Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KELOMPOK

“AUDIT PERPAJAKAN”
MATA KULIAH AUDIT MANAJEMEN

DOSEN PENGAMPU:
Dio Agung Herubawa, SE., M.Acc

DISUSUN OLEH:
Kelompok 3
Fernando Amosia (190503161)
Mulkan Azhima (190503166)
Windy Novice (190503169)
Putri Adelia (190503171)

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
DAFTAR ISI

BAB 1X AUDIT PERPAJAKAN........................................................................................1


9.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
9.2. Definisi..........................................................................................................................1
9.3. Tujuan dan Manfaat....................................................................................................2
9.4. Ruang Lingkup.............................................................................................................3
9.5. Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak..................................................................3
9.6. Memaksimalkan Deductible Expense.........................................................................4
9.7. Tax Review....................................................................................................................4
9.8. Audit atas PPh Pasal 21...............................................................................................5
9.9. Audit atas PPh Pasal 26...............................................................................................6
9.10. Audit atas PPh Pasal 22...............................................................................................7
9.11. Audit atas PPh Pasal 23...............................................................................................7
9.12. Audit atas PPh Pasal 25...............................................................................................8
9.13. Audit atas Perhitungan Pajak Akhir Tahun.............................................................9
9.14. Audit atas Kewajiban PPN.........................................................................................9
9.15. Pajak Penghasilan........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................14

i
BAB IX
AUDIT PERPAJAKAN
9.1. Latar Belakang

Pelaksanaan kewajiban perpajakan merupakan bagian dari strategi pengelolaan


perusahaan. Dengan diterapkannya system self-assessment dalam perpajakan di
Indonesia, wajib pajak diberikan kepercayaan dalam menghitung, membayar, dan
melaporkan pajak yang menjadi kewajibannya sesuai dengan undang-undang dan
peraturan perpajakan yang berlaku.
Sisi lain dari pengelolaan kewajiban pengelolaan kewajiban perpajakan selain
ketaatan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku, berhubungan dengan bagaimana
perusahaan meminimalkan pembayaran pajaknya. Kewajiban perpajakan perusahaan
tidak dapat dikurangi, karena terikat pada undang-undang dan aturan perpajakan.
Namun, meminimalkan pengeluaran perusahaan dalam memenuhi keseluruhan
kewajiban perpajakan adalah merupakan inovasi positif yang harus dilakukan dalam
mengelola kewajiban perpajakan secara efektif dan efisien. Intinya, bagaimana
pemenuhna kewajiban perpajakan dilakukan dengan meminimalkan pengeluaran-
pengeluaran sumber daya keuangan tanpa melanggar ketentuan dan peraturan
perpajakan.
Banyaknya kasus sengketa perpajakan, kerugian-kerugian yang terjadi karena denda
dan sanksi administrasi perpajakan adalah akibat kurang mampunya wajib pajak
mengelola kewajiban perpajakannya. Di samping itu hilangnya kesempatan untuk
melakukan efisiensi pengeluaran dengan meminimalkan pembayaran pajak tanpa
melanggar peraturan perpajakan, menyebabkan hilangnyapotensi ekonomi. Maka dari
itu penilaian terhadap kemampuan perusahaan baik terhadap ketaatan dalam
pelaksanaan peraturan perpajakan maupun kemampuan untuk meminimalkan
pembayaran pajak dilakukan melalui audit internal perpajakan.

9.2. Definisi
Istilah audit pajak lebih mewakili kepentingan fiskus dalam melakukan pemeriksaan
terhadap ketaatan wajib pajak memenuhi kewajiban perpajakannya dan memaksimalkan
penerimaan Negara dari pajak yang harus diterima. Pemeriksaan adalah serangkaian
kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang
dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan

1
untuk menguji

2
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Audit perpajakan yang dibahas adalah audit yang dilakukan secara internal
berkelanjutan, yang menyatu dengan sistem pengendalian operasional perusahaan,
menilai ketaatan pelaksanaan aturan perpajakan dan teknik pengelolaan transaksi yang
mampu meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar aturan-aturannya yang
mencakup penilaian terhadap:
a) Kebijakan perpajakan yang ditetapkan perusahaan yang biasanya terintegrasi
dengan kebijakan operasional dan kebijakan akuntansinya.
b) Aplikasi manajemen pajak yang mengelola transaksi perpajakan perusahaan,
untuk meminimalkan pembayaran pajak tanpa melanggar ketentuan dan
peraturan perpajakan.
c) Pelaksanaan menyeluruh terhadap kewajiban perpajakan yang diatur UU dan
peraturan perpajakan lainnya yang secara umum menyangkut
pemungutan/pemotongan, penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak baik
pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai maupun pajak pajak lainnya.

