Anda di halaman 1dari 43

PERPAJAKAN

Presented by Kelompok 6:

1. Adinda Putri Soleha (2023102027)


2. Intan Febiyanti (2023102032)
3. Wanda Nurul Aini (2023102071)
4. Widya Pubianti (2023102087)
5. Tri Nur Arizah (2023102008)
6. Siti Maspupah (2023102092)
7. Duwita Permata Sari (2023102043)
8. Ardi Ardiansyah (2023102041)
Pajak Pertambahan Nilai
&
Pajak Penjualan Barang
Mewah
A. Dasar Hukum PPN Dan PPn BM, Perkembangan Dasar Hukumnya,
Karakteristik, Tipe, Dan Pencatatan/ Pembukuan Pada PPN

Undang-Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan


Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-Undag ini disebut Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984.
1. Perkembangan Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Indonesia
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah yang lebih dikenal dengan nama UU Pajak Pertambahan Nilai 1984 merupakan salah satu produk referensi

system perpajakan nasional (tax reform) 1983. Sebagai pengganti UU nomot 19 Tahun 1951 Drt.jo UU Nomor 35 Tahun 1953

entang pajak penjualan, UU PPN 1984 ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 1985.

Dalam kurun waktu 15 tahun sejak muali berlaku, Undang-undang ini mengalami dua kali perubahan. Perubahan yang

pertama dilakukan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 194 yang muali berlaku pada tanggal 1 januari 1995, sedangkan

perubahan yang kedua dilakukan dengan Undang-Undang nomor 11 tahun 1994 yang muali berlaku pada tanggal 1 januari

1995, sedangkan perubahan yang kedua dilakukan dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 yang mulai berlaku sejak

tanggal 1 januari 2001.

Adapun tujuan perubahan ini sebagaimana ditegaskan dalam konsideran filosofi UU Nomor 18 Tahun 2000 adalah:

a) Lebih meningkatkan kepastian hokum dan keadilan

b) Menciptakan siste perpajakan yang sederhana dengan tanpa mengabaikan pengawasan dan pengamanan penerimaan Negara.
2. Karakteristik pajak pertambahan nilai

a. Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak Tidak Langsung

Karakter ini memberikan suatu konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris pajak)

dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas Negara berada pada pihak yang berbeda.Pemikul pajak ini

secara nyata berkedudukan sebagai pembeli barang kena pajak atau penerima jasa kena pajak. Sedangkan

penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kas Negara adalah pengusaha kena pajak yang bertindak selaku penjual

barang kena pajak atau pengusaha jasa kena pajak

b. Pajak objektif

Yang dimaksud pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbunya kewajiban pajak ditentukan oleh

factor objektif yaitu adanya taatbestand .adapun yang dimaksud taat bestand adalah keadaan, peristiwa atau perbuatan

hokum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan nama objek pajak. Sebagai pajak objektif, timbulnya

kewajiban untuk membayar pajak pertambahan nilai ditentukan oleh adanya objek pajak.
Tipe Pajak Pertambahan Nilai
a. Consumption Type VAT
Dalam consumtion type value added tax semua pembelian yang digunaka untuk produksi termasuk pembelian barang
modal dikurangkan dari penghitungan nilai tambah. Pajak pertambahan nilai tipe konsumsi ini memiliki beberapa nilai
positif, yaitu:
• Membantu likuiditas perusahaan, karena seluruh Pajak Masukan atas pembelian Barang Kena Pajak yang digunakan
dalam proses produksi segera dapat dikreditkan.
• Menunjang ikli investasi sehat
• Mendorong pengusaha secara berkala melakukan regenerasi alat produksi barang modal tidak dikenakan pajak lebih dari
satu kali.
• Tidak menimbulkan pengenaan pajak berganda (bersift non kumulasi).

b. Net Income Type VAT


Dalam Net Income Type Value Added Tax, pengurangan pembelian barang modal dari dasar pengenaan pajak tidak
dimungkinkan. Pembelian barang modal hanya boleh dikurangkan sebesar presentase penyusutan yang ditentukan pada
waktu menghitung hasi l bersih dalam rangka penghiungan pajak penghasilan. Oleh karena itu dasar pengenaan pajak
pertambahan nilai akan sama dengan dasar pengenaan pajak penghasilan.

c. Gross Product Type VAT


Dalam Gross Product Tyoe Value Added tax, pembelian barang modal sama sekali tidak boleh dikurangkan dari dasar
pengenaan pajak. Hal ini mengakibatkan barang modal dikenakan pajak dua kali yaitu pada saat dibeli, kemudian pemajakan
yang kedua dilakukan melalui hasil produksi yang dijual kepada konsumen.
Pencatatan Dan Pebukuan Dalam Pajak

Pertambahan Nilai Pencatatan yang Wajib Diselenggarakan Oleh PKP:


1. Kuantum Barang Kena Pajak Yang diserahkan
2. Harga Perolehan Barang/Jasa Kena Pajak dan Pajak Masukan
3. Harga Jual/Penggantian dan Pajak keluaran yang dikenakan
4. Penyerahan yang terutang PPN 10%
5. Penyerahan yang terutang PPN 0%
6. Penyerahan yag tidak terutang PPN
7. Penyerahan yang terutang PPnBM

Karena berdasarkan pasal 16B UU PPN 1984, terhadap penyerahan BKP/JKP tertentu diberikan fasilitas
maka bagi PKP yang melakukan penyerahan terkait dengan fasilitas dimaksud, pencatatan itu harus
ditambah dengan dua materi lagi yaitu :
8. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan pajak
9. Penyerahan yang PPN dan PPnBM-nya tidak dipungut.
Barang Kena Pajak
(BKP)
Barang kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
1984. Yang dimaksud dengan “Barang Kena Pajak Tidak Berwujud” adalah:

1. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah,
paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia,merek dagang, atau bentuk hak
kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya.
2. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial.
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan
hak-hak tersebut pada huruf a, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut
pada huruf b, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada huruf c, berupa:
5) Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan
kepada masyaraka tmelalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang seupa;
6) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran
televisi atau radio yang disiarkan/ dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang
serupa;
7) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
8) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video
untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
9) Pelepasan seluruhnya atau sebagaian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak
kekayaan intelektual/ industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
Pengecualian
BKP
Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas
kelompok-kelompok barang sebagai berikut:

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, seperti:
• Minyak mentah (crude oil);
• Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung masyarakat;
• Panas bumi;
• Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit,
felspar (feldsfar), garam batu (halite), grafit, granit/ andesit, gips, kalsit,kaolin,leusit,magnesit, mika,
marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap
(fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan traktit;
• Batu bara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
• Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak,
seperti:

• Beras;
• Gabah;
• Jagung;
• Sagu;
• Kedelai;
• Garam baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
• Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih,
dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami,
dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/ direbus;
• Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, disinkan, atau
dikemasi.
• Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,
tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/ atau dikemas atau tidak
dikemas; dan
• Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/ atau disimpan
pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan
sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun
tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau
katering; dan

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi dan lainnya).
Jasa Kena Pajak
(JKP)
Jasa kena pajak (JKP)

Jasa kena pajak adalah setiap kegitan pelayanan yang


berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang
menyaebabkan suatu barang, fasilitas,kemudahan,atau hak
yang tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan karena pesanan atau permintaan
deanagn bahan dan atas petunjuk dari pemesanan.
Pengecualian
JKP
Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN diterapkan dengan Peraturan Pemerintah
didasarkan kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:

1. Jasa pelayanan kesehatan medis


2. Jasa pelayanan dibidang sosial
3. Jasa dibidang surat dan perangko
4. Jasa keuangan
5. Jasa asuransi
6. Jasa dibidang keamanan
7. Jasa pendidikan
8. Jasa keseniandan hiburan
9. Jasa angkutan umum
10. Jasa tenaga kerja
Pengusaha Kena Pajak
(PKP)
Pengusaha kena pajak(PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/
atau penyerahan Jasa Kena Pajak ynag dikenai pajak berdasarkan Undang-undang PPN 1984.

Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Pengusaha Kena Pajak Wajib,antara lainya;
1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak
2. Memugut PPN dan PPn BM yang terutang.
3. Menyetorkan PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
terutang.
4. Melaporkan penghitungan pajak.

Pengecualian Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


5. Pengusaha kecil.
6. Pengusaha yang semata-mata menyerahkan barang atau jasa yang tidak dikenakan PPN.
Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan
pengusaha kecil:

• Dilarang membuat faktur pajak


• Tidak wajib memasukan SPT masa PPN
• Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan
• Wajib lapor untuk dikukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang
memperoleh bruto diata batas yang telah ditentukan.
Penyerahan barang kena pajak

Penyerahan barang kena pajak adalah setiap kegiatan penyerahan barang kena pajak. Penyerahan pajak
yang termasuk pengertian penyerahan BKP adalah:
1. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian.
2. Pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian sewa guna usaha (leasing)
3. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang.
4. Pemakaian sendiri atau pemberian Cuma-Cuma atas BKP.
5. BKP berupa persedian dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahan.
6. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya
7. Penyerahan BKP secara konsinyasi
8. Penyerahan BKP oleh PKP dalam rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan berdasarkan prinsip
syariah, penyerahannya dianggap langsung dari PKP kepada pihak yang membutuhkan BKP.
Penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian BKP sebagai berikut:

1. Penyerhan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum dagang.
2. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang.
3. Penyerhahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya.
4. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan peleburan,pemekaran,pemecahan dari pengambilan
usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan menerima pengalihan adalah pengusaha
kena pajak.
5. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan.
Objek Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Merah (PPN BM)

1. Objek pajak pertambahan nilai


PPN dikenakan atas penyerahan atas:
a. Penyerahan BKP dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
b. Impor BKP
c. Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
d. Pemanfaatan BKP tidak terwujud dan dari luar daerah pabean didalam darah pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
f. Ekspor BKP berwujud oleh pengusaha kena pajak
g. Ekspor BKP tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak
h. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tindakan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang dihasilkannhya digunakan sendiri/pihak
lain
i. Penyerahan BKP berupa aktiva menurut tujuan semua tidak untuk diperjual belikan
oleh PKP, kecuali atas penyerahan aktiva yang pajak masuknya tidak dapat dikreditkan
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPH BM)
Atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah oleh produsen atau impor BKP yang tergolong
Mewah, dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) juga dikenakan pajak penjualan atas barang
mewah (PPn BM).batasan suatu termasuk BKP yang tergolong mewah adalah:
a) Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok
b) Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
c) Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakatyang berpenghasilan tinggi
d) Barang tersebut untuk menunjukan status

PPnBM dikenakan atas;


e) Penyerahan bkp yang tergolong barang mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang
berpenghasilan BKP yang berpenghasilan BKP yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
f) Impor BKP yang tergolong mewah

PPn BM merupakan pemngutan tambahan disam[ing PPn. PPn BM hanya dikenakan satu kali pada
waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang ,enghasilkan atau pada waktu
impor BKP yang tergolong mewah.
Tujuan Pengenaan PPnBM di Samping PPN
Dalam penjelasan pasal 5 UU PPN 1984 ditegaskan bahwa tujuan mengenakan PPnBM
disamping PPN adalah;
a) Untuk memperoleh keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
b) Untuk mengendalikan pola konsumen BKP yang tergolong mewah
c) Melindungi produsen kecil atau tradisioanal
d) Untuk mengamankan penerimaan negara.

Tarif PPnBM
Berdasarkan passal 8 UU PPN 1984,tarif PPnBM adalah sebagai berikut:
e) Atas impor atau penyerahan “ Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah” oleh pabrikan
BKP yang tergolong mewah tersebuyt, dikenakan PPnBM disamping PPN
f) Tarif PPnBM yang semula berkisaran antara 10% sampai dengan setinggi-tingginya 50%
sejak 1 Januari 2001 diubah menjadi paling rendah 10% dan paling tinggi 75%.
g) Atas ekspor BKP yang Tergolong Mwah dikenakan PPnMB dengan tarif 0%.
Dasar Pengenaan Pajak Untuk Menghitung PPnBM yang Terutang

a) Pasar. Untuk penyerahan kendaraan bermotor didalam daerah pabean, dasar


pengenaan pajaknya adalah harga jual
b) Untuk impor kendaraan bermotor adalah nilai impor.
c) Hubungan istimewa antara industri perakitan atau pabrikan kendaraan bermotor
dengan distributor atau dealer/agen penyaluran dan harga jual dipengaruhi oleh
adanya hubungan istimewa antara pihak-pihak tersebut sehingga harga jual menjadi
lebih rendah dari pada harga pasar wajar, maka dasar pengenaan pajaknya ditetapkan
sebesar harga pasar
Dasar Pengenaan
Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPn BM) yang terutang perlu
adanya dasar Pengenaan Pajak (DPP), yang menjadi DPP adalah:

1. Harga jual
2. Penggantian
3. Nilai impor
4. Nilai ekspor
5. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menderi Keuangan
Nilai impor adalah nilai yang berupa uang yang menjadi dasar penghitung
bea masuk ditambah pungutan berdasarkan kertentuan dalam perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor
BKP, tidak termasuk PPN dan PPn BM yang dipungut menurut UU PPN
1984.
Tarif
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PN yang berlaku saat ini adalah 10%. Sedangkan tariff PPN sebesar
0% diterapkan atas:
• Ekspor BKP Berwujud
• Ekspor BKP Tidak Berwujud
• Ekspor JKP

2. Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah


Tarif penjualan atas barang mewah dapat diterapkan dalam beberapa
kelompok tariff, yaitu tariff paling rendah adalah 10% dan yang paling
tinggi adalah 200%
Mekanisme Pengenaan PPn

Undang-Undang PPN 1984 menganut metode kredit pajak serta


metode faktur pajak. Dalam metode ini PPN dikenakan atas
penyerahan BKP atau JKP oleh pengusaha kena pakjak (PKP). PPN
dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi.
Mekanisme pengenaan PPn dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Pada saat mebeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP
penjual. Bagi pembeli yang dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan
pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan Pajak Masukan.
2. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib
memungut PPN. Bagi penjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran.
3. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar dari pada jumlah pajak
masukan, selisihnya harus disetorkan ke kas negara.
4. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari pada
jumlah pajak masukan.
5. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN).
Cara Menghitung PPn Dan
PPn BM
Cara menghitung PPN adalah sebagai
berikut :

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak


Saat Terutang Pajak

Pajak terutang pada saat :


1. Penyerahan BKP/JKP
2. Impor BKP
3. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean didalam daerah Pabean
4. Pemanfaatan JKP dari luar daerah Pabean
5. Ekspor BKP berwujud
6. Ekspor BKP tidak berwujud
7. Ekspor JKP
8. Pembayaran, pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau sebelum
Kesimpulan
Undang – Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang – Undag ini disebut Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPn BM) yang
terutang perlu adanya dasar Pengenaan Pajak (DPP), yang menjadi
DPP adalah:

a. Harga jual
b. Penggantian
c. Nilai impor
d. Nilai ekspor
e. Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Tarif penjualan atas barang mewah dapat diterapkan dalam beberapa
kelompok tarif, yaitu tarif paling rendah adalah 10% dan yang paling
tinggi adalah 200%.

Cara Menghitung PPn

PPN = Dasar Pengenaan Pajak x Tarif Pajak


A WARM
THANK YOU
TO ALL OF YOU!
Question Time

Anda mungkin juga menyukai