Anda di halaman 1dari 11

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

A. Pengertian PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual


beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang
mendapat status Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pajak ini dikenakan dan disetorkan oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP), namun dibebankan kepada konsumen akhir.

PPN merupakan jenis pajak konsumsi yang dalam bahasa Inggris disebut Value Added


Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak tidak langsung,
maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak
atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak
yang ia tanggung.

Pajak Pertambahan Nilai bersifat objektif, tidak kumulatif. Subjek pajaknya terdiri
dari Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP, harus dipahami subjek pajak ini berbeda
dengan Wajib Pajak. Subjek pajak belum memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sedangkan Wajib Pajak sudah memiliki kewajiban untuk membayar pajak.

Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau
produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak yang disingkat PKP. Pengusaha
Kena pajak (PKP) diwajibkan untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan juga pelaporan
PPN. Definisi Pengusaha Kenap pajak adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki
jumlah penjualan barang atau jasa lebih dari Rp 4,8 miliyar sesuai dengan ketentuan PMK
No.197/PMK.03/2013.Jika sebuah usaha belum memiliki jumlah penjualan sebesar Rp 4,8
Milyar maka pengusaha tidak diwajibkan untuk membayar pajak pertambahan nilai. Batas
pelaporan PPN dilakukan paling lambat adalah akhir bulan setelah ditetapkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.

Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP, dikenal istilah pajak keluaran dan
pajak masukan. Pajak keluaran adalah PPN yang dipungut ketika PKP menjual produknya,
sedangkan pajak masukan adalah PPN yang dibayar ketika PKP membeli, memperoleh, atau
membuat produknya.
Dasar hukum dari penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia adalah Undang-
undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah yang disebut Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Penyebutan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 dengan nama Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 yang berlaku 1 April 1985 adalah
Undang-Undang Nomor. 11 Tahun 1994 (berlaku 1 Januari 1995), Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2000 (berlaku 1 Januari 2001), dan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 (berlaku 1 Januari 2010).

B. Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Objek Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam pasal 4 Undang-undang PPN
1984 dan perubahannya (UU 42 Tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2010)
adalah:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
2. Impor Barang Kena Pajak;
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

Objek Pajak Pertambahan Nilai yang lain diatur dalam pasal 16 C dan Pasal 16 D UU
PPN 1984 dan perubahannya yaitu

1. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan
Keputusan Menteri Keuangan
2. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak,
kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan.
C. Bukan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Jenis barang dan jenis jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN diatur dalam Pasal 4A
Undang-Undang No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang No. 42 Tahun 2009, yaitu:

Barang tidak kena PPN :

 Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya,
meliputi:

1. minyak mentah (crude oil).


2. Gas bumi tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat.

3. Panas bumi.
4. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu
permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit,
granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien,
oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat(phospat), talk, tanah serap (fullers
earth),tanah diatome, tanah liat, tawas (alum),tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit.
5. Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara dan.

6. Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih


bauksit.

 Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, meliputi:


1. Beras

2. Gabah

3. Jagung

4. Sagu

5. Kedelai

6. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium

7. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas,digarami,
dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
8. Telur, yaitu telur yang tidak diolah,termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau
dikemas
9. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas
10. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses
dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak
dikemas
11. Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah

 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel,restoran, rumah makan, warung, dan


sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa
boga atau katering.
 Uang, emas batangan, dan surat berharga

Jasa tidak kena PPN :

 Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:

1. Jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi.


2. Jasa dokter hewan.

3. Jasa ahli kesehatan, seperti ahli akupunktur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi.

4. Jasa kebidanan dan dukun bayi.

5. Jasa paramedis dan perawat.

6. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan,


dan sanatorium.
7. Jasa psikolog dan psikiater. ((konsultan kesehatan))

8. Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.

 Jasa pelayanan sosial, meliputi:


1. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo.

2. Jasa pemadam kebakaran.

3. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan.


4. Jasa lembaga rehabilitasi.
5. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium.

6. jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.

 Jasa pengiriman surat dengan prangko meliputi jasa pengiriman surat dengan


menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
 Jasa keuangan, meliputi:
1. Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu.
2. Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain
dengan menggunakan surat,sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek,
atau sarana lainnya.
3. Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
a) sewa guna usaha dengan hak opsi;
b) anjak piutang;
c) usaha kartu kredit; dan/atau
d) pembiayaan konsumen;
4. Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia
5. Jasa penjaminan

 Jasa asuransi
 Jasa keagamaan, meliputi:
1. Jasa pelayanan rumah ibadah.

