusaha kena pajak
yang mengalami gagal berproduksi sebelum menghasilkan wajib membayar kembali pajak
masukan atas impor dan/atau perolehan barang modal yang telah dan telah diberikan
pengembalian. Barang modal merupakan harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. Ketentuan
tentang tata cara pengembalian pajak masuka kena pajak yang mengalami keadaan gagal
berproduksi sebagai berikut:

a. Gagal berproduksi merupakan :


1) Suatu keadaan di mana Pengusaha Kena dengan kegiatan ualia utamanya
sebagai produsen yang menghasilkan Barang Kena Pajak dan/atau lasa Kena
Pajak, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak pertama kali mengkreditkan
Pajak Masukan. tidak melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan jasa kena pajak ekspor barang kena pajak, dan/atau ekspor jasa
kena pajak;

2) Suatu keadaan di mana Pengusaha Kena Pajak dengan kegiatan usaha


utamanya selain sebagai produsen, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
pertama kali mengkreditkan Pajak Masukan, tidak melakukan kegiatan
penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan jasa kena pajak, ekspor barang
kena pajak, dan/atau ekspor jasa kena pajak.

b. Besarnya pajak masukan yang wajib dibayar kembali adalah pajak masukan
yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian.

c. Pajak masukan yang wajib dibayar kembali tersebut disetorkan paling lama
akhir bulan berikutnya setelah saat gagal berproduksi

d. Saat gagal berproduksi berakhir dalam jangka waktu;

1) 3 (tiga) tahun untuk suatu keadaan di mana pengusaha kena pajak dengan kegiatan
usaha utamanya sebagai produsen; dan

2) 1 (satu) tahun untuk suatu keadaan di mana pengusaha kena pajak dengan kegiatan
usaha utamanya selain sebagai produsen.

e. Pembayaran kembali pajak masukan dilakukan oleh pengusaha kena pajak


yang gagal berproduksi dengan menggunakan surat setoran pajak dengan
mencantumkan keterangan “Pembayaran kembali pajak masukan atas impor
dan/atau perolehan barang modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan
pengembalian”

f. Pembayaran kembali pajak masukan tersebut dilaporkan pada masa pajak


dilakukan pembayaran.

RESTITUSI
Apabila PKP dalam melakukan pengitungan PPN terdapat Pajak Masukan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisih tersebut dapat dimintakan kembali (restitusi) atau
dikompensasikan pada Masa Pajak tertentu sesuai ketentuan perpajakan. Pasal 9 ayat (4) UU
PPN dan PPn BM menyatakan bahwa apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang
dikreditkan lebih besar daripada keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Kelebihan pajak masukan tersebut dapat pula
diajukan permohonan pengembalian pada setiap masa pajak oleh :
a. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak berwujud;
b. Pengusaha kena pajak yang melakukan penterahan barang kena pajak dan/atau
penyerahan jasa kena pajak kepada Pemungut Pajak pertambahan nilai;
c. Pengusaha kena pajak yang melakukan penterahan barang kena pajak dan/atau
penyerahan jasa kena pajak yang pajak pertambahan nilainya tidak dipungut;
d. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor barang kena pajak tidak berwujud;
e. Pengusaha kena pajak yang melakukan ekspor jasa kena pajak; dan/atau’pengusaha
kena pajak dalam tahap belum berproduksi.

Tata Cara Restitusi


a. Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan Pajak
dengan menggunakan:
1) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang mencantumkan tanda
permohonan pengembalian kelebihan Pajak dengan cara mengisi kolom
“Dikembalikan (restitusi)”; atau
2) Surat permohonan tersendiri, apabila kolom “Dikembalikan (restitusi) dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak diisi atau tidak
mencantumkan tada permohonan pengembalian kelebihan Pajak.
b. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan Pajak berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah juga
berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu atau sebagai Pengusaha
Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17D Undang-Undang KUP, Pengusaha Kena Pajak tersebut diperlakukan sebagai
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah.
c. Permohonan pengembalian kelebihan pajak diajukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
d. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak ini ditentukan 1 permohonan untuk 1
Masa Pajak.
e. Permohonan pengembalian kelebihan Pajak dapat diproses melalui penelitian atau
pemeriksaan.
f. Penelitian dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang
diajukan oleh :
1) Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 17C
Undang-Undang KUP
2) Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP
3) Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4c) Undang-Undang PPN
g. Pemeriksaan dilakukan terhadap permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang
diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf f.
h. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan penelitian atas permohonan pengembalian
kelebihan Pajak yang diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak, harus menerbitkan Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak.
i. Penelitian yang dimaksud dilakukan sesuai ketentuan sebagai berikut :
1) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu, penelitian dilakukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP;
2) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu diatur dalam Pasal
17D Undang-Undang KUP;
3) Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, penelitian dilakukan terhadap:
 Kebenaran pemenuhan ketentuan Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang PPN;
 Kelengkapan Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya;
 Kebenaran penulisan dan penghitungan pajak; dan
 Kebenaran pembayaran pajak tang telah dilakukan oleh Wajib Pajak
j. Direktur Jenderal Pajah harus menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 1 bulan sejak saat diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan Pajak.
k. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud huruf (j) telah lewat dan Direktur
Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak, permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang diajukan dianggap
dikabulkan dan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak harus
diterbitkan paling lama 7 hari setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf
(j) berakhir.
l. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana dimaksud
pada huruf (f) atas permohonan pengembalian kelebihan Pajak disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, tidak diterbitkan apabila:
1) Hasil penelitian menyatakan Pengusaha Kena Pajak tidak memenuhi ketentuan
Pasal 9 ayat (4b) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang
PPN;
2) Hasil penelitian menyatakan tidak lebih bayar;
3) Lampiran Surat Pemberitahuan tidak lengkap; dan/atau
4) Pembayaran Pajak tidak benar.
m. Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak
diterbitkan, kepada Pengusaha Kena Pajak berisiko tendah harus diberikan
pemberitahuan secara terulis dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan.
n. Dalam hal Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak tidak
diterbitkan, permohonan pengembalian kelebihan Pajak diproses berdasarkan
ketentuan pasal 17B Undang-Undang KUP.
o. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan
pengembalian kelebihan Pajak harus menerbitkan surat ketetapan pajak paling lama
12 bulan sejak pemohonan pengembalian kelebihan Pajak siterima. Jangka waktu 12
bulan tidak berlaku dalam hal terhadap Pengusaha Kena Pajak sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.
p. Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan
Pajak dapat melakukan pemeriksaan kepada Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah,
Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi
persyaratan tertentu.
q. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu atau Pengusaha Kena Pajak ditambah
dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan
pembayaran Pajak.
r. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah wajib membayar jumlah kekurangan
Pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan,
paling lama 24 bulan dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
s. Dalam hal permohonan pengembalian kelebihan Pajak yang disampaikan oleh
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah, Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu,
meliputi kelebihan pembayaran akibat kompensasi Masa Pajak sebelum Pengusaha
Kena Pajak menfadi Pengusaha Kena Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib melakukan
pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak pertambahan Nilai yang
menyatakan kelebihan pembayaran yang dikompensasikan tersebut.

Bukti dan Dokumen yang Dilampirkan


Bukti dan dokumen kelengkapan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN
meliputi:
1. Umum
a. Faktur Pajak Keluaran dan Pajak Masukan untuk Masa Pajak terkait
b. Faktur penjualan/pembelian (apabila Faktur Pajak dibuat berbeda dengan faktur
penjualan/pembelian)
c. Bukti pengiriman/penerimaan barang
d. Bukti pembayaran/penerimaan uang atas pembelian/penjualan barang atau jasa
2. Impor BKP
a. Pemberitahuan Impor Barang (PIB)
b. Surat Setoran Pajak (SSP) atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai
c. Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS), sepanjang termasuk wajib LPS
d. Surat kuasa kepada Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) untuk
pengurusan barang impor, dalam hal pengurusan dikuasakan kepada PPJK.
3. Ekspor BKP
a. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan Persetujuan Ekspor
(PE) oleh pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang berwenang dan
dilampiri dengan faktur penjualan (satu kesatuan dengan PEB)
b. Surat Persetujuan Ekspor, dalam hal ekspor menggunakan fasilitas Electronic
Data Interchange (EDI)
c. Instruksi pengangkutan (melalui darat, udara, atau laut), ocean B/L (Bill of
Lading) atau AWB (Airway Bill) dan packing list
d. Fotokopi wesel ekspor/bukti penerimaan uang lainnya (dilegalisasi), asli atau
fotokopi yang telah dilegalisasi polis asuransi (dalam hal BKP yang diekspor
diasuransikan)
e. Sertifikat instansi tertentu atau badan lain (dalam hal wajib sertifikasi)
4. Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN
a. Kontrak/Surat Perintah Kerja (SPK) surat pesanan/dokumen sejenis
b. Surat Setoran Pajak (SSP)
Perhitungan Restitusi
Contoh 1 :
Pada masa pajak Mei 2011 diketahui pajak masukan dan pajak keluaran sebagai berikut :
Pajak keluaran Rp 3.000.000
Pajak masukan yang dapat dikreditkan Rp 5.000.000 (-)
Pajak yang lebih dibayar Rp 2.000.000
Pajak yang lebih bayar tersebut tidak dapat diminta kembali (restitusi) tetapi dapat
dikompensasikan pada masa pajak berikutnya selambat-lambatnya sampai dengan masa pajak
Agustus 2011 sepanjang belum dilakukan pemeriksaan.

Contoh 2 :
Pada masa pajak Desember 2011 diketahui pajak masukan dan pajak keluaran sebagai berikut
:
Pajak keluaran Rp 5.000.000
Pajak masukan yang dapat dikreditkan Rp 6.500.000 (-)
Pajak yang lebih dibayar Rp 1.500.000
Pajak yang lebih dibayar sebesar Rp 1.500.000 tersebut dapat diajukan permohonan
pengembalian kembali (restitusi).

Perhitungan restitusi tersebut hanya berlaku untuk Wajib Pajak atau PKP yang
menyelenggarakan pembukuan, baik Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak Pribadi, maupun
Bentuk Usaha Tetap (BUT). Penghitungan lebih bayar biasanya tidak dijumpai pada Wakub
Pajak atau PKP yang menghitung pajak pertambahan nilai tidak melalui mekanisme kredit
pajak masukan, seperti pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan kendaraan
bermorot bekas secara eceran, oenterahan emas secara eceran, pengusaha kena pajak tertentu
dengan peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu.

FAKTUR PAJAK
Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan
penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak.
Faktur Pajak mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh PKP atau Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, baik karena penyerahan BKP atau JKP maupun impor BKP.
2. Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh pembeli BKP atau
penerima JKP kepada PKP atau Direktorat Bea dan Cukai.
3. Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan.
Faktur pajak wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :
1. Saat penyerahan barang kena pajak;
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
4. Saat pengusaha kena pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur pajak harus mencantumkan keterangan sebagai berikut :
1. Nama, alamat, nomor pokok wajib pajak pembeli barang kena pajak atau penerima
jasa kena pajak;
2. Nama, alamat, nomor pokok wajib pajak pembeli barang kena pajak atau penerima
jasa kena pajak;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian, dan potongan harga;
4. Pajak pertambahan nilai yang dipungut;
5. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan faktur pajak;
6. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

Tata Cara Pengisian Faktur Pajak


Petunjuk pengisian faktur pajak sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-13/PJ/2010, diuraikan sebagai berikut :
1. Baris Kode dan Nomor Seri Faktur
Diisi dengan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak standar sesuai Peraturan Dirjen
Pajak No. PER-13/PJ/2010 (dijelaskan lebih lanjut).
2. Baris Pengusaha Kena Pajak
Diisi dengan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak Pengusaha Kena Pajak
yang menyerahkan BKP dan/atau JKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
3. Baris Pembeli Barang Kena Pajak/Penerima Jasa Kena Pajak
Diisi dengan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP dan/atau
penerima JKP.
4. Pengisian tentang BKP/JKP yang diserahkan:
a. Kolom Nomor Urut
Diisi dengan nomor urut dari BKP atau JKP yang diserahkan.
b. Kolom Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak
Diisi dengan nomor urut dari BKP atau JKP yang diserahkan
1) Dalam hal diterima uang muka, termin, atau cicilan, kolom Nama Varang
Kena Pajak/Jasa Kena Pajak diisi dengan keterangan misalnya uang muka,
termin, atau angsuran atas oembelian BKP dan/atau perolehan JKP.
2) Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan jumlah unit dan
harga per unit dari BKP yang diserahkan.
c. Kolom Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
1) Diisi dengan harga jual atau penggantian atas BKP atau JKP yang diserahkan
sebelum dikurangi uang muka atau termin.
2) Dalam hal diterima uang muka atau termin, maka yang menjadi dasar
penghitungan PPN adalah jumlah uang muka atau termin yang bersangkutan.
3) Dalamhal pembayaran Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dilakukan
dengan menggunakan mata uang asing, maka hanya baris “Dasar Pengenaan
Pajak” dan baris “PPN = 10% x Dasar Pengenaaan Pajak” yang harus
dikonversikan ke dalam mata uang rupiah menggunakan kurs yang berlaku
menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan Faktur
Pajak Standar.
4) Dalam hal keterangan Nama Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak yang
diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak, maka PKP dapat :
 Membuat lebih dari 1 formulir Faktur Pajak Standar yang masing-
masing formulir harus menggunakan Kode, Nomor Seri, dan Tanggal
Faktur Pajak yang sama, serta ditandatangani dan diberi keterangan
nomor halaman pada setiap lembarnya. Khusus untuk pengisian
jumlah, Potongan Harga, Uang Muka yang Telah diterima, Dasar
Pengenaan Pajak, dan Pajak Pertambahan Nilai cukup diisi pada
formulir terakhir Faktur Pajak Standar; atau
 Membuat 1 formulir Faktur Pajak Standar yang menunjuk nomor dan
tanggal Faktur-faktur Penjualan yang merupakan lampiran yang tidak
terpisahkan dari Faktur Pajak Standar rersebut, dalam hal Faktur
Penjalan dibuat berbeda dengan Faktur Pajak.
5. Baris Jumlah Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/ Termin
Diisi dengan penjumlahan dari angka-angka dalam kolom Harga
Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin
6. Baris Potongan Harga
Diisi dengan total nilai potongan harga BKP dan/atau JKP yang diserahkan, dalam hal
terdapat potongan harga yang diberikan
7. Baris Uang Muka yang Telah Diterima
Diisi dengan nilai uang muka yang telah diterima dari penyerahan BKP dan/atau JKP
8. Baris Dasar Pengenaan Pajak
Diisi dengan jumlah pada baris Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin dikurangi
dengan jumlah pada baris Potongan Harga dan Uang Muka yang Telah Diterima
9. Baris PPN = 10% x Dasar Pengenaan Pajak
Diisi dengan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebesar 10% dari Dasar
Pengenaan Pajak
10. Baris Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Hanya diisi apabila terjadi penyerahan BKP yang tergolong mewah, yaitu sebesar
Tarif PPnBM dikalikan dengan DPP yang menjadi Dasar penghitungan PPnBM
11. Baris ……..tgl…………
Diisi dengan tempat dan tanggal Faktur Pajak Dibuat
12. Baris Nama dan Tanda Tangan
Diisi dengan nama dan tanda tangan pejabat yang telah ditunjuk oleh PKP untuk
menandatangani Faktur Pajak, yang telah diberitahukan secara tertulis kepada KPP
tempat PKP dikukuhkan atau tempat Pemusatab PPN dilakukan, sebelum pejabat
yang ditunjuk tersebut menandatangani Faktur Pajak.
Dalam hal PKP adalah Orang Pribadi yang tidak memiliki struktur organisasi, maka
baris jabatan diisi dengan “Pemilik Kegiatan Usaha” atau “Kuasa Pemilik Kegiatan
Usaha” yang ditunjuk oleh Pemilik Kegiatan Usaha yang telah diberitahukan secara
tertulis kepada KPP atau tempat PKP dikukuhkan atau tempat Pemusatan PPN
dilakukan, sebelum kuasa menandatangani Faktur Pajak.
Pejabat atau Kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur tidak harus ssama
dengan pejabat atau kuasa yang berwenang untuk menandatangani Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
Pembubuhan cap tanda tangan tidak diperkenankan pada Faktur Pajak.
13. Dalam hal penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP menggunakan mata uang asing,
maka:
a. PKP dapat menambah kolom Valas
b. Keterangan Kurs diisi sesuai dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembuatan Faktur Pajak.
c. Dalam hal PKP melakukan penyerahan dengan menggunakan mata uang asing
dan rupiah, faktur pajak dalam mata uang asing juga dapat digunakan untuk
transaksi yang menggunakan mata uang rupiah.

