Anda di halaman 1dari 23

Audit Perpajakan

Kelompok Genap :
1. Marlyn Jenita Handoko (B12.2017.03344)
2. Ake Indra Sukmala (B12.2017.03372)
3. Karina Evelyne Yulisa (B12.2017.03374)
4. Eunike Victoria (B12.2017.03384)
5. Aldys Umbu Eda Padjangu (B12.2017.03460)

Kelompok Ganjil :
1. Gisky Ichza Anindya (B12.2017.03347)
2. Senja Tamara Azkia (B12.2017.03329)
3. Indah Ayu Wulandari (B12.2017.03499)
4. Kurniawan Rahardjo (B12.2017.03299)
Definisi
• Berbagai istilah digunakan dalam pengelolaan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan secara efektif dan efisien. Beberapa praktisi
menyebutnya sebagai perencanaan pajak, yang menekankan aktivitas pada perencanaan transaksi yang bias menghemat pembayaran
pajak. Istilah lain adalah tax review, yang melakukan review terhadap ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Aktivitas ini biasanya dilakukan pada akhir periode pada saat perusahaan mempersiapkan laporan tahunan kewajiban perpajakannya
dan memberikan penilaian atas kekurangan-kekurangan yang masih terjadi atas pemenuhan kewajiban tersebut.
• Tujuan audit ini adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam hal:
1. SPT lebih bayar termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan pajak;
2. SPT rugi;
3. SPT tidak mau terlambat disampaikan;
4. Melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya;
5. Menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria seleksi berdasarkan hasil analisis (risk based selection) mengindikasikan adanya
kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang tidak dipenuhi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Sementara audit perpajakan yang dibahas dalam bab ini adalah “audit yang dilakukan secara internal berkelanjutan, yang menyatu
dengan system pengendalian operasional perusahaan, menilai ketaatan pelaksaan aturan perpajakan dan teknik pengelolaan transaksi
yang mampu meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar aturan-aturannya”. Audit ini mencakup penilaian terhadap:
6. Kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan, yang biasanya terintegrasi dengan kebijakan operasional dan kebijakan
akuntansinya;
7. Aplikasi manajemen pajak, yang mengelola transaksi perpajakan perusahaan, untuk meminimalkan pembayaran pajak tanpa
melanggar ketentuan dan peraturan perpajakan;
8. Pelaksanaan menyeluruh terhadap kewajiban perpajakan yang diatur dalam UU dan peraturan perpajakan lainnya yang secara
umum menyangkut pemungutan/pemotongan, perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak baik pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai maupun pajak-pajak lainnya.
Tujuan dan Manfaat Ruang lingkup
Tujuan daru audit perpajakan ini adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh Ruang lingkup audit ini adalah keseluruhan
terhadap pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan, yang meliputi penilaian aspek perpajakan perusahaan, baik dalam
terhadap hal-hal berikut. rangka meminimalkan pembayaran pajak
1. Ketetapan kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan dan kemampuannya maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban
dalam memberikan panduan untuk pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektif perpajakan. Dari aspek efisiensi pembayaran
pajak audit melakukan penilaian terhadap
dan efisien.
kemampuan perusahaan dalam:
2. Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dari transaksi yang terjadi di
perusahaan tersebut. 1. Meminimalkan penghasilan kena pajak
a. Memaksimalkan biaya fiscal dlam setiap pengeluaran perusahaan.
(taxable revenue),
b. Meminimalkan pendapatan fiscal dalam setiap penerimaan perusahaan. 2. Memaksimalkan deductible expenses,
3. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan.
Sementara dari aspek ketaatan dalam
a. Melakukan pemungutan/pemotongan seluruh pajak yang harus dilakukan. pelaksanaan kewajiban perpajakan, audit
b. Melakukan perhitungan pajak dengan benar. melakukan penilaian terhadap terhadap
c. Menyetor dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu. ketaatan perusahaan dalam melakukan:
3. Pemungutan dan pemotongan pajak;
Audit internal perpajakan lebih berfungsi sebagai pencegahan terhadap kegagalan
perusahaan dalam mengelola kewajiban perpajakannya yang seharusnya berjalan 4. Perhitungan pajak dengan benar;
secara ekonomis, efiesien,dan efektif. Maka dari itu, agar dapat memberikan manfaat 5. Penyetoran pajak tepat waktu;
yang maksimal, audit ini seharusnya dilakukan setiap terjadinya transaksi yang
memiliki dampak perpajakan, penyetoran, dan pelaporan kewajiban perpajakan 6. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat
tersebut. Hasil audit ini dapat menjadi umpan balik lagi perusahaan dalam waktu.
meningkatkan efisiensi pembayaran pajak dan ketaatan pada peraturan perpajakan.
Memaksimalkan Deductible Expenses
Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak ( Taxable Revenue )
Memaksimalkan beban-beban yang diakui dalam perhitungan pajak
Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak ( Taxable Revenue ), menyangkut (deductible expenses) menyangkut strategi pengelolaan transaksi di
strategi pengelolaan transaksi pendapatan agar tidak mengandung dampak mana setiap beban yang terjadi, bias diperhitungkan dalam
perpajakan, baik final maupun tidak final. Dengan meminimalkan dampak ini penentuan besarnya pajak terutang. Dengan memaksimalkan beban-
pada pendapatan, maka pendapatan sebagai dasar pengenaan pajak akan beban ini berarti akan memperbesar factor pengurang penghasilan,
menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga mengurangi pajak terutang. dalam perhitungan pajak. Intinya, bagaimana mengelola transaksi
Berikut ini adalah penghasilan yang bukan merupakan objek pajak berdasarkan beban, agar seluruh beban yang terjadi dapat diidentifikasi sebagai
pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan, beban untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
seperti yang akan diatur dalam pasal 6 UU Pajak Penghasilan,
1. Bantuan, Sumbangan, Hibah. sebagai berikut.
2. Warisan
“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negri
3. Harta
dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
diterima atau yang diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan penghasilan, termasuk:
dari Wajib Pajak atau Pemerintah
1. Biaya yang secara langsung dan tidak langsung;
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
6. Dividen 2. Penyusutan;
7. Iuran yang diterima 3. Iuran kepada dana pensiun;
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension 4. Kerugian karena penjualan atau penghasilan harta;
9. Bagian laba yang diterima
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
10. Penghasilan yang diterima
11. Beasiswa 6. Biaya penilitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba di Indonesia;
13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh BPJS. 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Tax Review Kewajiban Wajib Pajak
Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai bagaimana 1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi subjektif dan ojektif
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakannya. Hasil dari tax review ini dapat memberikan penjelasan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantior Direktorat
tentang bagaimana tingkat ketaatan perusahaan dalam memenuhi Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
kewajiban perpajakannya. Secara garis besar kewajiban perpajakan tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor
untuk Wajib Pajak meliputi: Pokok Wajib Pajak (pasal 2 ayat 1).
1. Pemungutan dan pemotongan pajak, 2. Setiap Wajib Pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak
2. Perhitungan pajak dengan benar, berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
3. Penyetoran pajak tepat waktu, perubahannya, wajib melaporakan usahanya pada KDJP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan
4. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu. Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (pasal 2 ayat 1).
Hak – hak dan Kewajiban Pajak 3. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
Hak – Hak Wajib Pajak benar, lengkap, dan jelas dalam Bahasa Indonesia dengan
5. Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang Rupiah,
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dan mendatangani serta menyampaikan ke KDPJ (pasal 3 ayat 1).
dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 bulan dengan cara 4. Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuaannya diatur dengan menandatanganinya (pasal 4 ayat 1).
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 3 ayat 4).
5. Wajib Pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang
6. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membentulkan Surat dengan menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas negara melalui
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan tempat pembayaran yang diatur dengan atau berdasarkan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum Peraturan Menteri Keuangan (pasal 10 ayat 1).
melakukan tindakan pemeriksaan (pasal 8 ayat 1)
AUDIT ATAS KEWAJIBAN PPN

