2. Metode Penyusutan
Asset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa
bersamaan dengan berlakunya waktu. Jumlah yang dapat disusutkan, dialokasikan ke setiap
periode akuntansi selama masa manfaat asset dengan berbagai metode yang sistematis dan
diterapkan secara konsisten atau taat asas, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan
dan pertimbangan perpajakan agar dapat menyediakan daya banding hasil afiliasi perusahaan
dari period eke periode, penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat
dikelompokkan menurut akuntansi komersial, yaitu:
1. Berdasarkan kriteria waktu
1. Metode garis lurus
2. Metode pembebanan angka menurun
1) Metode jumlah angka tahun
2) Metode saldo menurun/saldo menurun ganda
1. Berdasarkan kriteria penggunan
1. Metode jam jasa
2. Metode jumlah unit produksi
3. Berdasarkan kriteria lainnya
1. Metode berdasarkan jenis dan kelompok
2. Metode anuitas
Metode penyusutan menurut ketentuan peundang-undangan perpajakan sebagaimana telah
diatur dalam pasal 11 UU PPh :
1. Metode garis lurus (straight line method), atau metode saldo menurun (declining balance
method) untuk Aset Tetap Berwujud Bukan Bangunan
2. Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud Berupa Bangunan.
Penggunaaan metode penyusutan Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten).
1. C. Kelompok Harta Berwujud Dan Tarif Penyusutan
Penurunan kelompok dan tariff penyusutan Harta Berwujud didasarkan pada pasal 11 UU PPh
sebagai berikut:
I. Bukan
Bangunan
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5% –
Tidak
10 tahun 10% –
Permanen
1. III. AMORTISASI
2. A. Pengertian Amortisasi
Pada UU PPh menggunakan istilah harta tak berwujud tidak dengan asset tetapi mempunyai
pengertian yang sama dengan asset dalam SAK. Seperti yang telah dilakukan pada asset tetap
berwujud, nilai asset tetap tah berwujud harus juga dilakukan penyusutan yang disebut juga
dengan Amortisasi.
Pengertian asset tak berwujud adalah asset tak lancar (non-current asset) dan tak berbentuk
yang memberikan hak keekonomian dan hukum kepada pemiliknya dan dalam laporan keuangan
tidak dicakup secara terpisah dalam klasifikasi asset yang lain (PSAK no 19). Termasuk dalam
asset tak berwujud adalah hak paten, Good Will, hak merk.
Harta tak berwujud digolongkan menjadi:
1. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 4 tahun.
2. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 8 tahun
3. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 16 tahun
4. Kelompok harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat 20 tahun
2. Metode Amortisasi
Metode amortisasi yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan
metode saldo menurun (declining balance method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih
salah satu metode untuk melakukan amortisasi.
3. Kelompok Aset Tetap Tak Berwujud Dan Tarif Amortisasi
Dalam menghitung amortisasi asset tetap tidak berwujud terlebih dahulu harus dikelompokkan
sesuai dengan masa manfaatnya. Untuk lebih jelasnya pengelompokkan masa manfaat dan tariff
penyusutan terlihat sebagai berikut:
Penetapan masa manfaat dan tariff amortisasi diatas dimaksudkan untuk memberikan
keseragaman dalam melakukan amortisasi. Metode yang digunakan sesuai dengan metode yang
dipilih berdasarkan masa manfaat yang sebenarnya. Kemungkinan dapat terjadi masa manfaat
asset tetap tak berwujud tidak tercantum pada kelompok masa manfaat, sehingga wajib pajak
menggunakan masa manfaat terdekat. Sebagai contoh asset tetap tak berwujud masa manfaat
sebenarnya 6 tahun, dapat menggunakan masa manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Apabila masa
manfaat sebenarnya 5 tahun maka menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.
4. Contoh Perhitungan Amortisasi
PT Asti Jaya pada tanggal 4 November 2001 mengeluarkan uang sebanyak Rp. 100.000.000,00
untuk memperoleh hak lisensi dari Phoenixcyle Ltd. selama 4 tahun untuk memproduksi Sepeda
Phoenix. Perhitungan amortisasi hak lisensi tersebut adalah sebagai berikut:
Alternatif I : Metode Garis Lurus
Amortisasi tahun 2001:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2002:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2003:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Amortisasi tahun 2004:
25% x Rp. 100.000.000,00 = Rp. 25.000.000,00
Di dalam ilmu akuntansi, kita mengenal suatu penurunan nilai atau penyusutan dari
sebuah aset yang mempunyai umur ekonomis lebih dari satu tahun. Aset yang
mempunyai umur ekonomis yang lebih dari satu tahun tersebut adalah Aset Tetap dan
Aset Tidak Berwujud. Aset Tetap misalnya tanah, gedung atau bangunan, mesin
produksi, kendaraan operasional dan yang lainnya. Sedangkan contoh dari Aset Tak
Berwujud adalah hak paten, merk dagang, goodwill dan yang lainnya. Semua Aset
tersebut memiliki umur ekonomis dan mengalami penurunan nilai tiap saat. Penurunan
nilai ini di dalam akuntansi dikenal sebagai penyusutan untuk Aset Tetap dan amortisasi
untuk Aktiva Tidak Berwujud.
Pengertian Amortisasi adalah suatu penurunan atau pengurangan nilai suatu Aktiva
tidak berwujud secara bertahap dalam rentang jangka waktu tertentu disetiap periode
akuntansi. Pengurangan nilai aktiva tak berwujud ini dilakukan dengan cara mendebit
akun beban amortisasi dan mengkredit akun aktiva tak berwujud.
Secara umum metode yang digunakan dalam amortisasi aset tidak berwujud menurut
akuntansi ada dua jenis, yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun. Jika
mengacu pada Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang – Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, metode dan penilaian amortisasi aset tak berwujud dikelompokan menurut
masa manfaatnya.
Tarif Amortisasi
Kelompok Harta Tidak
Masa Manfaat
Berwujud
Garis Lurus Saldo Menurun