Dokumen-Dokumen Tertentu yang Diperlakukan sebagai Faktur Pajak


Dokumen-dokumen di bawah ini sepanjang memenuhi persyaratan sebagai Faktur Pajak
dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak :
1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh
pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan
invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh
BULOG/DULOG untuk penyaluran tepung terigu;
3. Faktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuat/dikeluarkan oleh PERTAMINA
untuk penyerahan bahan Bakar minyak dan/atau bukan bahan bakar minyak;
4. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi;
5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill) yang dibuat/dikeluarkan untuk
penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
6. Nota penjualan jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa ke pelabuhan;
7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik;
8. Pemberitahuan ekspor-jasa kena pajak/barang kena pajak tidak berwujud yang
dilampiri invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
pemberitahuan ekspor jasa kena pajak/barang kena pajak tidak berwujud untuk ekspor
jasa kena pajak/barang kena pajak tidak berwujud;
9. Pemberitahuan impor barang (PIB) dan dilampiri dengan surat setoran pajak, surat
setoran pabean cukai dan pajak (SSCP), dan/atau pungutan pajak oleh Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
PIB untuk impor barang kena pajak;
10. Surat setoran pajak untuk pembayaran pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan
barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean.
Untuk dapat dikreditkan, dokumen tersebut harus memenuhi syarat yaitu mencantumkan hal-
hal sebagai berikut :
a. Nama, alamat, NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
b. Nama pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak;
c. NPWP, dalam hal penerima dokumen adalah sebagai Wajib Pajak Dalam Negeri;
d. Jumlah satuan barang apabila ada;
e. DPP
f. Jumlah pajak yang terutang, kecuali dalam ekspor

Faktur Pajak Gabungan


PKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP atau setiap penyerahan
JKP. Namun, untuk meringankan beban administrasi, kepada PKP diperkenankan untuk
membuat satu Faktur Pajak yang meliputi semua penyerahan BKP atau penyerahan JKP yang
terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima JKP yang sama.
Faktur Pajak yang demikian disebut dengan Faktur Pajak Gabungan. Faktur pajak gabungan
dibuat paling lambat pada akhir bulan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan
jasa kena pajak meskipun di dalam bulan penyerahan telah terjadi pembayaran baik sebagian
maupun seluruhnya.
Contoh:
Dalam hal pengusaha kena pajak A melakukan penyerahan BKP kepada pengusaha B pada
tanggal 1, 5, 10, 11, 12, 20, 25, 28, dan 31 Juli 2010, tetapi sampai dengan tanggal 31 Juli
2010 sama sekali belum ada pembayaran atas penyerahan tersebut, pengusaha kena pajak A
diperkenankan membuat satu faktur pajak gabungan yang meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan pada bulan Juli, yaitu paling lama tanggal 31 Juli 2010.

Nota Retur
Atas penyerahan BKP yang dikembalikan dapat dikurangkan dari PPN dan PPnBM yang
terutang dalam Masa Pajak terjadinya pengembalian BKP tersebut. Adapun mekanisme retur
diatur sebagai berikut :
1. Nota retur baru dibuat jika terjadi pengembalian BKP dan JKP tersebut tidaklangsung
diganti dengan BKP dari jenis yang sama dan harga yang sama oleh PKP Penjual.
2. Bentuk Nota Retur dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan administrasi PKP, materi
yang tercantum di dalamnya lebih kurang sama dengan materi yang ada di dalam
Faktur Pajak (tidak diharuskan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak), antara lain
mencantumkan :
a. Nomor urut;
b. Nomor dan tanggal Faktur Pajak Standar dari BKP yang dikembalikan;
c. Nama, alamat, dan NPWP Pembeli
d. Nama, alamat, NPWP, Nomor dan Tanggal Pengukuhan PKP Penjual yang
menerbitkan Faktur Pajak Standar
e. Macam, jenis, kuantum (banyaknya), dan harga jual BKP yang dikembalikan;
f. PPN atas BKP yang dikembalikan
g. PPnBM atas BKP tergolong mewah yang dikembalikan
h. Tanggal pembuatan Nota Retur
i. Tanda tangan Pembeli
3. Apabila nota retur tidak mencantumkan keterangan seperti tersebut di atas, maka tidak
dapat diperlakukan sebagai Nota Retur.
4. Nota Retur harus dibuat dalam Masa Pajak pada saat terjadinya pengembalian BKP.
5. Nota Retur memiliki fungsi mengurangi :
a. Pajak Keluaran dan/atau PPnBM Pengusaha Kena Pajak Penjual pada Masa Pajak
diterimanya Nota Retur
b. Pajak Masukan dan/atau PPnBM Pengusaha Kena Pajak Pembeli pada Masa Pajak
dibuatnya Nota Retur
c. Harta atau biaya dalam hal PKP tidak dapat mengkreditkan Pajak Masukan dan
PPnBM serta telah dibebankan sabagai biaya
d. Harta atau biaya bagi pembeli yang bukan PKP
6. Pihak yang membuat Nota Retur adalah PKP Pembeli.
7. Dalam hal potongan harga diberikan kemudian, sedangkan Faktur Pajak sudah dibuat
dan sudah dilaporkan dalam SPT Masa PPN sehingga Pajak Keluaran dilaporkan oleh
PKP Penjual yang menyerahkan BKP dan/atau JKP menjadi berubah lebih besar atau
lebih kecil dari keadaan semula, PKP Penjual yang membuat Faktur Pajak harus
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pembetulan Faktur Pajak dengan cara membuat Faktur Pajak Pengganti;
b. Pembetulan SPT Masa PPN yang berisi laporan dan dilampiri Faktur Pajak yang
bersangkutan.

Saat Pembuatan Faktur Pajak


Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 13/PJ/2010 menyatakan bahwa faktur pajak
harus dibuat :
a. Saat penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak;
b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan barang kena pajak dan/ atau sebelum penyerahan jasa kena pajak;
c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
d. Saat pengusaha kena pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahar
pemerintah sebagai pemungut pajak pertambahan nilai.

Larangan dan Sanksi dalam Pembuatan Faktur Pajak


Pasal 14 Undang-Undang PPN dan PPnBM menegaskan bahwa :
1. Bagi pengusaha orang pribadi atau badan yang belum dikukuhkan sebagai PKP
dilarang membuat Faktur Pajak. Larangan ini dimaksudkan untuk melindungi
pembuatan Faktur Pajak yang tidak semestinya.
2. Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, sebagaima akibatnya pengusaha orang pribadi
atau badan tersebut wajib menyetor pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas
Negara.

PPN DAN PPnBM Atas Penyerahan Kepada Pemungut Pajak


Tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang mewah (PPnBM) oleh pemungut pajak ditetapkan dalam keputusan
Menteri keuangan Nomor 563/KMK.03/2003. Pemungut PPN adalah Bendaharawan
Pemerintah serta Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN). Bendaharawan
Pemerintah adalah Bendaharawan atau pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya
berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja daerah (APBD) yang terdiri atas Bendaharawan pemerintah Pusat dan
bendaharawan Pemerintah Daerah, baik Provisi, Kabupaten, Kota.

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan pelaporan PPN dan PPnBM Oleh
Bendaharawan Pemerintah dan KPKN
Saat Pemungutan. Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat pembayaran oleh
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
Saat Penyetoran oleh Bendaharawan pemerintah. PPN dan PPnBM yang dipungut oleh
Bendaharawan pemerintah disetorkan ke Bank Persepsi atau kantorbpos paling lambat 7 hari
setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.
Saat Pencatatan Penyetoran Pajak Oleh KKN. Pencatatan penyetoran PPN dan PPnBM
yang dipungut oleh KKN dilakukan pada saat pemungutan PPN dan PPnBM, yaitu pada saat
pembayaran KPKN kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.
Dasar Pemungutan. Dasar Pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang
dilkukan oleh Bendaharawan Pemerinntah atau jumlah Pembayaran yang dilkukan oleh
KPKN sebagaimana tersebut dama Surat Pemerintah Membayar (SPM).
Menghitung PPN atau PPnBM yang dipungut. PPN atau PPnBM yang dipungut oleh
pemungut dihitung dengan cara sebagai berikut :
1. Dakam Penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah
10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
PPN = 10 X Jumlah Pembayaran
110
PPN juga bias dihitubg dengan cara sebagai berikut:
DPP = 100 X Jumlah Pembayan
110
PPN = 10% X DPP
2. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan
BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPnBM, maka
jumlah dan PPnBm yang dipungut adalah sebagai berikut :
PPN = 10 X Jumlah Pembayaran
110 + Tarif PPnBM

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Bendaharawan Pemerintah Dan Kantor
Perbendaharaan Dan Kas Negara

Umum
Saat Pemungutan
Pemungutan PPN dan PPn BM dilakukan pada saat pembayaran oleh Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN kepada PKP Rekanan Pemerintah.

Saat Penyetoran Oleh Bendaharawan Pemerintah


PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah disetorkan ke Bank
Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah bulan dilakukannya pembayaran
atas tagihan.
Saat Pencatatan Penyetoran Pajak Oleh KPKN
Pencatatan penyetoran PPN dan PPn BM yang dipungut oleh KPKN dilakukan pada saat
pemungutan PPN dan PPn BM, yaitu pada saat pembayaran oleh KPKN kepada PKP
Rekanan Pemerintah.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah tidak dipungut oleh
Bendaharawan Pemerintah dalam hal :
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran untuk pembebasan tanah;
c. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak
Pertambahan Nilai tidak dipung dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
d. Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh
PT (PERSERO) PERTAMINA;
e. pembayaran atas rekening telepon;
f. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
g. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan
Perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

Tata Cara Pemungutan


Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atau jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana
tersebut dalam SPM.
Jumlah PPN atau PPn BM yang Dipungut
a. Dalam hal penyerahan BKP hanya terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah
10/110 bagian dari jumlah pembayaran.
b. Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan
BKP yang tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPn BM,
maka jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai berikut :
Dalam hal terutang PPn BM sebesar 20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar
10/130 bagian dari jumlah pembayaran sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut sebesar
20/130 bagian dari jumlah pembayaran.
c. Dalam hal pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan
tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu
dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah.
Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut hendaknya diartikan termasuk
PPN dan PPn BM.
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
a. PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan
tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik untuk sebagian maupun
seluruh pembayaran.
b. SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a diisi dengan membubuhkan NPWP dan identitas
PKP Rekanan Pemerintah yang bersangkutan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh
Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai penyetor atas nama PKP Rekanan
Pemerintah.
c. Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPn BM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak.
d. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
- lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah atau KPKN sebagai Pemungut PPN.
- lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah.
- lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah atau
KPKN.
e. Dalam hal pemungutan oleh Bendaharawan Pemerintah, SSP sebagaimana dimaksud
pada huruf a dibuat dalam rangka 5 (lima). Setelah PPN dan atau PPn BM disetor di Bank
Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
- lembar ke-3 untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
- lembar ke-5 untuk pertinggal Bendaharawan Pemerintah.
f. Dalam hal pemungutan oleh KPKN, SSP sebagaimana dimaksud pada huruf a dibuat
dalam rangkap 4 (empat) yang masing-masing diperuntukkan sebagai berikut :
- lembar ke-1 untuk PKP Rekanan Pemerintah.
- lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
- lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- lembar ke-4 untuk pertinggal KPKN.
g. Pada lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d oleh Bendaharawan
Pemerintah yang melakukan pemungut wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal ..............."
dan ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.
h. Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dan SSP
sebagaimana dimaksud pada huruf f oleh KPKN yang melakukan pemungutan
dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.
i. SSP lembar ke-1 dan lembar ke-2 sebagaimana dimaksud pada huruf f dibubuhi cap
"TELAH DIBUKUKAN" oleh KPKN.
j. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan atau PPn
BM.

TATA CARA PELAPORAN


a. Bendaharawan Pemerintah
Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn
BM diwajibkan melaporkan PPN dan PPn BM yang telah dipungut dan disetor, setiap
bulan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan
menggunakan formulir "Surat Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan
Nilai" yang dibuat dalam rangkap 3 (tiga) paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah
berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing diperuntukkan
sebagai berikut :
- lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.
- lembar ke-2, untuk KPKN.
- lembar ke-3, untuk arsip Bendaharawan Pemerintah.

b. KPKN
- KPKN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah dibubuhi
catatan nomor dan tanggal advis kepada Kantor Pelayanan Pajak dengan Surat
Pengantar.
- Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu, Surat Pengantar tetap
dibuat dengan catatan "Faktur Pajak NIHIL".

Mekanisme Pelaporan oleh PKP Rekanan


- Untuk PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah diterima dari Pemungut PPN
dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak diterimanya pembayaran
- Apabila pembayaran diterima dari KPKN, dilaporkan di SPT Masa PPN pada Masa Pajak
sesuai dengan tanggal mesin kas register dan dilaporkan pada Formulir 1195 A3
Yang termasuk pemungut PPN :
Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan minyak dan gas.
(berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.03/2005 tanggal 31 januari 2005
dan berlaku surut sejak 1 Januari 2005)
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan :
1. Kontraktor adalah Kontraktor yang terikat dalam kontrak perjanjian kerja sama dengan
Pemerintah Republik Indonesia di bidang pengusahaan pertambangan minyak dan gas
bumi.
2. Rekanan adalah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau Pajak kepada Komtraktor.

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut oleh
Kontraktor dalam hal :
a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan
tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai
tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;
c. pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar Minyak oleh
PT PERTAMINA (Persero);
d. pembayaran atas rekening telepon;
e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Kontraktor Kontrak Bagi Hasi, Kontraktor
Kontrak Karya, Dan Kontraktor Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan

Umum
Saat Pemungutan
Pemungutan PPN dan atau PPn BM dilakukan sesuai dengan saat pembuatan Faktur Pajak
Standar oleh Rekanan
Saat Penyetoran
PPN dan atau PPn BM yang dipungut disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi atau
Kantor Pos paling lambat pada hari ke 15 (lima belas) setelah bulan dilakukannya
pemungutan.
Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran
1. Rekanan wajib membuat Faktur Pajak Standar dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan
atau JKP kepada Kontraktor
2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat sesuai dengan jangka waktu
yang ditetapkan dalam ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peratura
Menteri Keuangan ini.
3. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 diisi dengan membubuhkan NPWP serta
identitas Rekanan yang bersangkutan tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh
Kontraktor sebagai penyetor atas nama Rekanan.
4. Dalam hal Rekanan melakukan penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dikenakan
PPn BM, Rekanan yang bersangkutan wajib mencantumkan jumlah PPn BM yang
terutang pada Faktur Pajak Standar.
5. Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 3
(tiga);
- Lembar ke-1 untuk Kontraktor.
- Lembar ke-2 untuk pertinggal Rekanan
- Lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar.
6. SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan
peruntukkan sebagai berikut:
- Lembar ke-1 untuk Rekanan
- Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar melalui
KPKN.
- Lembar ke-3 untuk PKP Rekanan dilampirkan pada SPT Masa PPN.
- Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
- Lembar ke-5 untuk pertinggal Kontraktor.
7. Lembar-lembar SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 6 diberikan kepada pihak terkait
setelah PPN dan atau PPn BM yang dipungut oleh kontraktor disetor kepada Kas Negara
melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos.
8. Pada setiap lembar Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud dalam angka 5,
Kontraktor yang melakukan pemungutan wajib membubuhkan cap “Disetor Tanggal………
” dan menandatanganinya.
9. Faktur Pajak Standar dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan PPn
BM.

Tata Cara Pelaporan


Kontraktor wajib melaporkan PPN dan atau PPn BM yang telah dipungut dan disetor kepada
Kantor Pelayanan Pajak tempat Kontraktor terdaftar dengan menggunakan formulir “Surat
Pemberitahuan Masa PPN Bagi Pemungut PPN” yang dibuat dalam rangkap 2 (dua) setiap
bulan, paling lambat pada hari ke-20 (dua puluh) setelah bulan dilakukannya pemungutan,
yang masing-masing diperuntukan sebagai berikut:
- Lembar ke-1, dengan dilampiri Faktur Pajak Standar lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan
Pajak tempat Kontraktor terdaftar.
- Lembar ke-2, arsip Kontraktor.

Mekanisme Pelaporan oleh PKP Rekanan


Untuk PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah diterima dari Pemungut PPN dilaporkan
dalam SPT Masa PPN pada Masa Pajak diterimanya pembayaran.

Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri


Kegiatan Membangun Sendiri itu terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hal tersebut diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 1 dan Pajak
Pertambahan Nilai tersebut terutang bagi badan maupun orang pribadi yang melakukan
kegiatan membangun sendiri.

Definisi Kegiatan Membangun Sendiri


Sebelum memulai membahas lebih jauh mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
atas kegiatan membangun sendiri tersebut, tentunya kita harus memahami terlebih dahulu
tentang apa yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri dalam Peraturan Menteri
Keuangan tersebut sehingga kita dapat mengetahui apakah pembangunan yang mungkin
sedang kita rencanakan atau lakukan itu termasuk dalam kategori kegiatan membangun
sendiri yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Definisi Kegiatan Membangun Sendiri yang dikutip dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 adalah “Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan, yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain”.

Kemudian dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 4


dijelaskan mengenai bangunan yang dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 yaitu bangunan tersebut berupa satu atau lebih konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan
dengan kriteria sebagai berikut:
a. Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja;
b. Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
c. Luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Jadi kegiatan membangun sendiri akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) apabila
memenuhi definisi dan kriteria sebagaimana yang dijelaskan diatas.
Sebagai contoh, apabila kita sebagai orang pribadi membangun rumah baik dilakukan secara
pribadi, baik dengan mempekerjakan pekerja atau buruh bangunan dimana rumah yang
dibangun itu untuk ditempati secara pribadi atau oleh anggota keluarga lain misalkan anak,
apakah termasuk kedalam kategori kegiatan membangun sendiri yang dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) atasnya? Jika hanya melihat secara definisi, kasus pembangunan
rumah pribadi diatas dapat memenuhi definisi kegiatan membangun sendiri yang dijelaskan
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 2 Ayat 3 karena
pembangunan rumah yang dilakukan dalam kasus ini tidak berkaitan dengan kegiatan usaha
serta untuk dimanfaatkan atau digunakan sebagai keperluan pribadi, namun untuk
menentukan apakah terhadap pembangunan rumah tersebut dikenakan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) atau tidak, kita tidak cukup hanya dengan melihat definisi saja, kita harus melihat
terlebih dahulu, apakah bangunan yang kita bangun (dalam kasus ini rumah) itu memenuhi
kriteria bangunan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012
Pasal 2 Ayat 4 sebagaimana telah dijelaskan diatas. Jika memang kegiatan membangun
sendiri yang kita lakukan itu sesuai dengan penjelasan definisi serta kriteria bangunan yang
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 maka kita wajib
menyetorkan PPN yang terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut. Setelah
memahami yang dimaksud dengan kegiatan membangun sendiri, mari kita bahas lebih lanjut
mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atasnya.

Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 ayat 1 dan 2, diatur
bahwa:
1. Kegiatan membangun sendiri akan dikenakan PPN dengan tarif sebesar 10 % (sepuluh
persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
2. Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh
persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri


Jadi dengan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3
yang disebutkan diatas, perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan
membangun sendiri adalah sebagai berikut :

PPN = Tarif x DPP

PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk
membangun bangunan)

Berikut ini adalah contoh sederhana untuk perhitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas
kegiatan membangun sendiri:
Contoh:
Pada Bulan Desember 2012 Bapak Andi memulai membangun sebuah rumah untuk tempat
tinggal pribadinya. Luas keseluruhan dari rumah tersebut adalah sebesar 200 m2, biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh Bapak Andi dalam upaya membangun rumah tersebut sampai dengan
selesainya bangunan tersebut adalah sebagai berikut: pembelian tanah sebesar Rp
200.000.000, pembelian bahan baku bangunan keseluruhan Rp 180.000.000, biaya upah
mandor dan pekerja bangunan Rp. 70.000.000. Maka berapakah Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang atas pembangunan rumah tersebut?

Jawab:
Sesuai dengan PMK No. 163/PMK.03/2012 tarif PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri
yang terhutang adalah:

= 10% X DPP

= 10% X (20% X Total biaya Pembangunan)

= 10% X (20% X (Rp 180.000.000 + Rp 70.000.000)


Sehingga PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang terhutang adalah

= 10% X 20% X Rp 250.000.000

= Rp 5.000.000

Yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak atas perhitungan PPN Kegiatan Membangun Sendiri
diatas hanyalah pembelian bahan baku material bangunan dan biaya upah pekerja dalam
rangka pembangunan rumah tersebut, hal ini sesuai dengan Dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 3 ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Dasar
Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 20% (dua puluh persen) dari
jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah”.

Saat Dan Tempat dimana PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri Terutang

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 4 ditentukan


bahwa:
1. Saat yang menentukan PPN terutang adalah saat mulai dibangunnya bangunan.
2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan
satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut
tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
3. Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan
tersebut didirikan.

Penyetoran Dan Pelaporan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri


Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5, 7 dan 8 diatur bahwa:

* Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri


dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh
persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
pada setiap bulannya
* Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri wajib disetor ke
kas negara seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama
orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri melalui
Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah
berakhirnya masa pajak.
* Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib
melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan
dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak paling lama akhir bulan
berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Penyetoran PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 5,7, dan 8
terdapat hal yang harus diperhatikan dalam penyetoran PPN atas kegiatan membangun
sendiri yaitu:
* Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun
sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak diisi dengan
NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
* Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak
diisi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kolom NPWP diisi dengan :
1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
2. angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi
tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan

3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

b. Pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan
yang
melakukan kegiatan membangun sendiri
* Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum
memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Kolom NPWP diisi dengan :


1. angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
2. angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi
tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan

3. angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.

b. pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan alamat orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Dalam Pelaporan PPN atas Kegiatan Membangun
Sendiri

Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 8 terdapat hal
yang harus diperhatikan dalam proses pelaporan PPN atas kegiatan membangun sendiri yaitu:
* Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di
wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut
terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib
melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak.
* membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat
bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang
berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut
terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain
wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud
pada Pasal 8 ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar
ketiga Surat Setoran Pajak.
* Dalam hal Pengusaha Kena Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor
Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak
Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan
penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat
(1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran
Pajak.

Hal-Hal Lain Yang Perlu Diperhatikan


1. Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun sendiri digunakan oleh pihak lain
sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan bukti Surat Setoran Pajak
asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri kepada pihak lain yang
menggunakan bangunan tersebut;
2. Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan
pihak lain tidak dapat menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan
Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang
terutang.
3. Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak
melakukan kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya
meliputi tempat bangunan didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran sesuai contoh format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012.
4. Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah
melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun
sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal
Pajak diyakini terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar, Kepala
Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerbitkan
surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK.03/2012.
5. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat himbauan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama
yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan verifikasi
atau pemeriksaan untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas
kegiatan membangun sendiri tersebut.
6. Berdasarkan hasil verifikasi atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas kegiatan
membangun sendiri.
7. Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum
memiliki NPWP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan
NPWP sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
8. Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah
memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai
ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan

Penetapan Secara Jabatan Untuk PPN terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Pasal 6 disebutkan bahwa:


* Apabila orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak
atau kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang ke kas negara, Direktorat
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan
hasil pemeriksaan atau verifikasi.
* Selanjutnya, jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau
badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri :
1. tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan; atau

2. memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang
dibayarkan untuk membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap,
Maka jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan
dalam rangka kegiatan membangun sendiri dapat ditetapkan secara jabatan oleh Direktur
Jenderal Pajak.

Penetapan secara jabatan untuk jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan
untuk membangun bangunan dalam rangka kegiatan membangun sendiri ini diatur dalam
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2012 yang merupakan Perubahan
Atas Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2012.

Dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-25/PJ/2012 tersebut diatur bahwa:
* Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan
dalam rangka membangun sendiri ditetapkan secara jabatan berdasarkan nilai terendah
dari data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) masing-masing daerah
sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan perubahannya.
* Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan
yang melakukan kegiatan membangun sendiri memberikan data atau bukti pendukung
biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, namun
tidak benar atau tidak lengkap, sehingga:
1. jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun
bangunan lebih rendah dari nilai terendah data Harga Satuan Bangunan Gedung
Negara (HSBGN), maka penetapan secara jabatan dihitung berdasarkan data nilai
terendah data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) tersebut; atau

2. jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun


bangunan lebih tinggi dari nilai terendah data Harga Satuan Bangunan Gedung
Negara (HSBGN), maka penetapan secara jabatan dihitung berdasarkan data atau
bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan.
* Penetapan secara jabatan berdasarkan nilai terendah dari data Harga Satuan Bangunan
Gedung Negara (HSBGN) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf a
mengacu pada Pedoman Penggunaan Harga Satuan Bangunan Gedung Negara
(HSBGN) Dalam Rangka Penetapan Secara Jabatan Jumlah Biaya yang Dikeluarkan
dan/atau yang Dibayarkan untuk Membangun Bangunan yang Digunakan untuk
Menghitung Kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri
sebagaimana terdapat dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Jadi Cara Perhitungan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang ditentukan secara jabatan
adalah sebagai berikut :
PPN = Tarif x DPP
 Tarif = 10%
 DPP = 20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun
bangunan

PPN = 10% x (20% x Jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk
membangun bangunan)

Jumlah biaya
yang Nilai Terendah Harga
dikeluarkan Satuan tertinggi
dan/atau = berdasarkan Klasifikasi Luas bangunan
x Koefisien x
dibayarkan Bangunan Gedung keseluruhan
untuk Negara
membangun
bangunan

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE)


Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran (PKP PE) adalah PKP yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dengan cara sebagai berikut :
 melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi
dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
 dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
 pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan
secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli langsung
membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.
Kewajiban PKP PE sama dengan PKP perbedaannya adalah terkait Faktur Pajak yang
diterbitkan. PKP menerbitkan faktur pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 5 UU
PPN 1984, sedangkan faktur pajak bagi PKP PE paling sedikit harus memuat keterangan:
 nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
 jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
 jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
 Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
 kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.
Bentuk dan ukuran formulir faktur pajak diadakan dan disesuaikan seturut kepentingan PKP
PE termasuk kode dan nomor seri faktur pajaknya, yang dapat berupa :
1. bon kontan,
2. faktur penjualan,
3. segi cash register,
4. karcis,
5. kuitansi, atau
6. tanda bukti penyerahan atau pembayaran lain yang sejenis.

PKP Sekaligus PKP PE


Bagi Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada/untuk konsumen
akhir pada dasarnya merupakan kegiatan penyerahan secara eceran. Oleh karena itu, Faktur
Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak secara eceran kepada konsumen akhir yang dibuat
tanpa mencantumkan identitas pembeli serta nama dan tanda tangan Pengusaha Kena Pajak
penjual tidak akan dikenakan sanksi atau diterbitkan Surat Tagihan Pajak, karena termasuk
dalam pengertian Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Namun demikian Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran tetap diperkenankan untuk
menerbitkan Faktur Pajak secara lengkap meskipun penyerahan Barang Kena Pajak
dilakukan kepada konsumen akhir, misalnya dalam hal pembeli sebagai konsumen akhir
adalah Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pengusaha Kena Pajak yang ingin melakukan
pengkreditan atas Faktur Pajak Masukan.
Contoh usaha kategori PKP PE :
 tempat penjualan eceran yaitu toko dan kios.
 tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir yaitu gerai dan kios.

PKP PE dan Faktur Pajak Digunggung Dalam E-Faktur


Dalam posisi ini Pedagang Eceran adalah PKP maka terikat kewajiban menerbitkan faktur
pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP, namun faktur pajak berbeda dengan faktur
pajak dalam aplikasi e-faktur karena untuk PKP PE faktur pajak berupa nota, kwitansi yang
disesuaikan kepentingan PKP PE yang diakumulasi setiap masanya atau dikenal dengan
istilah “digunggung” .
Karena setiap PKP PE sekarang diwajibkan menggunakan aplikasi e-faktur maka perlu
diketahui cara buat faktur pajak digunggung dan sekaligus lapor SPT PPN di aplikasi e-
faktur. Bagi PKP PE yang menggunakan aplikasi eSPT PPN 1111 untuk faktur pajak
digunggung dilaporkan di SPT Masa PPN 1111 AB di kolom I.B.2.
Untuk di aplikasi e-faktur sama dengan di aplikasi eSPT PPN 1111. Setelah posting dan buat
SPT Masa PPN di aplikasi e-faktur, masuk pada SPT – Formulir lampiran – 1111AB – Pada
Bagian I huruf B2 Penyerahan Dalam negeri dengan Faktur Pajak yang digunggung, isikan
jumlah nominal atau faktur yang sudah anda terbitkan. Maka hasil inputan dari penyerahan
BKP/JKP dengan faktur pajak yang digungung akan masuk pada induk SPT PPN 1111 –
bagian I A2 Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri.

Simpulan
Berdasarkan interprestasi penulis atas aturan-aturan terkait Pengusaha Kena Pajak Pedagang
Eceran maka atas permasalahan sebagaimana di awal tulisan tidak akan menjadi masalah
apabila :
 Bagi Pengusaha Kena Pajak yang tidak masuk kriteria sebagaimana Pedagang Eceran
apabila melakukan transaksi dengan Non PKP baik orang pribadi atau badan wajib membuat
faktur pajak (e-tax invoice) secara lengkap, benar dan jelas, namun terkait nama dan alamat
pembeli dapat di isi dengan 00.000.000.0-000.000 dan alamat Jakarta (tempat transaksi)
sebagaimana transaksi kepada PKP bukan dimasukkan dalam faktur pajak yang digunggung.
Hal ini untuk menghindari sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (4) UU KUP.
 Bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran dapat membuat faktur pajak secara
lengkap, benar dan jelas atau sesuai aturan PKP Pedagang Eceran. Atas penjualan dengan
faktur yang berupa nota/kwitansi selama satu bulan dilaporkan dalam faktur pajak yang
digunggung. Dan atas faktur pajak yang berupa nota/kwitansi, Pengusaha Kena Pajak penjual
tidak akan dikenakan sanksi atau diterbitkan Surat Tagihan Pajak, karena termasuk dalam
pengertian Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang mengenai
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

PPN BAGI PENGUSAHA REKAMAN SUARA


1) PPN terutang atas penyerahan produk rekaman suara dan/atau gambar hanya dikenakan
sekali yaitu di tingkat pabrikan dengan cara membubuhkan stiker lunas PPN pada setiap
produk rekaman suara dan/atau produk rekaman gambar.
2) Penyalur/agen/outlet/pengecer yang semata-mata melakukan penyerahan produk rekaman
suara atau produk rekaman gambar yang telah dibubuhi stiker lunas PPN tidak wajib
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan tidak wajib memungut serta
menyetor pajak yang terhutang serta tidak dapat mengkreditkan pajak masukannya.
3) Penyalur/agen/outlet/pengecer yang melakukan penyerahan produk rekaman suara atau
produk rekaman dan penyerahan BKP lain, seperti kaset, CD kosong dan pembersih kaset
atau CD (cleaner) tetap harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tidak perlu
lagi mengenakan PPN atas penyerahan produk rekaman suara/gambar yang telah dibubuhi
stiker lunas.
4) Penyalur/agen/outlet/pengecer yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu lagi
memungut PPN atas penyerahan produk rekaman suara dan atau produk rekaman gambar
yang telah dibubuhi stiker lunas PPN.

PPN BAGI PENGUSAHA KENA PAJAK MENGGUNAKAN NILAI LAIN


SEBAGAI DPP
Pkp tertentu dapat menggunakan nilai lain sebagai DPP, PKP tersebut meliputi pengusaha
di bidang jasa anjak piutang, prngusaha di bidang kendaraan bermotor bekas, pengusaha di
bidang jasa biro perjalanan wisata, dan pengusaha di bidang jasa pengiriman paket. Pajak
masukan yang berkenaan dengan penyerahan kendaraan bermotor bekas oleh pengusaha
kendaraan bermotor bekas, penyerahan jasa uang dilakukan oleh pengusaha jasa biro
perjalanan wisata, jasa pengiriman paket, dan jasa anjak piutang tidak dapat dikreditkan
karena dalam nilai lain telah diperhitungkan pajak masukan atas perolehan BKP/JKP.

Pengusaha di Bidang Jasa Anjak Piutang


a. Jasa anjak piutang adalah jasa pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau
pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari
transaksi perdagangan dalam dan luar negeri
b. Kegiatan usaha anjak piutang dilakkukakn dalam bentuk pembelian atau pengalihan
piutang/tagihan jangka pendek dari transaksi perdagangan dalam atau luar negri dan
penatausahaan penjualan kredit serta penagihan piutang perusahaan klien.
c. Kegiatan usaha anjak piutang dapat dilakukan oleh bank, lemabaga keuangan
nonbank, perusahaan pembiayaan berbentuk perseroan terbatas, atau koperasi.
d. Atas penyerahan jasa anjak piutang terutang PPN
Besarnya PPN yang terutang dihitung sbagai berikut:

DPP = 5% x Tarif diskon atau provisi


PPN yang terutang = 10% x DPP
= 10% x 5% x Tarif diskon atau provisi
= 0,5% x tariff diskon atau provisi
e. Saat pajak terutang adalah saat penandatanganan perjanjian pembiayaan karena
transaksi/penyerahan jasa anjak piutang antara perusahaaan anjak piutang dank lien diikat
dengan adanya perjanjian pembiayaan, sedangkan pencatatan imbalan dilakukan secara
akrual
f. Pajak masukan berkenaan dengan transaksi anjak piutang tidak dapat dikreditkan
karena dalam nilai lain sebagai DPP telah diperhitungkan Pajak masukan dari JKP yang
bersangkutan
Pengusaha di Bidang kendaraan Bermotor Bekas
a. Kendaraan bermotor bekas adalah kendaraan bermotor, baik beroda dua atau lebih
yang kondisinya bukan baru dan telah terdaftar pada instansi yang berwenang atau memiliki
nomor polisi.
b. Pengusaha kendaraan bermotor bekas adalah orang pribadi atau badan yang kegiatan
usahanya melakukan penjualan kendaraan bermotor bekas
c. Atas penyerahan kendaraan bermotor bekas yang dilakukan oleh pengusaha
kendaraan bermotor bekas yang semata-mata merupakan barang dagangan terutang PPN.
Besarnya PPN dihitung sebagai berikut:

DPP = 10% x harga jual


PPN yang terutang = 10% x DPP
= 10% x 10 % x harga jual
= 1% x harga jual
d. PKP kendaraan bermotor bekas wajib menerbitkan faktur pajak atas penyerahan
barang dagangnya
e. Pajak masukan yang berkenaan dengan penyerahan kendaraan bermotor bekas tidak
dapat dikreditkan karena dalam nilai lain sebagai DPP telah diperhitungkan pajak masukan
dari JKP yang bersangkutan

Pengusaha di Bidang Jasa Biro perjalanan Wisata


a. Jasa Biro Perjalanan wisata
b. PKP jasa biro perjalanan wisata yang dimaksud adalah yang mempunyai badan
hokum
c. Atas penyerahan jasa oleh pengusaha di bidang jasa biro perjalanan wisata terutang
PPN
Besarnya PPN dihitung sebagai berikut:
DPP = 10% x nilai jasa setiap bulan
PPN yang terutang = 10% x DPP
= 10% x 10 % x nilai jasa setiap bulan
= 1% x nilai jasa setiap bulan
Pengusaha di Bidang jasa pengiriman paket
Atas penyerahan jasa oleh pengusaha di bidang jasa pengiriman paket (kilat) terutang PPN
Besarnya PPN dihitung sebagai berikut:
DPP = 10% x peredaran usaha setiap bulan
PPN yang terutang = 10% x DPP
= 10% x 10 % x peredaran usaha setiap bulan
= 1% x peredaran usaha setiap bulan
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
Kegiatan-kegiatan berikut selain dikenakan pajak pertambahan nilai(PPN) juga
dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM):
1. Penyerahan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah di dalam Daerah Pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor BKP yang tergolong Mewah
Pengenalan PPnBM tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa :
1. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan
rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.
2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah
3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
4. Perlu untuk mengamankan penerimaan Negara
Barang kena pajak yang tergolong mewah adalah :
1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
3. Pada umumnya barang tersebut dikkonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi
PPnBM pada prinsipnya hanya dipungut atau dikenakan satu kali saja yaitu pada waktu:
1. Penyerahan oleh pabrikan atau produsen BKP yang tergolong mewah;
2. Impor BKP yang tergolong mewah.
Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenakan PPnBm. PPnBM yang telah
dibayar atas BKP mewah yang diekspor dapat diminta kembali.
Tarif PPnBM

1. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif, yaitu tanif terendah sebesar
10 % ( sepuluh persen ) dan tarif tertinggi sebesar 200 % (dua ratus persen).Perbedaan
tarif tersebut didasarkan pada pengelompokan BKP yang Tergolong Mewah yang atas
penyerahannya dikenakan juga PPnBM.Pengelompokan barang-barang yang terkena
PPnBM terutama didasarkan pada tingkat kemampuan golongan masyarakat yang
menggunakan barang tersebut,disamping didasarkan pula pada nilai gunanya bagi
masyarakat.Sehubungan dengan hal tersebut,tarif yang tinggi dikenakan terhadap barang-
barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi dan barang
barang yang konsumsinya perlu dibatasi. Barang barang yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat pada umumnya dikenakan PPnBM dengan tarif yang lebih rendah.
2. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0 % ( nol persen ) atas ekspor BKP yang Tergolong
Mewah.
PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang Tergolong Mewah di
dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, BKP yang Tergolong Mewah yang diekspor atau
dikonsumsi di luar Dacrah Pabean dikenakan PPnBM dengan tarif 0% (nol persen).
Pengenaan PPnBM terhadap BKP yang Tergolong Mewah dibedakan lagi menjadi BKP
yang Tergolong Mewah Kendaraan Bermotor dan BKP yang Tergolong Mewah selain
Kendaraan Bermotor. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah yang dikenakan PPnBM selain
Kendaraan Bermotor berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 620/PMK 03/2004
ditetapkan sebagai berikut:

1. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor dikenakan PPnBM
dengan tarif 10 % ( sepuluh persen ) adalah:
a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat
penerima siaran televisi.
1) Lemari pendingin
- Kombinasi lemari pendingin-pembeku dari tipe rumah tangga dengan
kapasitas di atas 180 liter sampai dengan 230 liter
- Lemari pendingin dari tipe rumah tangga dengan kapasitas di atas 180 liter
sampai dengan 230 liter .
 tipe kompresi
 tipe absorpsi, elektris
 lain-lain.
2) Pemanas air instan atau pemanas air dengan tempat penyimpanan,bukan
listrik,dan untuk keperluan rumah tangga:
- Dengan Gas:
-- dari tembaga
-- lain-lain
- lain-lain:
-- dari tembaga
-- lain-lain.
3) Mesin cuci dari jenis yang dipakai untuk rumah tangga, termasuk mesin yang
dapat digunakan untuk mencuci dan mengeringkan pakaian, kain, atau
sejenisnya.
- Mesin Otomatis Penuh
--Mempunyai kapasitas linen kering lebih dari 6 kg sampai dengan 10
kg.
- Mesin Lainnya (Dilengkapi Pengering Centrifugal)
--Mempunyai kapasitas linen kering lebih dari 6 kg sampai dengan 10 kg.
- Lain-lain
--Mempunyai kapasitas linen kering lebih dari 6 kg sampai dengan 10 kg.
4) Pemanas air instan atau pemanas air dengan tempat penyimpanan, listrik, dan
peralatan elektro termal lainnya dari jenis yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga.
- Pemanas Air Instan atau Pemanas Air dengan Tempat Penyimpanan Listrik --
Pemanas air instan listrik
--Pemanas air dengan tempat penyimpanan
- Aparatus Pemanas Ruangan Listrik dan Aparatus Pemanas Tanah Listrik
--Radiator pemanas tempat penyimpanan
--Lain-lain.
5) Aparatus penerima untuk televis (digabung atau tidak dengan penerima siaran
radio atau aparatus perekam atau pereproduksi suara atau video) dan monitor
video.
- Aparatus Penerima untuk Televisi Berukuran di Atas 21-43 Inci
-- Set top box yang mempunyai fungsi komunikasi (ITAI/B-203)
--PCA untuk digunakan dengan mesin ADP (ITAIB-199).
--Lain-lain.
- Monitor Video Berwarna di Atas 17-43 Inci
--Monitor tipe FPD untuk data video dan komputer, untuk overhead projector
(ITAI/B-200).
--Lain-lain.
b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga
Perlengkapan memancing dengan nilai impor atau harga jual Rp S00 000 (lima rats
ribu rupiah) atau lebih per unit:
- joran (batang atau tangkai pancing-red)
- penggulung tali pancing
c. Kelompok mesin pengatur suhu udara.
Mesin pengatur suhu udara terdiri atas kipas yang digerakkan dengan motor dan
elemen untuk mengubah suhu dan kelembapan udara,termasuk mesin yang tidak
dapat mengatur kelembapan udara secara terpisah, dari tipe jendela atau dinding
dengan kapasitas pendingin di atas 1-2 PK.
d. Kelompok alat perekam atau reproduksi gambar dan pesawat penerima siaran radio
1) Aparatus perekam atau pereproduksi video, digabung dengan video tuner
maupun tidak, dengan harga jual atau nilai impor di atas Rp 1.000.000 (satu
juta rupiah) per unit.
- Tipe Pita Magnetik Selain yang Digunakan Khusus dalam Sinematografi,
Televisi, dan Penyiaran
-Lain-lain
-- Laserdisc player
-- Lain-lain
2) Aparatus penerima untuk radio telefoni, radio telegrafi atau radio
penyiaran,dikombinasi maupun tidak dalam rumah yang sama, dengan aparatus
perekam atau pereproduksi suara atau penunjuk waktu, dengan harga jual atau
nilai impor diatas Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) per unit.

- Penerima Siaran Radio Dapat Dioperasikan tanpa Sumber Tenaga dari Luar,
Termasuk Aparatus yang Dapat Juga Menerima Radio-Telefoni atau Radio
Telegrafi
--Aparatus lainnya dikombinasikan dengan aparatus
perekam atau pereproduksi suara
--Lain-lain
- Penerima siaran radio tidak dapat dioperasikan tanpa sumber tenaga dari luar
atau jenis yang digunakan dalam kendaraan bermotor,Termasuk Aparatus
yang Dapat Juga Menerima Radio-Telefoni
--Dikombinasikan dengan aparatus perekam atau pereproduksi suara.
--Lain-lain

- Penerima Siaran Radio Lainnya.Termasuk Aparatus yang Dapat Juga


Menerima Radio-Telefoni atau Radio Telegrafi
-- Dikombinasikan dengan aparatus perekam atau
pereproduksi suara. --Tidak dikombinasikan dengan aparatus
perekam atau pereproduksi suara tetapi dikombinasikan dengan penunjuk
waktu. --Lain-lain
e. Kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya

1) Kamera video gambar tidak bergerak dan kamera perekam video lainnya,selain
yang digunakan untuk usaha penyiaran radio atau televisi.
- Kamera Video Gambar Tidak Bergerak Digital
- Kamera Video Gambar Tidak Bergerak Lainnya
- Kamera Perekam Video Lainnya
2) Kamera fotografi (selain kamera sinematografi) dan kamera digital, dengan harga
jual atau nilai impor di atas Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah) per unit.
- Kamera Instan
- Kamera Lainnya
- Kamera Digital
2. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor dikenakan PPnBM
dengan tarif 20 % ( dua puluh persen ) adalah :
a. Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang
disebut pada kelompok nomor l.
1) Tungku, kompor, tungku terbuka, alat masak (termasuk tungku dengan ketel
tambahan untuk pemanasan sentral), panggangan besar, anglo, gelang gas, piring
pemanas, dan peralatan rumah tangga tanpa listrik semacam itu, dari besi atau
baja, jenis nonportable.
- Peralatan Masak dan Piring Pemanas
--Dengan bahan bakar gas atau gabungan gas dan bahan bakar
lainnya. - Peralatan Lainnya
--Dengan bahan bakar gas atau gabungan gas dan bahan bakar
lainnya.
2) Lemari pendingin.
- Kombinasi lemari pendingin-pembeku, dilengkapi dengan pintu luar terpisah,
dari tipe rumah tangga dengan kapasitas melebihi 230 liter
- Lemari pendingin tipe rumah tangga dengan kapasitas
melebihi 230 liter: -- Tipe kompresi
-- Tipe absorpsi, elektris
-- Lain-lain.
b. Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town
house, dan sejenisnya.
1) Rumah, termasuk rumah kantor atau rumah toko yang luas bangunannya 400 M 2
atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah)
atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya.
2) Apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya dengan luas bangunan 150
M2 atau lebih atau dengan harga jual bangunannya Rp 4.000.000 (empat juta
rupiah) atau lebih per M2 tidak termasuk nilai tanahnya.
c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain
yang disebut pada kelompok nomor l
1) Aparatus penerima untuk televisi (digabung atau tidak dengan penerima siaran
radio atau aparatus perekam atau pereproduksi suara atau video) dan monitor
video. - Aparatus Penerima untuk Televisi Berukuran di Atas 43
-- Set top box yang mempunyai fungsi komunikasi (ITAI/B-203).
-- PCA untuk digunakan dengan mesin ADP (OTAlB 199)
-- Lain-lain
- Monitor Video Berwarna di Atas 43 Inci
-- Monitor tipe FPD untuk data video dan komputer, untuk overhead projector
(ITAI/B.200),
-- Lainlain
2) Proyektor video
- Mempunyai kapasitas untok memproyeksikan pads layar berukuran 300 inci
atau lebih
- Proyektor data video dan komputer ipe VD (ITAI/E 200)
- Lain-lain
3) Antena dan reflektor antena dari segala jenis selain yang digunakan untuk
keperluan penyiaran radio atau televisi, usaha jasa telekomunikasi, dan yang
digunakan umtuk alat radar, alat radio pembantu navigasi, dan alat radio kendali
jarak jauh
4) Antena dan reflektor antena dari segala jenis untuk penerima siaran radio atau
televisi dengan nilas impor atau harga jual Rp 500,000 (lima ratus ribu rupiah)
atau lebih per set atau per unit.
d. Kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering
pesawat elektromagnetik, dan instrumen musik, selain yang disebut pada kelompok
nomor 1.
1) Mesin pengatur suhu udara terdiri atas kipas yang digerakkan dengan motor dan
elemen untuk mengubah suhu dan kelembapan udara, termasuk mesin yang tidak
dapat mengatur kelembapan udara secara terpisah.
- Dari Tipe Jendela atau Dinding dengan Kapasitas Pendingin di Atas 2-3 PK
- Dari Jenis yang Digunakan untuk Orang dalam Kendaraan Bermotor
2) Mesin pencuci piring dari tipe rumah tangga
- Dioperasikan secara Elektrik
- Tidak Dioperasikan secara Elektrik
3) Mesin pengering dengan kapasitas linen kering tidak melebihi 10 kg dari jenis
yang dipakai untuk rumah tangga.
4) Microwave oven
5) Piano termasuk piano otomatis, harpsichord dan instrumen keyboard bersenar
lainnya.
- Piano Tegak
- Grand Piano
- Lain-lain
6) Instrumen musik dengan suara yang dihasilkan atau harus diperkuat secara
elektrik (misalnya organ, gitar, akordeon)
- Instrumen Keyboard, selain Akordeon
- Lain-lain

e. Kelompok wangi-wangian
Parfum dan cairan pewangi yang siap untuk dijual eceran dengan nilal impor atau
harga jual Rp 2.000 (dua ribu rupiab) atau lebih per ml.
3. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor dikenakan dengan
tarif 30 % ( tiga puluh persen ) adalah :
a. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan, dan kano, kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan umum
b Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut pada kelompok
nomor 1
4. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor dikenakan PPnBM
dengan tarif 40 % ( empat puluh persen ) adalah:
a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol
1) Bir terbuat dari malt.
2) Minuman fermentasi dari buah anggur segar, ermasuk minuman fermentasi yang
diperkuat grape must dengan kadar alkohol tidak melebihi 26 % proof
3) Vermouth dan minuman fermentasi lainnya dari buah anggur segar yang diberi rasa
dengan zat nabati atau zat beraroma.
- Dalam Kemasan 2 Liter atau Kurang
- Dalam Kemasan di Atas 2 Liter
4) Minuman fermentasi lainnya (misalnya fermentasi sari buah apel, sari buah pir,
larutan madu dalam air); campuran minuman fermentasi; dan campuran minuman
fermentasi dengan minuman yang tidak mengandung alkohol
b. Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan
1) Saddlery dan harness untuk semua macam binatang (termasuk tali kekang, kekang
penutup lutut, penutup mulut, tutup sadel tas sadel, jaket anijing. dan sejenisnya)
dengan nilai impor atau harga jual Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) atau lebih per buah.
2) Peti, kopor. tas perempuan, tas eksekutif, tas kantor, tas sekolah, dompet kaca
mata, tas teropong, tas kamera, tas peralatan musik, kopor senjata sarung pistol dan
kemasan semacam itu; tas untuk bepergian, tas makanan dan minuman bersekat, kotak
rias, ransel, tas tangan, tas belanja, dompet, pundi, tempat peta, tempat rokok, kantong
tembakau, tas perkakas, tas olahraga, tempat botol, kotak perhiasan, kotak bedak,
tempat pisau, dan kemasan semacam itu, dengan nilai impor atau harga jual Rp
500.000 (lima ratus ribu rupiah) atau lebih per buah.
- Peti, Kopor. Tas Perempuan, Tas Eksekutif, Tas
Kantor, Tas Sekolah. dan Kemasan Semacamnya .
-- Dengan permukaan luar dari kulit samak,
dari kulit komposisi, atau dari kulit paten: --- tas sekolah;
--- lain-lain.
-- Tas Tangan (Dengan
Tali Bahu maupun Tidak), Termasuk yang Tanpa Gagang
-- Dengan permukaan luar dari kulit samak, dari kulit komposisi, atau dari kulit
paten. - Barang dari Jenis yang Biasanya Dibawa dalam Saku atau
dalam Tas Tangan -- Dengan permukaan luar dari kulit
samak, dari kulit komposisi, atau dari kulit paten.
- Lain lain
-- Dengan permukaan luar dari kulit samak, dari kulit komposisi, atau dari kulit
paten: --- tas olahraga
--- tas boling
--- Iain lain
3) Pakaian dan aksesori pakaian dari kulit samak atau kulit komposisi dengan nilai
impor atau harga jual Rp 600.000 (enam ratus ribu rupiah) atau lebih per stel atau
Rp 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) atau lebih per potong atau per buah
- Pakaian
- Sarung Tangan, Mitten, dan Mitt
-- Dirancang khusus untuk digunakan dalam olahraga
-- Sarung tangan, mitten, dan mitt lainnya:
--- sarung tangan pelindung kerja
--- lain-lain Ikat Pinggang dan Tali
Sandang --- Aksesori Pakaian Lainnya .
4) Pakaian, aksesori pakaian, dan barang lainnya dari kulit berbulu dengan nilai
impor atau harga jual Rp 600,000 (enam ratus ribu rupiab) atau lebih per stel atau Rp
300.000 (tiga ratus ribu rupiab) atau lebih per potong atau per buah
- Aksesori Pakaian
- Pakaian
- Lain lain
-- Tas olahraga
-- Lain-lain.
c.Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool.
1) Karpet dan penutup lantai tekstil Ihinnya, rajutan, sudah jadi.
-Dari Wool
-Dari Sutera
2)Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, tenunan. tidak berumbai-umbai atau tidak
dibentuk flock seperti beludru, sudah jadi, termasuk "Kelem" semacam itu, selain
"Schumacks," "Karamanic," dan babut tenunan tangan yang yang digunakan untuk
keperluan ibadah
-Kelem. "Schumacks," Karamanic," dan Babut Tenunan Tangan Semacam Itu
-Lainnya dengan Konstruksi Bulu .
-- Dari wool.
--Dari sutera.
- Lainnya Bukan dengan Konstruksi Bulu
--Dari wool.
--Dari sutera.
3) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, berumbai, sudah jadi.
-Dari Wool
-Dari Sutera
4) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, sudah jadi, dari wool atau sutera, selain
dari jenis yang digunakan untuk alas sembahyang.
d.Kelompok barang kaca dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja,
dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu. Barang kaca
dari kristal timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias kantor, dekorasi
dalam ruangan atau keperluan semacam itu.
- Gelas Minum
--Tidak diasah, dipoles, diburamkan, atau dikerjakan dengan
cara lain --Lain-lain.
-Barang Kaca dan Jenis yang Digunakan untuk di Meja
(selain Gelas Minuman) atau untuk Keperluan Dapur
--Tidak diasah, dipoles, diburamkan, atau dikerjakan
dengan cara lain. --Lain-lain.
-Barang Kaca Lainnya
--Tidak diasah, dipoles, diburamkan, atau
dikerjakan dengan cara lain. --Lain-lain.
e.Kelompok barang-barang yang sebagian atau
seluruhnya terbuat dari logam mulia atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau
campuran daripadanya 1) Arloji tangan, alroji
saku, dan arloji lainnya (termasuk penghitung detik) dengan c. badan arloji dari logam
mulia atau dari logam kerajang Arloji Tangan Dioperasikan secara Elektrik,
Dilengkapi Fasilitas Penghitung Detik maupun Tidak --Hanya
dengan display mekanis --
Hanya dengan display opto-elektronika.
--Lain-lain
-Arloji Tangan Lainnya yang Dilengkapi dengan Fasilitas Penghitung Detik maupun
Tidak
--Dengan putaran otomatis
--Lain-lain.
-Arloji Lainnya
--Dioperasikan secara elektrik.
--Lain-lain.
2)Jam yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia
atau dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya
-Jam dengan Penggerak Janm
--Dioperasikan secara elektrik.
--Lain-lain.
-Jam Panel Instrumen dan Jam Tipe Semacam untuk Kendaraan
Darat, Kendaraan Udara, Kendaraan Luar Angkasa, atau Kendaraan Air .
--Untuk kendaraan darat.
--Untuk kendaraan udara.
--Untuk kendaraan air.
--Lain lain.
-Jam Lainnya
--Jam beker
---dioperasikan secara elektrik;
---Lain-lain
--Jam dinding
---dioperasikan secara elektrik
--- Lain-lain
--Lain-lain
---dioperasikan secara elektrik
---- kronometer kapal dan kronometer semacam
itu ----jam umum untuk bangunan, jam
untuk sistem jam listrik terpusat; ----lain-lain.
---lain-lain
----kronometer kapal dan
kronometer semacam itu; ----jam umum
untuk bangunan, jam untuk sistem jam listrik terpusat; ----Lain-
lain
3) Ba rang lainnya yang sebagian atau seturuhnya terbuat dari emas atau platina dari logam
yang diulapist emas atau platina atau campuran daripadanya, selain barang perhiasan dan
bagiannya.
-Barang Hasil Tempaan Pandai Emas dan Bagiannya, dari Emas atau Platina atau dari Logam
yang Dikerajang dengan Emas atau Platina
--Dari emas atau platina, disepuh atau dikerajang dengan logam mula maupun tidak.
--Dari emas atau platina kerajang atas dasar logam tidak mulia
-Barang Lain dari Emas atau Platina atau dari Logam yang Dikerajang dengan Emas atau
Platina, selain Katalis dalam Bentuk Kasa Kawat atau Kasa dari Platina untuk Keperluan
Laboratorium.
F. Kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampah dan kano, selain yang disebut pads
kelompok nomor 3, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum. Perahu motor
untuk pelesir atau olahraga.
-Perahu Motor, selain Perahu Motor Tempel
-Perahu Motor Tempel
G. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya
tanpa penggerak.
-Pesawat Layang dan Pesawat Layang Gantung
-Lain-lain
H. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
- Peluru Pengokot atau Perkakas Semacam Itu atau Captive-bolt Humane Kille dan
Bagiannya
- Peluru Senapan dan Bagiannya
-- Peluru.
-- Lain-lain.
-Peluru Lain dan Bagianya.
-- Digunalan untuk revolver dan pistol dari pos 93 02
-- Lain lain.
- Lain lain.
I. Kelompok jenis alas kaki
1) Alas kaki tahan air dengan sol luar dan bagian atas dari karet atau dari plastik, bagian
atasnya tidak dipasang pada sol dan tidak dirakit dengan cara dijahit, dikeling dipaku,
disekrup, ditusuk atau proses semacam itu, dengan nilai impor atau harga jual Rp 1.000.000
(satu juta rupiah) atau lebih per pasang .
- Alas Kaki Dilengkapi Logam Pelindung lari
- Alas Kaki Lainnya.
-- Menutupi lutut.
-- Menutupi mata kaki tetapi tidak menutupi lutut.
-- Lain-lain
2) Alas kaki lainnya dengan sol luar dan bagian atas dari karet atau plastik, dengan nilai
impor atau harga jual Rp 1.000,000 (satu juta rupiak) atau lebih per pasang.
- Alas Kaki Olahraga
-- Bot ski, alas ski untuk lintas alam, dan bot papan luncur salju.
-- Lain-lain
- Alas Kaki dengan Tali Pengikat atau Tali Kulit di Atasnya Dirakit pada Sol dengan Alat
Penusuk
- Alas Kaki Lainnya yang Dilengkapi Logam Pelindung jari
- Alas Kaki Lainnya
-- Menutupi mata kaki.
-- Lain-lain.
3) Alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, kulit samak, atau kulit komposisi dan bagian
atas sepatu dari kulit samak, dengan nilai impor atau harga jual Rp 1.000.000 (satu juta
rupiah) atau lebih per pasang.
-Alas Kaki Olahraga.
--Bot ski, alas kaki untuk lintas alam, dan bot papan luncur salju.
-- Lain-lain:
--- alas kaki olahraga lainnya dilengkapi paku, batang, dan sejenisnya (contoh sepatu
sepak bola, sepatu lari, dan sepatu golf).
---lain-lain.
Alas Kaki dengan Sol Luar dari Kulit Samak dan Bagian Atasnya Terdiri Atas Pengikat dari
Kulit Samak yang Menyilang Punggung Kaki dan Sekeliling Jempol.
- Alas Kaki Dibuat dengan Dasar atau Alas dari Kayu, Tidak Mempunyai Sol Dalam atau
Logam Pelindung Jari.
- Alas Kaki Lainnya yang Dilengkapi Logam Pelindung jari
- Alas Kaki Lainnya dengan Sol Luar dari Kulit Samak
-- Menutupi mata kaki:
--- bot untuk pengendara
--- lain lain.
-- Lain-lain:
--- sepatu boling
--- lain lain.
- Alas Kaki lainnya
-- Menutupi mata kaki:
--- Bot untuk pengendara
--- Lain-lain
-- Lain-lain:
--- sepatu boling
--- lain lain.
4) Alas kaki dengan sol luar dari karet, plastik, kulit samak, atau kulit komposist dan bagian
atasaya dari bahan tekstil, dengan nilai impor atau harga jual Ro 1,00000 (satu juta rupiah)
atau lebih per pasang.
- Alas Kaki dengan Sol Luar dari Karet atau Plastik
-- Alas kaki olahraga sepatu tenis, sepatu bola basket, sepatu senam, sepatu latihan, dan
sejenisnya.
-- Lain-lain.
- Alas Kaki dengan Sol Luar dari Kulit Samak atau Kulit Komposisi
-- Sepatu lari dan sepatu golf
-- Lain-lain.
5) Alas kaki lainnya, dengan nilai impor atau harga jual Rp 1.000.000 (satu juta rupah) atau
lehih per pasang.
- Dengan Bagian Atasnya dari Kulit Samak atau Kulit Komposisi
- Bagian Atasnya dari Bahan Tekstil
- Lain-lain
J. Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor
1) Tempat duduk yang dapat diubah menjadi tempat tidur maupun tidak, dengan nilaii impor
atau harga jual Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) atau lebih per unit atau satuan.
- Tempat Duduk dari Jenis yang Digunakan untuk Kendaraan Bermotor.
- Tempat Duduk Berputar yang Dapat Diatur Tingginya
- Tempat Duduk selain dari Tempat Duduk Taman atau Perlengkapan Perkemahan, Dapat
Diubah menjadi Tempat Tidur
- Tempat Duduk dari Tanaman Beruas, Osier, Bambu,atau Bahan Semacam Itu
-- Dari rotan.
-- Lain-lain.
- Tempat Duduk Lainnya dengan Rangka Kayu
-- Diberi lapisan penutup, dirakit.
-- Lain-lain, dirakit.
- Tempat Duduk Lainnya, dengan Rangka Logam
-- Diberi lapisan penutup.
-- Lain-lain.
-Tempat Duduk Lainnya
-- Baby walkers.
-- Lain-lain.
2) Perabotan lainnya dengan nilal impor atau harga jual Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) atau
lebih per unit atau satuan.
- Perabotan dari Logam dari Jenis yang Digunakan di Kantor
- Perabotan logam lainnya
- Perabotan Kayu jenis yang Digunakan di Kantor, Dirakit.
- Perabotan Kayu dari Jenis yang Digunakan di Dapur, Dirakit
- Perabotan Kayu dari Jenis yang Digunakan di Kamar Tidur.
-- Perangkat kamar tidur, dirakit.
-- Lain-lain, dirakit
- Perabot Kayu Lainnya.
-- Perangkat ruang makan dan ruang keluarga, dirakit
-- Lain lain dirakit.
- Perabotan dari Plastik
-- Perabotan dari jenis yang digunakan di kantor
-- Lain-lain.
- Perabotan dari Bahan Lainnya, Termasuk Tanaman Beruas, Osier, Bambu, atau Bahan
Semacam Itu
-- Perangkat kamar tidur, ruang makan, atau ruang keluarga dari rotan.
-- Perangkat kamar tidur, ruang makan, atau ruang keluarga dari bahan lain.
-- Dari jenis yang digunakan di taman, kebun, atau ruang depan:
--- dari batu monumen atau batu bangunan yang dikerjakan:
--- dari segmen, dari beton, atau batu tiruan: dari ashes-semen, dari serat semen selulosa
atan sejenisnya
--- dari keramik;
--- lain-lain.
3) Alat kasur. barang keperluan tidur, dan perabotan semacam itu (misalnya:kasur. selimut
tebal, eiderdown, bantalan kursi, poufe, dan bantal) dilengkapi dengan pegas atau diisi atau
dilengkapi bagian dalamnya dengan berbagai bahan atau dengan karet atau plastik seluler,
disarungi maupun tidak, kecuali yang terbuat dari kapuk. Alas Kasur dengan Nilai Impor atau
Harga jual Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) atau Lebih per M per Unit Kasur dengan Nilai
Impor atau Harga Jual Rp2.000.000 (Dua Juta Rupiah) atau Lebih per M per Unit Dari karet
atau plastik seluler, disarungi maupun tidak Dari bahan lainnya:
- Alas Kasur dengan Nilai Impor atau Harga jual Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) atau Lebih
per M per Unit
- Kasur dengan Nilai Impor atau Harga Jual Rp2.000.000 (Dua Juta Rupiah) atau Lebih per
M per Unit
-- Dari karet atau plastik seluler, disarungi maupun tidak
-- Dari bahan lainnya:
--- Kasur Pegas
--- lain lain, tipe hyperthermial/hypothermia
--- lain-lain
- Kantong Tidur dengan Nilai Impor atau Harga Jual Rp 1.000.000 (satu Juta Rupiah) atau
Lebih per Unit atau Satuan
- Lain-lain, dengan Nilai Impor atau Harga Jual Rp 200.000 (Dua Ratus Ribu Rupiah) atau
Lebih per Unit atau Satuan
-- Selimut: tebal, penutup tempat tidur, dan pelindung kasur
-- Bantal Panjang, bantal, bantalan kursi, poufe.
-- Lain-lain
4 ) Lampu dan alat kelengkapan penerangan lainnya, dengan nilai impor atau harga tual Rp
2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rapiah) atau lebih per unit atau satuan.
- Lampu dan Alat Kelengkapan Penerangan Listrik Lainnya, dan B Daripadanya, selain
Digunakan untuk Bedah dan Penerangan Operasi Medis, untuk Penerangan Umum pada
Ruang Terbuka atau Penunjuk Arah Jalan
- Lampu dan Alat Kelengkupan Penerangan Non elektris, dan Bagian Daripadanya, selain
Digunakan untuk Lampu Pekerja Tambang, Lampu Tukang Gal Batu, untuk Lampu Gas di
Bawah Tekanan (Lampu Pompa), dan Lampu Badai Minyak Tanah
-- Lampu minyak:
--- dari plastik, batu, keramik, atau kaca
--- lain-lain.
-- Lain-lain.
K. Kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik.
- Bak Cuci. Wastafel, Alas Baskom Cuci, Bak Mandi, Bidet, Bejana Kloset, Tangki Air
Pembilasan, Tempat Kencing, dan Perlengkapan Sanitasi Semacam Itu dani Keramik dengan
Nilai Impor atau Harga Jual Rp 1.000.000 (Satu Juta Rupiah) atan Lebih per Unit atau Satuan
-- Dari porselin atau tanah lempung cina
-- Lain-lain.
- Patung dan Barang Keramik Ornamental Lainya selain yang Merupakan Karya Seni dengan
Nilai Impor atau Harga Jual Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) Lebih per Unit atau Satuan.
-- Dari porselin atau tanah lempung cina.
-- Lain-lain.
L. Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu batu jalan atau
batu tepi jalan.
- Ubin,batu monumen, dan bentuk lainnya selain yang merupakan karya seni nilai impor atau
harga jual Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) atau lebih per M2 atau Rp 1.000.000 (satu juta
rupiah) atau lebih per M2.
- Ubin, Kubus, dan Batang Semacam Empat Persegi panjang maupun Tidak (Termasuk Bujur
Sangkar), Area Permukaan Terluasnya Berbentuk Bujur Sangkar.
- Batu Monumen atan Batu Bangunan Laianya dan Barang Terbuat Daripadanya, Dipotong
atau Digergaji secara Sederhana dengan Permukaan datar atau tetap.
-- Marmer, travertine, dan alabaster.
-- Batu calcareous lainnya.
-- Granit
--- lembaran tebal dipoles
--- lain-lain.
-- Batu lainnya.
-Lain-lain
-- Marmer, travertine, dan alabaster
-- Batu calcarcous lainnya.
-- Granit.
-- Batu lainnya.
5) Kelompok BKP yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor dikenakan PPnBM
dengan tarif 50 % ( lima puluh persen ) adalah :
a. Kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus.
1) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya, rajutan.sudah jadi,yang terbuat dari bulu hewan
halus.
2) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari bulu hewan halus tenunan,
tidak berumbai-unbai atau tidak dibentuk flock seperti beludru, sudah jadi, termasuk
"Kelem," "Schumacks", "Karamanic," dan babut tenunan tangan yang semacam itu selain
alas sembahyang
- "Kelem" "Schumacks," "Karamanic," dan Babut Tenunan Tangan Semacam Itu
- Lainnya, dengan Konstruksi Bulu
- Lainnya, Bukan dengan Konstruksi Bulu
3)Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari bulu hewan halus berumbai-
unbai, sudah jadi.
4) Karpet dan penutup lantai tekstil lainnya yang terbuat dari bulu hewan halus, sudah jadi,
selain alas sembahyang
b. Kelompok pesawat udara selain yang dimaksud pada kelompok nomor 4,kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga
1) Helikopter.
- Dengan Berat tanpa Muatan Tidak Melebihi 2.000 Kg
- Dengan Berat tanpa Muatan Melebihi 2.000 kg
2) Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya.
- Dengan Berat tanpa Muatan Tidak Melebihi 2.000 Kg
-- Pesawat udara.
-- Lain-lain.
- Dengan Berat tanpa Muatan Melebihi 2.000 Kg tetapi Tidak Melebih 15,000 Kg
-- Pesawat udara.
-- Lain-lain.
- Dengan Berat tanpa Muatan Melebihi 15.000 Kg
-- Pesawat udara.
-- Lain-lain.
c. Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga selain yang disebut pada kelompok
nomor I dan nomor 3.
Tongkat golf.
- Tongkat Golft Lengkap
- Tongkat Golf Tidak Lergkap
d. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
- Senjata Artileri
- Senjata Api Lainnya dan Peralatan Semacam Itu yang Dioperasikan dengan Penembakan
Bahan Peledak
- Revolver dan Pistol
G. Kelompok BKP yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang dikenakan
PPnBM tarif 75% (tujuh puluh lima persen) adalah:
a. Kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang disebut pada nomor 4
1) Minuman fermentasi dari buah anggur segar, termasuk minuman fermentasi yang
diperkuat, grape must dengan kadar alkohol melebihi 26 % proof
- Minuman Fermentasi Pancar
- Minuman Fermentasi Lainnya; Grape Must yang Fermentasinya Dicegah atau
Dihentikan dengan Penambahan Alkohol
-- Minuman fermentasi:
--- dalam kemasan 2 liter atau kurang
--- dalam kemasan di atas 2 liter.
-- Grape must
--- dalam kemasan 2 liter atau kurang:
--- dalam kemasan di atas 2 liter
-- Grape Must lainnya
2) Etil alkohol yang tidak didenaturasi dengan kadar alkohol kurang dari 80 % menurut
volumenya: alkohol, sopi manis, dan minuman beralkohol lainnya.
- Alkohol Diperoleh dari Penyulingan Minuman Fermentasi Anggur atau Grape Mare
-- Brandy dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 % menurut volumenya.
-- Brandy dengan kadar alkohol melebihi 46% menurut volumenya.
-- Lain - lain , dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 % menurut volumenya.
-- Lain - lain , dengan kadar alkohol melebihi 46% menurut volumenya.
- Wiski
-- Dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 % menurut volume
-- Dengan kadar alkohol melebihi 46 % menurut volumenya .
-Rum dan Tafia
-- Dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 % menurut volumenya .
-- Dengan kadar alkohol melebihi 46 % menurut volumenya . .
- Gin dan Geneva
-- Dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 % menurut volumenya
-- Dengan kadar alkohol melebihi 46 % menurut volumenya .
- Vodka .
-- Dengan kadar alkohol tidak melebihi 46 % rnenurut volumenya.
-- Dengan kadar alkohol melebihi 46 % menurut volumenya.
- Sopi Manis dan Cordial
-- Dengan kadar alkohol tidak melebihi 57 % menurut volumenya.
-- Dengan kadar alkohol melebihi 57 % menurut volumenya .
- Lain-lain
-- Samsu mengandung obat dengan kadar alkohol tidak melebihi 40 % menurut volumenya.
-- Samsu mengandung obat dengan kadar alkohol melebihi 40 % menurut volumenya.
-- Samsu lainnya , dengan kadar alkohol tidak melebihi 40 % menurut volumenya.
-- Samsu lainnya , dengan kadar alkohol melebihi 40 % menurut volumenya
-- Arak dan alkohol nanas dengan kadar alkohol tidak melebihi 40 % menurut volumenya.
-- Arak dan alkohol nanas dengan kadar alkohol melebihi 40 % menurut volumenya.
-- Bitter dan minuman semacamnya dengan kadar alkohol tidak melebihi 57% menurut
volumenya
-- Bitter dan minuman semacamnya dengan kadar alkohol . volumenya 57 % menurut
volumenya
-- lain - lain
b. menurut volumenya Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat darl
batu mulia dan/atau mutiara atau campuran daripadanya
1) Mutiara alam atau budi daya, dikerjakan atau ditingkatkan mutunya, tetapi tidak diuntai,
tidak dipasang, atau tidak disusun; mutiara alam atau budi daya, diuntai sementara untuk
memudahkan pengangkutan.
- Mutiara Alam .
-- Ditingkatkan mutunya dan diuntai sementara untuk memudahkan pengangkutan.
-- Lain-lain, kecuali yang tidak dikerjakan atau ditingkatkan mutunya.
- Mutiara Budidaya, Dikerjakan.
-- Ditingkatkan mutunya dan diuntai sementara untuk memudahkan pengangkutan
-- Lain lain
2) Intan,dikerjakan tetapi tidak dipasang atau tidak disusun.
3) Batu mulia (selain intan) dan batu semimulia, dikerjakan atau ditingkatkan mutunya,
tetapi tidak di untai,tidak dipasang,atau tidak disusun, batu mulia tidak ditingkatkan mutunya
(selain intan) dan batu semimulia, diuntai sementara untuk memudahkan pengangkutan
- Dikerjakan dengan Cara Lainnya
-- Rubi, safir dan jamrud
-- Lain-lain
4) Barang dari mutiara alam atau mutiara budi daya,batu mulia atau batu semimulia alam
- Dari Mutiara Alam atau Budi Daya
- Dari Batu Mulia atau Batu Semimulia Alam
c. Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umun
1) Kapal pesiar kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk
pengangkutan orang: kapal feri dari semus jenis .
- Dengan Tonase Kotor Tidak Melebihi 26 Ton
- Dengan Tonase Kotor Melebihii 26 Ton tetapi Tidak Melebihi 250 Ton
- Dengan Tonase Kotor Melebihi 250 Ton tetapi Tidak Melebihi 500 Ton
- Dengan Tonase Kotor Melebihi 500 Ton tetapi Tidak Melebihi 4.000 Ton
- Dengan Tonase Kotor Melebihi 4.000 Ton tetapi Tidak Melebihi 5.000 Ton
- Dengan Tonase Kotor Melebihi 5.000 Ton
2) Yacht dan kendaraan air lainnya selain yang disebut pada kelompok nomor 3 dan nomor
4. untuk pelesir atau olahraga

Menghitung PPnBM
Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dihitung sebesar tarif PPnBM dikalikan
dengan Dasar Pengenan Pajak (DPP). DPP yang dimaksud dapat berupa harga jual nilai
impor, nilat pengganti, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

PPnBMyang terutang = Tarif PPnBM X DPP

Apabila dalam suatu harga terdiri atas PPN dan PPnBM.

Contoh1:
Harga sebuah BKP adalah Rp140.000.000 (tidak termasuk PPN 10% dan PPnBM 30%).
PPnBM yang terutang = 30% x Rp140.000.000 Rp42.000.000
PPN yang terutang = 10% x Rp140.000.000 Rp14.000.000

Contoh Cara Menghitung PPN dan PPnBM


1. PKP “ A ” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada
PKB “ B ” dengan harga jual Rp. 25.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A ” = 10% x Rp. 25.000.000,00 =
Rp. 2.500.000,00
PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A ”.
2. PKP “ B ” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00
PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B ” = 10% x Rp. 15.000.000,00 =
Rp. 1.500.000,00
PPN sebesar RP. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang
dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B ”.
3. Pengusaha Kena Pajak “ C ” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean dengan Nilai Impor sebesar RP. 35.000.000,00
PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp.
35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
4. Pengusaha Kena Pajak “ D ” menimpor Barang Kena Pajak yang tergolong
Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM
misalnya dengan tarif 20% (dua puluh persen).
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “ D ” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian
dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM
dengan tarif misalnya 35% (tiga puluh lima persen).

Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak
dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan
ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D ” atau dibebankan sebagai
biaya.

Misalnya PKP “ D ” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X ” dengan


harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPnBM yang
terutang adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPnBM =35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00

PKP “ D ” dapat mengkreditkan PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar


pada saat impor BKP tersebut terhadap PPN sebesar Rp. 15.000.000,00
Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan baik
dengan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 maupun dengan PPnBM sebesar Rp.
52.500.000,00

I. PPn dan PPnBM untuk Kendaraan Bermotor

A. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah berupa Kendaraan


Bermotor yang Dikenakan PPnBM
Tarif (%) Jenis Barang Kena Pajak

10% kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai


dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, dengan bahan bakar
cetus api atau nyala kompresi (diesel/semidiesel), dengan semua
kapasitas isi silinder; dan

kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang


termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan bahan
bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan sistem 1
gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari
1500 cc.
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan bahan
bakar cetus api atau dengan nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan
sistem 1 gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
25% kendaraan bermotor dengan kabin ganda (double cabin), dalam bentuk
kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang lebih dari 3
orang termasuk pengemudi, dengan bahan bakar cetus api atau nyala
kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2)
atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4), dengan semua kapasitas
isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 ton.
kendaraan bermotor sedan atau station wagon dengan bahan bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1500 cc; dan
30% kendaraan bermotor selain sedan atau station wagon dengan motor bakar
cetus api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dengan sistem 2
gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1500 cc.
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk
pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan bahan bakar cetus
api, dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2), dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 2500 cc sampai dengan 3000 cc;
40% kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk
pengemudi dengan bahan bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 2 gandar
penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai
dengan 3000 cc;
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk
pengemudi dengan bahan bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel),
berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon,
dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 1500 cc sampai dengan 2500 cc; dan
50% semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

60% kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari
250 cc sampai dengan 500 cc; dan
kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di
gunung, dan kendaraan semacam itu.
kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk
pengemudi, dengan bahan bakar cetus api, berupa sedan atau station
wagon dan selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 gandar
penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4x4) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc;
kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk
75% pengemudi, dengan bahan bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel)
berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon,
dengan sistem 1 gandar penggerak (4x2) atau dengan sistem 2 gandar
penggerak (4x4), dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc;
kendaraan bermotor beroda 2 dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500
cc; dan
trailer, semi-trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

B. Pengecualian Pengenaan PPnBM atas Kendaraan Bermotor


Untuk kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pengenaan PPnBM adalah :
1. Kendaraan bermotor yang digunakan untuk kendaraan ambulan, kendaraan
jenazah, kendaraan pamadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan
umum;
2. Kendaraan yang digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan; dan
3. Kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk
pengemudi dengan bahan bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan
semua kapasitas isi silinder sebagaimana dimaksud dalam kendaraan bermotor
kelompok 1 huruf “a” (10%) yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau
Polri.

Apabila kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pengenaan PPnBM di atas


dalam jangka waktu 5 tahun sejak impor atau perolehannya ternyata
depindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan
semula, maka Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang pada saat impor atau
perolehannya tersebut wajib dibayar kembali dalam jangka waktu 1 bulan sejak Barang
Kena Pajak dipindahtangankan atau diubah peruntukannya. Demikian pula halnya
apabila jangka 1 bulan tersebut Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang
tidak atau kurang dibayar,maka Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

C. Tata Cara Pengenaan PPn dan PPnBM atas Kendaraan Bermotor


1. Impor kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar (CKD) oleh ATPM atau
Pabrikan tidak dikenakan PPnBM
2. Penyerahan didalam daerah pabean kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar
(CKD) tersebut oleh ATPM dikenakan PPnBM dengan DPP 125% (biaya karoseri
ditetapkan 25%)
3. Impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang/CBU oleh bukan ATPM
dikenakan PPnBM. Dalam nilai CIF < 80% nilai CIF kendaraan sejenis yang
diimpor ATPM, maka DPPnya untuk menghitung PPN dan PPnBM sebesar 150%
4. Impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan terpasang oleh ATPM tidak
dikenakan PPnBM. Penyerahan didaerah pabean kendaraan jenis impor dikenakan
PPnBM.

D. Saat Terutang dan Pemungutan PPn dan PPnBM untuk Kendaraan Bermotor
Penetapan saat terutangnya PPn BM sesuai Direktur jendral Pajak diatur :
a. Saat terutangnya PPn BM atas impor BKP yaitu saat barang masuk pabean sesuai
ketentuan UU Kepabean. Pemungutannya yaitu bersamaan dengan pemungutann
Bea masuk. Kendaraan Bermotor bentuk CBU, PPn BM dipungut oleh Ditjen Bea
dan Cukai.
b. Atas penyerahan Kendaraan Bermotor
1. Hasil rakitan eks CKD;
2. Kendaraan Bermotor yang telah diubah dari kendaraan sasis atau angkutan
barang.
E. Menghitung PPN dan PPnBM untuk Kendaraan Bermotor

Menurut Undang-Undang PPN, untuk menghitung besaran PPnBM dibutuhkan Dasar


Pengenaan Pajak (DPP) yang meliputi:

1. Harga jual: nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta penjual karena
adanya barang kena pajak (BKP).
2. Biaya penggantian: nilai berupa uang termasuk semua biaya penyerahan, ekspor jasa
kena pajak (JKP) atau ekspor BKP tidak berwujud dan tidak termasuk dalam PPN.
3. Nilai impor: nilai berupa uang yang diambil dari bea masuk, pungutan lain yang
sudah terkena pajak, dan cukai impor BKP.
4. Nilai ekspor: nilai berupa uang termasuk semua biaya yang dipungut oleh pihak
eskportir.
5. Nilai lainnya: nilai berupa uang dengan jumlah yang ditetapkan sebagai DPP sesuai
keputusan menteri keuangan.

Contoh mekanisme pemungutan PPn dan PPnBM untuk kendaraan impor


Bapak Ahmad merupakan seorang pengusaha di bidang produksi film, pada suatu saat beliau
membeli sebuah mobil sport mewah dengan harga Rp900.000.000. Berdasarkan DPP, mobil
tersebut terkena tarif PPnBM sebesar 40%. Lalu, berapakah nilai uang yang harus dibayarkan
Bapak Ahmad untuk membawa masuk mobilnya ke Indonesia?

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang – PPnBM)


PPN = 10% x (Rp900.000.000 – (Rp900.000.000 x 40%))
PPN = 10% x (Rp900.000.000 – 360.000.000)
PPN = 10% x Rp540.000.000 =Rp54.000.0000

Berarti total harga mobil yang harus dibayarkan Bapak Ahmad adalah:

Harga Mobil + PPN + PPnBM = Rp1.314.000.000

II. SPT Masa PPN

Formulir SPT Masa PPN 1111 terbagi menjadi 3 (tiga) jenis SPT Masa PPN yaitu :

1. SPT Masa PPN 1111, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan mekanisme Pajak
Masukan dan Pajak Keluaran (Normal

2. SPT Masa PPN 1111 DM, yang digunakan oleh PKP yang menggunakan Pedoman
Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan

3. SPT Masa PPN 1107 PUT, yang digunakan oleh Pemungut PPN.

 Berikut adalah Penjabaran dari SPT Masa PPN 1111

Pasal 2
(1) SPT Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, yang selanjutnya disebut dengan SPT Masa PPN 1111, terdiri dari:
a. Induk SPT Masa PPN 1111-Formulir 1111 (F.1.2.32.04); dan
b. Lampiran SPT Masa PPN 1111:
1. Formulir 1111 AB - Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan (D.1.2.32.07);
2. Formulir 1111 A1 - Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud
dan/atau JKP (D.1.2.32.08);
3. Formulir 1111 A2 - Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri
dengan Faktur Pajak (D.1.2.32.09);
4. Formulir 1111 B1 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor
BKP dan Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean
(D.1.2.32.10);
5. Formulir 1111 B2 - Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas
Perolehan BKP/JKP Dalam Negeri (D.1.2.32.11); dan
6. Formulir 1111 B3 - Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang
Mendapat Fasilitas (D.1.2.32.12), sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN
1111 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 3

(1) SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat
berbentuk :
formulir kertas (hard copy); atau
dokumen elektronik.
(2) Formulir SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dan
aplikasi untuk membuat SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen elektronik
dapat diperoleh dengan cara:
diunduh di laman (website) Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat
www.pajak.go.id;
diambil di KPP atau KP2KP; atau
digandakan atau diperbanyak sendiri oleh PKP.
(3) Aplikasi yang dipergunakan PKP untuk membuat SPT Masa PPN 1111 dalam
bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu:
Aplikasi e-SPT; atau
Aplikasi e-Faktur.
(4) Aplikasi e-Faktur selain dapat diperoleh dengan cara sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) juga dapat diunduh di:
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Windows_32bit.zip (untuk Windows
32 bit);
http://svc.efaktur.pajak. go.id/installer/EFaktur_Windows_64bit.zip (untuk Windows
64 bit);
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin32.zip (untuk Linux 32 bit);
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Lin64.zip (untuk Linux 64 bit); atau
http://svc.efaktur.pajak.go.id/installer/EFaktur_Mac64.zip (untuk Macinthos 64 bit)
(5) Dalam hal Formulir SPT Masa PPN 1111 berbentuk formulir kertas (hard
copy) dilakukan penggandaan, format dan ukurannya harus sesuai dengan Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 4
(1) SPT Masa PPN 1111 wajib diisi oleh setiap PKP selain PKP yang
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
(2) Setiap PKP wajib menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen
elektronik.
(3) Dikecualikan dari ketentuan ayat (2), bagi PKP orang pribadi yang belum
diwajibkan membuat e-Faktur sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Direktur
Jenderal Pajak dan yang memenuhi ketentuan:
melaporkan tidak lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen (Faktur Pajak/dokumen
tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak dan/atau Nota
Retur/Nota Pembatalan) pada setiap Lampiran SPT dalam 1 (satu) Masa Pajak;
dan/atau
jumlah seluruh penyerahan barang dan jasanya dalam 1 (satu) Masa Pajak kurang dari
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah),
dapat menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
atau dalam bentuk dokumen elektronik.
(4) Dalam hal PKP orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy),
bentuk, isi, dan ukuran SPT Masa PPN 1111 harus sesuai dengan Lampiran I
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk dokumen
elektronik dengan media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf b, PKP wajib:
menggunakan Aplikasi e-SPT atau aplikasi e-Faktur yang ditentukan dan/atau
disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak; dan
menyampaikan Induk SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
dan menandatanganinya.

Pasal 5

(1) PKP yang diwajibkan membuat e-Faktur sebagaimana ditetapkan dengan


Keputusan Direktur Jenderal Pajak wajib membuat SPT Masa PPN 1111 dengan
menggunakan aplikasi e-Faktur yang telah ditentukan dan/atau disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN
1111 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti petunjuk penggunaan (manual
user) aplikasi e-Faktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2014.

Pasal 6

PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen
elektronik, untuk Masa Pajak berikutnya:
PKP diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam bentuk dokumen
elektronik; dan
PKP tidak diperkenankan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 dalam
bentuk formulir kertas (hard copy).

Pasal 7

(1) PKP yang diperkenankan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN
1111 dengan cara digunggung adalah:
PKP Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah sebagaimana telah Diubah Beberapa Kali Terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah; atau
PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
diatur secara khusus pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
namun melaporkan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 dengan cara digunggung
merupakan PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan tidak benar.
(3) PKP wajib melaporkan Daftar Pajak Keluaran atas penyerahan dalam negeri
dengan Faktur Pajak dalam SPT Masa PPN 1111 pada Formulir 1111 A2 untuk Masa
Pajak yang sama dengan tanggal Faktur Pajak dibuat.
(4) PKP wajib melaporkan dalam Formulir 1111 B3 atas Pajak Masukan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat
dikreditkan namun tidak dilakukan pengkreditan oleh PKP.
(5) PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN 1111 tetapi isinya tidak benar dapat
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 8

(1) SPT Masa PPN 1111 yang berbentuk formulir kertas (hard copy) tidak perlu
dilampiri dengan Lampiran SPT Masa PPN 1111 dalam hal tidak ada data yang
dilaporkan dalam Lampiran SPT Masa PPN 1111 tersebut.
(2) SPT Masa PPN 1111 yang berbentuk formulir kertas (hard copy) tidak perlu
dilampiri dengan:
Formulir 1111 A1 dalam hal tidak ada Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan
Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang wajib dilaporkan
dalam Formulir 1111 A1;
Formulir 1111 A2 dalam hal PKP tidak menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak
yang menurut ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli
serta nama dan tanda tangan penjual dan/atau tidak menerima Nota Retur/Nota
Pembatalan yang wajib dilaporkan dalam Formulir 1111 A2;
Formulir 1111 B1 dalam hal tidak ada Pemberitahuan Impor Barang atas impor
Barang Kena Pajak dan/atau SSP atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang wajib dilaporkan dalam
Formulir 1111 B1;
Formulir 1111 B2 dalam hal PKP tidak menerima Faktur Pajak dan/atau tidak
menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan yang wajib dilaporkan dalam Formulir
1111 B2; atau
Formulir 1111 B3 dalam hal PKP tidak menerima Faktur Pajak yang Pajak
Masukannya tidak dikreditkan atau mendapat fasilitas, dan/atau tidak menerbitkan
Nota Retur/Nota Pembatalan atas pengembalian Barang Kena Pajak/pembatalan Jasa
Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dikreditkan atau mendapat fasilitas yang
wajib dilaporkan dalam Formulir 1111 B3,
dalam suatu Masa Pajak.
(3) SPT Masa PPN 1111 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang
disampaikan oleh PKP, dianggap lengkap.
(4) SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik
wajib dilampiri dengan seluruh Lampiran SPT dalam bentuk dokumen elektronik
yang dibuat dengan tata cara yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini.

Pasal 9
(1) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 Lebih Bayar dan dimintakan pengembalian
(restitusi) dengan pengembalian pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, SPT Masa PPN 1111 harus dilampiri dengan seluruh dokumen
dalam bentuk hard copy berupa:
Pemberitahuan Ekspor Barang, Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 A1;
Faktur Pajak Keluaran dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan
dalam Formulir 1111 A2;
Pemberitahuan Impor Barang atas Impor Barang Kena Pajak dan/atau Surat Setoran
Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar
daerah pabean, sebagaimana dilaporkan dalam Formulir 1111 B1;
Faktur Pajak Masukan dan Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana dilaporkan
dalam Formulir 1111 B2;
Faktur Pajak Masukan dan/atau Nota Retur/Nota Pembatalan, sebagaimana
dilaporkan dalam Formulir 1111 B3.
(2) Dikecualikan dari ketentuan melampirkan dokumen dalam bentuk hardcopy
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf d dan huruf e, dalam hal dokumen
tersebut berupa e-Faktur.
(3) SPT Masa PPN 1111 Lebih Bayar Restitusi yang tidak memenuhi ketentuan
ayat (1) dan (2) dianggap SPT tidak lengkap.

Pasal 10

(1) Penyampaian SPT Masa PPN 1111 oleh PKP ke KPP atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, dapat dilakukan dengan cara:
langsung;
melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan oleh PKP dengan cara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c meliputi:
SPT Masa PPN 1111 yang berbentuk formulir kertas (hard copy); dan
SPT Masa PPN 1111 yang berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan dalam
media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5).
(3) SPT Masa PPN 1111 yang disampaikan oleh PKP dengan cara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya untuk SPT Masa PPN berbentuk dokumen
elektronik selain yang dimaksud pada ayat (2) huruf b.
(4) Saluran tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat berupa
layanan yang dilakukan oleh Penyalur SPT Elektronik atau saluran tertentu lainnya
yang ditentukan dan/atau disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai Penyampaian Surat
Pemberitahuan Elektronik.
(5) Penyalur SPT Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan
pihak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menyalurkan SPT Elektronik
ke Direktorat Jenderal Pajak melalui laman Penyalur SPT Elektronik.

 Berikut adalah Penjabaran dari SPT Masa PPN 1111 DM

Pasal 2

(1) SPT Masa PPN sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak ini, yang selanjutnya disebut dengan SPT Masa PPN 1111 DM, terdiri dari:
a. Induk SPT Masa PPN 1111 DM - Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05); dan
b. Lampiran SPT Masa PPN 1111 DM:
1) Formulir 1111 A DM (D.1.2.32.13) - Daftar Pajak Keluaran
atas Penyerahan Dalam Negeri Dengan Faktur Pajak; dan
2) Formulir 1111 R DM (D.1.2.32.14) - Daftar Pengembalian BKP
dan Pembatalan JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan
Pengkreditan Pajak Masukan,sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) SPT Masa PPN 1111 DM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diisi
oleh setiap PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak
Masukan berdasarkan peredaran usaha atau kegiatan usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahannya.
(3) Tata cara pengisian serta keterangan yang wajib diisi pada SPT Masa PPN
1111 DM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan dalam
Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 3
(1) SPT Masa PPN 1111 DM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat
berbentuk:
a. formulir kertas (hard copy); atau
b. data elektronik, yang disampaikan:
1. dalam media elektronik; atau
2. melalui e-Filing.
(2) SPT Masa PPN 1111 DM baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
maupun dalam bentuk data elektronik dapat digunakan oleh PKP yang:
a. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut
ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan; atau
b. menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan, dengan jumlah tidak
lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1 (satu) Masa Pajak.
(3) SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk data elektronik wajib digunakan oleh
PKP yang:
a. menerbitkan Faktur Pajak selain Faktur Pajak yang menurut
ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama dan
tanda tangan penjual, dan/atau menerima Nota Retur/Nota Pembatalan; atau
b. menerbitkan Nota Retur/Nota Pembatalan,
dengan jumlah lebih dari 25 (dua puluh lima) dokumen dalam 1
(satu) Masa Pajak.
(4) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 DM disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hard copy) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, bentuk, isi, dan
ukuran SPT Masa PPN 1111 DM sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini tidak boleh diubah.
(5) Dalam hal SPT Masa PPN 1111 DM disampaikan dalam bentuk data
elektronik dengan media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
angka 1, PKP harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN 1111 DM tetap disampaikan
dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

Pasal 4

PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam bentuk data
elektronik, tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM
dalam bentuk formulir kertas (hard copy).

Pasal 5
(1) PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam hal SPT
Masa PPN 1111 DM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) tidak disampaikan
dalam bentuk data elektronik.

(2) PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam hal PKP
yang dalam pelaporan kewajibannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dan tetap menyampaikan SPT Masa PPN 1111 DM dalam
bentuk formulir kertas (hard copy).
(3) PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pasal 6

(1) SPT Masa PPN 1111 DM dapat disampaikan oleh PKP dengan cara:

a. manual, yaitu:

1. disampaikan langsung ke KPP atau KP2KP; atau


2. disampaikan melalui pos, perusahaan jasa
ekspedisi atau jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat, ke KPP atau KP2KP, atau
b. elektronik, yaitu melalui e-Filing yang tata cara
penyampaiannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
(2) SPT Masa PPN 1111 DM yang disampaikan oleh PKP dengan cara manual
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi SPT Masa PPN 1111 DM yang
berbentuk formulir kertas (hard copy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1)
huruf a dan SPT Masa PPN 1111 DM yang berbentuk data elektronik yang
disampaikan dalam media elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3ayat (1)
huruf b angka 1.

Anda mungkin juga menyukai