Kewajiban Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
meliputi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan
seperti yang diatur pada pasal 3a dan pasal 4 UU No 42 Tahun 2009 tentang PPN.
PENGUSAHAN KENA PAJAK WAJIB
MENERBITKAN FAKTUR PAJAK UNTUK SETIAP:
1. Penyerahan BKP sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/atau
Pasal 16D UU PPN
2. Penyerahan JKP sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN
3. Ekspor BKP berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f UU
PPN
4. Ekspor BKP tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g
UU PPN
5. Ekspor JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN.
PAJAK PENGHASILAN
1. Tax Holiday bagi Industri Pionir
2. Invesment Allowance untuk Penanaman Modal Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah Tertentu
3. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
4. Fasilitas untuk Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan
5. Kemudahan Penghitungan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Usaha dengan Peredaran Bruto
Tertentu
6. Penurunan Tarif PPh bagi Perseroan Terbuka
7. Pengurangan 50% Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan
8. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Berjalan
9. Pengurangan PPh Pasal 25 dan/atau Penundaan Pembayaran PPh Pasal 29 bagi Wajib Pajak
Industri Tertentu
10. Bantuan, Sumbangan, dan Hibah yang Dikecualikan sebagai Objek PPh
11. Bantuan/Santunan yang Dibayarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Dikecualikan dari Objek
PPh
Pasal 21
Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai/bukan pegawai

Bendahara pemerintah yang membayar gaji,upah,honorarium,tunjangan


Pemotongan pajak atas dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa/ kegiatan
penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan,jasa/kegiatan
dengan nama& dalam bentuk Dana pensiun/badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
apa pun yang pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun
diterima/diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri
wajib dilakukan oleh Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas

Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan


pelaksanaan suatu kegiatan
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan
pemotongan pajak adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-
organisasi internasional

Untuk PPh 21, penyetoran pajak Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya
dari waktu pemotongan dan pelaporan SPT Masa PPh 21 paling lama 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.

Untuk menghindari terjadinya kesalahan baik dalam perhitungan,


pemotongan, penyetoran maupun pelaporannya internal audit perpajakan
harus memastikan bahwa data-data karyawan yang dihitung pajaknya
adalah data yang terbarukan (up to date), penerapan tarif PTKP dan tarif
pajaknya serta pengisian SPT-nya akurat,penyetoran dan pelaporan Audit atas PPh Pasal 21
pajaknya tidak terlambat.
Audit atas PPh Pasal 26

1. Dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh


pihak yang wajib membayarkan :
a. Dividen
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama b. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan
dan dala bentuk apapun yang dibayarkan,disediakan dengan jaminan pengembalian utang
untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak penggunaan harta
dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
d. Imbalan sehubungan dengan jasa,pekerjaan dan kegiatan
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
e. Hadiah dan penghargaan
kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
tetap di Indonesia
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan
Audit atas PPh Pasal 26 lanjutan & 22
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
2. Atas penghasilan dari penjualan/pengalihan harta di Indonesia,
kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima /diperoleh
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dan Bendahara pemerintah untuk memungut pajak
premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
dipotong pajak 20% dari perkiraan penghasilan neto. barang

3. Atas penghasilan dari penjualan/pengalihan saham sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 18 ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan
penghasilan neto
Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari
4. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor
di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan atau kegiatan usaha di bidang lain
kembali di Indonesia , yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan/berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan

5. Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a) dan ayat
Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak
(4) bersifat final kecuali:
dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong
a) Pemotongan atas penghasilan sbgm diaksud dala Pasal 5 ayat(1) huruf b&c
sangat mewah
b) Pemotongan atas penghasilan yg diterima/ diperoleh orang pribadi/badan LN yang
berubah status jadi Wajib Pajak DN/ bentuk usaha tetap
ZAKAT & SUMBANGAN SISA LEBIH BADAN/LEMBAGA
KEAGAMAAN DIKECUALIKAN NIRLABA YANG DIKECUALIKAN
DARI OBJEK PPh DARI OBJEK PPh

Kriteria
Penerima : Kriteria Bentuk
Penerima : Fasilitas :