2. Jasa pemberian khotbah atau dakwah.

3. Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan


4. Jasa lainnya di bidang keagamaan.

 Jasa pendidikan, meliputi:


1. Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan
umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.
2. Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
 Jasa kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang
kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang
diselenggarakan secara cuma-cuma.
 Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
 Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri.
 Jasa tenaga kerja, meliputi:
1. Jasa tenaga kerja.
2. Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak
bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut.
3. Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

 Jasa perhotelan, meliputi:


1. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan
perhotelan untuk tamu yang menginap.
2. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, dan hostel.

 Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum
 Jasa penyediaan tempat parkir
 Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam
 Jasa pengiriman uang dengan wesel pos
 Jasa boga atau catering

D. Dasar Pengenaan Pajak PPN


Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:

1. Harga Jual. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantia. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Jasa
Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

3. Nilai Impor. Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea
Masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang Kena Pajak.

4. Nilai Ekspor. Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain. Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak PPN) yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 sebagai
berikut:

1. Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya adalah jumlah
harga jual.

2. Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat Pasal 1
angka 20 UU PPN).

3. Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.

4. Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai lain adalah
suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar Pengenaan PPN atas jenis
penyerahan BKP/JKP tertentu.

E. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Penentuan besaran tarif PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Berikut ini daftar tarif dari PPN:

 Tarif PPN 0% berlaku untuk ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Kena Pajak
Tidak Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak.
 Tarif PPN 10% berlaku untuk semua produk yang beredar di dalam negeri, termasuk di
daerah Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-
undang yang mengatur tentang kepabeanan.
 Tarif PPN atas barang mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.
 Khusus untuk barang dan jasa yang terkena tarif PPN 10%, besaran tarif tersebut masih
dapat diubah menjadi paling rendah 5% hingga paling tinggi 20% mengikuti peraturan
pemerintah yang berlaku.

Tarif PPN yang dikenakan kepada pembeli akan tertulis jelas pada setiap bukti transaksi
jual beli. Artinya, harga yang nantinya dibayar akan ditambah dengan jumlah PPN. Namun,
jika kita tidak menemukan keterangan PPN pada struk, artinya total harga yang tertera sudah
termasuk PPN.

F. Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai


Contoh PPN 1 :
PT. Mentari merupakan PKP yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2016,
PT Mentari melakukan berbagai transaksi sebagai berikut:

1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.800.000.000.


2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang
sebesar Rp880.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN.
3. PT. Mentari juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di kawasan
pergudangan sendiri dengan biaya sebesar Rp660.000.000.
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga
Rp3.000.000 termasuk keuntungan Rp300.000.
Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus sebagai berikut:

1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp660.000.000
dan harga tersebut sudah termasuk PPN.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan
berapa total PPN yang disetorkan?

Jawab:

 Transaksi pertama:
PPN = 10% x Rp1.800.000.000 = Rp180.000.000 (pajak keluaran/penjualan)
 Transaksi kedua:

DPP = 100/110 x Rp880.000.000 = Rp800.000.000

PPN = 10% x Rp800.000.000 = Rp80.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

 Transaksi ketiga:

DPP = 20% x Rp660.000.000 = Rp132.000.000

PPN = 10% x Rp132.000.000 = Rp13.200.000 (pajak keluaran)

 Transaksi keempat:

DPP = Rp3.000.000 – Rp300.000 = Rp2.700.000 (pajak keluaran)

 Transaksi tambahan:

DPP = 100/110 x Rp660.000.000 = Rp600.000.000

PPN = 10% x Rp600.000.000 = Rp60.000.000 (pajak masukan)

Total PPN yang harus disetorkan:

 PPN keluaranya:

Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat

Rp180.000.000 + Rp80.000.000 + Rp13.200.000 + Rp2.700.000 = Rp275.900.000

 PPN masukannya:

Rp60.000.000

 PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan

Rp275.900.000 – Rp60.000.000 = Rp215.900.000

Jadi, total PPN yang perlu PT. Mentari setorkan atas transaksi yang dilakukan selama
Agustus 2016 tersebut adalah sebesar Rp215.900.000.
Contoh PPN 2
Toko Surya menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar
Rp8.000.000. Lalu, berapakah PPN terutang Toko Surya yang wajib disetorkan?

Jawab:

 Total DPP atas penjualan 20 kulkas:

20 x Rp8.000.000 = Rp160.000.000

 PPN =

10% x Rp160.000.000 = Rp16.000.000

Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Surya adalah sebesar Rp16.000.000.

Anda mungkin juga menyukai