Anda di halaman 1dari 13

TAX PLANNING DAN PENGENDALIAN ATAS UNSUR-UNSUR BEBAN

POKOK PENJUALAN DAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO

Makalah ini dikumpulkan untuk memenuhi tugas Manajemen Perpajakan

Dosen Pengampu :
Zulaikha, Dr. ,, M.Si, Akt.

Disusun oleh :
1. Ika Yustinawati 12030119220013
2. Ika Nuraini 12030119220020
3. Kinanthi Esti Nariswari 12030119220021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat –
Nya makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini membahas mengenai Tax Planning dan
Pengendalian atas Unsur–unsur Beban Pokok Penjualan dan Pengurang Penghasilan Bruto,
dimana di dalamnya kami akan membahas juga mengenai Foreign Exchange Loss, Capital
Expenditure Versus Revenue Expenditure, Pemilihan Metode Persediaan, Pemilihan Metode
Penyusutan, Menyiasati SE–46/PJ.4/1995, Cadangan Kerugian Piutang Tak Tertagih, Biaya
Entertainment, Persyaratan–persyaratan Beban Promosi Sesuai Peraturan Perpajakan, Berbagai
Pengujian untuk Menguji Kebenaran Beban Pokok Penjualan, dan yang terakhir Equalisasi
Beben Pokok Penjualan dan Beban Operasional dengan DPP PPN Masukan.
Makalah ini dibuat memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen Perpajakan”. Dalam proses
pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran. Untuk
itu, rasa terima kasih kami sampaikan kepada Zulaikha, Dr. ,, M.Si, Akt. selaku dosen mata
kuliah “Perencanaan Pajak” yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat.

Semarang, 23 April 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

2.1 Latar Belakang

Secara umum ketentuan perpajakan maupun peraturan-peraturannya yang terganbung


dan ditertibkan dalam undang-undang atau peraturan-peraturan perpajakan lainnya yang
sangat berpengaruh pada dunia usaha, hal tersebut akan meningkatkan kompetisi dan
prestasi suatu badan usaha, dimana kegiatan usaha dilakukan untuk mencapai tujuan
perusahaan, yaitu untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya dan meminimalisasikan
beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Untuk meminimalisasikan beban pajak yang
ditanggung wajib pajak dapat ditempuh dengan cara rekayasa yang masih berada dalam
ruang lingkup perpajakan hingga diluar ketentuan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasi
pajak sering disebut dengan teknik tax planning.
Tax planning adalah tindakan legal karena penghematan pajak hanya dilakukan
dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur oleh undang-undang. Tujuannya bukan
untuk mengelak membayar pajak, tetapi mengatur sehingga pajak yang dibayar tidak lebih
dari jumlah yang seharusnya. Pajak Penghasilan Badan adalah pajak yang dihitung
berdasarkan peraturan perpajakan dan dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.
Terdapat perbedaan antara perhitungan pajak versi PSAK dengan versi fiskal, tetapi
perbedaan tersebut tidak perlu dipertentangan karena masing-masing memiliki tujuan
penggunaan yang berbeda, meski pengukuran profitnya diperoleh dari sumber data yang
sama, yakni laporan keuangan komersial.
Biaya yang dikeluarkan perusahaan ada yang dapat diperlakukan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak dan ada pula yang tidak dapat diperlakukan sebagai biaya pengurang
penghasilan kena pajak. Selain jenis biayanya, hal ini juga ditentukan oleh tujuan
penggunaanya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak apabila pemilihan atau
pengakuannya tepat maka dapat mempengaruhi besarnya PPh terutang dari Wajib Pajak.
2.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan foreign exchange loss ?
2. Apa yang dikmaksud dengan capital expenditure versus revenue expenditure ?
3. Bagaimana pemilihan metode persediaan ?
4. Bagaimana pemilihan metode penyusutan ?
5. Bagaimana menyiasati SE–46/PJ.4/1995 ?
6. Apakah yang dimaksud dengan cadangan kerugian piutang tak tertagih ?
7. Apakah yang dimaksud dengan biaya entertainment ?
8. Apa saja persyaratan–persyaratan beban promosi sesuai peraturan perpajakan ?
9. Berbagaimana pengujian untuk menguji kebenaran beban pokok penjualan ?
10. Bagaimana equalisasi beben pokok penjualan dan beban operasional dengan DPP PPN
Masukan ?

