Anda di halaman 1dari 7

DASAR HUKUM PPn DAN PPnBM

1. Dasar Hukum

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang tetap dinamakan Undang-undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984.

Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2002 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.

Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak
Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Peraturan Pemerintah Nomor 145 Tahun 2000 tentang Kelompok Barang Kena Pajak yang
Tergolong Mewah yang Dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2006.

Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.

2. Barang Kena Pajak


Barang kena pajak adalah barang bergerak atau barang tidak bergerak maupun barang
tidak berwujud yang dikenakkan pajak berdasarkan Undang-Undang ini.
3. Pengecualian BKP
Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena
Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali karena
pertimbangan tertentu dikecualikan dari pengenaan PPN.
Dengan pertimbangan ekonomi, sosial, dan budaya tidak semua barang dan atau jasa
dikenakan PPN. Barang-barang tersebut merupakan barang hasil pertambangan atau
pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang kebutuhan pokok
yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, barang-barang yang sudah dikenakan
pajak daerah, serta barang-barang yang merupakan alat tukar.
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya, meliputi :
a. minyak mentah;
b. gas bumi;
c. panas bumi;
d. pasir dan kerikil;
e. batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f. bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit
2. Barang-barang kebutuhan pokokyang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu:
a. Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam
atau beras ketan putih dalam bentuk :
 Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;
 Digiling
 Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun
tidak;
 Beras pecah
 Menir (groats) dari beras.
b. Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning
kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk :
 Jagung yang telah dikupas maupun belum/jagung tongkol dan biji
jagung/jagung pipilan;
 Menir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
c. Sagu, dalam bentuk :
 empulur sagu
 tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu
d. Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau, kedelai kuning atau
kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e. Garam baik yang beryodium maupun tidak beryodium termasuk :
 Garam meja
 Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atu lebih, dengan kadar Na Cl
minimum 94,7% (dry basis)
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, di restoran, rumah makan, warung,
dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat
maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha
katering atau usaha jasa boga.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
4. Jasa Kena Pajak
Jasa kena pajak adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang/ fasilitas/ kemudahan/ hak tersedia
untuk dipakai, termasuk menghasilkan barang berdasarkan pesanan dengan bahan dan
petunjuk pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN.
Diantaranya : Jasa konsultan, jasa sewa, jasa konstruksi, jasa perantara, dsb.
Pada dasarnya semua jasa merupakan Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali yang dinyatakan
lain oleh Undang-Undang PPN itu sendiri. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN adalah
jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
 jasa pelayanan kesehatan medis;
 jasa pelayanan sosial;
 jasa pengiriman surat dengan perangko;
 jasa keuangan;
 jasa asuransi;
 jasa keagamaan;
 jasa pendidikan;
 jasa kesenian dan hiburan;
 jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
 jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
 jasa tenaga kerja;
 jasa perhotelan;
 jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum;
 jasa penyediaan tempat parkir;
 jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
 jasa pengiriman uang dengan wesel pos;
 jasa boga atau katering.
5. Pengusaha Kena Pajak
Pengusaha Kena Pajak, sering disebut PKP adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan
pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan
perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Sedangkan Pengusaha dapat didefinisikan sebagai orang pribadi atau badan dalam
bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan,
memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa,
atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
Singkatan PKP juga biasa dipakai untuk menyebut Penghasilan Kena Pajak dalam
konteks Pajak Penghasilan.
6. Penyerahan Barang Kena Pajak
Pengertian penyerahan dimaksudkan sebagai penyerahan hak, pengalihan hak atas
barang, pemakaian sendiri dan penyerahan lainnya seperti penyerahan karena
konsinyasi. Termasuk dalam pengertian penyerahan barang Kena Pajak sesuai dengan
Undang-undang PPN adalah :
Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian.
Perjanjian yang dimaksudkan meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan
angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
Pengalihan Barang Kena Pajak karena satu perjanjian sewa beli dan atau perjanjian
sewa guna usaha (leasing).
Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau
perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan
karena perjanjian sewa guna usaha adalah penyerahan yang disebabkan oleh
perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan
hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual Barang
Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena pengusaan atas Barang
Kena Pajak telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada
lessee, maka penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat
perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saatnya berpindahnya pengusaan secara
nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebIh dahulu daripada saat
ditandatanganinya perjanjian.
Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau
perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa
tertentu, misalnya komisioner. Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah
juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak.
Pemakaian sendiri diartikan sebagai pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri,
pengurus, atau karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai
pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang
untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
Barang Kena Pajak berupa persediaan dan atau aktiva yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan.
Persediaan Barang Kena Pajak dan asset yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan
dengan pemakaian sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak.
Khusus untuk asset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, hanya
dikenakan PPN apabila memenuhi persyaratan, yaitu bahwa PPN yang dibayar pada
saat perolehanya dapat dikreditkan.
Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan atau
penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang.
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terutang, yaitu
tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai
pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka undang-undang ini menganggap
bahwa pemindahan Barang Kena Pajak antartempat tersebut merupakan penyerahan
Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk
antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran, dan sejenisnya.
Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi.
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu Barang
Kena Pajak bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan
tersebut.
Sebaliknya jika Barang Kena Pajak titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan
untuk dikembalikan kepada pemilik Barang Kena Pajak pengusaha yang menerima
titipan tersebut dapat menggunakan ketentuan mengenai pengembalian Barang Kena
Pajak (retur) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5A tentang PPN dan PPn BM. Perlu
diketahui bahwa penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi oleh pengusaha
kecil sesuai dengan ketentuan Undang-undang PPN, tidak dikenakan pajak
Pertambahan Nilai.
Penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian
pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah yang penyerahannya
dianggap langsung dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan
Barang Kena Pajak.
Tidak termasuk dalam penyerahan Barang kena Pajak adalah :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal Pengusaha Kena Pajak
tersebut telah memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang
4. Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang
melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena
Pajak.
5. Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang
Pajak Masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.
7. Objek PPN
Dalam UU PPN, dikenal istilah barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP).
BKP adalah objek PPN yang berbentuk barang baik barang berwujud maupun barang
tidak berwujud. Sedangkan JKP adalah objek PPN yang berbentuk jasa.
Objek PPN diatur di Pasal 4 UU PPN, di mana disebutkan bahwa PPN dikenakan
atas:
- penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- impor BKP;
- penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean;
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- ekspor BKP oleh PKP;
- ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, dan
- ekpor JKP oleh PKP.
Walaupun demikian, penyerahan yang menjadi objek ada syaratnya. Hal ini diatur
dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU PPN. Berikut syarat penyerahan BKP/JKP :
1. Yang diserahkan merupakan BKP, BKP tidak berwujud, dan JKP;
2. Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean; dan
3. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
8. Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pungutan resmi tambahan
selain PPN atas : penyerahan BKP yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh
PKP yang menghasilkan BKP tersebut di dalam Daerah Pabean atau atas impor
Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Dasar HukumDasar hukum PPnBM yaitu :
- Pasal 5, Pasal 8 dan Pasal 10 UU PPN
- PP Nomor 145 Tahun 2000
- KMK-569/2000 sttd PMK-355/2003
- KMK-570/2000 diganti dgn PMK-620/04
- PMK-35/2008

Anda mungkin juga menyukai