Kelompok Genap :
1. Marlyn Jenita Handoko (B12.2017.03344)
2. Ake Indra Sukmala (B12.2017.03372)
3. Karina Evelyne Yulisa (B12.2017.03374)
4. Eunike Victoria (B12.2017.03384)
5. Aldys Umbu Eda Padjangu (B12.2017.03460)
Kelompok Ganjil :
1. Gisky Ichza Anindya (B12.2017.03347)
2. Senja Tamara Azkia (B12.2017.03329)
3. Indah Ayu Wulandari (B12.2017.03499)
4. Kurniawan Rahardjo (B12.2017.03299)
Definisi
• Berbagai istilah digunakan dalam pengelolaan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan secara efektif dan efisien. Beberapa praktisi
menyebutnya sebagai perencanaan pajak, yang menekankan aktivitas pada perencanaan transaksi yang bias menghemat pembayaran
pajak. Istilah lain adalah tax review, yang melakukan review terhadap ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Aktivitas ini biasanya dilakukan pada akhir periode pada saat perusahaan mempersiapkan laporan tahunan kewajiban perpajakannya
dan memberikan penilaian atas kekurangan-kekurangan yang masih terjadi atas pemenuhan kewajiban tersebut.
• Tujuan audit ini adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam hal:
1. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak;
2. SPT rugi;
3. SPT tidak mau terlambat disampaikan;
4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya;
5. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis (risk based selection) mengindikasikan adanya
kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Sementara audit perpajakan yang dibahas dalam bab ini adalah “audit yang dilakukan secara internal berkelanjutan, yang menyatu
dengan system pengendalian operasional perusahaan, menilai ketaatan pelaksaan aturan perpajakan dan teknik pengelolaan transaksi
yang mampu meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar aturan-aturannya”. Audit ini mencakup penilaian terhadap:
6. Kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan, yang biasanya terintegrasi dengan kebijakan operasional dan kebijakan
akuntansinya;
7. Aplikasi manajemen pajak, yang mengelola transaksi perpajakan perusahaan, untuk meminimalkan pembayaran pajak tanpa
melanggar ketentuan dan peraturan perpajakan;
8. Pelaksanaan menyeluruh terhadap kewajiban perpajakan yang diatur dalam UU dan peraturan perpajakan lainnya yang secara
umum menyangkut pemungutan/pemotongan, perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak baik pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai maupun pajak-pajak lainnya.
Tujuan dan Manfaat Ruang lingkup
Tujuan daru audit perpajakan ini adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh Ruang lingkup audit ini adalah keseluruhan
terhadap pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan, yang meliputi penilaian aspek perpajakan perusahaan, baik dalam
terhadap hal-hal berikut. rangka meminimalkan pembayaran pajak
1. Ketetapan kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan dan kemampuannya maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban
dalam memberikan panduan untuk pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektif perpajakan. Dari aspek efisiensi pembayaran
pajak audit melakukan penilaian terhadap
dan efisien.
kemampuan perusahaan dalam:
2. Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dari transaksi yang terjadi di
perusahaan tersebut. 1. Meminimalkan penghasilan kena pajak
a. Memaksimalkan biaya fiscal dlam setiap pengeluaran perusahaan.
(taxable revenue),
b. Meminimalkan pendapatan fiscal dalam setiap penerimaan perusahaan. 2. Memaksimalkan deductible expenses,
3. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan.
Sementara dari aspek ketaatan dalam
a. Melakukan pemungutan/pemotongan seluruh pajak yang harus dilakukan. pelaksanaan kewajiban perpajakan, audit
b. Melakukan perhitungan pajak dengan benar. melakukan penilaian terhadap terhadap
c. Menyetor dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu. ketaatan perusahaan dalam melakukan:
3. Pemungutan dan pemotongan pajak;
Audit internal perpajakan lebih berfungsi sebagai pencegahan terhadap kegagalan
perusahaan dalam mengelola kewajiban perpajakannya yang seharusnya berjalan 4. Perhitungan pajak dengan benar;
secara ekonomis, efiesien,dan efektif. Maka dari itu, agar dapat memberikan manfaat 5. Penyetoran pajak tepat waktu;
yang maksimal, audit ini seharusnya dilakukan setiap terjadinya transaksi yang
memiliki dampak perpajakan, penyetoran, dan pelaporan kewajiban perpajakan 6. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat
tersebut. Hasil audit ini dapat menjadi umpan balik lagi perusahaan dalam waktu.
meningkatkan efisiensi pembayaran pajak dan ketaatan pada peraturan perpajakan.
Memaksimalkan Deductible Expenses
Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak ( Taxable Revenue )
Memaksimalkan beban-beban yang diakui dalam perhitungan pajak
Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak ( Taxable Revenue ), menyangkut (deductible expenses) menyangkut strategi pengelolaan transaksi di
strategi pengelolaan transaksi pendapatan agar tidak mengandung dampak mana setiap beban yang terjadi, bias diperhitungkan dalam
perpajakan, baik final maupun tidak final. Dengan meminimalkan dampak ini penentuan besarnya pajak terutang. Dengan memaksimalkan beban-
pada pendapatan, maka pendapatan sebagai dasar pengenaan pajak akan beban ini berarti akan memperbesar factor pengurang penghasilan,
menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga mengurangi pajak terutang. dalam perhitungan pajak. Intinya, bagaimana mengelola transaksi
Berikut ini adalah penghasilan yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan beban, agar seluruh beban yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai
pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan, beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
seperti yang akan diatur dalam pasal 6 UU Pajak Penghasilan,
1. Bantuan, Sumbangan, Hibah. sebagai berikut.
2. Warisan
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negri
3. Harta
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
diterima atau yang diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan penghasilan, termasuk:
dari Wajib Pajak atau Pemerintah
1. Biaya yang secara langsung dan tidak langsung;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
6. Dividen 2. Penyusutan;
7. Iuran yang diterima 3. Iuran kepada dana pensiun;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension 4. Kerugian karena penjualan atau penghasilan harta;
9. Bagian laba yang diterima
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
10. Penghasilan yang diterima
11. Beasiswa 6. Biaya penilitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba di Indonesia;
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS. 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Tax Review Kewajiban Wajib Pajak
Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai bagaimana 1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi subjektif dan ojektif
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakannya. Hasil dari tax review ini dapat memberikan penjelasan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantior Direktorat
tentang bagaimana tingkat ketaatan perusahaan dalam memenuhi Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
kewajiban perpajakannya. Secara garis besar kewajiban perpajakan tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor
untuk Wajib Pajak meliputi: Pokok Wajib Pajak (pasal 2 ayat 1).
1. Pemungutan dan pemotongan pajak, 2. Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak
2. Perhitungan pajak dengan benar, berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
3. Penyetoran pajak tepat waktu, perubahannya, wajib melaporakan usahanya pada KDJP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
4. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu. Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (pasal 2 ayat 1).
Hak – hak dan Kewajiban Pajak 3. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
Hak – Hak Wajib Pajak benar, lengkap, dan jelas dalam Bahasa Indonesia dengan
5. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah,
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dan mendatangani serta menyampaikan ke KDPJ (pasal 3 ayat 1).
dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 bulan dengan cara 4. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuaannya diatur dengan menandatanganinya (pasal 4 ayat 1).
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 3 ayat 4).
5. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang
6. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membentulkan Surat dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum Peraturan Menteri Keuangan (pasal 10 ayat 1).
melakukan tindakan pemeriksaan (pasal 8 ayat 1)
AUDIT ATAS KEWAJIBAN PPN
Kewajiban Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
meliputi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan
seperti yang diatur pada pasal 3a dan pasal 4 UU No 42 Tahun 2009 tentang PPN.
PENGUSAHAN KENA PAJAK WAJIB
MENERBITKAN FAKTUR PAJAK UNTUK SETIAP:
1. Penyerahan BKP sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau
Pasal 16D UU PPN
2. Penyerahan JKP sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN
3. Ekspor BKP berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU
PPN
4. Ekspor BKP tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
UU PPN
5. Ekspor JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN.
PAJAK PENGHASILAN
1. Tax Holiday bagi Industri Pionir
2. Invesment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu
3. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
4. Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
5. Kemudahan Penghitungan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Usaha dengan Peredaran Bruto
Tertentu
6. Penurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka
7. Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan
8. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Berjalan
9. Pengurangan PPh Pasal 25 dan/atau Penundaan Pembayaran PPh Pasal 29 bagi Wajib Pajak
Industri Tertentu
10. Bantuan, Sumbangan, dan Hibah yang Dikecualikan sebagai Objek PPh
11. Bantuan/Santunan yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dikecualikan dari Objek
PPh
Pasal 21
Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai/bukan pegawai
Untuk PPh 21, penyetoran pajak Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
dari waktu pemotongan dan pelaporan SPT Masa PPh 21 paling lama 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
5. Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a) dan ayat
Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak
(4) bersifat final kecuali:
dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong
a) Pemotongan atas penghasilan sbgm diaksud dala Pasal 5 ayat(1) huruf b&c
sangat mewah
b) Pemotongan atas penghasilan yg diterima/ diperoleh orang pribadi/badan LN yang
berubah status jadi Wajib Pajak DN/ bentuk usaha tetap
ZAKAT & SUMBANGAN SISA LEBIH BADAN/LEMBAGA
KEAGAMAAN DIKECUALIKAN NIRLABA YANG DIKECUALIKAN
DARI OBJEK PPh DARI OBJEK PPh
Kriteria
Penerima : Kriteria Bentuk
Penerima : Fasilitas :
PPh PASAL 21 YANG DITANGGUNG PEMERINTAH PPh PASAL 21 PEGAWAI HARIAN, MINGGUAN, DAN
BAGI PENJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA ABRI, PEGAWAI TIDAK TETAP
DAN PARA PENSIUNAN Kriteria penerima :
Bentuk fasilitas : Pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang
PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan menerima atau memperoleh penghasilan bruto sampai dengan jumlah Rp
yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah. 150.000 sehari. Pegawai yang berhak atas fasilitas ini tidak perlu
menyampaikan permohonan.
Pelaku UMKM yang merupakan pegiat UMKM yang memiliki peredaran bruto tertentu yang sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan menyetorkan PPh final sebesar 0,5 % dari jumlah peredaran bruto tersebut, mendapatkan
insentif PPh final ditanggung pemerintah. PPh final itu tidak dihitung sebagai penghasilan yang dikenakan pajak, jika pegiat
UMKM melakukan kegiatan impor maka Dirjen Bea Cukai tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
insentif Pajak UMKM ini diberikan untuk masa Pajak April hingga masa Pajak September 2020. untuk mendapatkan
kebijakan tersebut wajib pajak perlu mengajukan permohonan surat keterangan agar dapat mendapat insenstif pajak secara online
melalui Pajak.go.id. Jika telah memenuhi syarat dan disetujui, wajib pajak harus membuat laporan realisasi PPh final ditanggung
Pemerintah memalui PPh terutang atas penghasilan yang diterima, termasuk kegiatan transaksi dengan pemungut pajak, pihak
pemungut pajak harus membuat Surat Setoran Pajak, atau kode ID Billing yang dilengkapi cap “PPh final ditanggung pemerintah
eks PMK Nomor…../PMK.03/2020” atas transkasi yang meerupakan objek pemungutan PPh final. Kemudian laporan tersebut
disampaikan paling lambat 20 bulan setelah masa pajak berakhir.
KETERKAITAN KASUS INSENTIF PAJAK DENGAN AUDIT PERPAJAKAN
Pemerintah melalui Ditjen Pajak mengungkapkan bahwa 200 ribu telah memanfaatkan insentif pajak. Insentif pajak sendiri
merupakan upaya yang dilakukan suatu Negara untuk menarik investor dalam rangka mendorong aktivitas ekonomi. Hal ini juga
menjadikan kompetisi antar Negara untuk meyakinkan investor masuk dan menanamkan modal di negaranya serta tidak berpindah
ke negara lain. Dan tujuan DJP melakukan insentif itu karena untuk mendukung keberlangsungan usaha UMKM di tengah pandemic
penyakit dari virus SARS Covis-19.
Pemerintah membuat berbagai langkah supaya UMKM bias bertahan, tetap melakukan kegiatan usaha di tengah situasi tidak
pasti karena Covid-19. Salah satunya yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 tahun 2020 yang mengatur besaran
insentif yaitu PPh 0,5 persen per uulan dari omset sebulan yang ditanggung pemerintah. Bagi UMKM dengan rata-rata omset per
tahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar. Dan untuk mendapatkan keringanan tersebut adalah dengan melaporkan SPT tahun 2019.
KETERKAITAN KASUS INSENTIF PAJAK DENGAN AUDIT PERPAJAKAN