Anda di halaman 1dari 17

PERTEMUAN 11: Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak

Barang kena pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa
barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak
berdasarkan Undang-Undang PPN.

Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan PP didasarkan atas kelompok-kelompok
barang sebagai berikut : Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya meliputi : 1) Minyak mentah (crude oil); 2) Gas bumi

Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi : 1) beras; 2)
gabah; 3) jagung; 4) sagu;

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatau perikatan atau perbuatan
hukum yang menyebabkan suatau barang atau fasilitas unutk dipakai, atas petunjuk dari pemesan yang
dikenakan pajak berdasarkan UU PPN.

Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan PP didasarkan atas kelompok-kelompok jasa
sebagai berikut : a. Jasa pelayanan kesehatan medis (jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
2. jasa dokter hewan; 3. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi) b. Jasa pelayanan sosial (jasa
pelayanan panti asuhan dan panti jompo; 2. jasa pemadam kebakaran; 3. jasa pemberian pertolongan
pada kecelakaan) c. Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko temple, d. Jasa keuangan, meliputi: 1) jasa menghimpun dana dari masyarakat
berupa giro, deposito berjangka,

Penyerahan Barang dan Jasa Kena Pajak 1. Penyerahan hak atas BKP kerna suatu perjanjian; 2.
Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing; 3. Penyerahan BKP
kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang; 4. Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma
atas BKP; 5. Persedianan BKP dan aktifa yang menurut tujuan semula tidak unutk diperjual belikan

Penyerahan BKP secara konsinyasi. Catatan Pemakaian sendiri adalah pemakaian unutk kepentingan
pengusaha sendiri, Pemberian cuma-cuma adalah pemberian yang diberikan tanpa pembayaran baik
barang-barang produksi sendiri maupun bukan produksi sendiri.

Sedangkan penyerahan barang yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah : 1)
Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
2) Penyerahan BKP unutk jaminan piutang. 3) Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan
penyerahan BKP antar cabang dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat
pajak terutang.

Pengusaha Kena Pajak adalahyang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN, tidak termasuk pengusaha Kecil yang
batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai pengusaha Kena Pajak.
Termasuk Pengusaha Kena Pajak a. Pabrikan atau produsen. b. Importir dan indentor. c. Pengusaha yang
mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importer. d. Agen utama dan penyalur utama
pabrikan atau importer

Pengecualian Pengusaha Kena Pajak Pengusaha yang tidak dibebani dari kewajiban perpajakan adalah :
a. Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kecil. b. Pengusaha yang menghasilkan barang
yang tidak dikenakan PPN. c. Pengusaha di bidang jasa-jasa yang dikecualikan dari JKP.

Pengusaha Kena Pajak berkewajiban, antara lain untuk : a. Melaporkan usahanya unutk dikukuhkan
menjadi PKP. b. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang. c. Membuat faktur pajak atas setiap
penyerahan kena pajak. d. Membuat nota retur dalam hal terdapat pengambilan BKP. e. Malakukan
pencatatan dalam pembukuan mengenai kegiatan usahanya

Pengusaha Kecil Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama 1 tahun buku melakukan penyerahan :
a. BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 360.000.000,00 atau b. JKP dengan jumlah
peredaran bruto tidak lebih dari Rp 180.000.000,00.

Pengusaha kecil wajib melaporkan usahanya unutk dukukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Apabila
sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan brutonya
melebihi batas yang telah ditetapkan.

Beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pengusaha kecil : a. Dilarang membuat faktur
pajak. b. Tidak wajib memasukkan SPT Masa PPN. c. Diwajibkan membuat pembukuan atau pencatatan.
d. Wajib lapor unutk dukukuhkan sebagai PKP, bagi pengusaha kecil yang memperoleh peredaran bruto
di atas batas yang telah ditentukan.

PERTEMUAN 12: Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Yang dimaksud dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual atau penggantian atau
nilai impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai dasar
untuk menghitung Pajak yang terutang yaitu dari: Harga Jual (nilai berupa uang termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta dalam penyerahan Barang Kena Pajak, seperti biaya pengiriman,
biaya garansi), Penggantian Penggantian (nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha jasa karena penyerahan jasa), Nilai impor (yang menjadi Dasar
Pengenaan Pajak adalah harga patokan impor atau Cost Insurance and Freight (CIF) sebagai dasar
penghitungan bea masuk ditambah biaya lain), Nilai Ekspor (nilai berupa uang termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya dimintaoleh eksportir.)

Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak, 1. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; 2. Untuk pemberian cuma-
cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi
laba kotor; 3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-
rata;
Selain itu juga diatur mengenai perlakuan pajak masukan yang diperoleh oleh PKP yang menggunakan
DPP Nilai Lain atau Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagai berikut : Pajak Masukan yang
berhubungan dengan: 1. Penyerahan jasa pengiriman paket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf
j yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket, 2. Penyerahan jasa biro perjalanan wisata
dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa penjualan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, 3.
Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan
transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
huruf m yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi, tidak dapat dikreditkan.

PERTEMUAN 13: Perhitungan Pajak Penjualan atas barang mewah (PPnBM)

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn.BM) yang hanya dipungut pada sumbernya, yaitu pada
pabrikan atau pada saat barang diimpor dengan ketentuan: a. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen). b. Ekspor
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).

Objek dan Subjek Pajak Penjualan pada Barang Mewah : Objek pajak penjualan atas barang mewah
adalah penyerahan barang berwujud yang tergolong mewah dan impor barang berwujud yang tergolong
mewah.

Adapun yang tergolong Obyek pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) antara lain:

1. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 10% (sepuluh persen), adalah : a. kelompok
alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi; b.
Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga; c. Kelompok mesin pengatur suhu udara;

2. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen), adalah: a. Kelompok
alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut pada huruf a; b.
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan
sejenisnya; c. Kelompok pesawat penerima siaran televisi dan antena serta reflektor antena, selain yang
disebut pada huruf a;

3. Kelompok Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah: a. Kelompok
kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan
umum; b. Kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut pada huruf a.

4. Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah selain kendaraan bermotor yang dikenakan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 40% (empat puluh persen), adalah : a.
Kelompok minuman yang mengandung alkohol; b. Kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit
tiruan; c. Kelompok permadani yang terbuat dari sutra atau wool; d. Kelompok barang kaca dari kristal
timbal dari jenis yang digunakan untuk meja, dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan
semacam itu;

Tarif Pajak Penjualan Barang Mewah : 10 % (sepuluh persen), yaitu untuk barang kena pajak yang
tergolong mewah selain kendaraan bermotor seperti : Susu atau susu yang diasamkan/diragi yang
dibotol/dikemas b. Air sayuran atau air buah yang dibotol dan dikemas c. Minuman yang tidak
mengandung alkohol yang dibotolkan/dikemas d. Wangi-wangian serta perlengkapan rias lainnya

20 % (dua puluh persen) yaitu, untuk kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain
kendaraan bermotor seperti: a. Semua jenis permadani b. Barang saniter c. Alat fotografi. alat
sinematografi. alat optik dan sejenisnya*) 10% baru

25 % (dua lima persen) yaitu, untuk kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah berupa
kendaraan bermotor: seperti kombi. pick up. minibus. van dengan bahan bakar solar.

35 % (tiga lima persen) yaitu, utuk kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan
bermotor:

RUMUSNYA : PPN = TARIF PPN x (HARGA BARANG - PPnBM)

Contoh Perhitungan PPN dan PPnBM: 1. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang
tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp5.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
tersebut selain dikenai PPN juga dikenai PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Berapakah PPN dan PPnBM
yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut?

Jawab:

a. Dasar Pengenaan Pajak = Rp 5.000.000,00

b. PPN = 10% x Rp 5.000.000,00 = Rp 500.000,00

c. PPn BM = 20% x Rp 5.000.000,00 = Rp 1.000.000,00

2. Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas
penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang
telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar
Rp1.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan
sebagai biaya.

Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya, maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang
adalah :

a. Dasar Pengenaan Pajak DPP = Rp 50.000.000,00

b. PPN = 10% x Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00


c. PPn BM = 35% x Rp 50.000.000,00 = Rp 17.500.000,00 PPN sebesar Rp500.000,00 yang dibayar pada
saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp 5.000.000,00 merupakan pajak
keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp 1.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitupun
dengan PPnBM sebesar Rp 17.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

PERTEMUAN 14: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

PENGENAAN BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT : 1) BPHTB terutang karena waris dan hibah
wasiat sebesar : 50 % dari yang seharusnya terutang. 2) Saat terutang pajak adalah sejak tanggal yang
bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor Pertanahan. 3) Dasar pengenaan (NPOP) adalah
nilai pasar pada saat pendaftaran hak. 4) Apabila NPOP lebih kecil dari NJOP PBB maka yang menjadi
dasar pengenaan adalah NJOP PBB. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOTKP) terdiri dari 2
jenis : a. Maksimum Rp 300 juta terhadap waris dan juga terhadap hibah wasiat yang diterima oleh
orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke
atas, b. Maksimum Rp 60 juta terhadap penerima hibah wasiat selain dari yang diatas.

Contoh: 1) Seorang anak menerima warisan dari orang tuanya sebidang tanah dan bangunan dengan
nilai pasar pada waktu pendaftaran hak sebesar Rp 250 juta. Terhadap tanah dan bangunan tersebut
telah dikenakan PBB dengan NJOP sebesar Rp 325 juta. Apabila NPOPTKP karena waris untuk daerah
tersebut ditentukan sebesar Rp 250 juta, tentukanlah besarnya BPHTB yang terutang.

Jawab: BPHTB = 50% x 5% x (Rp 325 juta – Rp 250 juta) = Rp 1.875.000,

PENGENAAN BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN, Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan
adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan
kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan
tanah untuk keperluan tugasnya, Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari
Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya
untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan
tugasnya.

Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah : a) 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila
penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan Perum Perumnas. b.) 50% dari BPHTB yang
seharusnya terutang untuk selain yang diatas. c) Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani
dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan. d) Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai
Pasar. e) Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB.

Contoh : 1) Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang tanah seluas seluas
5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp 3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah
tersebut ditetapkan sebesar Rp 60 juta. Tentukanlah besarnya BPHTB yang harus dibayar oleh Perum
Perumnas tersebut !

Jawab : BPHTB terutang = 0% x 5% x (Rp 3 milyar – Rp 60 juta) = 0 ( nihil ).


Tata Cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut : 1.) Dalam jangka waktu 5
tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kurang bayar, Direktorat Jenderal
Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB
Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2% per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan (48% ). 2.)
Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka Kepala Kantor
Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan(SKBKBT)
ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum
ada pemeriksaan.

Contoh : Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2015
dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah dibayar lunas
pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh KantorPelayanan PBB Surabaya
Satu pada tanggal 7 Pebruari 2015, ternyata NJOP PBB atas tanah tersebut adalah sebesar
Rp.350.000.000,- Pada tanggal 1 Maret 2015 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang
benar atas tanah tersebut adalah sebesar Rp 400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala
Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari 2015 dan
SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2015. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Bapak Krosbin Simatupang
tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut
bila NPOPTKP ditentukan sebesar Rp 50.000.000,- ?

Jawab : 1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2015 adalah : = 5% x (300.000.000 -
50.000.000) = Rp 12.500.000,-

2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2015 : = 5% x (350.000.000 - 50.000.000) =
Rp 15.000.000,-

BPHTB Yang harus dibayar = Rp 15.000.000,- , dikurangi Yang telah dibayar = Rp 12.500.000,-

Hasilnya, Kurang bayar = Rp 2.500.000,-

Denda : = 2 x 2% x Rp 2.500.000,- = Rp 100.000,- SKBKB = Rp 2.600.000,-

3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2015 : 5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp
17.500.000,- di kurangi Yang telah dibayar = Rp 15.000.000,-

Hasilnya, Kurang bayar = Rp 2.500.000,- , ditambah Sanksi administrasi (100%)= Rp 2.500.000,- ,


hasilnya SKBKBT = Rp 5.000.000,-

Tata Cara Penagihan , Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 Undang-Undang BPHTB maka apabila : 1)
Pajak terutang tidak/kurang bayar 2) Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar 3) Wajib Pajak dikenakan
sanksi administrasi berupa denda/bunga, maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan
BPHTB (STB) ditambah sanksi bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP), SKBKB, SKBKBT, STB, SK
PERTEMUAN 15: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

KEBERATAN : Keberatan diatur dalam pasal 16 dan 17 yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Diajukan
oleh wajib pajak kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPPBB/KPP Pratama atas :SKBKB,
SKBKBT, SKBLB, SKBN, 2. Secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilampiri :
a. Copy Surat Setoran Bea (SSB); b. Asli SKBKB/SKBKBT/SKBLB/SKBN c. Copy Akta/Risalah Lelang / SK
Pemberian Hak / Putusan Hakim d. Copy identitas, 3. Yang tidak memenuhi syarat tidak dianggap
sebagai surat keberatan dan tidak dipertimbangkan 4. Keberatan tidak menunda kewajiban membayar
pajak 5. Keputusan dalam jangka waktu 12 bulan sejak diterima permohonan dari wajib pajak, lewat
waktu dianggap diterima. Keputusan dapat berupa : a. mengabulkan seluruhnya / sebagian b. menolak,
atau c. menambah besar pajak terutang

B A N D I N G Banding diatur dalam pasal 18 dan 19 Undang-undang BPHTB yang dapat disarikan sebagai
berikut : 1. Diajukan ke BPSP ( Pengadilan Pajak ) dalam jangka waktu 3 bulan sejak terima SK Keputusan
Keberatan 2. Pengajuan banding tidak menunda kewajiban pembayaran pajak, 3. Bila Keberatan dan
Banding dikabulkan, kelebihan pembayaran dapat imbalan bunga 2%/bulan maksimum 24 bulan yang
dihitung sejak pelunasan pajak sampai dengan terbit Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar.

PENGURANGAN, tentang Pemberian Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci sebagai berikut : 1. Dalam
hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak: a. WP pribadi memperoleh hak
baru melalui program Pemerintah di bidang Pertanahan dan tidak mempunyai kemampuan ekonomis
mendapat pengurangan sebesar 75% b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan
telah menguasai tanah dan atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun mendapat pengurangan
sebesar 50%

2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu : a. WP memperoleh hak
dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah NJOP mendapat
pengurangan sebesar 50%, b. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan
kebawah mendapat pengurangan sebesar 50%

3. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu : a. WP memperoleh hak
dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti ruginya dibawah NJOP mendapat
pengurangan sebesar 50%. b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan
pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, mendapat pengurangan
sebesar 50%

Tata cara permohonan Pengurangan BPHT antara lain: 1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala
KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP / Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran : a)
Fotokopi Surat Setoran Bea (SSB) b) Fotokopi Akta / Risalah Lelang/Kep.Pemberian hak Baru / Putusan
Hakim c) Fotokopi identitas

Menjelaskan keputusan pengurangan, Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga)
bulan sejak terima permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima.
Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya / sebagian atau menolak

Wewenang Keputusan : a) Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama b)
Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP c) Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger
dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak

Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “ pengurangan dihitung sendiri” dan jumlah setoran setelah
pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan pengurangan sesuai dengan syarat-
syarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak / dikabulkan namun BPHTB masih kurang
bayar maka terhadap WP tersebut dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut
, maksimum 24 bulan. Terhadap BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali

PERTEMUAN 16: PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah
konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. PBB adalah
pajak yang dikenakan atas bumu dan bangunan berdasarkan hokum pemungutan undang undang
Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang undang Nomor 12 Tahun 1994
tentang Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau
memperoleh manfaat atas bangunan.

Objek pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi, dan atau bangunan. Termasuk dalam
pengertian bangunan meliputi: 1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan antara
lain; hotel, pabrik dan emplasemennya dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan komplek
bangunan tersebut. 2. Jalan tol. 3. Kolam renang 4. Pagar mewah

Beberapa hal yang sangat prinsip dari perubahan Undang Undang Pajak Bumi dan Bangunan serta
aturan kebijakannya adalah : 1) NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) sebesar Rp
8.000.000,00 dan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,00 berlaku bagi objek tanah ada bangunan, yaitu
nilainya dikurangi sebesar Rp 8.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Hal ini berarti tidak setiap objek
pajak dikurangi NJOPTKP, melainkan dari sejumlah objek pajak yang dikuasai oleh wajib pajak dalam
satu kesatuan wilayah kabupaten, hanya satu objek (SPPT) yang mempunyai nilai tertinggi yang
dikurangi NJOPTKP Rp 8.000.000,00

Objek pajak yang nilai jualnya (NJOP) Rp1.000.000.000,00 (satu millyar) ke atas yang dikuasai oleh wajib
pajak pribadi/perseorangan, bukan pegawai negeri/anggota ABRI, pensiunan, pensiunan janda, veteran
perintis kemerdekaan (yang penghasilannya semata-mata dari gaji/uang pensiun), Nilai Jual Kena Pajak
(NJKP) yang berlaku adalah 40% sedangkan objek pajak yang NJOP-nya di bawah satu milyar, NJKP yang
berlaku tetap 20%.
Nilai objek pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi
secara wajar, jika tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan anatara harga
dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru,

disamping factor permintaan dan persediaan, juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang serupa
antara lain; 1. Tersedianya sarana dan prasarana infrastruktur 2. Perkembangan perekonomian rakyat
3. Perkembangan lingkungan 4. Dan lain sebagainya yang semua itu pada dasamya merupakan salah
satu bukti dari serangkaian keberhasilan pembangunan yang selama ini

Beberapa unsur dalam menentukan besarnya ketetapan pajak bumi dan bangunan antara lain: 1. Data
luas bumi dan bangunan. 2. NJOP bumi (sesuai dengan klasifikasi NJOP yang telah ditetapkan oleh
kepala kantor wilayah Ditjen Pajak) 3. NJOP bangunan (sesuai dengan jenis dan macam komponen yang
terpasang termasuk interior dan exteriorya) 4. NJKP (Nilai Jual Kena Pajak) menurut pasal 6 ayat 3 UU
No. 12/1985 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12/1994, ditetapkan serendah- rendahnya 20 %
dan setinggi-tingginya 100 % dari NJOP. 5. Tarif pajak adalah tanggal yaitu 0,5% (pasal 5 UU no 12 tahun
1985 sebagai telah diubah dengan UU No. 12/1995).

Dari unsur-unsur di atas, dapat di rumuskan : 1. PBB = (20% x NJOP) x O,5% atau = 1/1000 x NJOP 2.
PBB = ( 40 % x NJOP ) x 0,5% atau = 2/1000 x NJOP

mengenai tata cara pemberian pengurangan secara kolektif, yang prosedur dan persyaratannya antara
lain adalah sebagai berikut : 1. Permohonan pengurangan dapat diajukan secara kolektif bagi wajib
pajak perseorangan tertentu seperti kelompok petani, pensiunan pegawai negeri, purnawirawan ABRI,

2. Permohonan hanya dapat diajukan untuk satu tahun pajak 3. Permohonan pengurangan secara
kolektif diajukan kepada Kepala kantor pelayanan PBB melalui kepala daerah dinas pendapatan daerah
Tk II ( diluar DKI ) kepala desa/lurah atau organisasi

PERTEMUAN 17: PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Tata Cara Pembayaran PBB : 1. Pembayaran langsung ke tempat pembayaran (Bank Persepsi atau Kantor
Pos), Pada saat membayar WP cukup menunjukan SPPT/SKP/STP PBB atau menyebutkan nomor objek
pajak (No. SPPT/SKP/STP PBB). 2. Pembayaran dengan cek melalui pemindahbukuan/transfer dan
melalui kiriman uang dengan syarat-syarat: a. Pembayaran PBB baru sah, apabila telah dilakukan kliring.
b. WP berkewajiban melakukan NOP (Nomor Objek Pajak)

Jenis Pelayanan yang Ada Pada Loket Pelayanan Satu Atap 1. Pendapatan Objek Pajak Baru a. Mengisi
SPOP dengan benar, jelas dan lengkap b. Melampiri : 1) Fotokopi KTP wajib pajak/kuasanya c.
Melampirkan fotokopi SPPT dan STTS tahun pajak sebelumnyalterakhir (bagi penerbitan kembali SPPT).

Mutasi objek/subjek PBB Syarat- syarat: 1. Surat permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan
melampirkan antara lain: a. Fotokopi akta jual beli/ hibah/waris b. Fotokopi sertifikat c. Fotokopi akta
ganti rugi. 2. Mengisi SPOP dengan benar, jelas dan lengkap 3. Mengisi LKPP sesuai dengan keadaan/
kondisi objek pajak 4. Surat kuasa (apabila dikuasakan) 5. Bukti pelunasan PBB tahun sebelumya
terakhir (SPPT/SKP dan STTS)
Salinan SPPT/SKP PBB Syarat dengan mengajukan surat permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia
yang dilampiri dengan : 1. Fotokopi KTP Wajib pajak atau kuasanya 2. Bukti pelunasan PBB tahun
sebelumnya/ terakhir (SPPT/SKP dan STTS ) 3. Surat pernyataan Wajib pajak bahwa SPPT benar-benar
hilang, rusak atau belum diterima dan diketahui oleh kepala kelurahan lurah domisili objek pajak.

Pembetulan SPPT/SKP PBB Syarat-syarat, mengajukan surat permohonan tertulis dalam bahasa
indonesia di lampiri dengan: 2. SPPT /SKP asli 3. Bukti-bukti pendukung antara lain: a. Fotokopi
sertifikat kutipan buku leter C, 4. Fotokopi KTP wajib pajak/kuasanya 5. Fotokopi pelunasan PBB tahun
sebelumya/terakhir (SPPT/SKP dan STTS) 6. Surat kuasa( apabila dikuasakan)

Pembatalan SPPT/SKP

Syarat-syarat, mengajukan surat permohonan tertulis dalam bahasa Indonesia dengan menyebut alasan
dan melampirkan : 1. SPPT /SKP asli 2. Bukti pelunasan PBB tahun sebelurnnya/ terakhir ( SPPT/SKP dan
STTS ) 3. Fotokopi SPPT/SKP yang dinyatakan ganda 4. Fotokopi akta jual beli/hibah atau waris atau surat
keterangan tentang peralihan peruntukkan objek

Pembetulan SPPT/SKP PBB Syarat-syarat, mengajukan surat permohonan tertulis dalam bahasa
indonesia di lampiri dengan: a. SPPT /SKP asli b. Bukti-bukti pendukung antara lain: i. Fotokopi
sertifikat kutipan buku leter C ii. Fotokopi surat keterangan tanah lainnya. iii. Fotokopi surat Ijin
Mendirikan Bangunan (IBM) iv. SPOP c. Fotokopi KTP wajib pajak/kuasanya d. Fotokopi pelunasan PBB
tahun sebelumya/terakhir (SPPT/SKP dan STTS)

Pengurangan Atas Pajak Terutang Syarat-syaratnya : 1. Surat pemohonan tertulis dalam bahasa
Indonesia, 2. Diajukan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak SPPT/SKP diterima dengan di lampiri: a.
F otokopi SPPT ISKP yang diajukan pengurangan b. Bukti pelunasan PBB tahun sebelumnya terakhir
(SPPT/ SKP dan STTS) c. Fotokopi KTP wajib pajak atau kuasanya

Restitusi/Kompensasi Syarat-syarat, surat permohonan Restitusi/ Kompensasi tertulis dilampiri:. 1. STTS


asli yang dimohonkan restitusi/ kompensasi 2. Fotokopi SPPT/SKP dan surat keputusan: a. Penyelesaian
keberatan atau, b. Pemberian pengurangan. 3. Fotokopi KTP Wajib pajak atau kuasanya. 4. Fotokopi
SPPT/SKP penerima kompensasi (dalam hal dikompensasikan untuk tahun pajak yang
sama/sebelumnya) 5. Surat kuasa (apabila dikuasakan)
Tabel Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Permukaan Bumi Kelompok A

Tabel Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentua Nilai Jual Bangunan


Kelompok A

CONTOH MENGHITUNG PBB : Tuan Bonco seorang mahasiswa DIII perpajakan Unibraw pada tahun
2015 hanya memiliki sebuah objek pajak berupa bumi di kawasan Soekarno-Hatta, Malang dan diketahui
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi tersebut sebesar Rp. 10.000.000. Berapakah Besar PBB yang
terhutang pada tahun 2015 milik Tuan Bonco !

Jawab : Karena besarnya NJOP kurang dari Rp. 12.000.000,- maka objek pajak tidak dikenakan Pajak
Bumi dan Bangunan.
PERTEMUAN 18: BEA MATERAI

Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang Undang Nomor 13 tahun 1985 atau disebut juga
Undang Undang Bea Materai 1985. Prinsip Umum Pemungutan atau Pengenaan Bea Materai 1. Bea
materai dikenakan atas dokumen (merupakan pajak atas dokumen). 2. Satu dokumen hanya teruntang
satu bea materai. 3. Rangkap atau tindasan (yang ikut di tanda tangani) tentang bea materai sama
dengan aslinya

Tarif Bea Materai Rp 6.000,00 dikenakan atas Dokumen: 1. Surat perjanjian dan surat surat lainnya
(antara lain: surat kuasa, surat hibah dan 2. Akta-akta notaris termasuk salinannya. 3. Akta yang dibuat
oleh pejabat akta tanah (PPAT) termasuk rangkaprangkapnya. 4. Surat yang memuat jumlah uang lebih
dari Rp 1.000.000,00.

Tarif Bea Materai Rp 3.000,00 dikenakan atas Ddkumen: 1. Surat yang mempunyai harga nominal lebih
dari Rp 250.000,00 tetapi tidak lebih dari Rp1.000.000,00 dengan kriteria: a. Menyebutkan penerimaan
uang. b. Menyatakan pembukuan atau penyimpanan uang dalam rekening di bank. c. Berisi
pemberitahuan saldo rekening di bank.

Yang Tidak Dikenakan Bea Materai 1. Dokumen yang berupa: a. Surat penyimpanan barang. b.
Konosemen. 2. Segala bentuk ijasah, Surat Tanda Tamat Belajar (STTB), Tanda lulus, Surat Keterangan
Telah Mengikuti Suatu Pendidikan3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan
pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja, serta surat-surat yang diserahkan
untuk mendapatkan pembayaran.

Saat Terutang Bea Materai 1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, ditentukan pada saat dokumen
diserahkan dan diterima.oleh pihak untuk tiap dokumen itu dibuat, jadi bukan pada saat dokumen
ditandatangani. Contoh : kuitansi cek. 2. Dokumen yang dibuat dari satu pihak, ditentukan pada saat
selesainya dokumen itu dibuat, yaitu ditutup dengan tanda tangan dari yang bersangkutan. Contoh :
Surat Perjanjian jual beli. 3. Dokumen yang dibuat diluar negeri, ditentukan pada saat digunakan di
Indonesia.

Pihak Yang Terutang Bea Materai Pihak yang terutang bea materai adalah pihak yang menerima atau
yang memperoleh manfaat dari dokumen, kecuali ditentukan lain oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Cara Pelunasan Bea Materai 1. Dengan menggunakan benda materai, yaitu: a. Materai tempel b. Kertas
Materai 2. Dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menten Keuangan.

Cara Menggunakan Benda Materai  Materai Tempel. a. Direkatkan seluruhnya , utuh dan tidak rusak.
b. Direkatkan di tempat di mana tanda tangan akan dibubuhkan.

Sanksi-Sanksi 1. Sanki Administrasi : a. Apabila dokumen tidak atau kurang dilunasi bea materai
sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea materai yang tidak atau
kurang dibayar. Cara pelunasan dengan cara pemateraian-kemudian. 2. Sanksi pidana, antara lain: a.
Pemalsuan atau peniruan materai tempel, kertas materai dan tanda tangan b. Dengan sengaja
menyimpan bahan-bahan/perkakas yang diketahui untuk meniru dan memalsukan benda materai

Daluwarsa, Daluwarsa dari kewajiban memenuhi bea materai ditetapkan lima tahun, terhitung sejak
tanggal dokumen dibuat, dengan demikian sudah ada kepastian hukum, jadi apabila ada dokumen yang
kurang/tidak bermaterai yang dibuat sudah lebih dari lima tahun (sudah daluwarsa ), dan dipakai
sebagai alat pembuktian maka tidak perlu pemateraian kemudian atau dimateraikan kembali, karena
sudah sah menurut hukum, dan ini berlaku untuk seluruh dokumen termasuk kwitansi.

PЕRTЕMUAN 19 PAJAK INTERNASIONAL


PAJAK BERGANDA, Pengertian pasar berganda (Double taxation) adalah satu subjek atau satu objek
pajak atau pungutan lain lebih dari satu kali. Bila pembebanan pajak atau pungutan lain lebih dari dua
kali, disebut dengan “Multiple Taxation”. Demikikian pula dengan pengertian pajak berganda secara
sempit, dimana pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap
suatu subjek pajak dan/ atau pihak dalam suatu administarsi yang sama, dengan mengesampingkan
pembebanan pajak oleh pemeritah daerah dan bagian administrasinya yang diperoleh berdasarkan
pelimphan wewenang dari pemerintah pusat.

Secara teoritis dan normatif , istilah pajak berganda internasional ada 5 unsur yaitu: a. pengenaan pajak
oleh beberapa otoritas pemajakan terhadap beberapa kriteria identitas, b. identitas subjek pajak (wajib
pajak yang sama, c. Identitas objek pajak (objek pajak yang sama), d. identitas masa pajak,e. identitas
(kesamaan pajak).

Knechtle, dalam bukunya yang berjudul “basic Problems in International Fiscal Law” (Gunadi, 1996:58)
membagi pajak Berganda Internasional menjadi 3 tipe, yaitu: Pajak berganda Internasional Faktual dan
Potensial, Pajak berganda Internasional Juridis dan Ekonomis, Pajak BergandaInternasional Langung dan
Tidak Langsung.

PENCEGAHAN PAJAK BERGANDA INTERNASIONAL: 1. Pencegahan melalui UU (Dalam hal atas


penghasilan dari luar negeri tersebut sudah dipungut pajak penghasilan di negeri sumber, hal ini terjadi
pajak berganda sebagaimana dikemukakan di atas.) 2. Pencegahan Melalui perjanjian Perpajakan
(Pencegahan dapat dilakukan dengan dengan mengadakan perjanjian dengan ne gara lain secara
langsung)

PENGERTIAN ORANG ASING SEBAGAI SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI, Pada dasarnya subjek pajak luar
negeri adalah orang atau badan luar negeri sebagaimana penerima penghasilan yang bersal dari
Indonesia.

DASAR PENGENAAN PAJAK , Dasar pengenaan pajak merupakan salah satu hal yang membedakan
perlakuan PPh bagi WPDN dan Orang Asing. Terhadap WPDN secara umum dikenakan PPh berdasarkan
atas penghasilan netto yang diterima atau diperoleh, yaitu besarnya penghasilan setelah dikurangi
dengan biaya-biaya yang boleh dikurangkan berdasarkan ketentuan pengaturan perundang-undangan
perpajakan.

TARIF PAJAK, Secara rinci tarif pajak yang diterapkan terhadap penghasilan Orang Asing adalah: a.
Sebesar 20% dari jumlah bruto. B. Sebesar 20% dari penghasilan neto atas penghasilan dari penjualan
harta di InIndonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU Pajak Penghasilan 1994. C. Sebesar 5
% dari jumlah bruto nilai pegalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. hal ini diatur dalam PP No. 48
Tahun 1994 PP No. 27 Tahun 1996.

CARA PELUNASAN, Cara pelunasannya melalui pemotongan oleh pihak-pihak yang wajib memotong,
yaitu: Badan Pemerintah; Subjek Pajak Dalam Negeri; Penyelenggara Kegiaatan; Bentuk Usaha Tetap
(BUT); Perwakilan Perusahaan Luar Negeri;

CONTOH PENGHITUNGAN, Mr. John adalah warga negara Amerika Serikat dan tinggal di AS. Ia
merupakan salah seorang pemegang saham PT GELEMAN. Pada tahun 1996 ia memperoleh dividen
sebesar Rp 100.000.000,.Hitung PPh yang harus dipotong PT GELEMAN

Jawab: PPh terutang = 20% x Rp 100.000.000 = Rp20.000.000

PЕRTЕMUAN 20 PENAGIHAN PAJAK


SURAT KETETAPAN PAJAK, Setiap diterbitkannya Surat ketetapan Pajak dipengaruhi oleh sistem pajak.
Dalam hal sistem penetapan pajaknya adalah Official Assesment , alasan diterbitkannya surat ketetapan
pajak adalah dalam rangka menagih pajak, terbatas pada pokok pajaknya saja.

Jatuh tempo adalah waktu yang ditetapkan bahwa utang pajaknya sudah harus dibayar lunas.Jatuh
tempo pada surat ketetapan pajak dengan sistem official assessment (sebelum 1984)

Walaupun belum jatuh tempo, tunggakan pajak dalam surat ketetapan pajak tersebutdapat ditagih
seketika dan sekaligus dalam hal: a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau berniat untuk itu; b. Penanggung pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan
kegiatan perusaahannya atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun pemindahtangankan
barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dimilikinya atau dikuasainya; c. Pembubaran badan
atau niat membubarkannya, pernyataan paili, begitu pula dalam hal terjadi penyitaan atas barang
bergerak atau barang tidak bergerak milik penanggung pajak
Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya,kecuali: a. biaya perkara
yang semata-mata disebakan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun tidak
bergerak; b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang; c. biaya perkara yang
semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan

Tetapi daluwarsa penagihan pajak tersebut gugur, apabila: a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa,
b. ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak, baik langsung maupun tidak langsung, c. diterbitkan
SKPKB, atau SKPKB Tambahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 Ayat (4) , UU No. 6 tahun 1983
yang telah diubah dan ditambah terakhir dengan UU No. 9 Tahun 1994

MEKANISME PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA, disusun secara penjadwalan adalah sebagai
berkut: A. Tujuh hari setelah jatuh tempo, bila utang pajaknya tidak dilunasi, maka kepada wajib pajak
diterbitkan surat Teguran. B. dua puluh satu hari setelah diterbitkan surat teguran ternyata masih belum
lunas, kepada wajib pajak diterbitkan surat paksa. C. Kewajiban Pajak sebagaimana tertuang dalam surat
paksa adalah 2 x 24 jam . D. Dalam hal masih belum berhasil melunasi utang pajaknya,dapat diterbitkan
surat perintah Melaksanakan penyitaan; E. Empat belas hari setelah dilakukan tagihan dengan surat
paksa, bila masih belum melunasinya,diterbitkannya Surat Perintah untuk mengumumkan tentang
pelelangan surat umum, F. Empat belas har i setelah pengumuman ternyata masih belum melunasi
utang pajaknya, dikenakan sanksi berupa tindakan pelelangan di muka umum.PENYANDERAAN, Dalam
hal menunggak pajak sekurang-kuranmya Rp 100 juta, dan belum melunasi utang pajaknya walaupun
utang pajaknya walaupun telah dilakukan pelelangan di muka umum (hasil lelang kebih kecil daripada
utang pajaknya) maka kepada wajib pajak dapat dikenakan sanksi penjara kurungan selamalamanya
enam bulan.Masa Penyanderaan dapat diperpanjang unuk selamalamanya enam bulan, sepanjang telah
mendapat izin tertulis yang diterbitkan oleh pejabat dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat
I.

PЕRTЕMUAN 21 BERAKHIRNYA UTANG PAJAK

PELUNASAN, Timbulnya kewajiban membayar pajak ditentukan oleh sistem penetapan pajak yang
diterapkan. Dalam hal UU menerapkan official assessment, maka mulaitimbul utang pajak adalah
setelah aijib pajak menerima keputusan tentang ketetapan pajak.

KOMPENSASI,Undang-undang pajak mengatur tentang keharusan untuk dilakukan kompensasi.


Misalnya dalam UU Pajak Penghasilan, setiap pemotongn pajak penghasilan karyawan (PPh Pasal 21)
harus dikompensasikan dengan utang pajak akhir tahun.

Daluwarsa berasal dari bahasa Jawa.Dalu artinya lewat, dan warsa artinya tahun.Oleh karena itu,
daluwarsa disini diartikan dengan lewat waktu, atau dengan kata lain telah lewat waktu sehingga hilang
haknya. Sedangkan yang dimaksud dengan hak disini adalah hak Fiskus. Hak fiskus menagih pajak
sebagaimana tertuang dalam SKPKB, SKPKBT, dan sebagainya menjadi hilang bila telah lewat waktu 10
(sepuluh) tahun terhitung saat terutangnya pajak atau berakhirnyamasa pajak (pasal 2 aya 1 uu n. 9
tahun 1994). Dengan demikian, bila terjadi daluwarsa maka utang pajak sbagaimana tertuang dalang
surat ketetapan pajak menjadi tidak dapat ditagih, atau dengan kata lain utang pajaknya menjadi
berakhir

Ada pulak bentuk pembahasan terbatas pada kenaikan pajak, denda,bunga dan sebgainya yag tergolong
sanksi pajak, asalkan diatur dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. Contoh ketentuan yang
diatur dalam pasal 15 uu no.9 than 1994 tentang penerbitan SKPKBT. Atas kekurangan pajak yang
terutang dalam SKPKBT ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah
kekurangan pajaktersebut. Tetapi kenaikan tersebut tidak dikenalkan (dibebaskan) apabila ada
keterangan tertulis dari wajib paja atas kehendak sendiri, dengan syarat Direktur Jendral Pajak atas
kehendak pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan.

Pasal 36 uu no. 9 tahun 1994 menentukan bahwa Direktur Jendral Pajak dapat mengurangkan atau
menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, deda dan kenaikan, bahkan membatalkanketetapan
pajak yang tidak benar. Dengan adanya pengurangan atau penghapusan tersebbut maka beakhirlah
kewajiban membayar pajak terutang, atau dengan kata lain, berakhirnya utang pajak karena adanya
keputusan penghpusan.

Akhirnya setelah diterbitkan keputusan penundaan pengalihan, berarti berakhirlah utanng pajaknya
meskipun untuk sementaaa waktu. Artinya, setelah diterbitkan keputusan penundaan penagihan,
berarti berakhirlah utang pajaknya, meskipun untuk sementara waktu.

Pengertian pengecualian disini berarti undang-undang sejak semula sudah mengeculikan, baik yang
berkaitan dengan subjek maupun dengan objek. Subjek pajak, pajak penghasian yang dikecualikan
sebagaimana disebut pada pasal 3 UU No. 10 tahun 1994 adalah: A. Badan perwakilan negara asing , B.
Pejabat-pejabat lain dari negara asing, orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pda dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, C. Organisasi-organisasi internasional yag ditetapkan
menteri keuangan dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia, D. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang
ditetapkan oleh menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia

Objek pajak,pajak penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan adalah: A. Bantuan
atau sumbangan, B. Warisan, C. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh bdan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 ayat1, D. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima dalam bentuk natura da atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai