Anda di halaman 1dari 16

Materi persentasi pajak

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual

beli barang atau jasa dalam negeri oleh wajib pajak orang pribadi, wajib pajak badan, dan

pemerintah. Dalam bahasa Inggris, PPN biasa disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods

and Services Tax (GST).

PPN bersifat objektif, tidak kumulatif, dan termasuk jenis pajak tidak langsung. Dimaksud

tidak langsung artinya pajak tersebut disetorkan oleh pihak lain, dalam hal ini pedagang

bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, konsumen akhir yang menjadi penanggung

pajak tidak menyetorkan langsung ke kas negara.

Dasar hukum PPN di Indonesia mendapatkan tiga kali perubahan. Perubahan yang terjadi

dilakukan agar lebih sederhana dan adil untuk masyarakat. Saati ini dasar hukum PPN

tercantum pada Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai

Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Apa itu PPN? Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas
transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak
badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Jadi, yang berkewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN adalah para
Pedagang/Penjual. Namun, pihak yang berkewajiban membayar PPN adalah Konsumen
Akhir.

PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dikenakan dan disetorkan oleh pengusaha atau perusahaan
yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Namun beban PPN tersebut ditanggung oleh konsumen akhir. Sejak 1 Juli 2016, PKP se-
Indonesia wajib membuat faktur pajak elektronik atau e-Faktur untuk menghindari penerbitan
faktur pajak fiktif untuk pengenaan PPN kepada lawan transaksinya.

Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 Tentang Pajak Pertambahan Nilai


Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, objek yang dikenakan atas PPN
adalah:
Yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut dengan Objek PPN adalah:

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah
Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
 Impor Barang Kena Pajak
 Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan Ekspor Jasa Kena Pajak
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Barang Kena Pajak (BKP)


•                Barang Kena Pajak (BKP) merupakan barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak
berwujud, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
•                Pengaturan cakupan BKP dalam UU PPN bersifat “negative list”, dalam artian
bahwa pada prinsipnya seluruh barang merupakan BKP, kecuali ditetapkan sebagai barang
yang tidak dikenai PPN. 
 

Barang yang Tidak Dikenai PPN (Non-BKP)

1. Barang hasil pertambangan, penggalian, pengeboran yang diambil langsung dari


sumbernya:
2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak:
a. beras, gabah, jagung, sagu, kedelai
b. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
c. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses
disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas,
digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
d. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan,
atau dikemas
e. susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun
dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas
atau tidak dikemas
f. buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui
proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau
tidak dikemas; dan
g. sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau
disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, tidak termasuk yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering
4. Uang, emas batangan, dan surat berharga (misalnya saham, obligasi)
1. minyak mentah (crude oil)
2. gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh
masyarakat
3. panas bumi
4. asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,
bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips,
kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan
kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit; dan
5. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih
bauksit.
Jasa Kena Pajak (JKP)

 Jasa Kena Pajak (JKP) merupakan setiap kegiatan pelayanan berdasarkan surat
perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas,
kemudahan, atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang pesanan atau permintaan dengan bahan dan/atau petunjuk dari
pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.
 Seperti halnya cakupan BKP, pengaturan cakupan JKP dalam UU PPN juga bersifat
“negative list”, dalam artian bahwa pada prinsipnya seluruh jasa merupakan JKP,
kecuali ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenai PPN. 
 

Jasa yang Tidak Dikenai PPN (Non JKP)

1.      Jasa pelayanan kesehatan medis

2.      Jasa pelayanan sosial

3.      Jasa pengiriman surat dengan perangko

4.      Jasa keuangan

5.      Jasa asuransi

6.      Jasa keagamaan

7.      Jasa Pendidikan

8.      Jasa kesenian dan hiburan

9.      Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan

10.   Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri

11.   Jasa tenaga kerja

a.      Jasa perhotelan

b.      Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum

c.       Jasa penyediaan tempat parker


d.       Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam

e.      Jasa pengiriman uang dengan wesel pos

f.       Jasa boga atau katering

Terdapat jenis barang yang tidak dikenakan PPN, antara lain:

1. Barang hasil pertambangan atau pengeboran bumi.

2. Barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, susu, daging, sayur, dan lainnya.

3. Makanan dan minuman yang disajikan di restoran atau rumah makan

4. Uang, emas batangan, dan surat berharga

5. Jasa pelayanan medis, pelayanan sosial, jasa keuangan, asuransi, pendidikan, dan

sebagainya.

Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Tarif PPN menurut ketentuan Undang-Undang No.42 tahun 2009 pasal 7 :

1. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah 10% (sepuluh persen).


2. Tarif PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
o Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
o Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
o Ekspor Jasa Kena Pajak
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berubah menjadi paling rendah
5% (lima persen) dan paling tinggi sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana
diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP di dalam Daerah Pabean,
dan/atau melakukan ekspor BKP (baik BKP Berwujud maupun BKP Tidak Berwujud)
dan/atau JKP, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak (PKP) dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

Pengecualian PKP

 Pengecualian pengukuhan sebagai PKP diberikan bagi pengusaha kecil yang


batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
 Pada saat ini, batasan pengusaha kecil tersebut diatur dalam PMK
197/PMK.03/2013, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP
dengan omzet tidak lebih dari Rp4,8 miliar setahun.
 Namun, UU PPN memberikan ruang bagi pengusaha kecil dimaksud untuk dapat
dikukuhkan menjadi PKP yang diatur lebih lanjut dalam PMK 40/PMK.03/2010.
Pemungut PPN

 Dalam rangka lebih memudahkan pemungutan PPN dan/atau PPnBM yang terutang
atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan, Pemerintah menunjuk pihak
tertentu untuk memungut, menyetorkan dan melaporkan PPN yang terutang.
 Pihak tertentu tersebut meliputi bendahara pemerintah, badan, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
 Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan
sebagai berikut:

 PPN = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

 Dasar pengenaan pajak terdiri dari:

 1. Harga jual & penggantian

 Harga jual dan penggantian adalah biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh
penjual karena penyerahan BKP/JKP.

 2. Nilai ekspor & impor

 Nilai ekspor dan impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP atau semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

 3. Nilai lain

 Sedangkan nilai lain ini diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk menjamin
rasa keadilan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

 Contoh Kasus:

 Pada Oktober 2022, PT AAA  menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000 pada PT BBB.

 Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 11% x Rp25.000.000 = Rp2.750.000

 PPN sebesar Rp2.750.000 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak PT AAA dari PT BBB.

etentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Luar Negeri

Pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terdapat beberapa objek yang termuat di dalamnya
seperti PPN dalam sektor ekspor dan impor Barang Kena Pajak (BKP).
Selain itu juga pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) baik dari dalam maupun luar Daerah
Pabean atau Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean maupun
PPN Jasa Luar Negeri.

a. Ketentuan Aturan PPN Jasa Luar Negeri

Selanjutnya, terdapat aturan tentang batasan untuk transaksi Jasa Kena Pajak dari luar negeri
yang diatur dalam pasal 4 Ayat 1 SE-147/PJ/2010, bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
akan dikenakan atas Jasa Luar Negeri dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Penyerahan dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal di luar
Daerah Pabean.
2. Pengenaan Jasa Luar Negeri dapat dilakukan di dalam maupun di luar Daerah Pabean,
selama kegiatan pemanfaatan jasa tidak menyebabkan Orang Pribadi atau Badan yang
bertempat tinggal di luar Daerah Pabean menjadi subjek pajak dalam negeri.
3. Aktivitas pemanfaatan Jasa Luar Negeri dilakukan di dalam Daerah Pabean.
4. Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri dimanfaatkan oleh siapapun dalam Daerah
Pabean.
5. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Luar Negeri tidak melihat status
penggunanya, baik Orang Pribadi maupun Badan, atau telah menjadi Pengusaha Kena Pajak
(PKP) maupun belum.

Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri bisa terutang, sebab terjadi ketika pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sedang dalam proses pembayaran atau baru saja
dimulai.

Dengan catatan pembayaran tersebut diterima sebelum penyerahan Jasa Luar Negeri.

Ketentuan Waktu Pemanfaatan Jasa Luar Negeri

1. Waktu pemanfaatan jasa merupakan saat dimana Jasa Luar Negeri tersebut digunakan
secara nyata digunakan oleh pihak yang berkepentingan.
2. Jasa Luar Negeri dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya.
3. Terjadi penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan.
4. Harga perolehan Jasa Kena Pajak dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh
pengguna.Ditandatanganinya kontrak dan perjanjian yang telah ditetapkan oleh Direktur
Jenderal Pajak.
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terutang atas penggunaan Jasa Luar Negeri
harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.

c. Cara Menghitung PPN Jasa Luar Negeri

Cara menghitung PPN atas Jasa Luar Negeri yaitu:

Tarif PPN x jumlah yang seharusnya dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan Jasa Luar
Negeri

Perusahaan BBB memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari Singapura yang telah
memberikan pelatihan pengembangan personality pada perusahaannya.
Harta tenaga ahli tersebut adalah sebesar Rp600.000.000.

Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus jumlah
bersih termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai.

Tarif PPN yang digunakan sesuai RUU HPP yang sebesar 11%.

Sehingga dalam hal ini, Sobat Klikpajak dapat menerapkan rumus kedua yaitu 11/100 x
Rp600.000.000, untuk menetapkan jumlah PPN yang menjadi beban dan harus dibayarkan
untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut.

Dari perhitungan tersebut, maka PPN atas pembayaran jasa tenaga ahli dari Singapura itu
sebesar Rp66.000.000.

Saat terutangnya PPN adalah ketika transaksi barang/jasa kena pajak dalam tahap seperti
berikut:

1. BKP berwujud diserahkan langsung ke pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas
nama pembeli
2. BKP berwujud/JKP diserahkan langsung ke penerima barang pemberian cuma-
cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan antar cabang
3. BKP berwujud diserahkan ke juru kirim atau pengusaha jasa angkutan (kurir)
4. Penyerahan BKP berwujud berdasarkan hukum dan sifatnya berupa barang tidak
bergerak terjadi saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP berwujud
tersebut
5. Impor BKP yang terjadi saat BKP dimasukkan ke dalam daerah pabean
6. Pemanfaatan BKP tidak berwujud/JKP dari luar pabean
7. Perjanjian atau kontrak ditandatangani atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian, atau seluruhnya atas BKP tidak
berwujud/JKP
8. Harga atas penyerahan BKP berwujud atau tidak berwujud/JKP diakui sebagai
piutang atau penghasilan, atau saat diterbitkannya Faktur Penjualan sesuai prinsip
akuntansi yang berlaku umum dan diimplementasikan secara konsisten

Pengertian PPN Masukan dan Keluaran

PPN masukan dan keluaran merupakan dua istilah yang dikenal dalam jenis pajak PPN.
Fungsinya untuk menghitung seberapa besar PPN yang perlu wajib pajak setorkan ke
pemerintah.

PPN masukan merupakan pajak yang dikenakan ketika Pengusaha Kena Pajak (PKP)
melakukan pembelian atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
Sedangkan PPN keluaran merupakan pajak yang dikenakan saat PKP melakukan penjualan
terhadap BKP/JKP.

Secara sederhana penghitungan PPN masukan dan keluaran itu ketika PKP
mengkreditkan/mengurangkan pajak masukan dalam satu masa pajak dengan PPN keluaran
dalam masa pajak yang sama.
Jika dalam suatu masa pajak PPN keluaran ternyata lebih besar, maka kelebihan pajak
keluaran tersebut harus disetorkan kepada negara. Namun, jika yang kelebihan adalah PPN
masukannya, maka PKP bisa mendapatkan kompensasi di masa pajak selanjutnya atau PKP
bisa mengajukan restitusi pajak.

Pajak Masukan
Pajak Masukan adalah pajak yang dikenakan saat PKP melakukan pembelian

atas Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) dalam masa pajak

tertentu. Untuk memperhitungkan sisa pajak terutang, pajak masukan dijadikan

kredit pajak oleh PKP.

Bagi PKP yang belum berproduksi, Pajak Masukan diperkenankan untuk dikreditkan

kecuali Pajak masukan bagi pengeluaran untuk:

 Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha menjadi PKP

 Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan

kegiatan usaha

 Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station

wagon, kecuali barang dagangan atau disewakan

 Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar daerah pabean

sebelum pengusaha menjadi PKP

 Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan

 Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar daerah pabean yang

faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan

 Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan

ketetapan pajak

 Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam

Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu pemeriksaan

 Perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi

 
Dalam penerapannya, pajak masukan dan pajak keluaran dijadikan kredit pajak

dalam suatu masa pajak yang sama. Kelebihan pajak keluaran harus disetor ke kas

negara saat kondisi pajak keluaran lebih besar dalam masa pajak. Hal tersebut

berlaku sebaliknya pada pajak masukan, saat pajak masukan lebih besar dari pajak

keluaran dalam masa pajak, kelebihan pajak masukan dapat dikompensasikan ke

masa pajak berikutnya.


Pajak Keluaran
Pajak keluaran adalah pajak terutang yang wajib dipungut PKP saat melakukan

penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud/Tidak

Berwujud dan ekspor Jasa Kena Pajak. Sebagai bukti pungutan PPN maka PKP

diharuskan untuk menerbitkan faktur pajak.

Sebagai pajak objektif, pemungutan PPN ditekankan pada objek yang dikenakan

pajak. Pengenaan pajak keluaran diawali dengan penetapan tarif barang/jasa

kemudian pihak penjual melakukan pemungutan pajak.

Saat PKP telah melakukan transaksi jual beli, artinya PKP telah memungut rupiah

yang dihasilkan dari penjualan yang dibeli konsumen dan nantinya dapat berfungsi

sebagai kredit pajak. 3 bulan setelah masa pajak berakhir merupakan batas waktu

melakukan pengkreditan pajak. Bukti pungutan PPN menggunakan faktur pajak

sebagai bukti

Contoh Penghitungan PPN Keluaran

Pengusaha yang sudah PKP menjual laptop sebanyak 20 unit dengan harga satuannya sebesar
Rp5.000.000. Tentukan besar PPN keluarannya!

Harga 1 laptop: Rp5.000.000

PKP menjual sebanyak 20 unit = 20 x Rp5.000.000 = Rp100.000.000

Maka PPN-nya: Rp100.000.000 x 10% (tarif PPN) = Rp10.000.000


Jadi, PPN sebesar Rp10.000.000 merupakan PPN Keluaran PKP yang menyerahkan atau
menjual BKP dalam bentuk laptop tersebut.

Contoh Penghitungan/Pengkreditan PPN Masukan

Untuk menemukan PPN terutang yang harus Anda setorkan ke kas negara, sebelumnya Anda
harus melakukan pengurangan antara PPN keluaran dan masukan yang dapat dikreditkan.
Hasil dari pengurangan tersebutlah yang harus disetorkan oleh PKP ke kas negara.

Meski pajak masukan ini dapat dikreditkan, namun ada batasan waktu pajak masukan bisa
dikreditkan. Pajak masukan dapat dikreditkan dengan PPN keluaran pada masa pajak yang
sama. Dapat pula dikreditkan pada masa pajak berikutnya, namun selambat-lambatnya dalam
waktu 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak.

Agar Anda bisa lebih memahami mekanisme pengkreditan pajak masukan, mari simak
contohnya sebagai berikut:

Pengusaha yang sudah PKP dalam masa pajak Februari 2016 memiliki komposisi PPN
sebagai berikut ini:

Atas penyerahan BKP, PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp100.000.000. Sedangkan pajak
masukannya sebesar Rp90.000.000.

Maka PPN keluaran – pajak masukan = Rp100.000.000 – Rp90.000.000 = Rp10.000.000


(PPN kurang bayar).

–  Pada masa pajak Maret 2016

PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000

Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp130.000.000

Maka, PPN keluaran – pajak masukan = – Rp20.000.000 (kelebihan PPN)

–  Pada masa pajak April 2016

PPN keluaran PKP tersebut sebesar Rp110.000.000

Sedangkan pajak masukannya sebesar Rp90.000.000

Maka, PPN keuaran – pajak masukan = Rp20.000.000 (PPN kurang bayar)

PPN kurang bayar sebesar Rp20.000.000

Kelebihan bayar pada bulan Rp20.000.000

Jadi PPN masa April Rp0 atau nihil.

Baik PPN keluaran dan masukan yang dilakukan oleh PKP ini wajib dituangkan dalam faktur
pajak sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP/JKP.
Mengenal Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM)
Apa itu Pajak Penjualan Barang Mewah?