2.3 Tujuan Pembahasan


Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian foreign exchange loss.
2. Untuk mengetahui pengertian capital expenditure versus revenue expenditure.
3. Untuk mengetahui pemilihan metode persediaan.
4. Untuk mengetahui pemilihan metode penyusutan.
5. Untuk menyiasati SE–46/PJ.4/1995.
6. Untuk mengetahui cadangan kerugian piutang tak tertagih.
7. Untuk mengetahui pengertian biaya entertainment.
8. Untuk mengetahui persyaratan–persyaratan beban promosi sesuai peraturan
perpajakan.
9. Mengetahui pengujian untuk menguji kebenaran beban pokok penjualan.
10. Untuk mengetahui equalisasi beben pokok penjualan dan beban operasional dengan
DPP PPN Masukan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Foreign Exchange Loss

Undang – Undang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1e) berbunyi “Besarnya


Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan, termasuk: Kerugian selisih kurs mata uang asing”. Hal ini juga
diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE–03/PJ.31/1997 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap selisih Kurs. Kerugian selisih kurs mata uang asing
akibat fluktuasi kurs, pembebanannya dilakukan berdasarkan pembukuan yang dianut oleh
Wajib Pajak dan dilakukan secara taat asas. Wajib Pajak menggunakan sistem pembukuan
berdasarkan :
1) Kurs tetap (kurs histori), pembebanan selisih kurs dilakukan pada saat terjadinya
realisasi perkiraan mata uang asing tersebut;
2) Kurs tengah Bank Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhit tahun,
pembebanannya dilakukan pada setiap akhir tahun berdasarkan kurs tengah Bank
Indonesia atau kurs yang sebenarnya berlaku pada akhir tahun.
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang
penghasilan sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang
diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan
dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.

2.2 Capital Expenditure dan Revenue Expenditure

Secara akuntansi, pengeluaran terkait dengan perolehan aset tetap dibagi menjadi dua
yaitu capitalexpenditure dan revenue expenditure.
Capital expenditure merupakan pengeluaran yang bertujuan untuk memperoleh suatu aset
atau untuk menambah nilai ekonomis aset tersebut di masa yang akan datang. Perlakuan
akuntansinya adalah dengan mengapitalisasikan besar biaya yang dikeluarkan sebagai aset.
Revenue expenditure merupakan pengeluaran yang dikeluarkan dengan tujuan untuk
memperoleh penghasilan pada periode di mana pengeluaran dan beban tersebut terjadi, masa
manfaatnya hanya satu periode saja. Perlakuan akuntansinya adalah dengan mencatat biaya
yang dikeluarkan sebagai beban.
Dalam pajak, capital expenditure tidak dapat dibebankan sekaligus dalam suatu
laporan keuangan. Untuk membebankan capital expenditure, Wajib Pajak harus
menggunakan metode depresiasi atau amortisasi. Hal ini diatur dalam UU Pajak Penghasilan
(UU No. 36 tahun 2008) pasal 9 ayat (2). Sementara itu, revenue expenditure sepanjang
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sehubungan dengan
kegiatan usaha, boleh dibebankan seluruhnya dalam suatu laporan keuangan. Dengan
demikian, penting bagi Wajib Pajak untuk mengetahui jenis pengeluaran yang dilakukannya
terkait dengan aset tetap.

2.3 Pemilihan Metode Persediaan

Menurut Undang – Undang Pajak Penghasilan Pasal 10 ayat (6) berbunyi


“Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan
harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan
yang diperoleh pertama”.
Pajak tidak mempunyai metode sendiri untuk menghitung persediaan, pajak
mengikuti akuntansi tetapi dibatasi yaitu persediaan hanya boleh dihitung dengan metode
FIFO (mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama) atau rata-rata. Ketika Wajib Pajak
telah memilih salah satu metode di atas dalam menilai persediaannya, Wajib Pajak tersebut
harus konsisten dengan pilihannya.

2.4 Pemilihan Metode Penyusutan

Masa manfaat dan tarif penyusutan ditetapkan berdasarkan kelompok aktiva tetap
bukan bangunan dan aktiva tetap bangunan terdapat dalam Perturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-jenis Harta yang Termasuk
dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan.
Sedangkan menurut Undang – Undang Pajak Penghasilan Pasal 11 ayat (6) diatur mengenai
tarif penyusutannya yaitu :
Kelompok Tarif Metode
Masa Tarif Metode
Harta Bukan Garis Saldo
Manfaat Garis Lurus
Bangunan Menurun
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,50% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,50%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Kelompok
Harta
Bangunan      
Permanen 20 tahun 5%  
Tidak Permanen 10 tahun 10%  

Tabel 2.1 Tarif Penyusutan

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penyusutan aset tetap, perpajakan
hanya mengizinkan penggunaan dua jenis metode penyusutan yaitu metode garis lurus dan
saldo menurun. Khusus untuk aset dalam bentuk bangunan, metode yang diizinkan hanya
garis lurus saja.

2.5 Menyiasati SE–46/PJ.4/1995

SE-46/PJ.4/1995 merupakan peraturan yang mengatur tentang perlakuan biaya bunga


yang dibayar atau terutang dalam hal Wajib Pajak memperoleh penghasilan berupa bunga
deposito atau tabungan lainnya. Menurut peraturan ini, besarnya bunga pinjaman yang boleh
dibebankan oleh Wajib Pajak adalah:
1) Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya dengan atau lebih kecil dari jumlah
rata-rata dana yang ditempatkan sebagai deposito berjangka atau tabungan lainnya, maka
bunga pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
2) Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar dari jumlah rata-rata yang ditempatkan
dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya, maka bunga pinjaman yang boleh
dibebankan hanya sebesar bunga yang dibayar atau terutang atas rata-rata pinjaman yang
melebihi jumlah rata-rata dana yang ditempatkan dalam deposito.
Peraturan ini juga memberikan pengecualian di mana bunga pinjaman dapat
dibebankan sesuai dengan pasal 6 ayat (1) UU Pajak Penghasilan dalam hal :
1) Dana pinjaman tersebut disimpan/ditempatkan dalam bentuk rekening giro yang atas
jasanya dikenakan pajak bersifat final.
2) Adanya keharusan untuk menempatkan dana dalam jumlah tertentu pada suatu bank
dalam bentuk deposito sepanjangan jumlahnya semata-mata untuk memenuhi keharusan
tersebut, misalnya cadangan biaya reklamasi yang harus ditempatkan dalam bentuk
deposito atau tabungan di Bank Pemerintah.
3) Adanya bukti bahwa penempatan deposito atau tabungan dananya berasal dari tambahan
modal dari sisa laba setelah pajak.
2.6 Cadangan Kerugian Piutang Tak Tertagih

Pasal 9 ayat (1c) UU Pajak Penghasilan menyebutkan bahwa pembentukan atau


pemupukan dana cadangan tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, kecuali:
1. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan
kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan
perusahaan anjak piutang.
2. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang meliputi cadangan premi tanggungan sendiri
dan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi serta cadangan premi untuk
perusahaan asuransi jiwa.
3. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan yaitu cadangan penjaminan
untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif
dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
4. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yaitu cadangan biaya untuk
kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya guna
sesuai peruntukannya.
5. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan yaitu cadangan biaya
penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibkan melakukan penanaman kembali
atas hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha terkait dengan sistem pengurusan yang
bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan
secara terpadu.
6. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk
usaha pengolahan limbah industri yaitu cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan bagi
perusahaan yang mengolah limbah industri yang mencakup kegiatan penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan limbah industri dan penimbunan
hasil pengolahan limbah industri.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih yang boleh dibebankan tersebut diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009 jo. Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 219/PMK.011/2012.

2.7 Biaya Entertainment

Biaya entertainment merupakan salah satu jenis biaya yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto sepanjang biaya tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan. Untuk dapat membebankannya, Wajib Pajak harus membuat daftar
nominatif seperti yang dilampirkan oleh Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-
27/PJ.22/1986 tentang biaya entertainment dan sejenisnya. Dalam hal manajemen pajak,
Wajib Pajak harus membuat daftar ini agar seluruh biaya entertainment yang berhubungan
dengan usaha dapat dibebankan

2.8 Persyaratan–persyaratan Beban Promosi Sesuai Peraturan Perpajakan

Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010. Besarnya biaya promosi yang boleh
dibebankan merupakan akumulasi dari jumlah:
1. Biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya,
2. Biaya pameran produk,
3. Biaya pengenalan produk baru, dan/atau
4. Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Apabila Wajib Pajak melakukan promosi dalam bentuk pemberian sampel produk,
maka biaya promosi yang dapat dibebankan adalah sebesar harga pokok sampel produk yang
diberikan sepanjang harga tersebut belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok
penjualan. Pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas kepada pihak lain yang tidak
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan promosi serta biaya promosi yang bukan
merupakan objek pajak dan/atau yang telah dikenai pajak bersifat final tidak termasuk dalam
biaya promosi yang dapat dibebankan. Wajib Pajak harus membuat daftar nominatif atas
biaya promosi sesuai dengan format yang dilampirkan dalam PMK Nomor 02/PMK.03/2010
dan melampirkannya dalam SPT Tahunan Badan.

2.9 Berbagai Pengujian untuk Menguji Kebenaran Beban Pokok Penjualan

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2012 menyebutkan bahwa terdapat


beberapa teknik yang dapat digunakan pemeriksa untuk mendapatkan temuan dalam
pemeriksaannya seperti pemanfaatan informasi internal dan/atau eksternal Direktorat
Jenderal Pajak, pengujian keabsahan dokumen, evaluasi, analisis angka-angka, penelusuran
angka-angka (tracing), penelusuran bukti, pengujian keterkaitan, ekualisasi atau rekonsiliasi,
permintaan keterangan atau bukti, konfirmasi, inspeksi, pengujian kebenaran fisik,
pengujian kebenaran perhitungan matematika, wawancara, uji petik, teknik audit berbantuan
Komputer, dan teknikteknik pemeriksaan lainnya.
Dalam menguji kebenaran beban pokok penjualan, pemeriksa dapat melakukan
teknik pengujian keterkaitan yaitu pengujian yang dilakukan untuk meyakini suatu transaksi
berdasarkan pengujian atas mutasi pos-pos lain yang terkait atau berhubungan dengan
transaksi tersebut. Adapun pos yang berkaitan dalam rangka pengujian keterkaitan untuk
menguji kebenaran beban pokok penjualan antara lain:
1. Pembelian – Pelunasan Utang Usaha
2. Barang Masuk/Keluar – Mutasi Persediaan
Pengujian Keterkaitan berhubungan dengan beban pokok penjualan:
1. Pengujian arus barang yaitu untuk memastikan kebenaran semua unit barang yang
keluar ataupun masuk ke gudang dengan mempertimbangkan aspek-aspek seperti
pemakaian sendiri, barang rusak, sampel, pemberian cuma-cuma, retur pembelian,
barang dalam pengiriman, dan lainnya.
2. Formula:

HPP = Saldo Awal Persediaan + Pembelian – saldo Akhir Persediaan

Pengujian arus utang yaitu untuk memastikan pembelian barang secara kredit.
Formula:

Pembelian =
Saldo Akhir Utang Usaha + Pembelian Tunai + Pelunasan Utang Usaha – Saldo Awal Utang Usaha +/- Penyesuaian

2.10Equalisasi Beben Pokok Penjualan dan Beban Operasional dengan DPP PPN
Masukan.

Secara teori, seharusnya besarnya nilai Pajak Masukan yang dimiliki oleh Wajib
Pajak adalah 10% dari total pembelian yang dilakukannya. Namun, pada kenyataannya
sering terjadi perbedaan antara Pajak Masukan dan pembelian yang disebabkan karena
beberapa hal:
1. Wajib Pajak tidak sepenuhnya melakukan pembelian dari Pengusaha Kena Pajak (PKP)
sehingga tidak ada Faktur Pajak yang diterima.
2. Wajib Pajak telah melakukan pembayaran uang muka kepada pemasok, namun barang
belum dikirim dan belum diterima. Wajib Pajak telah menerima faktur pajak masukan
dari pemasok sesuai dengan peraturan PPN.
3. Wajib Pajak menerima Faktur Pajak Masukan selain dari pemasok barang dagang akibat
adanya transaksi lain seperti pembelian aset tetap, pengangkutan barang, dan transaksi
lain dengan pemasok lainnya yang menunjang kegiatan operasional.
4. Wajib Pajak menerima Faktur Pajak cacat sehingga tidak dapat dikreditkan.
Dengan melakukan ekualisasi (Rekonsiliasi), Wajib Pajak dapat mengetahui
perbedaan yang ada serta mencari tahu penyebab atas perbedaan tersebut. Hal ini dilakukan
sebagai persiapan dalam memberikan tanggapan kepada Account Representative apabila
Wajib Pajak diperiksa oleh otoritas pajak.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kerugian yang terjadi karena selisih kurs, dapat diakui sebagai pengurang
penghasilan sepanjang Wajib Pajak tersebut mempunyai sistem pembukuan yang
diselenggarakan secara taat asas, sesuai dengan bukti dan keadaan yang sebenarnya, dan
dalam rangka kegiatan usahanya atau berkaitan dengan usahanya.
Pajak tidak mempunyai metode sendiri untuk menghitung persediaan, pajak
mengikuti akuntansi tetapi dibatasi yaitu persediaan hanya boleh dihitung dengan metode
FIFO (mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama) atau rata-rata. Ketika Wajib Pajak
telah memilih salah satu metode di atas dalam menilai persediaannya, Wajib Pajak tersebut
harus konsisten dengan pilihannya.
Perpajakan hanya mengizinkan penggunaan dua jenis metode penyusutan yaitu
metode garis lurus dan saldo menurun. Khusus untuk aset dalam bentuk bangunan, metode
yang diizinkan hanya garis lurus saja.
DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Modul Chartered Accountant Manajemen Perpajakan.


Jakarta Pusat : Ikatan Akuntan Indonesia.

Muljono, Djoko. 2009. Tax Planning Menyiasati Pajak dengan Bijak. Yogyakarta: Andi
Offset.

Anda mungkin juga menyukai