Anda di halaman 1dari 5

1.

Dasar Pengenaan Pajak


Dasar pengenan pajak adalah nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung pajak terutang, yaitu sebagai berokut.
a. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan nilai Barang Kena Pajak,
tidak termasuk pertambahan nilai yang di pungut menurut Undang-Undang ini dan
potongan harga yang di cantumkan dalam faktur pajak.
b. Penggantian adala nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena peyerahan Jasa Kena Pajak, tidak
termasuk pjak yang di pungut menurut Undang-undang ini dan potongan harga
yang di cantumkan dalam Faktur Pajak.
c. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir
d. Nilai impr adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk di
tambah punguan lainnya ang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam
peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang di pungut menurut Undang-undang ini.
e. Nilai lain adalah suatu nilai yang di tetapkan sebagai dasar Pengenaan Pajak untuk
Menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang

2. Tarif Pengenaan Pajak


Tarif BKP yang tergolong mewah dan impor barang yang tergolong mewah
serendah-rendahnya adalh 10% (sepuluh persen) dan setinggi tinginya 75%. Selain
kendaran bermotor terdiri atas enam lapis, yaitu 10%, 205, 30%, 40%, 50%, dan 75%.
Kendaraan bermotor terdiri atas tujuh lapis, yaitu 10 s/d 60% dan 75% atas ekspor
BKP yang terglong mewah adalah 0%.

3. pengusaha kena pajak.


Berdasarkan Pasal 4, Pasal 16C dan Pasal 16D UU PPN 1984 Pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, subjek PPN dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Termasuk dalam kelompok ini adalah pengusaha yang melakuka kegiatan
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a yang menyerahkan BKP, Pasal 4
ayat (1) huruf c yaitu menyerahkan JKI,dan Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN 1984
yaitu mengekspor BKP serta bentuk kerja sama operasi sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012.

Sedangkan pengertian PKP dirumuskan dalam Pasal 1 angka 15 UU PPN


1984 yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP
atau ekspor BKP.
Berdasarkan memori penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c UU PPN
1984 "pengusaha" yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dalam ketentuan
ini meliputi, baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maupun pengusaha
yang belum dikukuhkan. Oleh karena itu, ketika seorang pengusaha atau suatu
perusahaan menyerahkan BKP/JKP yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya, pada dasarnya sudah dapat dikenai PPN tanpa menunggu pengukuhan
sebagai PKP.
Berbeda halnya dengan ekspor BKP. Dalam memori penjelasan Pasal 4 ayat
(1) huruf f, ekspor BKP dapat dikenai PPN hanya apabila yang melakukan eskpor
adalah pengusaha yang sudah dikukuhkan menjadi PKP. Dalam hal eksportir belum
dikukuhkan menjadi PKP, atas ekspor BKP ini tidak dikenai PPN. Pemahaman yang
sama berlaku terhadap Pasal 4 ayat (1) huruf g dan huruf h

4. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP)


Pengusaha bukan PKP yang menjadi subjek PPN meliputi pengusaha yang
melakukan kegiatan dimaksud Pasal 4 ayat (1) huruf b,huruf d dan huruf e serta Pasal
16C UU PPN 1984.
Pengukuhan pengusaha ini sebagai atau menjadi PKP, bukan faktor yang
menentukan statusnya sebagai subjek pajak.

2.6 Penyerahan Barang Kena Pajak


Setelah memahami pengertian Barang Kena Pajak, baru dibu pengertian
"penyerahan Barang Kena Pajak" yang merupakan sasaran pengenaan PPN atau
dengan kata lain yang dapat menimbulkan utang pajak. Tentang masalah ini diatur
dalam Pasal 1A UU PPN 1984.
Dalam UU PPN 1984, pengertian penyerahan BKP diatur dal Pasal 1A ayat
(1), sebagai berikut:

1. Penyerahan Hak Atas Barang Kena Pajak Karena Suatu Perjanjian.


1. Tukar menukar
2. Jual beli, meliputi tunai dan angsuran
3. Perjanjian lain yg menimbulkan penyerahan hak.
Contoh:
a) Burhan membeli satu pasang sepatu di toko sepatu "ANDA" dengan harga
penyerahan Rp253.000,00. Pada saat harga sepa dibayar kepada kasir di toko sepatu
tersebut, sepatu diserahkan kepada Burhan, terjadilah penyerahan hak atas sepatu dari
toke sepatu kepada Burhan selaku pembeli. Pada saat itu terjadi penyerahan BKP
berupa sepatu.

2. PENGALIHAN BKP KARENA PERJANJIAN SEWA BELI DAN ATAU


PERJANJIAN SGU (LEASING).
Dalam penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf b ditegaskan bahwa yang dimaksud
dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha (leasing) adalah penyerahan
yang disebabkan oleh
perjanjian sewa guna usaha (leasing) dengan hak opsi. Meskipun pengalihan
atau penyerahan hak atas BKP belum dilakukan dan pembayaran Harga Jual BKP
dilakukan secara bertahap, tetapi penguasaan BKP telah berpindah dari penjual
kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka undang-undang ini menentukan
bahwa penyerahan BKP dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani,
kecuali apabila berpindahnya penguasaan secara nyata atas BKP tersebut terjadi lebih
dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
3. PENYERAHAN KEPADA PEDAGANG PERANTARA ATAU
MELALUI JURU LELANG
Adapun yang dimaksud dengan pedagang perantara adalah orang pribadi atau
badan yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaan dengan nama sendiri melakukan
perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah
atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner.
Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah jus lelang pemerintah
atau yang ditunjuk oleh pemerintah. Kata peng hubung yang digunakan bagi juru
lelang adalah "melalui" Hal mengandung pengertian bahwa pada saat Pengusaha
Kena Pajak menyerahkan BKP melalui juru lelang bukan merupakan objek
pajak,tetapi objek pajak timbul ketika juru lelang menyerahkan BKP yang dilelang
kepada pemenang lelang untuk dan atas nama Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan.
4. PEMAKAIAN SENDIRI ATAU PEMBERIAN DENGAN CUMA-CUMA
BKP
Pemakaian sendiri mengandung pengertian BKP yang merupakan barang
dagangan atau hasil produksi digunakan untuk kepentingan Pengusaha Kena Pajak
sendiri yang dapat meliputi Direksi, Dewan Komisaris, Karyawan. Pemakaian sendiri
dapat dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu pemakaian sendiri yang bersifat
konsumtif dan pemakaian sendiri yang bersifat produktif. Mulai 18 Februari 2002,
pemakaian sendiri yang bersifat produktif tidak termasuk dalam pengertian
penyerahan Barang Kena Pajak sehingga tidak teruta PPN.
5. PENYERAHAN BKP SECARA KONSINYASI.
Dalam penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf g UU PPN 1984 menegaskan bahwa
dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu BKP
yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak
Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan BKP yang dititipkan tersebut.
Sebaliknya, jika BKP titipan tersebut tidak laku dijual dan diputuskan untuk
dikembalikan kepada pemilik BKP, pengusaha yang menerima barang titipan tersebut
membuat "nota retur" yang diatur dalam Pasal 5A.
Sebagai imbangan dari pengertian penyerahan BKP, dalam Pasal 1A ayat (1)
UU PPN 1984 diberikan suatu rincian dari penyerahan barang yang tidak termasuk
kategori sebagai Penyerahan Barang Kena Pajak, yaitu:
1) penyerahan BKP kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
2) penyerahan BKP untuk jaminan utang-piutang;
3) penyerahan BKP dari pusat ke cabang dan antar cabang bagi PKP yang
memperoleh izin pemusatan tempat pajak terutang dari Direktur Jenderal Pajak 2.8
PPnBm
Kepanjangan PPnBM adalah Pajak Penjualan atas Barang Mewah. PPnBM
ialah pajak yang dibebankan kepada produsen barang mewah atas kegiatan produksi
atau impor barang tersebut. PPnBM biasanya dimasukkan ke dalam harga jual produk
dan dibayarkan oleh konsumen atas transaksi pembelian produk.
Dapat dikatakan bahwa PPnBM adalah pungutan wajib yang diserahkan
kepada pemerintah atas transaksi pertama barang mewah. Artinya, penjualan barang
bekas produk mewah tidak mengharuskan pihak terkait melakukan pembayaran
PPnBM.

Perbedaan PPN dan PPnBM apakah perbedaan PPN dan PPnBM?


• Pengenaan pajak
PPnBM adalah pajak yang hanya dikenakan satu kali saat transaksi pertama,
sedangkan PPN dikenakan pada setiap transaksi dari pedagang besar hingga eceran.
• Jenis pungutan
Dari segi jenis pungutan, PPN adalah pungutan yang didasarkan atas nilai
tambah barang. Sementara PPnBM adalah pungutan kepada barang golongan mewah.

Anda mungkin juga menyukai