Anda di halaman 1dari 36

MODUL

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN


PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

I. PENGERTIAN PAJAK DAN KARAKTER DASAR PPN


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa di dalam
daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.Dasar
pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah UU No. 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Undang-
Undang ini dapat disebut Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984) yang mulai
berlaku pada tanggal 1 Juli 1984. Karakter dasar PPN adalah sebagai berikut :
 PPN adalah pajak atas konsumsi dalam negeri.
PPN hanya dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi di dalam negeri.
 PPN adalah pajak tidak langsung.
Menurut pengertian ekonomi pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya
dapat digeserkan/dialihkan kepada pihak lain, sedang secara yuridis pihak yang
bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban membayar pajak ke kas negara adalah
wajib pajak yang telah melimpahkan beban pajak kepada pihak ketiga (pembeli/penerima
jasa)
 PPN adalah pajak objektif.
Pajak objektif merupakan suatu jenis pajak yang kewajiban pajaknya sangat ditentukan
pertama-tama oleh objek pajak
 PPN menggunakan sistem Multi stage tax.
Multi stage tax adalah karakteristik PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur
produksi maupun jalur distribusi.

Contoh:
Pengusaha Produk Harga PK PM PK-PM
Petani Kapas 1.000 - - -
Pabrik Benang Benang 1.200 120 - 120
Pabrik Tekstil Tekstil 1.400 140 120 20
Pabrik Garmen Pakaian 1.700 170 140 30
Distributor Pakaian 2.000 200 170 30
Pengecer Pakaian 2.400 240 200 40
Jumlah PPN yang disetor oleh setiap rantai 240

Jumlah yang dibayar oleh konsumen adalah 2.400 +240 = 2.640

 PPN menggunakan sistem pengkreditan pajak.


 Mekanisme pemungutan PPN menggunakan faktur pajak.
setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan pajak.
Di pihak lain, bagi pembeli, penerima jasa atau importir merupakan bukti pembayaran
pajak. Berdasarkan Faktur Pajak inilah akan dihitung jumlah terutang dalam satu masa
pajak, yang wajib dibayar ke kas negara.

51
 PPN bersifat netral.
Netralitas PPN disebabkan karena PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa
dan dalam pemungutannya menganut prinsip tempat tujuan (destination principle)
 Tidak menimbulkan dampak pajak berganda.

II. DASAR HUKUM PPN


Dasar hukum undang-undang yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Nomor 42 tahun
2009, tentang Perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang mulai
berlaku sejak tanggal 1 April 2010.

III. OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


Obyek PPN diatur oleh UU PPN dalam 3 pasal sebagai berikut :
1. Pasal 4 UU PPN :
Pasal 4 UU PPN menyebutkan bahwa PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan BKP di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
2. Impor BKP;
3. Penyerahan JKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
6. Ekspor BKP berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
7. Ekspor BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
8. Ekspor JKP oleh Pengusaha Kena Pajak.

Adapun yang dimaksud dengan penyerahan BKP adalah :


a. Penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian, meliputi: jual beli, tukar menukar,
jual beli dengan angsuranatau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak
atas barang;
b. Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian sewa guna
usaha (leasing);
c. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
Memori penjelasan undang-undang menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan
pedagang perantara adalah orang atau badan yang usaha atau pekerjaannya melakukan
perjanjian atas dan untuk tanggungan pihak lain dengan mendapat upah. Sedangkan
juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
d. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-Cuma atas BKP;
e. Persedian BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan;
f. Penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar
cabang;
g. Penyerahan BKP secara konsinyasi; dan
h. Penyerahan BKP oleh Pengusaha Kena Pajak dalam rangka perjanjian pembiayaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah, yang penyerahannya dianggap langsung
dari Pengusaha Kena Pajak kepada pihak yang membutuhkan BKP.

Sedangkan yang tidak termasuk penyerahan BKP adalah :


a. Penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam KUH Dagang;
b. Penyerahan BKP untuk jaminan utang piutang;

52
c. Penyerahan pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan antar cabang bagi
pengusaha yang mendapat ijin pemusatan;
d. Pengalihan BKP dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha dengan syarat yang melakukan pengalihan dan yang
menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak;
e. BKP berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang
masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan berupa Pajak Masukan yang tidak mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan perolehan dan pemeliharaan kendaraan
bermotor jenis sedan atau station wagon kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.

Penyerahan JKP adalah setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk JKP yang digunakan
untuk kepentingan sendiri dan JKP yang diberikan secara cuma-cuma.

2. Pasal 16 C UU PPN :
Selain pasal 4 diatas, pasal 16C UU PPN mengatur juga mengatur tentang obyek PPN
yaitu tentang pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri yang tidak dilakukan
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi maupun badan yang hasilnya
digunakansendiri atau digunakan pihak lain. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 163/PMK.03/2012 jo. PER-25/PJ/2012 tanggal 22 Oktober 2012 yang mulai
berlaku sejak tanggal 30 hari sejak diundangkan, batasan luas bangunannya adalah paling
sedikit 200 m2 (dua ratus meter persegi).
3. Pasal 16 D UU PPN :
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva
yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak,
kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan berupa
Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan
perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan atau station wagon kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan.

IV. BARANG DAN JASA KENA PAJAK.


A. Barang
Yaitu barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dapat berupa barang bergerak
dan barang tidak bergerak maupun barang tidak berwujud. Sedangkan Barang Kena Pajak
adalah barang bergerak, barang tidak bergerak atau barang tidak berwujud yang dikenai
Pajak Pertambahan Nilai.
Pada prisipnya semua barang adalah Barang Kena Pajak (BKP), kecuali ditentukan lain. Pasal
4A ayat (2) UU PPN mengatur tentang jenis barang yang tidak dikenakan PPN sebagai
berikut:
 Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya yang meliputi minyak mentah, gas bumi (tidak termasuk gas bumi
seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat), panas bumi, asbes,
batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata,bentonit,
dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit,/andesit, gips, kalsit,
kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir
kuarsa, perlit, fosfat (phosphat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah
liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakkit;

53
 Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat bayak
yang meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam (baik yang beryodium
maupun yang tidak beryodium), daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran;
 Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering;
 Uang, emas batangan dan surat berharga.
B. Jasa
Yaitu setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum
yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas, atau kemudahan, atau hak, tersedia untuk
dipakai.
Termasuk dalam pengertian jasa adalah kegiatan untuk menghasilkan barang sesuai
pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk pemesanan. Dalam pengertian jasa
termasuk antara lain jasa borongan, jasa persewaan, jasa hiburan, biro perjalanan dan lain
sebagainya. Sedangkan Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud di atas yang
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Pada dasarnya semua jasa adalah Jasa Kena Pajak (JKP), kecuali ditentukan lain. Pasal
4A ayat (3) mengatur tentang jenis jasa yang tidak dikenakan PPN sebagai berikut :
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi jasa dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi,jasa dokter hewan, jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi,
dan ahli fisioterapi, jasa kebidanan dan dukun bayi, jasa paramedis dan perawat, jasa
rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan dan sanatorium,
jasa psikolog dan psikiater, dan jasa pengobatan alternatif termasuk yang dilakukan oleh
paranormal;
2. Jasa di bidang pelayanan sosial meliputi jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo,
jasa pemadam kebakaran, jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan, jasa lembaga
rehabilitasi, jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman termasuk krematorium,
jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial;
3. Jasa Pengiriman surat dengan perangko meliputi jasa pengiriman surat dengan
menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel;
4. Jasa keuangan, meliputi :
 Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
 Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak
lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek, atau sarana lainnya;
 Jasa pembiayaan termasuk pembiayan berdasarkan prinsip syariah, berupa: sewa
guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang, usaha kartu kredit dan/atau
pembiayaan konsumen;
 Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan
fidusia;dan
 Jasa penjaminan.
5. Jasa asuransi yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa,
dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis
asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian
asuransi, dan konsultan asuransi;

54
6. Jasa keagamaan meliputi jasa pelayanan rumah ibadah, jasa pemberian khotib atau
dakwah, jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan jasa lainnya di bidang
keagamaan;
7. Jasa di bidang Pendidikan, yang meliputi jasa pendidikan sekolah (jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa,
pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan
profesional) dan jasa pendidikan luar sekolah;
8. Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh
pekerja seni dan hiburan;
9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi
yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun swasta yang tidak bersifat iklan dan
tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
10. Jasa angkutan umum di darat dan air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
11. Jasa tenaga kerja meliputi jasa tenaga kerja, jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang
pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga
kerja tersebut dan jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja;
12. Jasa perhotelan, meliputi jasa penyewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
peninapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait kegiatan perhotelan untuk
tamu yang menginap dan jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan
di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel;
13. Jasa yang disediakan pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara
umum meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah, antara lain
pemberian IMB, pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian NPWP dan pembuatan
KTP;
14. Jasa penyediaan tempat parkir yaitu jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan
pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pemngguna parkir dengan dipungut
bayaran;
15. Jasa telepon umum dengan uang logam yaitu jasa telepon umum dengan menggunakan
uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta;
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel; dan
17. Jasa boga atau katering.

V. SUBJEK PAJAK PPN


Secara Umum Subjek PPN dikelompokkan menjadi 2 yaitu
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
a. Yang menyerahkan BKP/JKP;
b. Yang mengekspor BKP/BKP tidak berwujud/JKP;
c. Yang menyerahkan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan;
dan
d. Join Operasi yang menyerahkan BKP/JKP.
2) Bukan Pengusaha Kena Pajak
a. Yang mengimpor BKP;
b. Yang memanfaatkan BKP tidak berwujud/JKP dari luar daerah pabean; dan
c. Yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan usaha/pekerjaan.

55
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor
barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
Pengusaha dapat berbentuk usaha perseorangan atau badan yang dapat berupa Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Komanditer (CV), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan,
perseroan, atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan,
lembaga, Badan Usaha Tetap dan bentuk usaha lainnya.
Dalam hal instansi pemerintah melakukan kegiatan usaha yang bukan dalam rangka
melaksanakan tugas umum pemerintahan, maka instansi pemerintah tersebut termasuk dalam
pengertian bentuk usaha lainnya dan diperlakukan sebagai pengusaha.
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud di atas yang melakukan
penyerahan BKP dan/ atau penyerahan JKP yang dikenakan PPN. Tidak termasuk pengertian
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha kecil yang batasannya ditentukan dengan Peraturan
Menteri Keuangan.
Pengusaha Kecil diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013
tanggal 20 Desember 2013, berlaku sejak 1 Januari 2014 dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Pengusaha kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau
penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta
rupiah).
(2) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada angka (1)
adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang
dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.
(3) Bagi pengusaha orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan
pembukuan, pengertian tahun buku sebagaimana dimaksud pada angka (1) adalah tahun
kalender.
Pengusaha Kecil wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP, apabila
sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran brutonya telah melewati
ketentuan tersebut di atas selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya.
Setaip Pengusaha Kena Pajak termasuk Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan
Pajak Pertambahan Nilai sekaligus memiliki hak untuk mengkreditkan pajak masukan,
kompensasi atau restitusi Pajak Pertambahan Nilai. Sebaliknya Pengusaha Kecil yang belum
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilarang untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai.

VI. SAAT TERUTANG PPN


Berdasarkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009, saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai adalah sebagai berikut:
1. Penyerahan BKP;
2. Impor BKP;
3. Penyerahan JKP
4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean;
5. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean;
6. Ekspor BKP;
7. Ekspor BKP tidak berwujud; atau
8. Ekspor JKP

56
Oleh sebab itu pada dasarnya PPN Indonesia menganut sistem akrual. Yaitu saat
terhutangnya PPN tidak terkait dengan saat diterimanya pembayaran. Tetapi dalam hal
pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak, maka prinsip akrual tersebut diatas berubah sehingga saat terutangnya Pajak
Pertambahan Nilai adalah saat pembayaran. Apabila pembayaran dilakukan sebagian-sebagian
atau dikenal pula pembayaran uang muka sebelum penyerahan, maka Pajak Pertambahan
Nilai yang terutang dihitung berdasarkan pembayaran yang dilakukan. Pajak Pertambahan Nilai
yang terutang pada saat pembayaran sebagian atau pada saat pembayaran uang muka
diperhitungkan dengan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang pada saat penyerahan.
Atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean dan
pemanfaatan Jasa kena Pajak dari luar daerah Pabean, saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai
adalah saat Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut mulai dimanfaatkan di dalam
daerah Pabean.
Dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak maka Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat
pembayaran.
Apabila pembayaran dilakukan sebagian-sebagian atau merupakan pembayaran uang muka
sebelum pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean atau sebelum
pemanfaatan Jasa Kena Pajak, maka Pajak Pertambahan Nilai terutang pada saat pembayaran
sebagian atau saat pembayaran uang muka. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dapat
diperhitungkan dengan Pajak yang terutang saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak
tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak.
Saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak
dari luar daerah pabean adalah saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa di
bawah ini :
a. Saat Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak secara nyata digunakan
oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena
Pajak.
b. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak
dinyatakan sebagai hutang oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak
berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut.
c. Saat harga jual Barang Kena Pajak tidak berwujud atau penggantian Jasa Kena Pajak
ditagih oleh pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa
Kena Pajak tersebut.
d. Saat harga perolehan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dibayar
baik sebagaian atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak
berwujud atau Jasa Kena Pajak tersebut.
Dalam hal saat dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa
Kena Pajak yang dimaksud dalam pembahasan tersebut diatas tidak dapat diketahui, maka saat
dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar
daerah pabean adalah tanggal ditanda tanganinya kontrak atau perjanjian.

VII. TEMPAT TERUTANG PPN.


Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 menyebutkan bahwa tempat
terutang Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean, penyerahan JKP
di dalam daerah pabean dan ekspor BKP adalah di tempat tinggal (bagai PKP Orang Pribadi) atau
tempat kedudukan (bagi PKP Badan) dan tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Dalam hal impor, terutangnya Pajak Pertambahan Nilai
terjadi ditempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Bea dan Cukai.

57
(Pasal 12 ayat (3) UU Nomor 42 tahun 2009). Bagi orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar daerah pabean, terhutang PPN di tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan/atau tempat usaha. (pasal 12 ayat (4) UU Nomor 42 tahun 2009)
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat kegiatan usaha diluar
tempat tinggal atau tempat kedudukannya, maka setiap tempat tersebut adalah tempat
terutangnya Pajak Pertambahan Nilai.
Apabila Pengusaha Kena Pajak mempunyai lebih dari satu tempat sebagai mana
dimaksud diatas tetapi berada dalam wilayah kerja satu Kantor Pelayanan Pajak, maka
Pengusaha Kena Pajak yang memiliki lebih dari satu tempat kegiatan usaha tersebut dapat
mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak untuk memilih satu tempat
atau lebih sebagai tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.
PKP orang pribadi yang memiliki tempat tinggal dan tempat usaha yang berbeda, terhutang
hanya di tempat kegiatan usahanya sepanjang PKP tersebut tidak melakukan kegiatan usaha
apapun di tempat tinggalnya. PKP yang memenuhi syarat tersebut hanya dikukuhkan di tempat
kegiatan usahanya.

VIII. TARIF PPN


Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009, Tarif Pajak Pertambahan Nilai
adalah :
1. 10% (sepuluh persen), atau
2. 0% (nol persen), khusus Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak
atau ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud atau ekspor Jasa Kena Pajak.
3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada angka (1) dapat diubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan
tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di
dalam daerah pabean. Oleh karena itu Barang Kena Pajak yang diekspor atau dengan kata lain
dikonsumsi diluar daerah pabean dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol
persen). Yang harus dicermati dalam hal ini adalah bahwa pengenaan tarif 0% (nol persen)
tersebut bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian,
Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
Dalam praktik sehari-hari, penerapantarif Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai
berikut:
a. 10 % (sepuluh persen).
Apabila jumlah yang dibayar atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, belum termasuk Pajak
pertambahan Nilai.
b. 10 / 110 (sepuluh per seratus sepuluh)
Apabila jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, sudah termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.

IX. DASAR PENGENAAN PAJAK PPN


Yang dimaksud dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah Harga jual atau
penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan yang dipakai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

58
1. Harga Jual.
Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta dalam penyerahan Barang Kena Pajak, seperti biaya pengiriman,
biaya garansi, komisi, premi asuransi, biaya pemasangan, biaya bantuan tehnik dan
biaya-biaya lainnya.
Yang bukan merupakan unsur harga jual sebagai dasar pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai adalah Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga seperti potongan tunai
atau rabat yang dicantumkan dalam Faktur Pajak. Tidak termasuk pengertian potongan
harga adalah bonus, premi, komisi atau balas jasa lainnya.
2. Penggantian.
Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha jasa karena penyerahan jasa, ekspor jasa kena pajak,
atau ekspor BKP tidak berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan
potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak atau nilai berupa uang yang
dibayar atau seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan JKP dan/atau
penerima manfaat BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
3. Nilai Impor.
Nilai impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak adalah nilai berupa uang yang
menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabean dan cukai
untuk impor BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah yang dipungut menurut Undang-Undang PPN.
4. Nilai Ekspor.
Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain
Dalam hal penerapan harga jual atau penggantian atau nilai impor atau nilai ekspor
akan menimbulkan ketidak adilan atau karena harga jual atau penggantian sulit untuk
ditetapkan, maka Menteri Keuangan menentukan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan
Pajak.

Yang dimaksud dengan nilai lain disini adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai
Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015 adalah sebagai berikut :
1. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga
Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
2. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah
Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
3. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
4. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran
5. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan, adalah harga pasar wajar;

59
6. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau
penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang adalah harga pokok penjualan atau
harga perolehan;
7. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang
disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;
8. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;
9. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah
yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau
10.untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata
berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi,
yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan
jasa perantara penjualan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau
jumlah yang seharusnya
11.untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam
tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight
charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya
ditagih.

X. FAKTUR PAJAK

A. Definisi Faktur Pajak.


Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak Pertambahan Nilai yang dibuat oleh Pengusaha
Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (Pasal 1 angka 23 UU
Nomor 42 tahun 2009). Pengusaha Kena Pajak wajib membuat fajtur pajak setiap penyerahan
BKP/JKP, ekspor JKP atau ekspor BKP Tidak Berwujud.

B. Fungsi Faktur Pajak


 Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh PKP atau Direktorat Bea dan Cukai karena
penyerahan BKP atau JKP, atau impor BKP.
 Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh Pembeli BKP atau Penerima
JKP kepada PKP atau Direktorat Bea dan Cukai.
 Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan.

C. Jenis Faktur Pajak.


Sejak berlakunya UU Nomor 42 tahun 2009 tidak lagi dikenal istilah faktur pajak sederhana
sehingga faktur pajak dibagi menjadi:
1. Faktur Pajak
Berdasarkan pasal 13 ayat (5) UU Nomor 42 tahun 2009, Faktur Pajak setidaknya memuat
tentang :
a. Nama, alamat dan NPWP PKP yang menyerahkan BKP atau JKP;
b. Nama, alamat dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP;
c. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual atau penggantian dan potongan harga;
d. PPN yang dipungut;
e. PPn BM yang dipungut;
f. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak;
g. Nama, jabatan dan tandatangan

Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan Faktur Pajak diatur dengan:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2013; dan

60
- Peraturan Direjtur Jenderal Pajak Nomor Per-17/PJ/2014

Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak


(PER-24/PJ./2013 lampiran III, PER-17/PJ/2014 lampiran II, SE-26/PJ/2015)

A. Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.


Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu:
a. 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi;
b. 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan
c. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak.

Sehingga format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak secara keseluruhan menjadi sebagai
berikut:

Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak, harus lengkap sesuai dengan
banyaknya digit.
Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan akan memberikan nomor seri Faktur
Pajak ke PKP sesuai dengan tata cara yang telah ditentukan dimulai dari Nomor Seri 900-
13.00000001 untuk Faktur Pajak yang diterbitkan tanggal 1 April 2013. Untuk tahun 2014
akan dimulai dari nomor seri Faktur Pajak 000-14.00000001 demikian seterusnya.
Contoh penulisan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut:
010.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan PPNnya dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Penjual yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), Faktur Pajak Normal (bukan
Faktur Pajak Pengganti), dengan nomor seri 900-13.00000001
sesuai dengan nomor seri pemberian dari Direktorat Jenderal
Pajak.
011.900-13.00000001, berarti penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut
oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP dengan status Faktur Pajak Pengganti. Faktur Pajak
Pengganti diterbitkan dengan nomor seri 900-13.00000001
sesuai dengan nomor seri Faktur Pajak yang diganti.

B. Tata Cara Penggunaan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak.


1. Tata Cara Penggunaan Kode Transaksi pada Faktur Pajak

61
a. Kode Transaksi diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
- 01 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN
dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP.
Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan
sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode 09.
- 02 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut
PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut
PPN Bendahara Pemerintah.
- 03 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut
PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut
oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) .
Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini
adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan
Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan
Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib
Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk
perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang
di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai
Pemungut PPN.
- 04 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan
DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.
- 05 Kode ini tidak digunakan.
- 06 digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP
Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan
penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis
asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang- Undang
Pajak Pertambahan Nilai.
Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis
penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan
BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing),
antara lain:
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%.
b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh
Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang
dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu
pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan,
Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas
Penyerahan Hasil Tembakau.
c. Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar
negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait
dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.
- 07 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat
fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP).
Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN
Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan
peraturan khusus yang berlaku, antara lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk
Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

62
Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana
Pinjaman/Hibah Luar Negeri.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi
Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan
Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat
(KB).
c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.
d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan di
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu.
e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak
Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan
Penerbangan Internasional.
f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea.
g. Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai
Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di
Dalam Negeri.
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan,
Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran
Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah
Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas.
i. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan,
Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak
Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas.
j. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan
Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
- 08 digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat
fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN.
Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas
dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang
berlaku antara lain:
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena
Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang
Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
c. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang
Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional
serta pejabatnya
- 09 digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut
oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP.

b. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '01' adalah penyerahan yang


terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan

63
penyerahan BKP dan/atau JKP yang jenis penyerahannya tidak termasuk
dalam kategori:
1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau
3) penyerahan Aktiva Pasal 16D (Kode 09).

c. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '02' atau '03' adalah


penyerahan kepada Pemungut PPN yang PPNnya dipungut oleh Pemungut
PPN, termasuk atas penyerahan dalam kategori:
1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04);
2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang
paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau
3) penyerahan-Aktiva Pasal 16D (Kode 09).

d. Dalam hal atas penyerahan kepada Pemungut PPN, PPN yang terutang
dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi
yang digunakan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir
b di atas.

e. Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode


Transaksi '07' atau '08', termasuk penyerahan kepada Pemungut PPN.

2. Tata Cara Penggunaan Kode Status pada Faktur Pajak


a. Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) 0 (nol) untuk status normal;
2) 1 (satu) untuk status penggantian.
b. Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya,
maka Kode Status yang digunakan Kode Status '1'.

3. Tata Cara Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak


a. Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 11 (sebelas) digit nomor urut yang
dipisahkan oleh 2 (dua) digit tahun penerbitan.
b. Nomor Seri Faktur Pajak diberikan dalam bentuk blok nomor dengan jumlah
sesuai permintaan PKP.
Contoh:
PKP meminta 100 Nomor Seri Faktur Pajak, maka Nomor Seri Faktur Pajak
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
- 900.13.00000001 s.d. 900.13.00000100;
- 900.13.99999901 s.d. 901.13.00000000;
- 900.13.99999999 s.d. 901.13.00000098, dan sebagainya.
c. Nomor Seri Faktur Pajak digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak dalam
tahun yang sama dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan yang tertera dalam
Nomor Seri Faktur Pajak.

C. Penegasan Penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak Dan Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak

1. Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor
Seri Faktur
Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Nomor Seri Faktur Pajak yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan
untuk membuat Faktur Pajak pada tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur

64
Pajak atau tanggal sesudahnya dalam tahun yang sama dengan Kode Tahun yang
tertera pada Nomor Seri Faktur Pajak tersebut.
Contoh:
- PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal
10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
- Dengan demikian, PKP A hanya dapat menggunakan Nomor Seri Faktur
Pajak tersebut
untuk membuat Faktur Pajak tanggal 10 November 2014 atau tanggal
setelahnya dalam
tahun 2014.
- PKP A dilarang menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut untuk
membuat Faktur
Pajak sebelum tanggal 10 November 2014.
3. Sesuai dengan Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya, Faktur Pajak dengan tanggal
mendahului (sebelum) tanggal surat pemberian Nomor Seri Faktur Pajak merupakan
Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak
sesungguhnya, sehingga merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Contoh:
- PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal
10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
- PKP A menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut di atas untuk
pembuatan Faktur
Pajak tertanggal 1 November 2014.

1 Jan 2014 1 Nov 2014 10 Nov 2014 31 Des 2014


0--------------------------------0----------------------------0------------------------------------0
Faktur Pajak dibuat Tanggal Surat
oleh PKP A Pemberian NSFP
l l
l l
---------------- ------------- -------------
\/
Periode penggunaan
Nomor Seri Faktur Pajak

Ketentuan terkait contoh di atas adalah:


a. Pasal 1 angka 8 PER-24/PJ/2012 dan perubahannya :
Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat
Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu
untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau
kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
b. Pasal 1 angka 9 PER-24/PJ/2012 dan perubahannya :
Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak
sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak
sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak ini.

65
Faktur Pajak yang dibuat oleh PKP A telah mencantumkan keterangan berupa
tanqgal pembuatan Faktur Pajak yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya.
Tanggal pembuatan Faktur Pajak yang sebenarnya atau sesungguhnya dengan
menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut baru dapat dilakukan oleh PKP A
paling cepat tanggal 10 November 2014.Dengan demikian, Faktur Pajak yang telah
dibuat oleh PKP A dengan tanggal 1 November 2014 tersebut merupakan Faktur
Pajak Tidak Lengkap.
4. PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi
sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan. Sedangkan bagi PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa
Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di
dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan
ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
5. Terbatas hanya untuk Faktur Pajak Tidak Lengkap sebagaimana dimaksud pada
angka 3, PKP diperkenankan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Terhadap Faktur Pajak Tidak Lengkap tersebut dilakukan pembatalan Faktur
Pajak;
b. Dibuat Faktur Pajak baru dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak
yang sama
dengan Faktur Pajak Tidak Lengkap yang telah dibatalkan tersebut;
c. Tanggal Faktur Pajak yang baru dibuat tersebut tidak boleh mendahului
(sebelum)
tanggal Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak yang bersangkutan.
Contoh:
- PKP A menerima Surat Pemberian Nomor Seri Faktur Pajak tertanggal
10 November 2014 dengan Nomor Seri Faktur Pajak 004-14.00000001.
- PKP A membuat Faktur Pajak dengan Kode dan Nomor Seri 010.004-
14.00000001
dengan tanggal Faktur Pajak 1 November 2014.
- Hal-hal yang dapat dilakukan oleh PKP A adalah:
a. Faktur Pajak tanggal 1 November 2014 dengan Nomor Seri
010.004-14.00000001 dibatalkan.
b. PKP A membuat Faktur Pajak yang baru dengan Nomor Seri Faktur Pajak
yang
sama yaitu 010.004-14.00000001 dengan tanggal Faktur Pajak tanggal
10 November 2014 atau tanggal setelahnya dalam tahun 2014.
6. Dalam hal Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5 ternyata diketahui
bahwa saat
seharusnya Faktur Pajak tersebut dibuat adalah pada tanggal 1 November 2014,
maka Faktur
Pajak tersebut merupakan Faktur Pajak yang dibuat tidak tepat waktu oleh
Pengusaha Kena
Pajak.
7. Dalam hal Faktur Pajak yang tidak tepat waktu sebagaimana dimaksud pada angka
6 dibuat setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak
seharusnya dibuat, PKP
dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
8. Pembatalan dan pembuatan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5
dan 6 dapat dilakukan sepanjang Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai dimana Faktur Pajak tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan,
belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP
belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.

66
9. Faktur Pajak yang mencantumkan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya
namun dibuat tidak tepat waktu oleh PKP sebagaimana dimaksud pada angka 6
dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan sepanjang memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
10. Direktorat Jenderal Pajak hanya dapat memberikan Nomor Seri Faktur Pajak
dengan 2 (dua) digit tahun penerbitan sesuai dengan tahun diberikannya Nomor Seri
Faktur Pajak tersebut.

E - NOFA
ELEKTRONIK NOMOR SERI
FAKTUR PAJAK 20XX
Diterbitkan untuk PKP: Direktorat Jenderal Pajak memberikan Nomor Seri Faktur Pajak
Nama : sebanyak ................ Nomor, dimulai dari
NPWP :

000.14.12345678
Surat Pemberitahuan DJP
No :
Tgl : sampai dengan

Surat Permintaan PKP


000.14.12345679
No :
Tgl :

PEMBERITAHUAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK:

1. Nomor Seri Faktur Pajak tersebut dapat digunakan untuk penerbitan Faktur Pajak
di Tahun Pajak 20xx.
2. Tata cara penggunaan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut adalah sebagaimana diatur
dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012 dan perubahannya.
3. Dalam hal Nomor Seri yang diberikan sudah hampir habis, Saudara dapat
mengajukan kembali surat permohonan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
4. Direktur Jenderal Pajak menyatakan bahwa dokumen ini tidak memerlukan tanda tangan
dari pejabat Direktorat Jenderal Pajak.

67
Faktur Pajak gabungan.
Penyimpangan dari ketentuan di atas, PKP dapat membuat satu Faktur Pajak untuk
seluruh penyerahan BKP atau JKP yang terjadi dalam satu bulan takwim kepada pembeli
yang sama atau penerima jasa yang sama. Produk penyimpangan pembuatan Faktur Pajak
ini dikenal dengan sebutan Faktur Pajak Gabungan. Faktur pajak gabungan dibuat pada
akhir bulan penyerahan.

2. Dokumen-dokumen Tertentu sebagai Faktur Pajak Standar


(PER-10/PJ/2010; PER-67/PJ/2010; PER-27/PJ./2011; PER - 33/PJ/2014)

Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak adalah :

1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat
yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut;
2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh BULOG/DOLOG
untuk penyaluran tepung terigu;
3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk
penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak;
4. Bukti tagihan atas penyerahan jasa telekomunikasi oleh perusahaan telekomunlkasi;
5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill, atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan
untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri;
6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan;
7. Bukti tagihan atas penyerahan listrik oleh perusahaan Iistrik;
8. Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang
dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor
Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang mencantumkan identitas pemilik barang berupa
nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan dilampiri dengan Surat Setoran
Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mencantumkan identitas pemilik barang
berupa nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), yang merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak;
10. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean;
11. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh
Perusahaan Air Minum;
12. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perantara
efek; dan
13. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan;
14. Surat Setoran Pajak untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang
Kena Pajak melalui juru lelang disertai dengan Risalah Lelang.

Dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak paling sedikit harus memuat
:

68
a. Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan;
b. Jumlah satuan barang apabila ada;
c. Dasar Pengenaan Pajak;dan
d. Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.

3. Faktur Pajak Gunggungan (peraturan direktur Jenderal Pajak Nomor Per-


58/PJ/2010)
Faktur pajak gunggungan adalah faktur pajak yang diperuntukkan bagi pedagang eceran
karena karakteristik Pedagang Eceran adalah penjualan secara langsung kepada
konsumen akhir dengan jumlah transaksi penyerahan barang yang relatif banyak dengan
nilai relatif kecil sehingga Pedagang Eceran mengalami kesulitan apabila diperlakukan
sama seperti Pengusaha Kena Pajak lainnya dalam pembuatan dan penatausahaan Faktur
Pajak.
Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang selanjutnya disebut PKP PE adalah
Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut :
a. melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung
mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
b. dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir,
tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang;
dan
c. pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan
secara tunai dan penjual langsung menyerahkan Barang Kena Pajak atau pembeli
langsung membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya.

Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak oleh PKP PE paling sedikit harus
memuat keterangan :
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak;
b.jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c. jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak
Pertambahan Nilai dicantumkan secara terpisah;
d.Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; dan
e. kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak.

D. Saat Pembuatan Faktur Pajak


Faktur Pajak harus dibuat pada saat:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (khusus
penyerahan kepada Pemungut Bendaharawan Pemerintah, fajtur pajak dibuat pada
saat pengiriman surat tagihan oleh PKP rekanan).

XI. MEKANISME PPN

69
A. Pajak Masukan.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak
karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau
pemanfaatan Barang kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah Pabean dan atau pemanfaatan
Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean dan atau impor Barang kena Pajak.
Pajak masukan dalam suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk
Masa Pajak yang sama. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan
Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya
selambat-lambatnya pada bulan ketiga setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan,
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Apabila dalam satu masa pajak PK lebih besar daripada PM, maka selisihnya merupakan
PPN yang harus dibayar oleh PKP. Sebaliknya jika PK lebih kecil daripada PM, selisihnya dapat
dimintakan kembali atau dikompensasikan ke masa pajak berikutnya.
Bagi PKP yang belum berproduksi sihingga belum melakukan penyerahan yang terutang
PPN, maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan.
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan dalam hal :
a. Perolehan BKP atau JKP sebelum dikukuhkan sebagai PKP;
b. Perolehan BKP atau JKP yang tidak memiliki hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c. Perolehan kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon kecuali merupakan barang
dagangan atau disewakan;
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum
dikukuhkan sebagai PKP;
e. Perolehan BKP atau JKP yang faktur pajak tidak memenuhi ketentuan (tidak mencantumkan
nama, alamat dan NPWP Pembeli BKP/Penerima JKP);

f. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean yang faktur
pajak standarnya tidak memenuhi syarat;
g. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
h. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT masa PPN yang
ditemukan pada saat pemeriksaan; dan
i. perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum
Pengusaha Kena Pajak berproduksi.

B. Pajak Keluaran.
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut oleh pengusaha Kena
Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Pajak masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau
impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dilakukan dalam
masa pajak yang sama.

C. Mekanisme Pengenaan PPN


Mekanisme pengenaan PPN adalah sebagai berikut :
 Setiap Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan
memungut Pajak Keluaran (output tax) yang terutang.
 Pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli BKP atau JKP dari
Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan
Pajak Masukan (input tax).

70
 Pada Akhir Masa Pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih besar
dari pada Pajak Masukan, maka kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-
lambatnya tanggal akhir bulan berikutnya (sebelum SPT PPN disampaiakan).

XII. PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

Mulai 1 april 2010, sejak berlakunya Undang-undang Nomor 42 tahun 2009, dikenal ada 2 (dua)
mekanisme pengkreditan Pajak masukan, yaitu:

1.Mekanisme Normal

Mekanisme ini mengatur bahwa Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu masa pajak
adalah faktur pajak (riil) yang diterima/dimiluki oleh Wajib Pajak yang memenuhi syarat formal
dan material sebagaimana dimaksud Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

2.Mekanisme Deemed Pajak Masukan

Mekanisme Deemed Pajak Masukan mengatur bahwa Pajak masukan yang dapat dikreditkan
pada suatu masa pajak diatur dengan prosentase tertentu yang ditetapkan oleh Ketentuan
Perundang-Undangan Perpajakan.

Berdasarkan UU Nomor 42 tahun 2009, dikenal 2 (dua) Deemed Pajak Masukan, yaitu:
1. Deemed Pajak Masukan Untuk PKP dengan omset tertentu
Berdasarkan Pasal 9 ayat (7b) UU Nomor 42 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 74/PMK.03/2010, Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam
1(satu) tahun buku tidak melebihi Rp 1.800.000.000,00 (satu milyar delapan ratus ribu rupiah)
dapat menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan dengan syarat:
a. Peredaran usaha dalam 2 (dua) tahun buku sebelumnyatidak melebihi Rp
1.800.000.000,00 untuk setiap 1 (satu) tahun buku; atau
b. Wajib Pajak baru yang dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan:
a. Untuk penyerahan BKP adalah 70% dari Pajak Keluaran
b. Untuk penyerahan JKP adalah 60% dari Pajak Keluaran
Sehingga bagi PKP yang memilih menggunakan Deemed Pajak Masukan tersebut akan selalu
menyetor PPN ke kas negara sebesar:
a. 3% dari Dasar Pengenaan Pajak (Untuk penyerahan BKP)
b. 4% dari Dasar Pengenaan Pajak (Untuk Penyerahan JKP)

2. Deemed Pajak Masukan untuk kegiatan tertentu


Berdasarkan Pasal 9 ayat (7a) UU Nomor 42 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 79/PMK.03/2010, PKP yang kegiatannya semata-mata melakukan penjualan
kendaraan bermotor bekas secara eceran atau penjualan emas perhiasan eceran wajib
menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. PM sebesar 90% dari PK untuk penyerahan kendaraan bermotor bekas;

71
b. PM sebesar 80% dari PK untik penyerahan emas perhiasan secara eceran.
Sehingga bagi PKP yang wajib menggunakan Deemed Pajak Masukan tersebut akan selalu
menyetor PPN ke kas negara sebesar:
a. 1% dari Dasar Pengenaan Pajak (Untuk penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas)
b. 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (Untuk Penyerahan Emas Perhiasan)

XIII. PEMUNGUT PPN.


Mekanisme yang menyimpang dari prinsip dasar PPN Mekanisme ini diatur dalam
Pasal 16A UU PPN 1984 yang secara prinsip menyimpang dari asas-asas PPN. Berdasarkan
ketentuan ini mekanisme PPN diatur terbalik, sebagai berikut :
Instansi Pemerintah dan badan-badan tertentu ditunjuk sebagai Pemungut PPN:
Pada saat Pemungut Pajak tertentu (selaku pembeli) melakukan penerimaan pembayaran
Harga Jual atau Penggantian, diwajibkan memungut Pajak yang terutang:
Pajak yang telah dipungut tersebut kemudian disetorkan ke kas negara oleh Pemungut
Pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Pengusaha Kena
Pajak penjual dan ditandatangani oleh Pemungut Pajak. Kemudian pemungut pajak
melaporkan pemungutan dan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak setempat.
Saat terutang PPN adalah saat pembayaran Pemungut Pajak kepada PKP rekanan.

Pemungut PPN:
0 Instansi Pemerintah
a. Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN)
b. Bendahara Pemerintah
1 KPS (Kontraktor Production Sharing) di bidang pengusahaan pertambangan minyak
dan gas

PPN/PPnBM tidak dipungut oleh pemungut Instansi Pemerintah jika:


• Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000 dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
• Pembayaran untuk pembebasan tanah;
• Pembayaran atas penyerahan yang mendapat fasilitas tidak dipungut dan/ dibebaskan;
• Pembayaran atas penyerahan BBM dan nonBBM oleh PT (Persero) Pertamina;
• Pembayaran atas rekening telepon;
• Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
• Penyerahan yang tidak terutang PPN.

PPN/PPnBM tidak dipungut oleh KPS jika:


• Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 10.000.000 dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
• Pembayaran atas penyerahan yang mendapat fasilitas tidak dipungut dan/ dibebaskan;
• Pembayaran atas penyerahan BBM dan nonBBM oleh PT (Persero) Pertamina;
• Pembayaran atas rekening telepon;
• Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan;
• Penyerahan yang tidak terutang PPN.

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPn BM)

72
Pengertian
Disamping dikenakan PPN, atas barang kena pajak yang tergolong mewah juga dikenakan PPn
BM.
Karakteristik dari PPn BM adalah :
1. PPn BM merupakan pungutan tambahan di samping PPN;
2. PPn BM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor BKP mewah atau atas penjualan BKP
yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP Pabrikan;
3. PPn BM tidak dapat dikreditkan dengan PPN;
4. Apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPn BM yang dibayar pada saat
perolehan dpt diminta kembali;

Yang termasuk dalam kriteria barang kena pajak yang tergolong mewah adalah :
1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
2. Barang tersebut dikonsumsi masyarakat tertentu; atau
3. Pada umumnya dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi;
4. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status konsumen; atau

Pengenaan PPn BM hanya dilakukan satu kali yaitu dipungut pada saat impor BKP yang
tergolong mewah atau atas penjualan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP
Pabrikan

Tarif
Berdasarkan Pasal 8 UU Nomor 42 Tahun 2009 tarif PPnBM ditetapkan paling rendah 10% dan
paling tinggi 200%.

 Tarif PPn BM bagi BKP YTM berupa kendaraan bermotor adalah 10%, 20%, 30%, 40%,
50% 60% dan 75%
 Tarif PPn BM bagi BKP YTM selain kendaraan bermotor adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%
dan 75%

PPn BM atas BKP selain Kendaraan Bermotor


1. Kelompok BKP selain kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif 10%
(sepuluh persen), adalah:

a. kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandung tambahan gula atau
pemanis lainnya atau tidak, diberi aroma atau tidak, diberi rasa atau tidak, mengandung
tambahan buah-buahan, biji-bijian, kokoa, atau tidak, yoghurt, kephir, whey, keju,
mentega atau lemak atau minyak yang diperoleh dari susu, yang dibotolkan/dikemas;
b. kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandung alkohol,
mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma
maupun tidak, yang dibotolkan/dikemas;

73
c. kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan gula atau
pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma maupun tidak, serta air soda,
yangdibotolkan/dikemas;
d. kelompok produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit, tangan, kaki, dan rambut,
sertapreparat rias lainnya, yang dibotolkan/dikemas;
e. kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat
penerima siaran televisi;
f. kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga;
g. kelompok mesin pengatur suhu udara;
h. kelompok alat perekam atau reproduksi gambar, pesawat penerima siaran radio;
i. kelompok alat fotografi, alat sinematografi, dan perlengkapannya.

2. Kelompok BKP YTM selain kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
20% (dua puluh persen), adalah:

a. kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, selain yang disebut
dalam nomor (1);
b. kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house,
dan sejenisnya;
c. kelompok pesawat penerima siaran televisi, dan antena serta reflektor antena, selain yang
disebut dalam nomor (1);
d. kelompok mesin pengatur suhu udara, mesin pencuci piring, mesin pengering, pesawat
elektromagnetik, dan instrumen musik;
e. kelompok wangi-wangian;
f. kelompok permadani tertentu selain yang terbuat dari serabut kelapa (coir), sutera atau
wool atau bulu hewan halus.

3. Kelompok BKP YTM selain kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif 30%
(tiga puluh persen), adalah:

a. kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, kecuali untuk keperluan
negara atau angkutan umum;
b. kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut dalam nomor (1).

4. Kelompok BKP YTM selain kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif 40%
(empat puluh persen), adalah:

a. kelompok minuman yang mengandung alkohol;


b. kelompok barang yang terbuat dari kulit atau kulit tiruan;
c. kelompok permadani yang terbuat dari sutera atau wool;
d. kelompok barang kaca dari kristal timah hitam dari jenis yang digunakan untuk meja,
dapur, rias, kantor, dekorasi dalam ruangan atau keperluan semacam itu;
e. kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam mulia atau
dari logam yang dilapisi logam mulia atau campuran daripadanya;
f. kelompok kapal atau kendaraan air lainnya, sampan dan kano, selain yang disebut
dalam nomor (3), kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum;
g. kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya
tanpa tenaga penggerak;

74
h. kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya kecuali untuk keperluan negara;
i. kelompok jenis alas kaki;
j. kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor;
k. kelompok barang-barang yang terbuat dari porselin, tanah lempung cina atau keramik;
l. kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu selain batu
jalan dan batu tepi jalan.

5. Kelompok BKP YTM selain kendaraan bermotor yang dikenakanPPn BM dengan tarif 50%
(lima puluh persen), adalah:

a. kelompok permadani yang terbuat dari bulu hewan halus;


b. kelompok pesawat udara, selain yang dimaksud dalam nomor (4), kecuali untuk
keperluan negara atau angkutan udara niaga;
c. kelompok peralatan dan perlengkapan olah raga selain yang disebut dalam nomor (1)
dan nomor (3);
d. kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.

6. Kelompok BKP YTM selain kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif 75%
(tujuh puluh lima persen) adalah:

a. kelompok minuman yang mengandung alkohol selain yang dimaksud dalam nomor (4);
b. kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari batu mulia dan
atau mutiara atau campuran daripadanya;
c. kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum.

Contoh :
PT Angin sejuk selaku importir AC memasukan 1000 unit AC dengan harga impor (CIF) USD
500,000.00 terkena bea masuk 50% PPN 10% dan PPn BM 20%. Kurs 1 USD = Rp. 2.000,-
Harga impor (CIF) 500.000 x Rp. 2.000,- Rp. 1.000.000.000,-
Bea masuk 50% Rp. 500.000.000,-
Nilai impor Rp. 1.500.000.000,-
PPN 10% Rp. 150.000.000,-
PPn BM 20% Rp. 300.000.000,-
Jumlah yang dibayar importir Rp. 1.950.000.000,-

Perhitungan harga perolehan


Nilai impor Rp. 1.500.000.000,-
PPn BM yang jadi biaya Rp. 300.000.000,-
Harga perolehan Rp. 1.800.000.000,-
Harga perolehan per unit
1/1000 x Rp. 1.800.000.000,- Rp. 1.800.000,-

Apabila PT Angin Sejuk kemudian menjual dengan laba kotor Rp. 1.000.000,- per buah kepada
distributor, maka distributor akan membayar atas pembelian AC dengan perhitungan sebagai
berikut:

75
Harga perolehan importir Rp. 1.800.000,-
Laba kotor Rp. 1.000.000,-
Harga Jual Importir Rp. 2.800.000,-
PPN terutang 10% Rp. 280.000,-
Harga yang harus dibayar Rp 3.080.000,-

PPn BM atas BKP Kendaraan Bermotor


Pengenaan PPn BM hanya dilakukan satu kali yaitu dipungut pada saat impor BKP yang
tergolong mewah atau atas penjualan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh PKP
Pabrikan. Pabrikan adalah kegiatan yang menghasilkan BKP yang tergolong mewah. Kegiatan
menghasilkan dalam industri atau penjualan kendaraan bermotor, dapat dicontohkan sebagai
berikut :

o PT AKU adalah industri perakitan, mengimpor KB dalam bentuk CKD dan dirakit sendiri KB
dalam bentuk CKD tersebut menjadi KB. Dalam hal ini PT AKU adalah pabrikan kendaraan
bermotor.

o PT BAKU adalah distibutor KB, mengimpor KB dalam bentuk CKD dan dirakit sendiri KB
dalam bentuk CKD tersebut menjadi KB. Dalam hal ini PT BAKU adalah pabrikan
kendaraan bermotor;

o PT CAKU adalah distibutor KB, mengimpor kendaraan sasis. Untuk mengubah kendaraan
sasis tersebut menjadi KB, PT CAKU menyuruh industri karoseri PT DAKU. Dalam hal ini
PT CAKU adalah pabrikan kendaraan bermotor;

o Perusahaan taksi PT EAKU mengimpor kendaraan sasis. Untuk mengubah kendaraan sasis
tersebut menjadi KB, PT CAKU menyuruh industri karoseri PT DAKU. Dalam hal ini PT
EAKU adalah pabrikan kendaraan bermotor;

o Pak Amat mengimpor KB dalam bentuk CKD. Untuk mengubah KB dalam bentuk CKD
tersebut menjadi KB, Pak Amat menyuruh industri perakitan PT HAKU. Dalam hal ini Pak
Amat adalah pabrikan kendaraan bermotor ;

Dalam kaitannya dengan kendaraan bermotor, PPnBM dikenakan atas:

1. Impor Kendaraan CBU berupa Kendaraan pengangkutan orang sampai dengan 15 (lima
belas) orang termasuk pengemudi, kendaraan ouble Cabin, Kendaraan khusus, kendaraan
bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas silinder lebih dari 250 CC.
2. Penyerahan kendaraan hasil perakitan/produksi di dalam Daerah Pabean berupa Kendaraan
pengangkutan orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi, kendaraan
Double Cabin, kendaraan khusus, kendaraan bermotor beroda 2 (dua) dengan kapasitas
silinder lebih dari 250 CC.
3. Penyerahan kendaraan bermotor berupa Kendaraan pengangkutan orang sampai dengan 15
(lima belas) orang termasuk pengemudi dan kendaraan Double Cabin hasil pengubahan dari
Kendaraan sasis atau Kendaraan pengangkutan barang.

76
PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan:

1. Kendaraan CKD;
2. Kendaraan sasis;
3. Kendaraan pengangkutan barang;
4. Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 250 CC;
5. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih termasuk
pengemudi.

PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan:

1. Kendaraan bermotor berupa kendaraan ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan pemadam


kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan pengangkutan umum;
2. Kendaraan protokoler kenegaraan;
3. Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas)
orang termasuk pengemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI;
4. Kendaraan patroli TNI/POLRI.

Adapun tarif PPN untuk BKP Kendaraan Bermotor adalah :


1. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 10% (sepuluh persen), adalah :

a. kendaraan bermotor angkutan orang untuk 10 (sepuluh) orang atau lebih termasuk
pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan semua
kapasitas isi silinder; dan
b. kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
serta van dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan motor bakar cetus api
atau motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder
tidak lebih dari 1500 CC.
2. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 20% (dua puluh persen), adalah kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10
(sepuluh) orang termasuk pengemudi serta van dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak
(4x2) dengan motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC tetapi
tidak lebih dari 3000 CC atau motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC tetapi tidak lebih dari 2500 CC.

3. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 30% (tiga puluh persen), adalah :

a. kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasukpengemudi,


jenis sedan atau station wagon dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 CC;
b. kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
serta van dengan sistem 1 (satu) gandar penggerak (4x2) dengan motor bakar cetus api
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 CC atau motor bakar nyala kompresi (diesel
atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 CC; dan
c. kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasukpengemudi
serta van dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan motor bakar cetus api
atau motor bakar nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder tidak
lebih dari 1500 CC.

77
4. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 40% (empat puluh persen), adalah kendaraan bermotor sedan/station wagon dan
kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
serta van dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4) dengan motor bakar cetus api dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC tetapi tidak lebih dari 3000 CC atau motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 CC tetapi
tidak lebih dari 2500 CC.

5. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 50% (lima puluh persen), adalah :

a. kendaraan bermotor beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari
250 CC sampai dengan 500 CC; dan
b. kendaraan bermotor sedan/station wagon dan kendaraan bermotor angkutan orangkurang
dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi serta van dengan sistem 2 (dua)
gandar penggerak (4x4), dengan motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder
lebih dari 3000 CC sampai dengan 4000 CC atau motor bakar nyala kompresi
(diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 CC sampai dengan 3500
CC; dan
c. semua jenis kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.

6. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 60% (enam puluh persen), adalah :

a. kendaraan bermotor beroda dua dengan motor penggerak yang isi silindernya lebih dari
500 CC;
b. kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, trailer
dan semi trailer dari jenis tipe caravan untuk perumahan atau kemah.

7. Kelompok BKP YTM yang berupa kendaraan bermotor yang dikenakan PPn BM dengan tarif
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen), adalah kendaraan bermotor sedan/station wagon dan
kendaraan bermotor angkutan orang kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi
serta van dengan sistem 2 (dua) gandar penggerak (4x4), dengan motor bakar cetus api
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 4000 CC atau motor bakar nyala kompresi
(diesel/semi diesel) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3500 CC, mobil balap
dan sejenisnya.