9.3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan audit perpajakan adalah untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh
terhadap pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan yang meliputi penilaian
terhadap:
1. Ketepatan kebijakan perpajakan dan kemampuannya dalam memberikan panduan
untuk pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektif dan efisien.
2. Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dari transaksi yang terjadi
di perusahaan tersebut
a. Memaksimalkan biaya fiskal dalam setiap pengeluaran perusahaan
b. Meminimalkan pendapatan fiscal dalam setiap penerimaan
perusahaan
3. Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan
a. Melakukan pemungutan/pemotongan seluruh pajak yang harusdilakukan
b. Melakukan penghitungan pajak dengan benar
c. Menyetor dan melaporkan seluruh kewajiban perpajakan dengan benar dan
tepat waktu
Audit internal perpajakan lebih berfungsi sebagai pencegahan terhadap kegagalan

3
perusahaan dalam mengelola kewajiban perpajakannya yang seharusnyaberjalan secara
ekonomis, efisien, dan efektif.

4
9.4. Ruang Lingkup
Keseluruhan aspek perpajakan perusahaan, baik dalam rangka meminimalkan
pembayaran pajak maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban perpajakan. Dari aspek
efisiensi pembayaran pajak audit melakukan penilaian terhadap kemampuan perusahaan
dalam:
a. Meminimalkan Taxable revenue
b. Memaksimalkan Deductible expense
Dari aspek ketaatan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan, melakukan penilaian
terhadap ketaatan perusahaan dalam melakukan:
a. Pemungutan dan pemotongan pajak
b. Penghitungan pajak dengan benar
c. Penyetoran pajak tepat waktu
d. Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu

9.5. Meminimalkan Penghasilan Kena Pajak


Taxable revenue menyangkut strategi pengelolaan transaksi pendapatan agar tidak
mengandung dampak perpajakan baik final maupun tidak final maka pendapatan
sebagai dasar pengenaan pajak akan menjadi lebih kecil dan secara otomatis juga akan
mengurangi pajak terutang. Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
berdasarkan Pasal 4 ayat 3 UU Pajak Penghasilan:
1. Bantuan, Sumbangan, Hibah
2. Warisan
3. Harta
4. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura
5. Pembayaran dari perusahaan kepada orang pribadi
6. Dividen
7. Iuran yang diterima dana pensiun yang disahkan Menteri Keuangan
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pension
9. Bagian laba diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi
10. Penghasilan yang diterima perusahaan modal ventura
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu
12. Sisa lebih yang diterima badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang
pendidikan atau penelitian dan pengembangan

5
13. Bantuan atau santunan yang dibayar oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

9.6. Memaksimalkan Deductible Expense


Deductible expense menyangkut strategi pengelolaan transaksi dimana setiap beban
yang terjadi bisa diperhitungkan dalam penentuan besarnya pajak terutang. Intinya,
bagaimana mengelola transaksi beban, agar seluruh beban yang terjadi dapat
diidentifikasi sebagai beban untuk mendapatkan, menangih dan memelihara
penghasilan seperti yang diatur dalam Pasal 6 UU Pajak Penghasilan. Efisiensi
pengelolaan kewajiban perpajakan dari sisi beban, mengarahkan pengelolaan transaksi
beban untuk semaksimal mungkin menjadikan beban tersebut masuk ke dalam kriteria
beban fiskal yang disebut non-deductible expense.

9.7. Tax Review


Tax review dilakukan untuk menelaah dan menilai bagaimana kemampuan
perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajiban perpajakannya agar mampu
memberikan gambaran yang komprehensif. Berdasarkan Laporan Keuangan dan SPT
(Masa dan/atau Tahunan) seorang tax reviewer melakukan analisis untuk menentukan
ketaatan perusahaan dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya. Beberapa manfaat yang
diperoleh wajib pajak dari pelaksanaan tax review adalah:
a. Menghindari sanksi perpajakan
b. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan karena baru
ditemukan pada saat pemeriksaan
c. Menghindari kadaluarsa masa pengkreditan pajak masukan
d. Menghindari adanya pajak masukan yang tidak bisa dikreditkan karenapajak
masukan tersebut tidak dapat di konfirmasikan oleh pemeriksa
e. Menghindari kadaluwarsa pengajuan keberatan pajak yakni tiga bulan setelah
penerbitan SKP
f. Mengusahakan persetujua pengurangan angsuran PPh Pasal 25
g. Mengusahakan Surat Keterangan Bebas pajak

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


A. Hak Wajib Pajak
1. Wajib pajak dapat memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan

6
2. Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan
yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis
B. Kewajiban Wajib Pajak
1. Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak dan wajib pajak
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) (Pasal 2 ayat 1)
2. Setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan
usahanya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dan kegiatan usahanya
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (Pasal 2 ayat 2)
3. Setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemeberitahuan dengan benar, lengkap,
dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab,
satuan mata uang rupiah dan menandatanginya (Pasal 3 ayat 1)
4. Wajib pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemeberitahuan dengan
benar, lengkap dan jelas dan menandatanganinya (Pasal 4 ayat 1)
5. Wajib pajak wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak ke kas Negara (Pasal 10 ayat 1)

9.8. Audit atas PPh Pasal 21


Pasal 21: Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh
wajib pajak orang pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
1. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan oleh pegawai
atau bukan pegawai
2. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorium, tunjangan dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan jasa atau kegiatan
3. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain
4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa
5. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan

7
 Penyetoran pajak PPh pasal 21 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dari
waktu pemotongan dan pelaporan SPT Masa PPh 21 paling lama 20 hari setelah
masa pajak berakhir
 Memiliki rekening sendiri untuk menjadi sumber pemotongan dan pemungutan
dari pajak dan dibutuhkan saat pembuatan SPT PPh 21.
 Untuk menghindari terjadinya kesalahan baik dalam perhitungan, pemotongan,
penyetoran maupun pelaporannya, internal audit perpajakan harus memastikan
bahwa data-data karyawan yang dihitung pajaknya adalah data yang terbarukan,
penerapa tarif PTKP dan tarif pajaknya serta pengisian SPT-nya akurat,
penyetoran dan pelaporan pajaknya tidak terlambat.

9.9. Audit atas PPh Pasal 26


Pasal 26: Atas penghasilan tersebut dengan nama dan dalam bentuk apa punyang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh
badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnyakepada wajib pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap di Indonesia:
1. Dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto
2. Atas penghasilan daripenjualan atau pengalihan harta di Indonesia dipotong
pajak 20%
3. Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham dipotong pajak
sebesar 20%
4. Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia, dikenai pajak sebesar 20%
5. Pemotongan pajak bersifat final

 Penyetoran PPh 26 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dari waktu


pemotongan dan melaporkannya paling lama 20 hari setelah masa pajak
berakhir. PPh 26 hanya dipotong dan dipungut dari Wajib Pajak Luar
Negeri(WPLN)

8
9.10. Audit atas PPh Pasal 22
Pasal 22: Meneteri Keuangan menetapkan:
1. Bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran
atas penyerahan barang
2. Badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
3. Wajib pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah
4. Penyetoran PPh 22 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dan pelaporannya
paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.
5. Besarnya pungutan yang diterapkan pada Wajib Pajak yang tidak memilik
NPWP lebih tinggi 100% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang memiliki NPWP
6. Sebagai pemungut, Wajib pajak harus menyerahkan bukti pemungut kepada
Wajib Pajak, sebagai yang dipungut, wajib pajak harus mendapat bukti
pemungutan

9.11. Audit atas PPh Pasal 23


Pasal 23: Atas penghasilan tersebut dibawah ini dengan nama dan dalam bentuk
apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, Subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri
lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh
pihak yang wajib membayarkan:
1. Sebesar 15% dari jumlah bruto atas:
a. Dividen
b. Bunga
c. Royalty
d. Hadiah, penghargaan, bonus dan sejenisnya
2. Sebesar 2% dari jumlah bruto atas:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik,manajemen, konstruksi, konsultan
3. Penyetoran PPh pasal 23 paling lama tanggal 10 bulan berikutnya dan
pelaporannya paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir

9
 Untuk menghindari terjadinya perbedaan antara objek pajak pada SPT Masa
PPh 23 dengan biaya-biaya yang menjadi objek pemotongan PPh 23,
perusahaan harus melakukan penyertaan antara biaya-biaya yang merupakan
objek pemotongan PPh 23 yang seharusnya dibuat dalam rekening-rekening
tersendiri dengan objek pajak pada SPT masa PPh 23. Sebelum SPT masa
dilaporkan harus cari penyebabnya yang menimbulkan kewajiban pemotongan
pajak.

9.12. Audit atas PPh Pasal 25


1. Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang
terutang
2. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk
bulan-bulan sebelum SPT Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu
penyampaian
3. Besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak
4. Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya
angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal:
a) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b) Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c) SPT Pajak Penghasilan tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu
d) Wajib Pajak diberikan perpanjangan waktu penyampaian SPT Pajak
Penghasilan
e) Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Pajak Penghasilan
f) Terjadi perubahan keadaan usaha
5. Menteri Keuangan menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
a) Wajib Pajak baru
b) Bank
c) Wajib pajak orang pribadi pengusaha dengan tarif paling tinggi 0,75% dari
peredaran bruto
6. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki NPWP dan telah
berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri wajib membayar pajak.
7. Penyetoran PPh 25 paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya

1
9.13. Audit atas Perhitungan Pajak Akhir Tahun
Pasal 28:
1. Bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, pajak terutang dikurangi
dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan
2. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan peraturan UU pajak
Pasal 29:
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi sebelumSPT Pajak
Penghasilan disampaikan. Dasar penghitungan pajak terutang adalah laba yang
diperoleh perusahaan. Untuk meminimalkan pembayaran pajak penghasilan badan,
wajib pajak dapat melakukan pengelolaan kewajiban perpajakan akhir tahun melalui:
1. Review dan Analisis Pajak terutang Akhir Tahun PPh Badan
2. Strategi Menghemat Pajak Penghasilan Akhir Tahun
3. Menghindari Pajak Lebih Bayar dan Rugi Fiskal
4. Melakukan ekualisasi PPh Badan dan PPN, dan langkah starategi lainnya.

9.14. Audit atas Kewajiban PPN


Kewajiban wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)
meliputi pemungutan, penyetoran dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas
penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang diserahkan
seperti yang diatur pada pasal 3a dan pasal 4 UU No 42 Tahun 2009 tentang PPN.
1. Pengusaha yang melakukan:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah Pabean
b. Impor Barang Kena Pajak
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean
f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak
h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

1
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean (Pasal 4 ayat (1) huruf d) dan/atau yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean (Pasal 4 ayat (1) huruf
e) wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang
4. Ketentuan mengenai batasan kegiatan dan jenis Jasa Kena Pajak yang atas
ekspornya dikenai PPN

UU PPN mengecualikan dari pemungutan PPN atas penyerahan BKP/JKP berikut:


1. Jenis barang yang tidak dikenai PPN
 Barang hasil pertambangan
 Uang, emas batangan dan surat berharga
 Barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan rakyat
 Makanan dan minuman yang disajikan hotel, restoran, rumah makan,warung
2. Jenis jasa yang tidak dikenai PPN
 Jasa pelayanan sosial
 Jasa asuransi
 Jasa keuangan
 Jasa kesenian dan hiburan, dll

Atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan sesuai dengan KMK No.


84/PMK.03/2012, Wajib Pajak wajib menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf a dan Pasal 16D UUPPN)
2. Penyerahan Jasa Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf c UU PPN)
3. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud (Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN)
4. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud (Pasal 4 ayat (1) huruf g UUPPN)
5. Ekspor Jasa Kena Pajak (Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPN)

Faktur pajak ini harus dibuat pada saat:


1. Saat penyerahan BKP dan/atau JKP
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum
penyerahan BKP/JKP
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan

1
4. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah
sebagai Pemungut PPN

Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak
Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP. Penyetoran PPN
yang telah dipungut (PPN Keluaran), setelah dikompensasikan dengan PPN.
Masukan pada masa yang sama, paling lama 15 bulan berikutnya dan harus
dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat
dikompensasi ke Masa Pajak berikutnya dan dapat diajukan permohonan pengembalian
pada akhir tahun buku.
Memaksimalkan PPN masukan yang dapat dikreditkan adalah bagian dari strategi
Wajib Pajak untuk meminimalkan arus kas keluarnya untuk penyetoran PPN dan
menunda penerbitan faktur pajak terhadap penjualan yang belum diterima
pembayarannya dengan menunda pengakuan penjualan sampai akhir bulan berikutnya.

9.15. Pajak Penghasilan


Objek Pajak Penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasaldari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atauuntuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Namun demikian, terdapat beberapa jenis penghasilan yangbukan merupakan Objek
Pajak Penghasilan, di antaranya adalah:
1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat dan sumbangan keagamaan lainnya
yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
b.harta hibahan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
2. warisan;
3. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk
natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, apabila diberikan
oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak tertentu akan menjadi Penghasilan);
dan

1
4. Penghasilan lain sebagaimana tertera dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.

1
Objek Penghasilan
Langkah-langkah untuk mendapatkan besaran Penghasilan Kena Pajak adalah
sebagai berikut:
Pertama, hitung seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun
pajak, kecuali penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan penghasilan yang
telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat Final. Besaran nilai penghasilan neto
yang diperoleh dalam satu tahun dapat diketahui dari hasil pembukuan/pencatatan yang
dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas, dan/atau
bukti potong pajak (form 1721) yang diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya.
Kedua, kurangkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari penghasilan neto tersebut.
Besaran penghasilan tidak kena pajak untuk wajib pajak orang pribadi adalah
sebagaimana berikut:
1. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;]
2. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin;
3. Rp54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri
yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1); dan
4. Rp4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, palingbanyak 3 (tiga)
orang untuk setiap keluarga.
Besaran penghasilan tidak kena pajak ditentukan dari kondisi pada awal tahun
pajak atau awal bagian tahun pajak. Dari hasil penghitungan tersebut kita mendapatkan
besaran penghasilan kena pajak.

Tax Holiday dan Tax Allowance


Tax Holiday merupakan fasilitas perpajakan atau insentif perpajakan yang berlaku
dan bisa digunakan oleh perusahaan yang baru berdiri dan diberikan kebebasan dalam
pembayaran pajak penghasilan badan atau dapat pula berupa pengurangan atas tarif
Pajak Penghasilan Badan bagi perusahaan yang menanamkan modal baru ke dalam
negeri dalam periode tertentu. Adapun lahirnya tax holiday ini didasari adanya
pernyataan yang

1
tercantum didalam Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 pada pasal 18 tentang
Penanaman Modal.
Tax holiday memang dibentuk dan diberlakukan dalam industri guna untuk
mendorong pertumbuhan, namun perlu kita ketahui tidak semua industri bisa dengan
mudah untuk menikmati fasilitas tax holiday ini. Melainkan setiap investor yang ingin
menikmati fasilitas ini harus memenuhi setiap persyaratan seperti menciptakan banyak
lapangan pekerjaan, membawa teknologi baru, masuk ke daerah kecil dan terbelakang,
serta memberikan nilai tambahan untuk industri.
Sama seperti tax holiday, tax allowance juga termasuk dalam salah satu fasilitas
perpajakan yang diberikan untuk investor dapat mengurangi Pajak Penghasilannya yang
dihitung berdasarkan jumlah investasi yang ditanamkan di bidang-bidang usaha daerah.
David Holland and Richard J.Vann memberikan pengertian bahwa tax allowance
merupakan sebagian bentuk keringan pajak yang mendasari pada nilai pengeluaran atas
investasi yang memenuhi kualifikasi. Selainitu mekanisme dan teknis dalam pemberian
tax allowance ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintahan No. 9 Tahun 2016 yang
meperbarui PP No. 18 Tahun 2015tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Kegiatan
Penanaman Modal di Sektor Usaha Tertentu dan di Wilayah Tertentu.

1
DAFTAR PUSTAKA

Bayangkara, IBK. 2015. “Audit Manajemen: Prosedur dan Implementasi”. Jakarta :


Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai