MANAJEMEN PERPAJAKAN
Diajukan Oleh :
Jika Wajib Pajak (WP) melakukan manajemen perpajakan dengan baik, hal ini dapat
memberikan berbagai keuntungan bagi WP tersebut. Berikut adalah beberapa keuntungan yang
dapat diperoleh dari manajemen perpajakan yang baik:
Selain itu, manajemen perpajakan yang dilakukan dengan baik oleh WP dapat membantu
dalam menghindari risiko konflik dengan pihak berwenang terkait perpajakan, seperti
pemeriksaan pajak atau audit pajak. Hal ini akan membantu perusahaan dalam menjaga
kredibilitas dan stabilitas keuangan perusahaan.
Sebagai Wajib Pajak (WP), terdapat beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi
dalam menerapkan manajemen pajak, di antaranya:
1. Hak untuk memahami dan mengetahui peraturan perpajakan yang berlaku WP berhak
memahami dan mengetahui peraturan perpajakan yang berlaku agar dapat memenuhi
kewajiban perpajakan dengan tepat.
2. Hak untuk memanfaatkan fasilitas perpajakan yang ada WP berhak memanfaatkan
berbagai fasilitas perpajakan yang ada, seperti pengurangan pajak, keringanan pajak, atau
insentif perpajakan lainnya yang diberikan oleh pemerintah.
3. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum WP berhak
mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum, tanpa adanya diskriminasi atau
perlakuan tidak adil dari pihak berwenang terkait perpajakan.
4. Hak untuk mengajukan keberatan atau banding atas hasil pemeriksaan pajak Jika WP
tidak setuju dengan hasil pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh pihak berwenang, WP
berhak mengajukan keberatan atau banding atas hasil tersebut.
1. Kewajiban untuk membayar pajak tepat waktu WP memiliki kewajiban untuk membayar
pajak tepat waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Kewajiban untuk melaporkan pajak dengan benar dan lengkap WP memiliki kewajiban
untuk melaporkan pajak dengan benar dan lengkap, termasuk melaporkan semua sumber
penghasilan yang diterima dan memenuhi kewajiban pelaporan lainnya yang ditetapkan
oleh peraturan perpajakan yang berlaku.
3. Kewajiban untuk menjaga bukti dan dokumentasi pajak WP memiliki kewajiban untuk
menjaga bukti dan dokumentasi pajak yang diperlukan untuk membuktikan bahwa pajak
telah dipenuhi dengan benar.
4. Kewajiban untuk mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku WP memiliki kewajiban
untuk mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, termasuk menghindari melakukan
tindakan perpajakan yang merugikan negara atau melanggar aturan perpajakan yang
berlaku.
Dengan memenuhi hak dan kewajiban dalam menerapkan manajemen pajak, WP dapat
mengoptimalkan manajemen perpajakan dan memastikan bahwa perusahaan memenuhi
kewajiban perpajakan secara benar dan tepat waktu.
Dalam konteks merger, konsolidasi, dan akuisisi, perpajakan dapat memiliki dampak
signifikan pada transaksi tersebut. Beberapa dampak perpajakan yang mungkin terjadi pada WP
dalam konteks ini adalah sebagai berikut:
1. Pajak atas keuntungan modal Dalam konteks merger, konsolidasi, dan akuisisi, WP
mungkin harus membayar pajak atas keuntungan modal (capital gain tax) yang dihasilkan
dari penjualan aset atau saham. Pajak atas keuntungan modal ini akan menjadi beban bagi
WP dan akan mempengaruhi keuntungan bersih dari transaksi tersebut.
2. Pajak penghasilan WP mungkin juga harus membayar pajak penghasilan atas penghasilan
yang diperoleh dari transaksi merger, konsolidasi, dan akuisisi. Pajak penghasilan ini
akan menjadi beban bagi WP dan akan mempengaruhi keuntungan bersih dari transaksi
tersebut.
3. Pengaturan kembali struktur perusahaan Dalam konteks merger, konsolidasi, dan akuisisi,
WP mungkin perlu menyesuaikan struktur perusahaan untuk meminimalkan dampak
perpajakan pada transaksi tersebut. WP dapat mempertimbangkan untuk melakukan
restrukturisasi dengan tujuan mengoptimalkan manajemen perpajakan perusahaan.
4. Kewajiban pelaporan pajak WP juga harus memenuhi kewajiban pelaporan pajak yang
ditetapkan oleh peraturan perpajakan yang berlaku. Pelaporan yang tidak tepat atau
terlambat dapat mengakibatkan denda atau sanksi lain yang merugikan perusahaan.
Dalam hal ini, WP perlu mempertimbangkan dampak perpajakan dalam proses merger,
konsolidasi, dan akuisisi. WP dapat mengkonsultasikan dengan ahli perpajakan dan melakukan
analisis dampak perpajakan untuk memastikan bahwa transaksi tersebut memenuhi persyaratan
perpajakan dan memberikan manfaat finansial yang optimal. Dengan melakukan manajemen
pajak yang tepat, WP dapat mengoptimalkan nilai transaksi dan meminimalkan dampak negatif
dari aspek perpajakan.
Berikut adalah beberapa fasilitas perpajakan yang telah diatur dalam UU No. 36/2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan:
1. Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) atas dividen yang diterima oleh WP dari
perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia, dengan persyaratan tertentu.
2. Pengurangan PPh Pasal 22 atas impor barang modal yang diperlukan untuk investasi di
sektor tertentu.
3. Pembebasan PPh atas bunga deposito dan tabungan yang diterima oleh WP dengan saldo
tertentu.
4. Pengurangan PPh atas penghasilan dari kekayaan intelektual, seperti hak cipta, paten, dan
merek.
5. Pembebasan PPh atas penghasilan tertentu yang diterima oleh WP, seperti penghasilan
dari kegiatan riset dan pengembangan (R&D).
6. Pengurangan PPh atas penghasilan tertentu yang diterima oleh WP dari kegiatan ekspor.
7. Penundaan pembayaran PPh atas penghasilan tertentu yang diterima oleh WP dari
kegiatan ekspor.
Berikut adalah beberapa dampak positif dan negatif dari adanya insentif perpajakan
bagi DJP dan WP:
1. Potensi hilangnya penerimaan pajak: Terkadang insentif perpajakan yang terlalu besar
atau tidak terkontrol dapat mengurangi penerimaan pajak DJP, yang pada gilirannya
dapat mengurangi sumber daya yang dapat digunakan untuk membiayai program-
program pemerintah.
2. Penyalahgunaan sistem: Terkadang WP dapat menyalahgunakan insentif perpajakan
dengan menggunakan praktik-praktik yang bertujuan untuk menghindari pembayaran
pajak yang seharusnya dibayarkan, yang pada gilirannya dapat merugikan penerimaan
pajak.
Secara keseluruhan, insentif perpajakan dapat memberikan dampak yang positif maupun
negatif bagi DJP dan WP. Oleh karena itu, perlu ada keseimbangan yang tepat dalam
memberikan insentif perpajakan agar dapat memberikan manfaat yang optimal bagi DJP, WP,
dan masyarakat secara keseluruhan.
Publikasi Jurnal : JURNAL PACTA SUNT SERVANDA Volume 2 Nomor 2, September 2021 P-
ISSN: 2723-7435
Abstrak :
CRITICAL REVIEW :
Dari abstrak tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dampak insentif perpajakan terhadap realisasi penerimaan perpajakan tahun 2020 di Indonesia.
Namun, abstrak tidak menjelaskan secara rinci jenis insentif perpajakan apa yang dianalisis.
Selain itu, meskipun disebutkan bahwa metode analisis yang digunakan adalah regresi linier
berganda
dengan menggunakan program SPSS, abstrak tidak menjelaskan variabel yang digunakan dalam
analisis regresi tersebut.
Meskipun abstrak tidak memberikan rincian yang cukup, penelitian ini tetap dapat
memberikan kontribusi penting dalam pemahaman kita tentang dampak insentif perpajakan
terhadap realisasi penerimaan perpajakan di Indonesia pada tahun 2020.
Jawab:
Setiap pilihan memiliki keuntungan dan kerugian yang berbeda-beda tergantung pada
kebutuhan dan kondisi perusahaan masing-masing. Namun, secara umum, menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan, menggunakan metode Stelsel Akrual, menggunakan metode
penilaian persediaan FIFO, dan menggunakan metode penyusutan aset tetap Saldo Menurun
cenderung lebih menguntungkan bagi WP dalam hal pengurangan pajak dan efisiensi
administrasi perpajakan. Sedangkan dalam memilih bentuk perusahaan, WP perlu
mempertimbangkan faktor- faktor lain seperti modal, fleksibilitas pengelolaan, dan aspek
perpajakan.
Metode Stelsel Akrual, metode penilaian persediaan FIFO, dan metode penyusutan aset
tetap Saldo Menurun cenderung lebih menguntungkan bagi WP karena:
1. Metode Stelsel Akrual: Dalam metode ini, penghasilan dan biaya dicatat pada saat terjadi,
tidak hanya pada saat pembayaran atau penerimaan kas. Hal ini memungkinkan WP
untuk mengoptimalkan pengurangan pajak dengan mencatat pengeluaran atau biaya pada
saat yang tepat dan memperoleh manfaat pajak yang lebih besar daripada menggunakan
metode Stelsel Kas.
2. Metode penilaian persediaan FIFO: Dalam metode ini, biaya barang terjual dihitung
berdasarkan harga yang lebih tinggi, yaitu barang yang pertama kali dibeli atau
diproduksi.
Hal ini dapat menghasilkan laba kotor yang lebih rendah dan pengurangan pajak yang
lebih besar karena biaya yang lebih tinggi.
3. Metode penyusutan aset tetap Saldo Menurun: Metode ini memungkinkan WP untuk
mengalokasikan biaya aset tetap secara bertahap selama umur manfaatnya. Dalam metode
ini, biaya penyusutan dihitung berdasarkan nilai sisa aset, yang berarti biaya penyusutan
cenderung menurun seiring waktu. Hal ini dapat menghasilkan pengurangan pajak yang
lebih besar daripada menggunakan metode Garis Lurus yang mengalokasikan biaya
penyusutan secara konstan setiap tahun.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan metode-metode ini harus didukung oleh dokumen
dan prosedur yang benar serta harus memperhatikan ketentuan perpajakan yang berlaku. Selain
itu, setiap perusahaan memiliki kebutuhan dan kondisi yang berbeda-beda, sehingga sebaiknya
WP mempertimbangkan dengan matang sebelum memilih metode yang paling sesuai dengan
kebutuhan dan tujuan perusahaan.