 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ialah pajak yang


dikenakan pada barang yang tergolong mewah kepada produsen
untuk menghasilkan atau mengimpor barang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya. PPnBM hanya dikenakan 1 kali pada saat
penyerahan barang ke produsen
 Pengertian menghasilkan barang ialah kegiatan:
o merakit, yaitu menggabungkan bagian-bagian lepas dari suatu
barang menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
Contohnya merakit mobil, barang elektronik, dan perabot rumah
tangga
o memasak, yaitu mengolah barang dengan cara memanaskan
baik dicampur bahan lain maupun tidak
o mencampur, yaitu mempersatukan dua atau lebih unsur untuk
menghasilkan satu atau lebih barang lain
o mengemas, yaitu menempatkan suatu barang ke dalam suatu
benda untuk melindunginya dari kerusakan atau meningkatkan
pemasarannya
o membotolkan, yaitu memasukkan minuman atau benda cair ke
dalam botol yang ditutup menurut cara tertentu
o kegiatan lain yang sama dengan kegiatan tersebut yang
dikerjakan dengan bantuan orang atau badan usaha lain

Apa pertimbangan suatu barang dikenai PPnBM?

Dalam UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pasal 5, pertimbangan suatu


barang dikenakan PPnBM, yaitu:

 keadilan pembebanan pajak antara konsumen berpenghasilan rendah


dengan konsumen berpenghasilan tinggi
 pengendalian konsumsi barang mewah
 perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional
 pengamanan penerimaan negara
 

Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah


 barang yang bukan barang kebutuhan pokok
 barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
 barang yang umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi
 barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status
 

Kapan PPnBM Dipungut?

 Prinsip pemungutannya hanya 1 kali saja, saat:


o penyerahan oleh pabrikan atau produsen barang yang tergolong
mewah
o impor barang yang tergolong mewah
 Penyerahan pada tingkat berikutnya tidak lagi dikenai PPnBM

Berapa tarif PPnBM?

 Tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%*


 Perbedaan tarif PPnBM didasarkan pada pengelompokan barang yang
tergolong mewah yang dikenai PPnBM
 Pengelompokan barang-barang yang dikenai PPnBM terutama
didasarkan pada:
 tingkat kemampuan golongan masyarakat yang menggunakan barang
tersebut, disamping didasarkan pada nilai guna barang bagi
masyarakat pada umumnya
 konsultasi dengan DPR
 PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang yang
tergolong mewah di dalam negeri. Oleh karena itu, barang mewah
yang diekspor atau dikonsumsi di luar negeri dikenai PPnBM dengan
tarif 0%. PPnBM yang telah dibayar atas perolehan barang mewah
yang diekspor tersebut dapat diminta kembali
*UU PPN Pasal 8

Apa saja barang yang dikenakan PPnBM?

 Kendaraan bermotor, kecuali untuk kendaraan ambulan, kendaraan


jenazah, kendaraan pemadam kebakaran, kendaraan tahanan,
kendaraan angkutan umum, kepentingan negara
 Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen,
kondominium, totan house, dan sejenisnya
 Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau
angkutan udara niaga
 Kelompok balon udara
 Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara 
 Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk kepentingan negara,
angkutan umum atau usaha pariwisata

Tarif PPnBM Kendaraan Bermotor

Berdasarkan PMK Nomor 33/PMK.010/2017 tarif PPnBm untuk kendaraan bermotor


ditetapkan sebagai berikut:

1. Tarif PPnBM sebesar 10% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang sampai dengan 15 orang termasuk


pengemudi, dengan motor bakar cetus api (diesel/semi diesel), baik yang dilengkapi dengan
motor listrik maupun tidak, dengan semua kapasitas isi silinder.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar cetus api, baik yang dilengkapi dengan
motor listrik maupun tidak, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 1.500 cc.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel). baik
dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan
kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc.
2. Tarif PPnBM sebesar 20% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain
sedan atau station wagon, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan motor bakar cetus api,
baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1.500 cc sampai dengan 2.500 cc.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak,
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1.500 cc sampai dengan 2.500 cc.
 Kendaraan bermotor dengan kabin yang dirancang untuk 2 baris tempat duduk (double cabin)
untuk penumpang melebihi 3 orang tetapi tidak melebihi 6 orang termasuk pengemudi dan
memiliki bak (terbuka atau tertutup) untuk pengangkutan barang, dengan motor bakar cetus
api atau nyala kompresi (diesel/semi diesel), dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak,
dengan sistem 1 gardan penggerak atau dengan sistem 2 gardan penggerak, untuk semua
kapasitas isi silinder, dengan massa total tidak lebih dari 5 ton.
3. Tarif PPnBM sebesar 30% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi,
dengan motor bakar cetus api, baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak,
dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc untuk sedan atau station wagon dan
kendaraan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi,
dengan motor bakar nyala kompresi, baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak,
dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1.500 cc untuk sedan atau station wagon dan
kendaraan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak.
4. Tarif PPnBM sebesar 40% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
selain sedan ataustation wagon, dengan motor bakar cetus api, baik yang dilengkapi dengan
motor listrik maupun tidak, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 2.500 cc sampai dengan 3.000 cc.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar cetus api, baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak,
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1.500 cc sampai dengan kapasitas 3.000 cc, untuk
sedan atau station wagon dan kendaraan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2
gardan penggerak.
 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang termasuk pengemudi
dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik yang dilengkapi dengan motor
listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1.500 cc sampai dengan 2.500 cc,
untuk sedan atau station wagon dan kendaraan selain sedan atau station wagon dengan sistem
2 gardan penggerak.
5. Tarif PPnBM sebesar 50% diberlakukan bagi seluruh kendaraan yang penggunaannya
dikhususkan untuk golf.

6. Tarif PPnBM 60% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

 Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 250 cc sampai dengan
500 cc, yakni sepeda motor (termasuk moped) dan sepeda yang dilengkapi dengan motor
tambahan, dengan atau tanpa kereta pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
 Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, digunung, dan
kendaraan semacam itu.
7. Tarif PPnBM 125% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

 Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan
motor bakar cetus api, dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 3.000 cc yang terdiri dari sedan atau station wagon, selain sedan atau
station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak dan dengan sistem 2 gardan penggerak.
 Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi,
dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel), baik dilengkapi dengan motor listrik
maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc yang terdiri dari, sedan atau
station wagon, selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak dan dengan
sistem 2 gardan penggerak.
 Kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc yang terdiri dari,
sepeda motor (termasuk moped) dan sepeda yang dilengkapi dengan motor tambahan, dengan
atau tanpa kereta pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
 Trailer atau semi trailer dari tipe caravan, untuk perumahan atau kemah.

Tarif PPnBM Non Kendaraan Bermotor

1. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 20% diberlakukan pada:
 Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar Rp 20 miliar atau
lebih.
 Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dan sejenisnya dengan harga jual
sebesar Rp 10 miliar atau lebih.
2. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 40% diberlakukan pada:

 Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa
tenaga penggerak.
 Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara, yang
terdiri dari peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.
3. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 50% diberlakukan pada:

 Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga yang
terdiri dari helokopter, pesawat udara dan kendaraan udara lainnya, selain helikopter.
 Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara yang terdiri
dari senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api (selain senjata artileri, revolver dan pistol)
dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
4. Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 75% diberlakukan pada:

 Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam yang dirancang untuk pengangkutan
orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
 Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
 Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong
Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya
dengan tarif 20%.
Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah tersebut adalah:
o Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00
o PPN = 10% x Rp5.000.000,00
= Rp500.000,00
o PPn BM = 20% x Rp5.000.000,00
= Rp1.000.000,00
 Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian
dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM
dengan tarif misalnya 35%.
Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak
dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan
ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai
biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN
dan PPn BM yang terutang adalah :
o Dasar Pengenaan Pajak = Rp50.000.000,00
o PPN = 10% x Rp50.000.000,00
= Rp5.000.000,00
o c. PPn BM = 35% x Rp50.000.000,00
= Rp17.500.000,00
PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak
masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp5.000.000,00 merupakan pajak
keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp1.000.000,00 tidak dapat
dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp17.500.000,00 tidak dapat
dikreditkan oleh PKP “X”.

Anda mungkin juga menyukai