Badan Amil Penerima zakat • Gedung dan Sisa yang lebih


Zakat yang berhak prasarana ditanamkan
pendidikan Kembali dalam
• Sarana/prasar bentuk
ana kantor sarana/prasarana
• Asrama dikecualikan dari
 BEASISWA YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PPh mahasiswa obyek PPh paling
Kriteria Penerima : lama 4 tahun sejak
1. Pendidikan formal/non formal. diperolehnya sisa
lebih..
2. Tidak memiliki hubungan istimewa dengan pemilik.
3. Komponen beasiswa dalam hal ini adalah tuition fee.
 PENGHASILAN TERTENTU DANA PENSIUN YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PPh
Bentuk Fasilitas :
1. Bunga, diskonto, imbalan dari deposito, sertifikat deposito, dan tabungan, pada bank di Indonesia, serta SBI.
2. Bunga, diskonto, imbalan dari obligasi, obligasi Syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendaharaan Negara.
3. Dividen dari saham pada PT yang tercatat pada bursa efek Indonesia.
 KEUNTUNGAN KARENA PEMBEBASAN UTANG DEBITUR  PENGHAPUSAN PIUTANG YANG NYATA –NYATA TIDAK
KECIL DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK DAPAT DITAGIH YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI
Kriteria Penerima : PENGHASILAN BRUTO
Debitur kecil yang mempunyai utang usaha berjumlah Prosedur ;
tidak lebih dari Rp. 350 juta termasuk : 1. Daftar piutang tersebut yang mencantumkan identitas debitur berupa
nama, NPWP, alamat, dan jumlah piutang.
1. Kredit Usaha Keluarga Prasejahteraan (Kukesra).
2. Fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya.
2. Kredit Usaha Tani (KUT).
3. Fotokopi perjanjian penghapusan piutang yang telah dilegalisasi oleh
3. Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS).
notaris .
4. Kredit Usaha Kecil (KUK).
4. Fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan khusus.
5. Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI
5. Surat pengakuan dari debitur tentang penghapusan utang.
dalam mengembangkan UKM dan koperasi.
 PEMBENTUKAN ATAU PEMUPUKAN DANA CADANGAN
YANG
 ZAKAT DAN SUMBANGAN WAJIB KEAGAMAAN LAINNYA
BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Kriteria Penerima ;
Kriteria Penerima :
1. Bank.
WP OP dan/atau WP Badan pemeluk agama yang dilakukan di Indonesia yang
2. Badan usaha lain yang menyalurkan kredit. membayarkan pada BAZ atau LAZ atau lembaga keagamaan yang dibentuk
3. Asuransi dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. atau disahkan oleh Pemerintah.
4. Lembaga Penjamin Simpanan. Bentuk Fasilitas :
5. WP pertambangan. Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib berupa uang atau yang
6. WP dibidang usaha kehutanan. disetarakan dengan uang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
7. WP dibidang usaha pengelolaan limbah.
 SUMBANGAN YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI  BIAYA TELEPON SELULER DAN KENDARAAN PERUSAHAAN
PENGHASILAN BRUTO YANG BOLEH DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA
Kriteria Penerima : Kriteria Penerimaan :
WP yang memberikan : 1. Wajib Pajak yang membebankan biaya telepon seluler dan kendaraan
1. Sumbangan bencana nasional. perusahaan.
2. Sumbangan untuk litbang di Indonesia. 2. Fasilitas ini dimanfaatkan dengan cara self –assessment tanpa perlu
3. Sumbangan fasilitas pendidikan. menyampaikan permohonan.
4. Sumbangan pembinaan olahraga.  FASILITAS DALAM RANGKA MERGER ATAU PEMEKARAN
USAHA
5. Biaya pembangunan insfrastruktur sosial.
Bentuk Fasilitas :
 PEMBERIAN NATURA BAGI PEGAWAI YANG DAPAT
DIBEBANKAN SEBAGAI BIAYA WP yang melakukan merger atau spin-off tersebut diperbolehkan untuk
menggunakan nilai buku pada saat pengalihan data.
