Anda di halaman 1dari 7

Finda Nur Rachma (8335072952)

Pajak Pertambahan Nilai

Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan
nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam
bahasa Inggris, pajak ini disebut "value added tax" (VAT) atau "goods and services tax"
(GST). PPN termasuk jenis pajak tak langsung, yang artinya bahwa pajak tersebut disetor
oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak, atau dengan kata lain,
penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia
tanggung.

Mekanisme pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN ada pada pedagang/produsen


(pengusaha kena pajak atau PKP). Dalam perhitungan PPN yang harus disetor oleh PKP
dikenal istilah Pajak Keluaran dan Pajak Masukan. Pajak Keluaran adalah PPN yang
dipungut ketika PKP menjual produknya, sedangkan Pajak Masukan adalah PPN yang
dibayar ketika PKP membeli/memperoleh/membuat produknya.

Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN; yaitu sebesar 10 persen. Dasar
hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 berikut revisinya, yaitu UU No.11/1994 sebagaimana diubah
terakhir dengan UU No.18/2000.

Karakteristik PPN
1. Pajak tidak langsung; pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran
pajak ke KPP adalah subyek yang berbeda
2. Multitahap; pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi
3. Pajak obyektif; pengenaan pajak didasarkan pada obyek pajak
4. Menghindari pengenaan pajak berganda; sistem pajak pertambahan nilai didesain
untuk menghindari pengenaan pajak berganda
5. Dihitung dengan metode pengurangan tak langsung (indirect subtraction); yaitu
dengan memperhitungkan pajak masukan dan pajak keluaran

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :
a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
b. impor Barang Kena Pajak;
c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean;
e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
atau
f. ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.

S1 Akuntansi Reguler 2007


Finda Nur Rachma (8335072952)

Pengusaha yang melakukan kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau
penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) meliputi baik Pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun Pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi
Pengusaha Kena Pajak tetapi belum dikukuhkan.

Dasar hukum pembebasan PPN adalah Pasal 16B Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000
(selanjutnya disebut UU PPN). Pasal 16B ini memberikan wewenang kepada Pemerintah
untuk memberikan fasilitas berupa PPN tidak dipungut atau PPN dibebaskan untuk :
kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;
penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
impor Barang Kena Pajak tertentu;
pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
Untuk melaksanakan mandat UU PPN ini Pemerintah telah mengeluarkan dua jenis
Peraturan
Pemerintah yang mengatur fasilitas pembebasan PPN yaitu :

Pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa
Kena Pajak tertentu yang diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003.
Pembebasan PPN atas impor dan/atau penyerahan Barang Kena pajak tertentu yang
bersifat strategis yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2007.

PP 146 Tahun 2000 Jo PP 38 Tahun 2003


Barang Kena Pajak Tertentu yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah:
1. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan
angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh Departemen
Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia
(POLRI) atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan, TNI atau
POLRI untuk melakukan impor tersebut, dan komponen atau bahan yang belum dibuat di
dalam negeri, yang diimpor oleh PT (PERSERO) PINDAD, yang digunakan dalam
pembuatan senjata dan amunisi untuk
keperluan Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;
2. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
3. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;

S1 Akuntansi Reguler 2007


Finda Nur Rachma (8335072952)

4. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai
dengan kegiatan usahanya;
5. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan
digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang serta
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh pihak
yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan dalam
rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara kepada Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional;
6. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, dan
komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (PERSERO)
Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia; dan
7. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan atau
TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia
yang dilakukan untuk mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Departemen
Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen Pertahanan atau TNI..

Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah:
1. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro,
asrama mahasiswa dan pelajar serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah;
2. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli dan kendaraan
angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diserahkan kepada Departemen
Pertahanan, TNI atau POLRI, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam
pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (PERSERO) PINDAD untuk keperluan
Departemen Pertahanan, TNI atau POLRI;
3. Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
4. Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
5. Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diserahkan

S1 Akuntansi Reguler 2007


Finda Nur Rachma (8335072952)

kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan


Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau
Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional,
sesuai dengan kegiatan usahanya;
6. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan
kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang digunakan
dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara kepada Perusahaan
Angkutan Udara Niaga Nasional;
7. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diserahkan kepada dan digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api
Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh
PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
digunakan oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;
8. Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan
photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional
yang diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.

Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah:
1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau
Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional,
yang meliputi:- Jasa persewaan kapal;
- Jasa kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh;
- Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal;
2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi:-
Jasa persewaan pesawat udara;
- Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara;
3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta
Api Indonesia;
4. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk
keperluan ibadah;
5. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat
sederhana; dan
6. Jasa yang diterima oleh Departemen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam
rangka penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk
mendukung pertahanan nasional.

S1 Akuntansi Reguler 2007


Finda Nur Rachma (8335072952)

Peraturan Pelaksanaan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 10/KMK.04/2001 tentang Pemberian Dan
Penatausahaan Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan Atas Impor Dan Atau Penyerahan
Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Jo
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 370/KMK.03/2003 Tentang
Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai Yang Dibebaskan Atas Impor Dan/Atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan/Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu.

Menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang Harus Dibayar dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah

Objek Pajak Pertambahan Nilai


Apabila ditinjau dari jenis penyerahan yang menjadi objek PPN, maka terdapat 6 (enam)
jenis PPN. Dari keenam jenis PPN, 2 (dua) jenis di antaranya dibatasi dengan unsur untuk
dapat mengenakan PPN, yaitu PPN Barang dan PPN Jasa.

Unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikenakan PPN adalah:


1. adanya penyerahan;
2. yang diserahkan adalah Barang Kena Pajak (BKP);
3. yang menyerahkan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP);
4. penyerahannya harus di Daerah Pabean, yaitu daerah Republik Indonesia;
5. PKP yang menyerahkan harus dalam lingkungan perusahaan /pekerjaannya terhadap
barang yang dihasilkan.

Penyerahan yang dikenakan PPN meliputi:


1.penyerahan hak karena suatu perjanjian;
2.pengalihan barang karena suatu perjanjian sewa-beli dan perjanjian leasing;
3.penyerahan kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
4.pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma;
5.penyerahan likuidasi atas aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjuabelikan,
yang masih tersisa pada saat pembubaran, sepanjang PPN sewaktu memperoleh aktiva
dapat dikreditkan menurut perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan;
6.penyerahan dari cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya;
7.penyerahan secara konsinyasi.

Penyerahan yang dikecualikan dari pengenaan PPN adalah:


1. penyerahan kepada Makelar;
2.penyerahan untuk jaminan utang-piutang;
3.penyerahan cabang ke cabang lainnya, atau dari pusat ke cabang atau sebaliknya yang
telah mendapat izin pemusatan pembayaran pajak;

S1 Akuntansi Reguler 2007


Finda Nur Rachma (8335072952)

4.penyerahan dalam rangka perubahan bentuk usaha, atau penggabungan usaha, atau
pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak
atas barang kena pajak.

Barang kena pajak dimungkinkan berbentuk:


1.barang berwujud dan bergerak;
2.barang berwujud dan tidak bergerak;
3.barang tidak berwujud yang dimanfaatkan di Indonesia.

Barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN adalah: barang hasil pertanian, barang
hasil perkebunan; barang hasil kehutanan; barang hasil peternakan; barang hasil
perburuan; barang hasil penangkaran; barang hasil perikanan; barang hasil budidaya;
barang hasil pertambangan dan barang-barang kebutuhan pokok sehari-hari.

Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Kalau dalam objek Pajak Pertambahan Nilai yang ditekankan adalah adanya penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, maka dalam subjek Pajak Pertambahan Nilai
yang dibahas adalah siapa yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP.

Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Untuk menghitung besarnya PPN terutang, harus dipahami terlebih dahulu tentang Dasar
Perhitungan PPN (DPP), saat terutangnya PPN dan tarif PPN.
Dasar perhitungan PPN adalah sebagai berikut:
1.untuk PPN Barang adalah harga jual;
2.untuk PPN Jasa adalah penggantian;
3.untuk PPN Impor adalah Nilai Impor;
4.untuk PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena
Pajak dari luar negeri adalah jumlah yang dibayarkan kepada pihak yang menyerahkan
BKPTB atau JKP;
5.untuk PPN atas pemakaian sendiri, pemberian cuma-cuma, penyerahan media
rekaman suara/gambar, penyerahan film, persediaan BKP tersisa (likuidasi), aktiva yang
tujuan semula tidak untuk dijual dan Jasa Pengiriman Paket, adalah Nilai Lain;
6.untuk PPN Ekspor adalah Nilai Ekspor.

Tarif dan Menghitung PPN


Setelah memahami dasar perhitungan PPN (DPP), saat terutangnya PPN dan tarif PPN,
maka dengan mudah dapat menghitung PPN terutang secara benar dan cepat.

Tarif PPN menerapkan tarif yang proporsional dan tunggal, sebagai sarana dalam rangka
memudahkan melakukan kredit pajak. Di samping itu juga diuraikan tentang tarif efektif
termasuk asal-usul tarif efektif.

S1 Akuntansi Reguler 2007


Finda Nur Rachma (8335072952)

Dalam menghitung PPN terutang diberikan beberapa contoh menghitung, termasuk


menghitung PPN dengan dasar perhitungan nilai lain, seperti PPN atas pemberian cuma-
cuma, PPN pemakaian sendiri, PPN atas penyerahan kaset rekaman lagu dan gambar,
PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud, PPN atas pemanfaatan JKP dari luar negeri,
dan PPN jasa pengiriman Paket. Tidak ketinggalan adalah PPN Bendaharawan, baik saat
terutangnya pajak maupun pembayaran

Menghitung PPN Pajak Masukan


Sasaran Pajak Pertambahan Nilai bukan harga jual atau penggantian, atau nilai impor,
atau nilai ekspor, melainkan nilai tambah atas penyerahan BKP, atau pemberian JKP dan
seterusnya. Tetapi untuk mencari nilai tambah tidak semudah diduga, bahkan sulit,
karena antara barang yang dibeli tidak harus sama dengan barang yang dijual dan faktor
lainnya. Untuk memudahkan dalam perhitungannya maka yang ditunjuk sebagai dasar
pengenaan adalah harga jual untuk PPN Barang, penggantian untuk PPN Jasa, Nilai
Impor untuk impor barang dan sebagainya. Tetapi pelaksanaannya menimbulkan pajak
berganda.

Untuk menghindari pemungutan pajak berganda dapat dilakukan beberapa cara, yaitu:
1.menerapkan kredit PPN atas bahan baku atau bahan pembantu termasuk faktor
produksi lainnya;
2.mencari nilai tambah pada setiap produksi;
3.menerapkan tarif yang berbeda-beda dengan memperhatikan tingkat tahapan produksi
seperti barang jadi, barang setengah jadi dan barang esensial;
4.menentukan dasar pengenaan dengan memperhatikan pertambahan nilainya;
5.menerapkan pemungutan sekali.

Baik pada UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM maupun UU No. 18 Tahun
2000 yang menggantikannya sama-sama menerapkan kredit PPS atas bahan baku, bahan
pembantu dan faktor produksi lainnya, dengan menerapkan tarif Pajak yang proporsional
dan tunggal.

Pajak yang dikreditkan disebut dengan Pajak Masukan, sedangkan Pajak Pertambahan
Nilai yang terutang disebut dengan Pajak Keluaran.

Agar sistem kredit pajak Pajak Masukan ini tidak disalahgunakan maka diberi batasan
tentang Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan Pajak Masukan yang tidak dapat
dikreditkan, dengan beberapa contoh.

S1 Akuntansi Reguler 2007

Anda mungkin juga menyukai