Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN PERPAJAKAN

PERENCANAAN PAJAK ATAS AKTIVA TETAP


(DEPRESIASI)

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

Ester Catherina Kristiono 232017007


Gabriel Sherina Mani’allo 232017030
Fanny Denisa Karsono 232017056
Marisha Ayu Puspitasari 232017095
Widiana Riska Wulandari 232017123

AC307A

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
2019
PENDAHULUAN

Manajemen pajak memerlukan perencanaan pajak yang menjadi langkah awal dalam
menentukan penyusutan dalam aktiva tetap yang dimiliki oleh wajib pajak (badan maupun
orang pribadi). Perencanaan yaitu penyusunan konsep atau taktik berdasarkan pertimbangan
internal maupun ekternal demi meminimalisir risiko di masa mendatang dan untuk mencapai
suatu target yang telah ditetapkan. Sedangkan pajak yaitu berupa iuran yang diwajibkan kepada
masyarakat sebagai bentuk kontribusi dan kepatuhan kepada negara dan mengandung unsur
atau sifat memaksa (Yuliem, 2018).
Perencanaan pajak adalah usaha mengatur jumlah pajak yang merupakan akibat dari
kemampuan membayar pajak dengan menekan jumlah pajak yang akan dikeluarkan (Yuliem,
2018). Perusahaan yang menggunakan perencanaan pajak (tax planning) dalam kegiatan
usahanya melakukan pemotongan pajak karena ada pengeluaran kas. Untuk kepentingan pajak
pengeluaran kas dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.
Menurut PSAK no 17 Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang dapat
disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi, penyusutan perlu dilakukan karena
manfaat yang dberikan dan nilai dari aktiva tersebut semakin berkurang, pengurangan nilai
aktiva dibebankan secara bertahap. Dalam perencaan pajak untuk penyusutan memiliki
beberapa kebijakan diantaranya kedalilan pajak, kebijakan ekonomi, dan administratsi.
Keadilan pajak yang perlu diperhatikan antara lain jenis kegiatan dari wajib pajak,
perusahaan manufaktur atau jasa, struktur modalnya, padat modal atau padat karya (Suandy,
2011). Pada kebijakan ekonomi dengan adanya penyusutan mengakibatkan peningkatan
modal, jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, pengembalian atas investasi
besar sehingga arus kas menjadi tinggi. Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu
secara selektif, penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi penyusutan untuk barang
baru atau barang bekas, jenis industri tertentu, jenis aktiva, dan lokasi (terpencil) (Suandy,
2011). Sedangkan dari segi administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
sederhana dan kompleks.
Setiap aktiva atau aktiva tetap memiliki karakteristik dalam depresiasinya yang
meliputi penggunaan dalam kegiatan usaha, penurunan nilai secara bertahap, dua jenis ativa
yaitu berwujud dan tidak berwujud, depresisasi yang dilakukan oleh pihak terkait, pelaksanaan
penyusutan, dan dasar pelaksanaan depresiasi. Terdapat perbedaan aktiva dikegiatan usaha
yaitu aktiva bisnis, aktiva campuran dan aktiva pribadi. Aktiva bisnis dapat disusutkan semua,

1
sedangkan untuk aktiva campuran dapat disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan
dalam kegiatan usaha tersebut.
Penurunan aktiva secara bertahap dilakukan karena semakin memburuknya kondisi
fisik atau faktor kualitas dari aktiva berwujud tersebut. Pada aktiva berwujud penyusutannya
disebut depresiasi sedangkan yang tidak berwujud disebut amortisasi. Pihak-pihak terkait yang
melaksanakan penyusutan yaitu pihak yang menggunakan aktiva dalam kegiatan usahanya,
sedangkan pemilik dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner (Suandy, 2011).
Penyusutan pada aktiva teta dilakasanakan ketika digunakan atau pada periode perolehannya.
Terdepat hal-hal yang mendasari pelakasaan penyusutan yaitu harga perolehan yang
mengandung harga, pajak dan ongkos. Harga penggantian yang sekalipun tidak diperkenankan
pada prinsipnya dan revaluasi yang perlakuannya didepresiasi berdasarkan revaluasi
(revaluation). Suatu depresiasi dapat dilakukan lebih cepat atau dipercepat, hal ini dilakukan
dengan tujuan meningkatkan arus kas, karena jika penyusutannya besar maka pajak yang
dibayarkan kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi (Suandy, 2011).

2
PEMBAHASAN

A. PENYUSUTAN BERDASARKAN PERATURAN PERPAJAKAN


Dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan, menagih,
dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya (Suandy,
2011). Namun dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak,
memperhatikan hukum penyusutan fiskal karena dapat berbeda dengan penyusutan
akuntansi.
Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan
individu per aktiva tidak lagi secara gabungan.
1. Saat Mulainya Penyusutan Fiskal
Undang undang pajak penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat
dimulainya penyusutan fiskal adalah bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus
dilakukan satu bulan penuh. Pengecualian jika terjadi karena hal hal berikut ini :
➢ Harta atau aktiva yang masih dalam proses pengerjaan
➢ Harta atau aktiva dalam usaha sewa guna usaha (leasing)
➢ Wajib Pajak yang mengajukan permohonan ke Dirjen Pajak
2. Harta/Aktiva dalam Pengerjaan
Untuk harta atau aktiva tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada
tahun selesainya pekerjaan tersebut. Walaupun pada umumnya penyusutan atas
harta/aktiva dimulai pada tahun perolehan tetapi berbeda dengan harta/aktiva dalam
proses pengerjaan.
3. Harta/Aktiva dalam Usaha Sewa Guna Usaha
Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna usaha (leasing) khususnya sewa
guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) dimulai pada bulan harta tersebut
disewagunausahakan.
4. Persetujuan Dirjen Pajak
Jika Wajib Pajak (WP) hendak melakukan penyusutan tetapi tidak mengikuti prinsip
pada umunya, maka wajib pajak tersebut dapat mengajukannya ke Direktorat Jendral
Pajak (DJP). Namun, penyusutan tersebut dilakukan pada saat bulan aktiva
dipergunakan atau menghasilkan.

3
5. Pengelompokkan Harta Berwujud
Terdapat 2 sistem penyusutan berdasarkan UU PPh untuk aktiva berwujud dengan
syarat depresiasi atau penyusutan fiskal, yaitu:
a. Aktiva atau aktiva berwujud kelompok bukan bangunan (bergerak)
Bukan Bangunan Masa Manfaat (Tahun)
Kelompok 1 4
Kelompok 2 8
Kelompok 3 16
Kelompok 4 20
b. Aktiva atau aktiva berwujud kelompok bangunan
Bangunan Masa Manfaat (Tahun)
Permanen 20
Bukan Permanen 10

6. Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal


Sejak 1995 setiap wajib pajak dapat memilih metode depresiasi fiskal pada setiap aktiva
berwujud bukan bangunan. Wajib pajak dapat memilih memilih metode saldo menurun
ganda atau garis lurus, dengan catatan semua kelompok aktiva yang dimiliki diterapkan
dengan metode yang sama. Pada kedua jenis aktiva yaitu bangunan dan bukan
bangunan, maka terdapat perbedaan tarif (persentase) untuk setiap metode dan jenis
aktiva (Penyusutan dan Amortisasi _ Direktorat Jenderal Pajak, n.d.) .
a. Tarif depresiasi untuk aktiva tetap bukan bangunan
Bukan Tarif Depresiasi
Bangunan Metode Garis Lurus Metode Saldo Menurun
Kelompok 1 25% 50%
Kelompok 2 12,5% 25%
Kelompok 3 6,25% 12,5%
Kelompok 4 5% 10%

b. Tarif depresiasi untuk aktiva tetap bangunan


Bangunan Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus)
Permanen 5%
Bukan Permanen 10%

4
B. PENYUSUTAN BERDASARKAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang di dalamnya mengandung
Standar Akuntansi Keuangan (SAK), menjadi salah satu pedoman dalam praktik di
akuntansi yang mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan akuntansi. Aktiva atau aktiva
tetap dan penyusutan atau depresiasinya juga diatur dalam PSAK. Pada PSAK Nomor 16
mengatur aktiva tetap, sedangkan PSAK Nomor 17 mengatur akuntansi penyusutan
meskipun telah dicabut. Aktiva atau aktiva tetap menurut PSAK 16 yang menjelaskan
aktiva tetap dalam akuntansi keuangan, yaitu memiliki ciri-ciri diantaranya digunakan
dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa baik disewakan atau tujuan administratif,
dan dengan harapan digunakan lebih dari satu tahun (Indonesia, 2011). Penyusutan yaitu
suatu bentuk pengalokasian total yang dapat disusutkan dari aktiva tertentu seiring masa
manfaatnya dan pengalokasian tersebut tersistematis (Indonesia, 2011).
Nilai wajar merupakan total pemakaian pada pertukaran suatu aktiva di antar pihak
tertentu yang ingin dan mempunyai wawasan yang memadai dalam transaksi yang wajar
pada umumnya (Indonesia, 2011). Nilai residu adalah berupa nilai total terestimasi untuk
entitas saat ini dari aktiva yang telah dilepaskan, sesudah pengurangan terhadap biaya
pelepasan berupa estimasi, dan aktiva tersebut telah berada di kondisi dan umur yang
diharapkan pada akhir masa atau umur manfaatnya (Indonesia, 2011).
Usia atau umur ekonomis dan teknis menjadi dasar untuk mengukur depresiasi
aktiva tetap. Jumlah neto diinginkan atau diharapkan didapat dari akhir masa manfaat
aktiva dan dikurangkan dengan perkiraan biaya pelepasan, hal tesebut disebut nilai residu.
Sedangkan pada definisi nilai wajar yaitu jumlah, pada penukaran aktiva tersentu atau
penyelesaian kewajiban bagi pihak yang melakukan transaksi secara wajar atau arm’s
length transaction. Carrying amount atau jumlah yang tercatat yaitu book value atau nilai
buku yang pada biaya perolehan atas aktiva sesudah pengurangan dengan pengakumulasian
depresiasi.
1. Biaya Perolehan
Biaya perolehan (PSAK 16, 2011) adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan
atau nilai wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aktiva pada
saat perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan ke
aktiva pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK
lain. Aktiva tetap yang memenuhi kriteria untuk diakui sebagai aktiva pada awalnya
harus diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aktiva tetap terdiri dari:

5
- Harga perolehan yaitu termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh
dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan-potongan lain.
- Biaya-biaya yang dikeluarkan/diatribusikan secara langsung agar aktiva bisa
digunakan.
- Estimasi biaya pembongkaran awal dan pemindahan aktiva tetap dan restorasi
lokasi aktiva.

Contoh biaya yang dapat diatirbusikan langsung antara lain:


- Biaya imbalan kerja yang muncul akibat pembangunan atau akuisisi aktiva tetap
- Biaya persiapan lahan untuk pabrik
- Biaya handling dan penyerahan awal
- Biaya untuk merakit dan instalasi aktiva.
- Biaya pengujian aktiva (setelah dikurangi hasil penjualan produk) apakah masih
berfungsi dengan baik.
- Komisi para ahli/profesional.
Pengakuan biaya dihentikan jika aktiva sudah dapat digunakan sesuai dengan kondisi
dan keinginan manajemen. Karena itu biaya pengembangan tidak dapat dimasukkan
dalam jumlah tercatat aktiva. Biaya-biaya yang tidak termasuk dalam jumlah tercatat
aktiva tetap adalah:
- Biaya yang dikeluarkan setelah aktiva dapat berfungsi sesuai dengan keinginan
manajemen namun belum terpenuhi atau masih beroperasi dibawah kapasitas
maksimum.
- Kerugian pada saat awal beroperasi
- Biaya relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh kegiatan entitas.
Perhitungan biaya perolehan adalah sebagai berikut:
a. Aktiva tetap yang dibeli secara tunai
Biaya perolehan aktiva tetap terdiri dari harga beli termasuk biaya impor dan pajak
masukan (tidak dapat direstitusikan), serta biaya lain yang timbul dan dapat
diatribusikan dari proses pengadaan aktiva tetap hingga siap digunakan.
b. Aktiva tetap yang didapat dari pertukaran aktiva nonmoneter atau kombinasi aktiva
moneter dan nonmoneter.
Jika entitas dapat mengukur nilai wajar aktiva secara andal maka nilai wajar aktiva
yang diserahkan digunakan untuk mengukur biaya perolehan kecuali jika nilai

6
wajar aktiva yang diterima lebih jelas. Biaya perolehan aktiva diukur dengan nilai
wajar kecuali:
(a) Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau
(b) Nilai wajar dari aktiva yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara
andal.
Suatu transaksi dikatakan mempunyai substansi komersial atau tidak dapat diukur
dengan mempertimbangkan sejauh mana arus kas masa depan dapat berubah
diakibatkan pertukaran aktiva tersebut. Dikatakan memiliki subtansi komersial jika:
(a) Konfigurasi aktiva yang diterima berbeda dari konfigurasi aktiva yang
diserahkan.
(b) Nilai spesifik entitas dari bagain operasi entitas dipengaruhi oleh perubahan
transaksi sebagai akibat dari pertukaran
(c) Selisih (a) atau (b) adalah relatif signifikan terhadap nilai wajar dari aktiva yang
diertukarakan
Jika aktiva tidak dapat diukur dengan nilai wajar maka biaya perolehan didapat dari
nilai tercatat dari aktiva yang diserahkan.
c. Aktiva tetap yang diperoleh dari aktivitas membangun sendiri
Aktiva tetap yang dibangun sendiri ini mengunakan prinsip yang sama dengan
aktiva yang diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan aktiva ini diukur dari
total biaya pembangunan aktiva.
2. Kriteria Aktiva yang Dapat Disusutkan
➢ Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi
➢ Memiliki suatu manfaat yang terbatas
➢ Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok
barang dan jasa, untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi.
3. Masa Manfaat
Umur manfaat adalah periode suatu asset yang diharapkan dapat digunakan oleh entitas
atau jumlah produksi atas unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari suatu asset
oleh entitas. Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai asset jika kemungkinan
besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari asset tersebut dan
biaya perolehan asset dapat diukur secara andal (Indonesia, 2011).
4. Metode Penyusutan
Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasikan jumlah yang
disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut

7
antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun
(diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method).
Metode garis lurus menghasilkan pembebanan yang tetap selama umur manfaat aset
jika nilai residunya tidak berubah. Metode saldo menurun menghasilkan pembebanan
yang menurun selama umur manfaat aset (Indonesia, 2011). Metode jumlah unit
menghasilkan pembebanan berdasarkan pada penggunaan atau output yang diharapkan
dari suatu aset. Metode penyusutan aset dipilih berdasarkan ekspektasi pola konsumsi
manfaat ekonomik masa depan dari aset dan diterapkan secara konsisten dari periode
ke periode kecuali ada perubahan dalam ekspektasi pola konsumsi manfaat ekonomik
masa depan dari aset tersebut (Indonesia, 2011).
5. Saat Dimulainya Penyusutan
Penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk aktiva tetap yang masih dalam
proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan tersebut.
Berbeda dengan penyusutan fiskal yang harus setahun penuh, penyusutan komersial
boleh dilakukan untuk jangka waktu yang lebih pendek.
6. Dasar Penyusutan
Dasar penyusutan yang digunakan adalah biaya perolehan awal, baik melalui
pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan
melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya adalah nilai
setelah revaluasi.
7. Pengungkapan
Laporan keuangan mengungkapkan, untuk setiap kelompok aset tetap (Indonesia,
2011):
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat
b. Metode penyusutan yang digunakan
c. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan
d. Jumlah tercatat dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
i. Penambahan
ii. Aset diklasifikasi sebagai tersedia untuk dijual atau termasuk dalam kelompok
lepasan.
iii. Akuisisi melalui kombinasi bisnis
iv. Peningkatan atau penurunan nilai akibat dari revaluasi
v. Rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi

8
vi. Rugi penurunan nilai yang dijurnal balik dalam laba rugi;
vii. Selisih nilai tukar yang timbul dalam penjabaran laporan keuangan dari mata
uang fungsional menjadi mata uang pelaporan yang berbeda
viii. perubahan lain.
Laporan keuangan juga mengungkapkan:
a. Keberadaan dan jumlah pembatasan atas hak milik
b. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang sedang dalam
pembangunan
c. Jumlah komitmen kontraktual untuk memperoleh aset tetap
d. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan
nilai, hilang atau dihentikan yang dimasukkan dalam laba rugi.
Pemilihan metode penyusutan dan estimasi umur manfaat aset adalah hal-hal yang
memerlukan pertimbangan. Oleh karena itu, pengungkapan metode yang digunakan
dan estimasi umur manfaat atau tarif penyusutan memberikan informasi bagi pengguna
laporan keuangan dalam meninjau kebijakan yang digunakan oleh perusahaan dan
memungkinkan dibandingkan dengan perusahaan atau entitas lain (Indonesia, 2011).
Untuk alasan yang serupa, juga perlu diungkapkan:
(a) Penyusutan, apakah diakui dalam laba rugi atau diakui sebagai bagian dari biaya
perolehan aset lain, selama suatu periode
(b) Akumulasi penyusutan pada akhir periode.
8. Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal
➢ Aktiva tetap yang memiliki manfaat lebih dari satu periode akuntansi tidak boleh
dibebankan pada tahun pengelurannya, melainkan harus di kapitalisir dan
didepresiasi setiap tahun sesuai masa manfaat.
➢ Aktiva yang didepresiasi adalah aktiva tetap, baik bangungan dan bukan bangunan.
➢ Tanah tidak didepresiasi kecuali memiliki masa manfaat.
9. Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal
Komersial Akuntansi Fiskal

Masa manfaat: Masa manfaat:


a. Penentuan didasarkan pada a. Keputusan menteri keuangan
taksiran umur ekonomis atau menjadi dasar penetapannya.
umur teknis. b. Tidak diperhitungkan pada nilai
b. Ditelaah ulang secara periodisasi. sisa.
c. Perhitungan Nilai sisa yang bias.

9
Harga perolehan: Harga perolehan:
a. Pembelian menggunakan harga a. Harga sesungguhnya diterapkan
sesungguhnya. untuk transaksi tanpa kaitan (relasi)
b. Penukaran aktiva beda jenis istimewa.
menggunakan harga wajar. b. Relasi istimewa menggunakan harga
c. Pertukaran yang sejenis bebasis pasar.
nilai buku aktiva yang dilepas. c. Nilai pasar digunakan untuk
d. Harga pasar menjadi dasar utuk transaksi penukaran,
Aktiva sumbangan . d. Likuidasi, peleburan, pemecahan,
atau penggabungan yaitu harga
pasar kecuali ditentukan lain oleh
Menteri Keuangan.
e. Perevaluasian dilakukan pada nilai
revaluasi aktiva tetap.
Metode penyusutan: Metode penyusutan:
a. Garis lurus. a. Garis lurus untuk aktiva tetap
b. Saldo menurun. bangunan.
c. Jumlah angka tahun. b. Aktiva tetap bukan bangunan wajib
d. Metode jam jasa. pajak (wp) dapat memilih garis lurus
e. Sistem persediaan. atau saldo menurun ganda namun
f. Anuitas. taat asas.
g. Unit produksi.
Sistem penyusutan: Sistem penyusutan:
a. Individual. a. Individual, kecuali peralatan
b. Gabungan. berukuran kecil dapat secara
golongan.
Saat dimulai penyusutan: Saat dimulainya penyusutan:
a. Ketika perolehan. a. Ketika perolehan.
b. Ketika penyelesaian. b. Perizinan Menteri Keuangan dapat
dilakukan pada periode
penyelesaian atau periode mulai
menghasilkan.

C. PERENCANAAN PAJAK UNTUK PENYUSUTAN


Pemilihan metode penyusutan yang tepat bagi perusahaan merupakan hal yang
penting dalam perencanaan pajak. Metode penyusutan yang dapat digunakan menurut UU
Pajak Penghasilan pasal 11 adalah metode saldo menurun dan metode garis lurus. Berikut
ilustrasi penjelasan hubungan bebam depresiasi dengan pajak.
Laporan Laba Rugi
Pendapatan XXX
Beban
Beban Depresiasi (XXX)
Beban lain-lain (XXX)

10
Total Beban (XXX)
Laba Sebelum Pajak (EBT) XXX
Pajak (XXX)
Laba Setelah Pajak (EAT) XXX
Beban Depresiasi pada laporan laba rugi disuatu entitas akan menurunkan beban
pajak entitas tersebut. Semakin besar beban depresiasi maka laba semakin kecil dan beban
pajaknya juga semakin kecil. Hubungan dari beban depresiasi terhadap beban pajak ini
membawa manfaat pajak bagi entitas. Metode penyusutan yang diperbolehkan baik oleh
PSAK maupun pajak adalah metode garis lurus dan saldo menurun. Sebenarnya kedua
metode tersebut menghasilkan nominal total depresiasi dan manfaat pajak yang sama.
Perbedaannya terletak pada Time Value of Money (TVM) dari beban pajaknya. Oleh karena
itu, entitas perlu mempertimbangkan TVM agar dapat memilih dan menerapkan metode
depresiasi yang menguntungkan entitas tersebut.
Tabel ilustrasi depresiasi:
Tahun Garis Lurus Saldo Menurun
ke 1 2 3 4 Total 1 2 3 4 Total
Beban Beban
Pendapatan xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Beban (xxx) (xxx) (xxx) (xxx) xxx (xxx) (xxx) (xxx) (xxx) xxx
EBT xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx
Pajak (xxx) (xxx) (xxx) (xxx) (xxx) (xxx) (xxx) (xxx)
(25%)
EAT xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx xxx

Sama

Sebagai penjelasan lebih lanjut, berikut contoh perhitungan perencanaan pajak untuk
depresiasi:
Pada 1 Januari 2015, PT Suka Makmur membeli sebuah mesin baru dengan harga Rp
200.000.000,00 sudah termasuk pajak. Mesin diketahui merupakan aktiva tetap kelompok 1
dengan umur ekonomis 4 tahun tanpa nilai sisa. Perhitungan beban depresiasinya sebagai
berikut:

11
Tahun Metode Penyusutan

Garis Lurus (Rp) Saldo Menurun (Rp)


2015 50.000.000 100.000.000
2016 50.000.000 50.000.000
2017 50.000.000 25.000.000
2018 50.000.000 25.000.000
Akumulasi 200.000.000 200.000.000
Depresiasi

Dari tabel diatas terlihat bahwa metode garis lurus dan metode saldo menurun
menghasilkan akumulasi depresiasi yang sama. Perbedaan dari kedua metode depresiasi
ini disebut beda waktu/beda sementara (timing difference/temporary difference).
Berikut adalah perhitungan laba setelah pajak dan analisis penggunaan metode
depresiasi. Untuk memudahkan perhitungan diasumsikan bahwa pendapatan setiap
tahunnya sama yaitu sebesar Rp 200.000.000, beban pajak adalah 25% dan tingkat diskon
adalah 16%.
Perhitungan dengan menggunakan Metode garis lurus:
Tahun Ke 1 2 3 4
Pendapatan Rp 200.000.000 Rp 200.000.000 Rp Rp
200.000.000 200.000.000
(-) Beban Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 Rp Rp
50.000.000 50.000.000
EBT Rp 150.000.000 Rp 150.000.000 Rp Rp
150.000.000 150.000.000
(-) Pajak (25%) Rp 37.500.000 Rp 37.500.000 Rp Rp
37.500.000 37.500.000
EAT Rp 112.500.000 Rp 112.500.000 Rp Rp
112.500.000 112.500.000
Jumlah laba Rp 450.000.000
PVIF (16%) 0,8621 0,7432 0,6407 0,5523
Beban Pajak Rp Rp
Rp 32.328.750 Rp 27.870.000
(PV) 24.026.250 20.711.250
Jumlah Beban Rp 104.936.250
Pajak (PV)
Perhitungan dengan menggunaka Metode saldo menurun:
Tahun ke 1 2 3 4
Pendapatan Rp 200.000.000 Rp 200.000.000 Rp 200.000.000 Rp 200.000.000
(-) Beban Rp 100.000.000 Rp 50.000.000 Rp 25.000.000 Rp 25.000.000
EBT Rp 100.000.000 Rp 150.000.000 Rp 175.000.000 Rp 175.000.000

12
(-) Pajak (25%) Rp 25.000.000 Rp 37.500.000 Rp 43.750.000 Rp 43.750.000
EAT Rp 75.000.000 Rp 112.500.000 Rp 131.250.000 Rp 131.250.000
Jumlah laba Rp 450.000.000
PVIF (16%) 0,8621 0,7432 0,6407 0,5523
Beban Pajak
Rp 21.552.500 Rp 27.870.000 Rp 28.030.625 Rp 24.163.125
(PV)
Jumlah Beban Rp 101.616.250
Pajak (PV)
Dari perhitungan diatas dapat dibandingkan penggunaan metode garis lurus dan
metode saldo menurun sebagai berikut:

Metode Penyusutan

Garis Lurus (Rp) Saldo Menurun Penghematan Beban Pajak


(Rp)
Rp 3.320.000
Total Beban
Rp 104.936.250 Rp 101.616.250 (Metode Saldo Menurun lebih
Pajak (PV)
menguntungkan)

Perhitungan jumlah laba dari tahun pertama hingga tahun keempat baik
menggunakan saldo menurun dan garis lurus menghasilkan jumlah yang sama. Dengan
adanya tingkat diskon 16% terlihat bahwa terdapat perbedaan present value metode garis
lurus dengan present value saldo menurun. Dari tabel diatas terdapat perbedaan beban pajak
setelah dikenakan present value. Pada table terlihat penghematan beban pajak, sebesar Rp
3.320.000 jika menggunakan metode saldo menurun. Hal ini dikarenakan beban pajak
setelah present value dengan metode garis lurus lebih besar dari pada metode saldo
menurun. Maka, dalam perencanaan pajak (penghematan pajak) akan lebih
menguntungkan menggunakan metode saldo menurun.

13
PENUTUP

Perencanaan perpajakan pada aktiva berwujud baik tetap maupun tidak tetap diperlukan
dalam penerapannya. Penyusutan untuk aktiva tetap berwujud (bergerak dan tidak bergerak)
disebut dengan depresiasi, sedangkan yang tidak berwujud disebut amortisasi. Penetapan
kebijakan untuk penyusutan aktiva tetap memiliki persamaan dan berbedaan antara standar
akuntansi keuangan dan fiskal dalam perpajakan. Diantara dua kebijakan tersebut memiliki dua
metode perhitungan untuk depresiasi yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun,
keduanya merupakan persamaan dari kebijakan yang terkandung dalam Standar Akuntansi
Keuangan maupun perpajakan. Oleh sebab itu, entitas harus memilih metode yang tepat antara
garis lurus atau saldo menurun yang dapat menghemat pajak sehingga entitas mendapatkan
hasil dari penggunaan manfaat perencanaan pajak untuk penyusutan aset tetap yang dimiliki
oleh entitas tersebut. Berdasarkan ilustrasi yang kami berikan menunjukkan bahwa metode
saldo menurun lebih diunggulkan jika perusahaan ingin menghemat beban pajak.
.

14
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia, I. A. (2011). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 16 Aktiva Tetap. 16(Revisi


2011).
Mairuhu, S., & Tinangon, J. J. (2014). 2 1,2,3. Jurnal EMBA, 2(4), 404–412.
Penyusutan dan Amortisasi _ Direktorat Jenderal Pajak. (n.d.).
Suandy, E. (2011). Perencanaan Pajak.
Yuliem, M. (2018). Pengaruh perencanaan pajak (Tax Planning) terhadap nilai perusahaan
(firm Value) pada perusahaan sektor non keuangan yang. 7(1), 520–540.

15

Anda mungkin juga menyukai