Kriteria Penerima :
 FASILITAS PPh ATAS REVALUASI ASET TETAP DAN
WP pemberi kerja yang memberikan natura dan kenikmatan tertentu bagi
ANGSURAN PEMBAYARAN
pegawainya.
Bentuk Fasilitas :
 FASILITAS PPh BERUPA SAAT PENGAKUAN PENGHASILAN
DARI PENGALIHAN HARTA/AGUNAN BERUPA TANAH DAN/ Selisih lebih revaluasi aset tetap di atas nilai sisa buku fiscal dikenakan PPh
ATAU BANGUNAN BAGI WAJIB PAJAK TERTENTU Final 10% dan pembayarannya dapat diangsur paling lama 12 bulan.
Kriteria Penerima :  PENANGGUHAN SAAT MULAI PENYUSUTAN UNTUK BIAYA
PEROLEHAN HARTA BERWUJUD BIDANG USAHA
Bank Umum mengalihkan agunan tersebut kepada pembeli yang sebenarnya.
TERTERNTU
 FASILITAS PPh ATAS PENGHASILAN BUNGA KREDIT NON-
Kriteria Penerima :
PERFORMING OLEH BANK
1. Bidang usaha perkebunan tanaman keras.
Kriteria Penerima : Wajib Pajak Bank
2. Bidang usaha kehutanan.
3. Bidang usaha peternakan.
 ORGANISASI INTERNASIONAL YANG TIDAK TERMASUK  FASILITAS PPh DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS HIBAH DAN
SUBJEK PPh PINJAMAN LUAR NEGERI
Kriteria Penerima : Kriteria Penerima :
 Organisasi internasional apabila memenuhi syarat: Kontraktor, konsultan, dan pemasok utama yang berdasarkan kontrak melaksanakan
proyek-proyek pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan atau dana pinjaman luar
1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut negeri, termasuk tenaga ahli dan tenaga pelatih yang dibiayai dengan hibah luar negeri.
2. Tidak menjalankan usaha / kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal Bentuk fasilitas :
dari iuran para anggota PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh kontraktor, konsultan, dan
pemasok itama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek
 Organisasi internasional yang berbentuk kerja sama Teknik dan atau kebudayaan pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah atau dana pinjaman luar negeri, ditanggung
dengan syarat : oleh pemerintah.
1. Kerjasama teknik tersebut memberi manfaat pada negara/pemerintah Indonesia
2. Tidak menjalankan usaha / kegiatan lain untuk mendapatkan penghasilan dari  FASILITAS PPh DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS HIBAH DAN
Indonesia. PINJAMAN LUAR NEGERI
Kriteria penerima ;
1. WP OP dibawah PTKP, yaitu WP orang prbadi (OP) yang dalam satu Tahun Pajak menerima
 Pejabat-pejabat perwakilan dari organisasi internasional apabila memenuhi atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP.
syarat : 2. WP OP tidak melakukan usaha/pekerjaan bebas, yaitu WP OP yang tidak menjalankan
1. Bukan warna negara Indonesia kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
2. Tidak menjalankan usaha / kegiatan lain untuk mendapatkan penghasilan dari 3. WP PPh tertentu yang berhak atas fasilitas ini tidak perlu menyampaikan permohonan.
Indonesia.
Bentuk fasilitas :
4. WP OP dibawah PTKP tidak wajib menyampaikan SPT masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan
 Organisasi-organisasi internasional yang telah memenuhi persyaratan harus PPh WP OP.
ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan. 5. WP OP tidak melakukan usaha/pekerjaan bebas tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh
Pasal 25.
Bentuk fasilitas :
Organisasi-organisasi internasional yang telah memenuhi persyaratan tidak termasuk  KENAIKAN PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (PTKP)
subjek PPh. Kriteria penerima :
1. WP OP dalam negeri
2. Fasilitas ini dilaksanakan dengan cara self-assessment tanpa perlu menyampaikan
permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (ORANG PRIBADI)

 PPh PASAL 21 YANG DITANGGUNG PEMERINTAH  PPh PASAL 21 PEGAWAI HARIAN, MINGGUAN, DAN
BAGI PENJABAT NEGARA, PNS, ANGGOTA ABRI, PEGAWAI TIDAK TETAP
DAN PARA PENSIUNAN Kriteria penerima :
Bentuk fasilitas : Pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang
PPh pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan menerima atau memperoleh penghasilan bruto sampai dengan jumlah Rp
yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah. 150.000 sehari. Pegawai yang berhak atas fasilitas ini tidak perlu
menyampaikan permohonan.

 PENGENAAN PPh PASAL 21 DENGAN TARIF YANG


 KANTOR PERWAKILAN NEGARA ASING DAN
LEBIH RENDAH DAN BERSIFAT FINAL
ORGANISASI INTERNASIONAL YANG TIDAK WAJIB
Kriteria penerima :
MEMOTONG PPh PASAL 21/26
Pegawai yang menerima / memperoleh penghasilan berupa uang
pesangon, uang manfaat pension, tunjangan hari tua, atau jamanian hari Kriteria penerima :
tua yang dibayarkan sekaligus. Kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional yang telah
ditetapkan dengan peraturan Menteri keuangan.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22/23/26
 PENGECUALIAN PEMUNGUTAN PPh PASAL 22 ATAS  PENGECUALIAN DARI PEMOTONGAN DAN ATAU
IMPOR DAN KEGIATAN LAIN PEMUNGUTAN PPh OLEH PIHAK LAIN
Bentuk fasilitas : Bentuk fasilitas :
Kegiatan yang dikecualian dari pemungutan PPh Pasal 21. Dibebaskan dari pemotongan dan atau pemungutan PPh oleh pihak
ketiga.
 PENGECUALIAN PENGENAAN PPh PASAL 26 AYAT 4
 PENGECUALIAN DARI PEMOTONGAN DAN ATAU
 PENGECUALIAN PEMOTONGAN PPh ATAS BUNGA PEMUNGUTAN PPh BAGI WAJIB PAJAK DENGAN
DEPOSITO DAN TABUNGAN SERTA DISKONTO PEREDARAN BRUTO TERTENTU
SERTIFIKAT BANK INDONESIA Bentuk fasilitas :
Bentuk fasilitas : 1. PPh bagi WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.
Pengecualian dari pemotongan PPh untuk penghasilan tertentu bunga 2. Dibebaskan dari pemotongan / pemungutan PPh oleh pihak
deposito/tabungan serta diskonto SBI.
ketiga.

 PENGECUALIAN DARI PEMOTONGAN PPh FINAL ATAS


BUNGA OBLIGASI
Bentuk fasilitas :
Penghasilan berupa bunga obligasi tidak dikenai pemotongan PPh yang
bersifat final.
KASUS DI INDONESIA TERKAIT AUDIT PERPAJAKAN

Pelaku UMKM yang merupakan pegiat UMKM yang memiliki peredaran bruto tertentu yang sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan menyetorkan PPh final sebesar 0,5 % dari jumlah peredaran bruto tersebut, mendapatkan
insentif PPh final ditanggung pemerintah. PPh final itu tidak dihitung sebagai penghasilan yang dikenakan pajak, jika pegiat
UMKM melakukan kegiatan impor maka Dirjen Bea Cukai tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22 Impor.

insentif Pajak UMKM ini diberikan untuk masa Pajak April hingga masa Pajak September 2020. untuk mendapatkan
kebijakan tersebut wajib pajak perlu mengajukan permohonan surat keterangan agar dapat mendapat insenstif pajak secara online
melalui Pajak.go.id. Jika telah memenuhi syarat dan disetujui, wajib pajak harus membuat laporan realisasi PPh final ditanggung
Pemerintah memalui PPh terutang atas penghasilan yang diterima, termasuk kegiatan transaksi dengan pemungut pajak, pihak
pemungut pajak harus membuat Surat Setoran Pajak, atau kode ID Billing yang dilengkapi cap “PPh final ditanggung pemerintah
eks PMK Nomor…../PMK.03/2020” atas transkasi yang meerupakan objek pemungutan PPh final. Kemudian laporan tersebut
disampaikan paling lambat 20 bulan setelah masa pajak berakhir.
KETERKAITAN KASUS INSENTIF PAJAK DENGAN AUDIT PERPAJAKAN

Pemerintah melalui Ditjen Pajak mengungkapkan bahwa 200 ribu telah memanfaatkan insentif pajak. Insentif pajak sendiri
merupakan upaya yang dilakukan suatu Negara untuk menarik investor dalam rangka mendorong aktivitas ekonomi. Hal ini juga
menjadikan kompetisi antar Negara untuk meyakinkan investor masuk dan menanamkan modal di negaranya serta tidak berpindah
ke negara lain. Dan tujuan DJP melakukan insentif itu karena untuk mendukung keberlangsungan usaha UMKM di tengah pandemic
penyakit dari virus SARS Covis-19.
Pemerintah membuat berbagai langkah supaya UMKM bias bertahan, tetap melakukan kegiatan usaha di tengah situasi tidak
pasti karena Covid-19. Salah satunya yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 tahun 2020 yang mengatur besaran
insentif yaitu PPh 0,5 persen per uulan dari omset sebulan yang ditanggung pemerintah. Bagi UMKM dengan rata-rata omset per
tahun tidak melebihi Rp 4,8 miliar. Dan untuk mendapatkan keringanan tersebut adalah dengan melaporkan SPT tahun 2019.
KETERKAITAN KASUS INSENTIF PAJAK DENGAN AUDIT PERPAJAKAN

Ditjen Pajak (DJP) pun memastikan pengawasan


terhadap pemanfaatan insentif yang terus dilakukan untuk Selain terkait dengan pengawasan yang dilakukan DJP
menghindari terjadinya penyalahgunaan. Direktur Penyuluan, terhadap pemanfaatan insentif pajak, ada pula bahasan
Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga mengenai penambahan jumlah yurisdiksi yang bertukar
Saksama mengatakan mekanisme pengawasan itu dilakukan infomasi keuangan untuk keperluan perpajakan melalui
mulai dari saat pengajuan hingga pelaporan pemanfaatan automatic exchange of information (AEoI) dengan Indonesia
insentif pajak. yaitu dengan :
Dalam tahap awal, jika ditemukan sebuah  Mengandalkan Asesmen AR
penyimpangan DJP akan menerbitkan Surat Permintaan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubunga
Penjelasan atas Data dan /atau keterangan (SP2DK). Jika Masayarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan account
SP2DK tidak diindahkan, DJP bisa melakukan penelitian representative (AR) sudah mengetahui profil atau latar
hingga pemeriksaan kepada wajib pajak. belakang wajib pajak yang memanfaatka insentif. Fungsi dari
AR sendiri adalah mulai dari pembinaan hingga pengawasan
wajib pajak.
KETERKAITAN KASUS INSENTIF PAJAK DENGAN AUDIT PERPAJAKAN

 Klausul Antipenyalahgunaan dan Pengawasan


Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat secara umum, terlepas dari atau tidaknya pandemi Covid-19, Insentif
pajak memang menciptakan peluang untuk disalahgunakan, seperti untuk kegiatan penghindaran pajak.
 Penyalahgunaan Yurisdiksi Partisipan dan Tujuan Pelaporan
Dirjen Pajak Suryo Utomo melalui Pengumuman No. PENG-65/PJ/2020 mengumumkan adanya penambahan daftar
yurisdiksi partisipan dan yurisdiksi tujuan pelaporan dalam pelaksanaan AEoI. Sekarang, ada 103 yurisdiksi partisipan dan 82
yurisdiksi tujuan pelaporan.
 konfimasi dan Analisis data
Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan dengan adanya data AEoI tidak serta merta membuat kepatuhan pajak
meningkat. Data AEoI digunakan sebagai salah satu data atau informasi awal yang perlu diolah.
 Tak perlu membuat Kode Billing
pelaku UMKM yang hanya melakukan mekanisme setor pajak sendiri tidak perlu membuat kode billing saat memanfaatkan
insentif PPh final ditanggung pemerintah (DTP) sesuap PMK 44/2020. otoritas mengatakan pelaku UMKM yang melakukan
mekanisme setor pajak sendiri hanya perlu melaporkan realisasi pemanfaatan insentif PPh final DTP.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai