PPN
Dasar Hukum
Dasar hukum PPN adalah UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBm
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 11 tahun 1994, diubah lagi dengan UU
No. 18 Tahun 2000, dan terakhir UU No. 42 Tahun 2009
Pendahuluan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 April
1985 untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU
No 8 tahun 1983. Kelebihan pengenaan PPN sesuai UU No. 8 Tahun 1983 (yang
merupakan hasil reformasi perpajakan tahun 1983) dibandingkan dengan PPn
(yang dipungut berdasarkan UU Pajak Penjualan Tahun 1951), yaitu:
1. Mekanisme pemungutan PPn tahun 1951 dalam pelaksanaannya menimbulkan
dampak kumulatif (pajak berganda). Hal ini mendorong WP untuk melakukan
penghindaran pajak atau penyelundupan pajak sehingga tidak netral terhadap
perdagangan dalam negeri maupun perdagangan internasional. Dalam UU PPN
yang baru terdapat mekanisme pengkreditan untuk menghindari adanya pengenaan
pajak berganda (cascade effect)
2. Sistem tarif yang sederhana. UU PPn Tahun 1951 memberlakukan 9 jenis tarif
sedangkan sejak UU PPN Tahun 1983 memberlakukan 1 jenis tarif sehingga
memudahkan pelaksanaan dan pengawasannya.
3. Menciptakan persaingan yang sehat karena atas impor dikenakan pajak dalam
jumlah yang sama dengan jumlah pajak yang dikenakan atas produksi di dalam
negeri pada tingkat harga yang sama sementara untuk ekspor dikenakan pajak
dengan tarif 0%
Karakteristik PPN di Indonesia
1. Pajak tidak langsung
Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan kepada pihak lain. Tanggung
jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang menyerahkan
barang atau jasa sedangkan pihak yang menanggung beban pajak berada pada
penanggung pajak (pihak yang memikul beban pajak).
2. Pajak objektif
Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek
pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak dipertimbangkan.
3. Multistage Tax
PPN dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai jalur produksi dan
distribusi (dari pabrikan sampai ke pertitel)
4. Nonkumulatif
PPN tidak bersifat kumulatif meskipun memiliki karakteristik multistage
tax karena PPN mengenal adanya meaknisme pengkreditan Pajak Masukan.
Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan unsur dari harga pokok barang atau
jasa
5. Tarif tunggal
PPN di Indonesia hanya mengenal satu jenis tarif yaitu 10% untuk penyerahan
dalam negeri dan 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak
6. Credit Method/Invoice Method/Indirect Substruction Method
Metode ini mengandung pengertian bahwa pajak yang terutang diperoleh dari
hasil pengurangan pajak yang dipungut atau dikenakan pada saar penyerahan
barang atau jasa-yang disebut Pajak Keluaran (output tax) –dengan pajak yang
dibayar pada saat pembelian barang atau penerimaan jasa-yang disebut Pajak
Masukan (input tax)
7. Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
Atas impor Barang Kena Pajak dikenakan PPN sedangkan atas ekspor Barang
Kena Pajak tidak dikenakan PPN. Prinsip ini menggunakan prinsip tempat
tujuan (destination principle), yaitu pajak dikenakan di tempat barang atau jasa
akan dikonsumsi.
8. Consumption Type Value Added Tax (VAT)
Dalam PPN di Indonesia, Pajak Masukan atas pembelian dan pemeliharaan
barang modal dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut atas
penyerahan BKP dan atau JKP,
Istilah dan Pengertian
1. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-undang Nomor
10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
2. Barang adalah barang berwujud, yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud.
3. Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam huruf b yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Barang Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
5. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak
tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang
karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan.
6. Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf e yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-undang ini.
7. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam huruf f.
8. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean adalah setiap kegiatan
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
9. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke dalam
Daerah Pabean.
10. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean adalah
setiap kegiatan pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah
Pabean karena suatu perjanjian di dalam Daerah Pabean.
11. Ekspor adalah setiap kegiatan mengeluarkan barang dari dalam Daerah Pabean ke
luar Daerah Pabean.
12. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual, termasuk kegiatan tukar
menukar barang, tanpa mengubah bentuk atau sifatnya.
13. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa,
organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap,
dan bentuk badan lainnya.
14. Pengusaha adalah orang pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam huruf m
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang
tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan
jasa dari luar Daerah Pabean.
15. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam huruf n
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak termasuk
Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
16. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk atau
sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau mempunyai daya
guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam termasuk menyuruh orang
pribadi atau badan lain melakukan kegiatan tersebut.
17. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai
Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan
yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
18. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini dan
potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
19. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
20. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang ini.
21. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya
membayar harga Barang Kena Pajak tersebut.
22. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya
menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya
membayar Penggantian atas Jasa Kena Pajak tersebut.
23. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak
yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak,
atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak yang digunakan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
24. Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar
oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau
penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak
berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak.
25. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak.
26. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
27. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut,
menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada
bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah tersebut.
28. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud adalah setiap kegiatan pemanfaatan
BKP Tidak Berwujud dari dalam Daerah Pabean di luar Daerah Pabean
29. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa Kena Pajak ke luar
Daerah Pabean.
Kewajiban Menyetor PPN
PPN merupakan pajak tidak langsung artinya pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dialihkan kepada orang lain atau pihak ketiga.Pihak-pihak yang
mempunyai kewajiban memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terdiri atas :
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerangan BKPdan atau JKP
didalam Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
BKP dan atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
PPN dan PPnBM.Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila
melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan brutomelebihi Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah) dalam satu
tahun. Termasuk Pengusaha Kena Pajak antara lain :
• Pabrikan atau Produsen
• Importer dan indetor
• Pengusaha yang memiliki hubungan istimewa dengan pabrikan atau importer
• Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importer
• Pemegang hak paten atau merk dagang BKP
• Pedagang besar
• Pengusaha yang melakukan hubungn penyerahan barang
• Pedagang eceran
2. Pengusaha Kecil yang dikukuhkan sebagai PKP.
Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan
atau JKP dengan jumlah peredaran bruto melebihi 600 juta per tahun.Perusahaan
Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP,selanjutnya wajib mlakukan
kewajiban halnya PKP.
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP
dari luar daerah pabean di dalam Daerah Pabean.
4. Orang pribadi dan badan yang melakukan impor barang kena pajak
5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penjualan barang yang menurut tujuan
semula tidak untuk dijual kembali.
6. Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau
pihak lain.
b. Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau
perairandengan kriteria :
1) Konstruksi utamanya terdiridari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis,
dan/atau baja.
2) Diperuntukan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, dan
3) Luas keseluruhan paling sedikit ±300m2.
7. Pemungut pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah, terdiri atas Kantor Perbendaharaan
Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah termasuk Bendahara Proyek.
Objek PPN
a. Penyerahan BKP di dalam daerah pabean oleh PKP dengan syarat:
• Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
• Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP tidak berwujud
• Penyerahan dilakukan di daerah pabean
• Penyerahkan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha/pekerjaan
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean oleh PKP dengan syarat:
• Jasa yang diserahkan merupakan JKP
• Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean
• Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha/pekerjaan
d. Pemanfaatan BKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean
f. Ekspor BKP oleh PKP
g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha/pekerjaan
oleh orang pribadi/badan yang dihasilkan digunakan sendiri/pihak lain.
h. Penyerahan BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan oleh PKP sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat
perolehannya menurut ketentuan yang dikreditkan.
Barang Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
b. barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;
c. makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya;
d. uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Jasa Kena Pajak yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai
a. jasa di bidang pelayanan kesehatan medik;
b. jasa di bidang pelayanan sosial;
c. jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko;
d. jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi;
e. jasa di bidang keagamaan;
f. jasa di bidang pendidikan;
g. jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan;
h. jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
i. jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
j. jasa di bidang tenaga kerja;
k. jasa di bidang perhotelan;
l. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum.
Penyerahan Terutang PPN
Penyerahan yang terutang PPN dikelompokkan menjadi:
1. Ekspor
2. Penyerahan dalam negeri, terdiri atas :
a. Penyerahan yang PPN-nya Harus Dipungut Sendiri, merupakan PPN atas
penyerahan BKP/JKP di dalam daerah Pabean/di dalam negeri selain kepada
pemungut PPN.
b. Penyerahan yang PPN-nya Dipungut oleh Pemungut PPN, merupakan penyerahan
BKP/JKP pada pemungut PPN.atas penyerahan ini PPN langsung dipungut oleh
pembeli yang disebut sebagai Pemungut PPN.
c. Penyerahan yang PPN-nya Tidak Dipungut, Impor dan penyerahan yang PPN dan
PPnBM-nya tidak dipungut terdiri atas :
1) Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai oleh hibah atau dana pinjaman luar
negeri (sesuai PP No.25 Tahun 2001)
2) Penyerahan BKP oleh PKP berstatus Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor
(EPTE) dan perusahaan pengelolahan di Kawasan Berikat (sesuai PP No.3 Tahun
1996)
d. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
3. Impor barang, pemasukan BKP, pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang,
penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan barang kena cukai
(BKC) dari Kawasan Berikat (sesuai PP No. 33 Tahun 1996 dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 101/PMK.04/2005)
4. Penyerahan BKP kepada Pengusaha sepanjang BKP tersebut digunakan untuk
menghasilkan BKP yang diekspor dan impor BKP yang dilakukan oleh Pengusaha
sepanjang BKP tersebut digunakan untuk menghasilkan BKP yang di ekspor
(sesuai PP No.30 Tahun 2005)
5. Penyerahan avtur (bahan bakar untuk pesawat terbang turbin gas yang batas titik
didihnya sekitar 150 derajad celcius–red ) untuk keperluan penerbangan
internasional (sesuai PP No.26 Tahaun 2005)
6. Impor dan penyerahan BKP oleh Toko Bebas Bea –TBB (sesuai Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 128/KMK.05/2000).
7. Impor sebagian BKP yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk (sesuai
keputusan Menteri Keuangan No.231/KMK 231/KMK.03/2001 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan peraturan Menteri Keuangan No. 616/PMP.03/2004)
8. Tempat penimbunan berikat dipulau batam,bintan, dan karimun (sesuai Peraturan
Menteri Keuangan No.60/PMK.04/2005 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan No.89/PMK.04/2005).
9. Atas impor BKP maupun pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP yang berasal
dari luar Pabean Indonesia serta perolehan dalam negeri BKP atau JKP oleh
Pengusaha di Pulau Bintan dan Pulau Karimun yang melakukan proyek tertentu
(sesuai Peraturan menteri Keuangan No.61/PMK.04/2005).
Impor dan Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya Dibebaskan .
Impor dan penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya dibebaskan terdiri atas :
1. Impor dan penyerahan BKP dan JKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN
(sesuai PP No.146 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan PPN No.38 tahun
2003).
2. Impor atau penyerahan BKP tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari
pengenaan PPN (sesuai PP No.12 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan PP No.46 Tahun 2003).
3. Pemberian restituti atau pembebasan PPN dan PPnBM kepada Perwakilan Negara
Asing atau Badan Internasional serta Pejabat atau Tenaga Ahlinya (sesuai UU
No.1 Tahun 1982 dan Keputusan Menteri Keuangan No.25/KMK.01/98 yang
diatur lebih lanjut dengan surat edaran Dirjen Pajak No.SE-10/PJ.52/98).
Penyerahan Tidak Terutang PPN
Penyerahan yang tidak terutang PPN merupakan penyerahan bukan BKP dan
bukan JKP, tidak termasuk penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut dan
penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
1. Barang Kena Pajak (BKP)
2. Bukan Barang Kena Pajak (Bukan BKP)
3. Jasa Kena Pajak (JKP)
4. Bukan Jasa Kena Pajak (Bukan JKP)
SAAT TERUTANG PPN
Terutang PPN menurut Pasal 11 Undang-Undang No.42 Tahun 2009 terjadi pada
saat :
1. Penyerahan BKP
2. Impor BKP
3. Penyerahan JKP
4. Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari Luar daerah Pabean
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
6. Ekspor BKP berwujud
7. Ekspor BKP tidak berwujud
8. Ekspor JKP
TEMPAT TERUTANG PPN
Tempat terutangnya PPN ditetapkan sebagai berikut :
1. Atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean /penyerahan JKP di dalam daerah
pabean/ekspor BKP tidak berwujud /ekspor JKP
2. Atas impor BKP
3. Atas pemanfaatan BKP tidak berwujud dan JKP dari Luar Daerah Pabean di dalam
Daerah pabean
4. Atas kegiatan membangun sendiri oleh PKP atau bukan PKP yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau kegiatan.
o PPN yang harus dibayar adalah sebesar : 10%x20%x jumlah seluruh barang
dagangan.
i. Jasa anjak piutang adalah 5% dari seluruh jumlah imbalan yang diterima berupa
service charge, provisi, dan diskon.
Cara menghitung PPN
PPN yang terutang = tarif x DPP
PPN yang terutang merupakan Pajak Keluaran (PK) yang dipungut oleh PKP
penjual dan merupakan Pajak Masukan bagi PKP pembeli.
Contoh :
1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai kepada PKP "B" 100 pasang sepatu @
Rp.100.000,00 = Rp.10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh PKP"A"
10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00
2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :
o Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
DPP adalah harga jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per
pasang = Rp 500.000,00
PPN yang terutang :
o Atas penjualan 80 pasang sepatu 10% x Rp.9.600.000,00 = Rp 960.000,00
Rp.15.000.000,00
PPN yang terutang 10% x Rp.10.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor 10% x 20% x Rp.15.000.000,00 = Rp. 300.000,00
4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM dengan
tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah mesin cuci
kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
o PPN yang terutang 10% x Rp.30.000.000,00 = Rp 3.000.000,00