Apabila kendaraan bermotor yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor atau perolehannya ternyata
dipindahtangankan atau diubah peruntukannya sehingga tidak sesuai dengan tujuan
semula, maka PPn BM yang terutang pada saat impor atau perolehannya tersebut wajib dibayar
kembali dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut dipindahtangankan
atau diubah peruntukannya.

Dan apabila dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam nomor (2) PPn BM
yang terutang tersebut tidak atau kurang dibayar, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) ditambah sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Contoh :
1. Dealer B membeli sasis kendaraan bermotor dari main dealer A seharga Rp. 100.000.000,-
dengan potongan harga Rp. 1.000.000,- termasuk PPN 10%

78
2. Dealer B meminta Karoseri C unut mengubah sasis menjadi kendaraan bermotor dengan
ongkos Rp. 10.000.000,- dan PPN yang dipungut karoseri C adalah Rp. 1.000.000,-
3. Dealer B menjualnya dengan harga Rp. 150.000.000,- termasuk PPN 10% dan PPn BM 15%

Perhitungannya:

Harga sasis dari main dealer A Rp. 100.000.000,-


Potongan harga Rp. 1.000.000,-
Harga sasis termasuk PPN Rp. 99.000.000,-
PPN Rp. 9.000.000,-
Biaya karoseri Rp 10.000.000,-
PPN atas biaya karoseri Rp. 1.000.000,-

Penjualan
Harga Jual termasuk PPN dan PPn BM Rp. 150.000.000,-
DPP
100/125 x Rp. 150.000.000,- Rp. 120.000.000,-
PPN terutangnya Rp. 12.000.000,-
PPn BM terutang Rp. 18.000.000,-

Perhitungan PPN dan PPn BM atas transaksi tersebut adalah :

PPN
Pajak Keluaran 10% x Rp. 120.000.000,- Rp. 12.000.000,-
Pajak Masukan
- Pembelian sasis Rp. 9.000.000,-
- jasa karoseri Rp. 1.000.000,- Rp. 10.000.000,-

PPN yang harus disetor Rp. 2.000.000,-

PPn BM
15% x Rp. 120.000.000,- Rp. 18.000.000,-

FASILITAS PPN DAN PPn BM

79
Secara garis besar ada beberapa jenis fasilitas yang diberikan oleh pemerintah terkait PPN dan
PPn BM yaitu :

1. PPN Tidak Dikenakan


WP yang semua penyerahkan BKP/JKP-nya PPN tidak dikenakan dan tidak ada usaha lain,
maka tidak wajib PKP dan PM atas perolehan BKP/JKP tdk dapat dikreditkan. Bahasan ini
telah diuraikan pada modul PPN A.
2. PPN Dibebaskan
WP yang penyerahan BKP/JKP-nya yang merupakan objek PPN tapi dibebaskan dari
pengenaan PPN/PPn BM-nya, maka tetap harus PKP dan wajib membuat FP dan PM atas
perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan.
3. PPN Tidak Dipungut
WP yang penyerahan BKP/JKP-nya yang merupakan objek PPN tapi PPN tidak dipungut dari
pengenaan PPN/PPn BM-nya, maka tetap harus PKP dan wajib membuat FP dan PM atas
perolehan BKP/JKP dapat dikreditkan.
4. PPN Tarif 0%
WP yang penyerahan BKP/JKP-nya yang merupakan objek PPN tapi dikenakan tariff 0%,
maka tetap harus PKP dan wajib membuat FP dan PM atas perolehan BKP/JKP dapat
dikreditkan.

Dari 4 fasilitas tersebut sebenarnya yang dimaksud fasilitas dalam Undang-Undang pajak
Pertambahan Nilai hanyalah dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barng Mewah yang secara detail dijelaskan sebagai berikut:

A. Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

80
1. Impor BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN
a. Senjata, amunisi, alat angkutan di air/di bawah air/di udara, kendaraan lapis baja,
kendaraan patroli, dan kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya
yang diimpor oleh Departemen Pertahanan, TNI, POLRI atau pihak lain yang
ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI untuk melakukan impor
tersebut, dan komponen atau bahannya
b. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
c. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama;
d. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia
e. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
f. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan atau bahan yang diimpor oleh oleh PT
(PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api,
suku cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
g. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau
TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh
Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Perta#hanan
atau TNI.
2. Penyerahan BKP/JKP tertentu yang bersifat strategis yg dibebaskan dari pengenaan PPN
a. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas , tidak termasuk suku cadang, yang diperlukan secara langsung
dalam proses menghasilkan BKP, oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut;
b. Makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan;
c. Barang hasil pertanian;
d. Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan;
e. Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air Minum;
f. Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6600 watt
g. Barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik dalam keadaan terpasang
maupun terlepas , tidak termasuk suku cadang, yang diperlukan secara langsung
dalam proses menghasilkan BKP, oleh PKP yang menghasilkan BKP tersebut;
h. Makanan ternak, unggas, dan ikan, dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan;
i. Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan
3. Penyerahan BKP TTT yg dibebaskan dari pengenaan PPN
a. Rumah sederhana, RSS, rumah susun sederhana, pondok boro, asrama mahasiswa
dan pelajar serta perumahan lainnya yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan
b. Senjata, amunisi, alat angkutan di air/di bawah air/di udara, kendaraan lapis baja,
kendaraan angkutan khusus lainnya, dan komponen/bahan yang diperlukan dalam
pembuatan senjata dan amunisi oleh PT PINDAD, untuk keperluan TNI dan POLRI;
c. Vaksin polio dalam rangka PIN
d. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

81
e. Kapal Laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, dkk spt diatas
f. Pesawat udara dan suku cadang dkk spt diatas
g. Kereta api dan suku cadang dkk spt diatas
h. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan
photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan
Nasional yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.
4. Penyerahan JKP TTT yg dibebaskan dari pengenaan PPN :
a. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional
atau Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan
Nasional,
b. Jasa perawatan/reparasi (docking) kapal
c. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
d. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan rumah yang atas
penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN dan pembangunan tempat yang
semata-mata untuk keperluan ibadah;
e. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana;
f. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam
rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah RI untuk mendukung
pertahanan nasional.

Bila dalam jangka waktu 5 tahun sejak impor dan/atau perolehannya ternyata dialihkan atau
dipindahtangankan kepada pihak lain baik sebagian atau seluruhnya, maka PPN yang telah
dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak barang tersebut dialihkan atau
dipindahtangankan.

B. Fasilitas PPN Tidak Dipungut


1. Atas Impor BKP yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu :
a. Barang-barang yang dimasukkan oleh anggota-anggota/Perwakilan Negara Asing di
Indonesia atas dasar timbal balik.
b. Barang untuk keperluan Perwakilan Badan atau Organisasi Internasional yang bukan
merupakan subyek pajak PPh
c. Barang-barang yang merupakan hadiah atau berdasarkan bantuan teknik kerja sama atau
pemberian lain dengan cuma-cuma dari pemerintah asing, Badan Luar Negeri, Badan
atau Organisasi Internasional, dan Organisasi Swasta lainnya kepada Pemerintah RI baik
pusat maupun daerah, Lembaga/Badan, Palang Merah Indonesia, dan kepada organisasi
keagamaan di dalam negeri yang mendapat rekomendasi dari Departemen Agama
d. Barang-barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan lain-lain yang terbuka
untuk umum.
e. Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah dengan menunjukkan Surat
Keterangan Kematian dari pejabat yang berwenang di negara tempat yang bersangkutan
meninggal.
f. Barang pindahan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, mahasiswa yang
belajar di luar negeri, PNS/TNI/POLRI yang bertugas di luar negeri sekurang-kurangnya
selama 1 tahun, sepanjang barang tersebut tidak untuk diperdagangkan dan mendapat
rekomendasi dari Perwakilan RI setempat
g. Barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkutan dan pelintas batas
h. Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, dan kebudayaan.
i. Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan iptek
j. Barang untuk keperluan khusus tuna netra dan penyandang cacat

82
k. Barang oleh pemerintah pusat atau daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum.
l. Barang untuk perlengkapan militer termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara.

Apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak impor, BKP tersebut digunakan tidak sesuai
tujuan semula atau dipindahtangankan, maka PPN dan PPnBM yang seharusnya terutang
wajib disetor ke kas negara oleh orang pribadi atau badan yang melakukan importasi PPN
terutang harus disetorkan ke kas negara dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak BKP
tersebut dipindahtangankan atau digunakan ditambah dengan sanksi bunga 2% sebulan,
dihitung sejak impor sampai tanggal penyetoran
2. Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dari hibah dan pinjaman luar negeri;
3. Penyerahan avtur untuk keperluan penerbangan internasional.
4. Penyerahan BKP dari daerah pabean lainnya di daerah pabean Indonesia lainnyake
kawasan berikat Pulau Batam dan pulau-pulau lainnya yang ditetapkan sebagai kawasan
berikat.

RESTITUSI PPN

Restitusi adalah permintaan kembali pajak yang telah dibayar, karena adanya kelebihan
pembayaran pajak yang disebabkan :
1. Jumlah PM lebih besar dari PK dalam suatu masa pajak ;
2. Karena kesalahan pemungutan oleh PKP atau pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang;

Hal-hal yang menyebabkan Jumlah PM lebih besar dari PK dalam suatu masa pajak
1. Pembelian atau perolehan JKP dilakukan sebelum usaha dimulai atau awal usaha
2. PKP melakukan ekspor BKP;
3. PKP menyerahkan BKP/JKP kepada WAPU PPN;
4. PKP menyerahkan BKP/JKP sehub. proyek milik pemerintah yang dananya berasal dari BLN
(hibah/pinjaman)
5. PKP menyerahkan BKP untuk diolah lebih lanjut kepada EPTE;
6. Berupa bahan baku/pembantu dan/atau JKP kepada PET;

Pajak masukan yang dapat diminta kembali


1. PM dari perolehan BKP dan/atau JKP dari BKP yg diekspor;
2. PM dari perolehan BKP dan/atau JKP dari BKP dan/JKP yg diserahkan kepada Pemungut
PPN;
3. Seluruh PM untuk perolehan BKP/JKP yang berhubungan langsung dg kegiatan penyerahan
kena pajak;
4. PPN dan PPn BM atas perolehan barang mewah yang diekspor;

Tata Cara Permintaan Pengembalian


1. Mengisi kolom “dikembalikan (restitusi)” dalam SPT Masa PPN
2. Surat permohonan tersendiri;
3. Permohonan tersebut ditentukan 1 permohonan untuk 1 masa pajak
4. Menyampaikan dokumen kelengkapan paling lambat 1 bulan sejak saat diterimanya
permohonan

83
Dokumen yang harus disampaikan
1. Dalam hal penyerahan/perolehan/ penerimaan BKP-JKP serta pemanfaatan JKP dan BKP
tidak berwujud dari luar daerah pabean adalah FPK dan FPM, termasuk :
 Faktur penjualan/pembelian bila FP dibuat berbeda dengan faktur tsb
 Bukti pengiriman/penerimaan barang
 Bukti penerimaan/pembayaran uang atas pembelian/penjualan barang/jasa
2. Dalam hal IMPOR BKP, yaitu :
 PIB dan SSP atau bukti pungutan pajak oleh DJBC
 Laporan Pemeriksaan Surveyor (LPS) jika kategori wajib LPS
 Surat kuasa kepada atau dokumen lain dari Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan
(PPJK) untuk pengurusan barang impor dalam hal dikuasakan ke PPJK
3. Dalam hal ekspor BKP, yaitu :
 PEB yang disetujui DJBC dan faktur penjualannya sebagai satu kesatuan
 Instruksi pengangkutan (melalui darat, laut, atau udara), ocean B/L atau master B/L atau
Airway Bill, dan packing list
 Fotokopi wesel ekspor atau bukti penerimaan uang lainnya dari bank (dilegalisir) atau
foyo kopi L/C yang dilagalisasi bank bial gunakan L/C
 Asli atau foto kopi polis asuransi BKP bila diasuransikan
 Sertifikasi dari instansi yang terkait, sepanjang wajib adanay sertifikasi
4. Dalam hal penyerahan BKP-JKP kepada Pemungut PPN, yaitu :
 Kontrak atau SPK atau surat pesanan atau dokumen lain sejenis
 Surat Setoran Pajak
5. Dalam hal pengembalian meliputi kompensasi masa pajak sebelumnya, adalah semua
dokumen di atas yang terkait

Jangka waktu penyelesaian


1. Satu bulan sejak permohonan diterima lengkap untuk PKP kriteria tertentu dengan penelitian
2. Dua bulan sejak permohonan diterima lengkap, untuk PKP eksportir dan penyerahan kepada
WAPU yang beresiko rendah, yaitu :
 produsen (penyerhan tahun sebelumnya 75% merupakan produk sendiri)
 perusahaan terbuka
 perusahaan yang sahamnya sebagian besar milik pempus/pemda
3. Empat bulan sejak permohonan diterima lengkap, untuk PKP eksportir dan penyerahan
kepada WAPU selain yang beresiko rendah;
4. Dua belas bulan sejak permohonan diterima lengkap bulan untuk :
 PKP selain PKP kriteria tertentu dan PKP eksportir dan PKP dengan penyerahan kepada
WAPU
 PKP termasuk PKP eksportir dan penyerahan kepada WAPU yang berubah resikonya
dengan proses pemeriksaan pajak

PPN UNTUK KEGIATAN EKSPOR DAN IMPOR


Atas kegiatan tersebut merupakan obyek PPN, yang meliputi :
1. Impor BKP
Semua orang pribadi ataubadan yang mengimpor BKP dibebani kewajiban membayar PPN
dan/atau PPn BM
2. Ekspor BKP yang dilakukan oleh PKP
Kegiatan ekspor BKP dikenakan PPN ketika :
- yang diekspor adalah BKP
- dalam kegiatan usaha/pekerjaan
- eksportir adalah PKP

84
Obyek PPN

Untuk kegiatan ekspor


- Ekspor oleh dan untuk kepentingan eksportir (selaku pemilik barang dan pemilik kuota)
obyeknya kegiatan ekspor tersebut
- Ekspor yang dilakukan oleh “Eksportir pemilik kuota” untuk kepentingan “eksportir pemilik
barang” biasa disebut “handling export”. Kegiatan ekspor dan jasa keagenan merupakan
obyek PPN

Untuk kegiatan impor


- Impor oleh dan untuk kepentingan importir obyeknya kegiatan impor tersebut
- Impor yang dilakukan oleh importir untuk kepentingan indentor (impor inden), obyek PPN
adalah kegiatan impor dan jasa keagenan

Dasar Pengenaan Pajak


- Untuk kegiatan impor adalah nilai impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar
perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
dalam per-UU-an pabean untuk impor BKP tidak termasuk PPN yang dipungut.
Saat pajak terutangnya adalah saat pembayaran

Nilai impor = Harga Impor (CIF) + Bea masuk

- Nilai ekspor adalah nilai berupa uang yang termasuk biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh eksportir, pembayaran dengan valas harus dikonversi dengan kurs berdasarkan
keputusan Menteri Keuangan saat pembayaran;

Mekanisme Pengenaan PPN

- Eksportir harus dikukuhkan sebagai PKP sebelum kegiatan ekspor dilakukan


- Importir yang mengimpor BKP dan juga menyerahkan BKP dalam daerah pabean harus
dikukuhkan sebagai PKP
- PIB dan SSP adalah dokumen yang diperlakukan sebagai faktur pajak standar untuk impor;
- PEB yang sudah difiat muat DJBC adalah dokumen yg diperlakukan sebagai faktur pajak
standar untuk impor
- PPN atas impor barang dapat dikreditkan sebagai pajak masukan apabila berhubungan
langsung dengan kegiatan usaha penyerahan BKP kecuali penyerahan yang PPN-nya
dibebaskan

Mekanisme Handling Import

1. Importir harus menulis dalam PIB dan SSP tambahan ‘qq’ diikuti nama, alamat dan NPWP
indentor;
2. Bank Devisa/DJBC/Kantor Pos Lalu Bea tempat pemasukan PIB membubuhkan “Impor atas
dasar Inden” dalam PIB-nya
3. Penyerahan BKP dari importir ke indentor bukan penyerahan BKP, sehingga yg berhak
kreditkan PM-nya adalah indentor
4. Komisi yang dibayarkan oleh Indentor terutang PPn dan pajak masukannya dapat dikreditkan
5. Bila no. 1 dan 2 tidak terpenuhi maka penyerahan BKP dari importir ke indentor terutang
PPN

85
Mekanisme Handling Import

1. PIB yang difiat muat DJBC wajib diisi Eksportir Pemilik Kuota ‘q.q.’ Eksportir Pemilik
Barang
2. Eksportir pemilik kuota minta ke bank Devisa agar langsung dipindahbukukan ke dalam
rekening Eksportir pemilik barang
3. Penyerahan BKP dari pemilik barang ke pemilik kuota bukan penyerahan BKP
4. Penyerahan jasa handling ekspor dari pemilik barang ke pemilik kuota merupakan
penyerahan kena pajak, namun sesuai SE-19/PJ.32/1990 (29-05-1990) tidak dikenakan PPN
5. Jika no. 1 tidak menyebutkan ‘qq’ pemilik barang tetap dianggap bukan penyerahan BKP bila
- segera dilaporkan pemilik barang pada SPT Masa PPN pada masa pajak tersebut
- dilampirkan surat pernyataan bersama

86

Anda mungkin juga menyukai