Anda di halaman 1dari 48

Tugas RMK Perpajakan

MIRA IRAWATI
A311 09 273

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2011

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) DAN PAJAK PENJUALAN


BARANG MEWAH (PPnBM)

A. KARAKTERISTIK DAN PENGERTIAN DASAR DAN MEKANISME PPN


1. Latar Belakang Penggantian PPn dengan PPN
Pajak Penjualan yang pemungutannya berdasarkan Undang Undang nomor 35
tahun 1953, sejak tanggal 1 April 1985 telah diganti oleh Pajak Pertambahan Nilai yang
pemungutannya didasarkan pada Undang Undang nomor 8 tahun 1983.
Latar belakang penggantian tersebut adalah karena PPn mempunyai kelemahan
sebagai berikut :
a. Tidak netral terhadap pola konsumsi dalam negeri
b. Tidak netral dalam perdagangan dalam negeri
c. Tidak mendukung persaingan dalam dunia perdagangan internasional

2. Karakteristik PPN
1) PPN merupakan pajak tidak langsung
Ditinjau dari sudut pandang ekonomi, beban pajak dialihkan kepada pihak
lain, yaitu pihak yang mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek
pajak. Sedangkan ditinjau dari sudut pandang yuridis, tanggung jawab
pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada ditangan pihak yang
memikul beban pajak
2) Pajak Objektif
Sebagai pajak objektif, timbulnya kewajiban untuk membayar PPN ditentukan
oleh adanya objek pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak ikut
menentukan. PPN tidak membedakan antara konsumen berupa orang atau
badan, antara konsumen yang berpenghasilan tinggi dengan yang rendah. Jika
mereka menggunakan barang atau jasa dari jenis yang sama diperlakukan
sama.
3) Multi Stage Tax
PPN yang dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur
distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN mulai dari
tingkat pabrik(manufaktur) kemudian ditingkat pedagang besar (wholeseller)
dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer
(retailer) dikenakan PPN.
Contoh :

2|Page
4) Mekanisme Pemungutan PPN Mengunakan Faktur Pajak
Setiap penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, Pengusaha Kena
Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk membuat Faktur Pajak sebagai
bukti pemungutan pajak. Bagi pembeli, importir, atau penerima jasa
merupakan bukti pembayaran pajak. Berdasarkan faktur pajak inilah akan
dihitung jumlah pajak terutang dalam satu masa pajak, yang wajib dibayar ke
kas negara.
5) PPN adalah Pajak atas Konsumsi Umum Dalam Negeri.
Sebagai Pajak atas konsumsi umum dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas
konsumsi Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan
didalam negeri.
6) Pajak Pertambahan Nilai Bersifat Netral
Dalam mekanisme pemungutannya, PPN mengenal dua prinsip, yaitu :
 Prinsip tempat asal, mengandung pengertian bahwa PPN dipungut di
tempat asal barang atau jasa yang akan dikonsumsi
 Prinsip tempat tujuan, berarti bahwa PPN dipungut di tempat barang atau
jasa dikonsumsi.
Dalam prinsip ini, komoditi impor akan menanggung beban pajak yang sama
dengan barang produksi dalam negeri. Sebaliknya barang produksi dalam
negeri yang akan diekspor tidak dikenakan PPN, karena akan dikenakan PPN
di negara tempat komoditi ekspor tersebut akan dikonsumsi. Supaya daya
saing komoditi ekspor Indonesia dengan produk domestik negara pengimpor
tidak dipengaruhi oleh PPN Indonesia masih diperlukan sarana lain berupa
pengenaan PPN atas komoditi ekspor dengan tarif 0 %
7) Tidak menimbulkan dampak pengenaan Pajak Berganda
Pajak berganda dapat dihindari karena PPN dipungut atas dasar nilai tambah
saja. Keadaan ini berbeda dengan situasi dalam era PPn 1951 yang dalam
pelaksanaannya, Pengusaha tidak diberi hak untuk memperoleh kembali PPn
yang dibayar atas perolehan bahan baku atau barang modal, sehingga PPn
yang terutang sepenuhnya merupakan hasil perkalian tarif PPn dengan
peredaran bruto.

3|Page
3. Pengertian Dasar Istilah Teknis PPN
1. Daerah pabean adalah wilayah negara RI yang didalamnya berlaku peraturan
perundang-undangan Pabean
2. Barang adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat
berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak maupun barang tidak
berwujud
3. Barang Kena Pajak adalah barang sebagaimana dimaksud dalam angka 2 yang
dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini
4. Jasa adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau
perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau
kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai termasuk jasa yang dilakukan
untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan
5. Jasa Kena Pajak adalah jasa sebagaimana dimaksud pada angka 4 yang
dikenakan pajak berdasarkan undang-undang ini
6. Penyerahan Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan pemberian Jasa Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5, termasuk Jasa Kena Pajak yang
digunakan untuk kepentingan sendiri atau Jasa kena Pajak yang diberikan
secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena Pajak.
7. Impor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari luar Daerah Pabean ke
dalam Daerah Pabean.
8. Ekspor adalah setiap kegiatan memasukkan barang dari dalam Daerah Pabean
ke luar Daerah Pabean.
9. Perdagangan adalah kegiatan usaha membeli dan menjual barang tanpa
mengubah bentuk atau sifatnya.
10. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam
lingkungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor
barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan
barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa atau
memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.
11. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha sebagaimana dimaksud pada angka
10 yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa

4|Page
kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang ini, tidak
termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai pengusaha
kena pajak.
12. Menghasilkan adalah kegiatan mengolah melalui proses mengubah bentuk
atau sifat suatu barang dari bentuk aslinya menjadi barang baru atau
mempunyai daya guna baru, atau kegiatan mengolah sumber daya alam
termasuk menyuruh orang pribadi atau badan lain melakukan kegiatan
tersebut.
13. Dasar pengenaan pajak adalah jumlah harga jual atau penggantian atau nilai
impor atau nilai ekspor atau nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
14. Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan barang kena pajak, tidak
termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga
yang dicantumkan dalam faktur pajak.
15. Penggantiaan adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan jasa kena pajak,
tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan
harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
16. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor barang kena pajak,
tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini.
17. Pembeli adalah orang pribadi atau badan atau instansi pemerintah yang
menerima atau seharusnya menerima penyerahan barang kena pajak dan yang
membayar atau seharusnya membayar harga barang kena pajak tersebut.
18. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan atau instansi pemerintah yang
menerima atau seharusnya menerima penyerahan jasa kena pajak dan yang
membayar atau seharusnya membayar penggantian atas jasa kena pajak
tersebut.

5|Page
19. Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh pengusaha kena
pajak karena penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak
atau oleh direktorat jenderal bea dan cukai karena impor barang kena pajak.
20. Pajak masukan adalah pajak pertambahan nilai yang dibayar oleh pengusaha
kena pajak karena perolehan barang kena pajak dan/atau penerimaan jasa kena
pajak dan/atau pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah
pabean dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean dan/atau
impor barang kena pajak.
21. Pajak keluaran adalah pajak pertambahan nilai yang dipungut oleh pengusaha
kena pajak karena penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena
pajak.
22. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
yang seharusnya diminta oleh eksportir.
23. Pemungutan pajak pertambahan nilai adalah orang pribadi, badan, atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor,
dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas
penyerahan barang kena pajak dan/atau penyerahan jasa kena pajak kepada
orang pribadi, badan, atau instansi pemerintah tersebut.

4. Metode Penghitungan PPN


Ada tiga metoda dalam penghitungan PPN, yaitu :
1) Addition Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari penjumlahan
seluruh unsur nilai tambah dikalikan tarif PPN yang berlaku.
2) Subtraction Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara
harga jual dengan harga beli dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
3) Credit Method, berdasarkan metode ini PPN dihitung dari selisih antara pajak
yang dibayar pada saat pembelian dengan pajak yang dipungut pada saat
penjualan.
Dari tiga metoda tersebut, undang-undang PPN menganut Credit Method dengan
metoda ini walaupun pengenaan PPN dapat dihindari kemungkinan timbulnya
pengenaan pajak berganda. Dalam Credit Method dikenal adanya istilah Pajak Masukan
yaitu pajak yang dibayar pada saat pembelian barang kena pajak atau jasa kena pajak

6|Page
dan Pajak Keluaran yatiu pajak yang dipungut pada saat penyerahan barang kena pajak
atau jasa kena pajak. Setiap pemungutan PPN, pengusaha kena pajak yang bersangkutan
wajib membuat faktur pajak.

B. OBJEK , SUBJEK DAN TARIF PPN


1. Objek PPN
PPN dikenakan atas :
1) Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
2) Impor barang kena pajak
3) Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh
pengusaha kena pajak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan.
4) Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean
didalam daerah pabean.
5) Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam derah pabean.
6) Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan baik yang hasilnya
akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
8) Penyerahan aktiva oleh pengusaha kena pajak yang menurut tujuan semula
aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang dibayar pada
saat perolehannya menurut ketentuan dapat dikreditkan.
Pada dasarnya, sejak 1 Januari 1995 semua barang dikenakan PPN, kecuali
undang-undang menetapkan sebaliknya sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan
Pasal 1 huruf c Undang-undang PPN tahun 1984.

Barang yang tidak dikenakan PPN (Pasal 4A UU PPN 1984 Jo Pasal 3


sampai dengan Pasal 8 PP Nomor 50 tahun 1994)
1) Barang hasil pertanian, hasil perkebunan dan hasil kehutanan yang diperik
langsung , diambil langsung atau disadap langsung dari sumbernya;
2) Barang hasil peternakan, perburuan / penangkapan atau penangkaran yang
diambil langsung dari sumbernya

7|Page
3) Barang hasil penangkapan atau budidaya perikanan yang diambil langsung
dari sumbernya
4) Barang hasil pertambangan, penggalian dan pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya
5) Barang-barang kebutuhan pokok, yaitu : beras dan gabah, jagung, sagu,
kedelai dan garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
6) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung dan sejenisnya
7) Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya diatas 6600 watt
8) Saham, obligasi dan surat-surat berharga
9) Air bersih yang disalurkan melalui pipa

Sampai dengan pertengahan tahun 1998, Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan


beberapa Surat Edaran mengenai Barang yang tidak dikenakan PPN sebagai
berikut :
1) Barang dagangan berupa mobil bekas jenis sedan, jeep, station wagon, van dan
kombi untuk sementara tidak dikenakan PPN (SE-23/PJ.52/1995)
2) Gaplek termasuk dalam pengertian ubi kayu (SE-35/PJ.51/1995)
3) Tembakau Krosok dan/atau tembakau rajangan masih termasuk pengertian
tembakau sebagai hasil tanaman perkebunan (SE-38/PJ.51/1995)
4) Daun teh segar yang diproses sampai pada tahap pengeringan, sepanjang tidak
meliputi tahap fermentasi dan tidak diserahkan dalam bentuk dikemas (SE-
47/PJ.51/1995)
5) Kayu yang ditebang dan diproses melalui tahapan pemangkasan cabang dan
ranting, pengupasan kulit dari batang serta dipotong-potong menjadi kayu
bulat/ gelondongan masih dianggap sebagai barang hasil kehutanan (SE-
60/PJ.51/1995)
6) Kopi dan lada yang diproses sampai tahap dikeringkan masih dianggap
sebagai barang hasil tanaman perkebunan (SE-61/PJ.51/1995)
7) Buah Kakao basah yang diproses sampai tahap yang dikeringkan (SE-
10/PJ.51/1997)
8) Kopra (SE-15/PJ.51/1998)

8|Page
9) Kemiri yang diproses sampai dengan tahap pengeringan (SE-20/PJ.51/1998)

Jasa Kena Pajak


Seperti halnya barang, pada hakikatnya semua jasa dikenakan PPN, kecuali
UU PPN 1984 menentukan sebaliknya.
Dalam upaya memberikan gambaran kepada masyarakat (Wajib Pajak) telah
dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./1994 tentang
28 jenis jasa yang dikenakan PPN sebagai berikut :
1) Jasa pencarian sumber-sumber minyak dan gas bumi dan jasa pengeboran di
bidang minyak dan gas bumi, termasuk kegiatan pengeboran sumur minyak
dan gas bumi, kegiatan pemasangan pipa, casing, tubin, cementing dan
sejenisnya
2) Jasa pengeboran, penggalian dan jasa penunjang di bidang pertambangan
umum
3) Jasa perbaikan dan perawatan meliputi perbaikan dan perawatan mesin
tenaga, mesin industri, alat-alat berat, mesin listrik, alat-alat elektronik,
kapal, pesawat terbang, kendaraan bermotor, jasa salvage, jasa pengerukan
dan sejenisnya
4) Jasa persewaan barang tidak bergerak: meliputi persewaan pabrik,
gedung/bangunan untuk perkantoran, untuk tempat usaha/pertokoan, untuk
tempat tinggal (flat, rumah tinggal) kecuali hotel, losmen, motel dan rumah
penginapan lainnya, dan sejenisnya.
5) Jasa persewaan barang bergerak: meliputi persewaan mesin dan peralatan
(termasuk mesin dan peralatan untuk pertanian , pertambangan, industri
pengolahan, konstruksi telekomunikasi perkantoran dan penjualan),
persewaan pesawat udara, persewaan alat angkutan darat, dan persewaan
barang bergerak lainnya.
6) Jasa persewaan kapal (bare boat dan time charter)
7) Jasa hukum : termasuk jasa pengacar, jasa notaris dan PPAT, jasa LBH, jasa
konsulen pajak dan jasa hukum lainnya.

9|Page
8) Jasa akuntansi dan pembukuan: termasuk jasa pengurusan pembukuan,
pemeriksaan pembukuan, jasa pengolahan data dan tabulasi yang merupakan
bagian dari jasa akuntansi dan pembukuan.
9) Jasa pengolahan data tabulasi, baik dengan komputer maupun secara manual
dan jasa di bidang komputer.
10) Jasa perusahaan dan jasa perdagangan: meliputi jasa makelar (broker), jasa
keagenan, jasa pengurusan perusahaan (manajemen), jasa penaksiran nilai
(valuer, appraisal dan surveyor), jasa perencanaan, jasa konsultan
manajemen, jasa penerjemahan, jasa stenografi, jasa pelaporan persidangan,
dan sejenisnya.
11) Jasa periklanan dan riset pemasaran : termasuk jasa periklanan dengan media
cetak radio, televisi dan bioskop, pembuatan dan pemasangan poster/gambar
dan tulisan untuk iklan seperti pamflet, brosur dan macam-macam reklame
lainnya.
12) Jasa bangunan, arsitek dan teknik : termasuk jasa konsultasi bangunan, jasa
arsitek/perancang bangunan, jasa perancang interior, jasa perancang
pertamanan, jasa bangunan dan teknik dalam hubungan dengan industri
pengolaha, konstruksi atau kegiatan lain, jasa survey geologi, penyelidikan
tamban/ pencarian bijih tambang , jasa pemetaan dan foto udara, dan jasa
penyelidikan lainnya.
13) Jasa pematangan tanah (land clearing) : termasuk jasa pembongkaran
bangunan, jasa pengerukan, kecuali jasa pematangan tanah untuk
transmigrasi dan reboisasi.
14) Jasa pembersihan : kecuali jasa pembersihan kota yang dilakukan oleh dan
atas nama Dinas Kebersihan Kota.
15) Jasa pembasmian hama, kecuali jasa pembasmian hama dalam lingkungan
pertanian, peternakan serta pembasmian hama untuk kepentingan umum.
16) Jasa pelabuhan laut dan pelabuhan udara.
17) Jasa ekspedisi muatan darat, laut dan udara.
18) Jasa pergudanagan : termasuk cold storage, dan jasa pergudangan lainnya.
19) Jasa biro perjalanan.

10 | P a g e
20) Jasa perawatan jasmani : termasuk jasa pusat kebugaran jasmani (fitness
centre), jasa pemeliharaan rambur dan kecantikan (salon kecantikan), panti
pijat kecualipanti pijat tradisonal yang dibawah pembinaan Pemerintah.
21) Jasa pelimpahan barang tidak berwujud berupa hak dengan nama dan dalam
bentuk apapun, seperti royalty, paten, merek dagang dan sejenisnya.
22) 22. Jasa penebangan hutan : meliputi pemotongan, jasa penyeradan, jasa
pengulitan dan jasa sejenisnya.
23) Jasa pengamanan, meliputi jasa pengamanan pabrik, jasa pengamanan
kantor, jasa pengamanan pengiriman barang, jasa pengaman orang dan jasa
sejenisnya.
24) Jasa pemindahan barang, yaitu jasa pemindahan barang dari satu tempat ke
tempat lain termasuk jasa penderekan mobil, jasa pindah rumah, dan jasa
sejeninsnya.
25) Jasa pengurusan dan konsultasi pesta, termasuk jasa pengurusan dan
konsultasi pesta perkawinan dengan segala tata caradan tata upacara adat,
jasa pengurusan dan konsultasi pesta ulang tahun, jasa pengurusan dan
konsultasi upacara tradisional dan jasa sejenisnya.
26) Jasa pelabuhan sungai.
27) Jasa ekspedisi muatan sungai
28) Jasa pembawa acara (master of ceremonies), yaitu jasa pembawa acara
hiburan, jasa pembawa acara perlombaan/ pertandingan dan jasa sejenisnya,
kecuali untuk program penyiaran radio dan televisi.

Jasa yang tidak dikenakan PPN (Pasal 4A UU PPN 1984 Jo Pasal 9 PP nomor
50 tahun 1994)
1) Jasa dibidang pelayanan kesehatan medik, meliputi : jasa dokter umum, dokter
spesialis , dokter gigi, jasa dokter hewan, jasa akupunktur, ahli gigi, ahli gizi,
fisioterapi dan sejenisnya, jasa kebidanan, dukun bayi dan sejenisnya, jasa
paramedis, perawat dan sejenisnya
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi : Jasa pelayanan panti asuhan dan
panti jompo, jasa pemadam kebakaran, kecuali yang komersial, jasa pemberian
pertolongan pada kecelakaan, jasa lembaga rehabilitasi, jasa pemakaman

11 | P a g e
termasuk krematorium, jasa di bidang olahraga, kecuali yang komersial, dan
jasa pelayanan sosial lainnya, kecuali yang komersial
3) Jasa di bidang pengiriman surat, meliputi : jasa pengiriman surat, jasa
pengiriman uang, jasa penyimpanan dan pembayaran uang dan jasa pelayanan
penjualan benda-benda pos dan meterai dan jasa yang dilakukan oleh Perum
Pos dan Giro
4) Jasa di bidang perbankan,meliputi jasa penyediaan tempat untuk menyimpan
barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain
berdasarkan kontrak, jasa anjak piutang dan jasa wali amanat; jasa asuransi
dan sewa guna usaha dengan hak opsi
5) Jasa di bidang keagamaan, meliputi jasa pelayanan rumah-rumah ibadah, jasa
pemberian khotbah atau dakwah dan jasa lainnya di bidang keagamaan
6) Jasa di bidang pendidikan, baik pendidikan sekolah seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar
biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidik akademik, dan
pendidikan profesional maupun jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah
seperti kursus-kursus
7) Jasa di bidang kesenian adalah jasa dibidang kesenian yang tidak bersifat
komersial seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan
secara cuma-cuma.
8) Jasa di bidang penyiaran adalah jasa penyiaran radio dan televisi baik yang
dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan
dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersil.
9) Jasa di bidang angkutan umum, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut,
di danau, maupun disungai yang dilakukan pemerintah maupun oleh swasta
dan jasa nagkutan udara di luar negeri termasuk didalamnya jasa angkutan
dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri tersebut.
10) Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi jasa tenaga kerja, jasa penyediaan tenaga
kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas
hasil kerja dari tenaga kerja tersebut, dan jasa penyelenggaraan latihan bagi
tenaga kerja.

12 | P a g e
11) Jasa di bidang perhotelan, meliputi jasa persewaan kamar termasuk
tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel serta fasilitas
yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap dan jasa
persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen dan hostel.
12) Jasa di bidang telekomunikasi meliputi jasa telepon umum coin-box dan jasa
telegram.

PPN atas Jasa perdagangan (Surat Edaran Direktut Jenderal Pajak Nomor
SE- 08/PJ.52/1996 tanggal 29 Maret 1996)
1) Jasa perdagangan yang dikenakan PPN, meliputi :
 Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa
perdagangan berada di dalam Daerah Pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli selaku penerima jasa
perdagangan berada di dalam Daerah Pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang penjual
barang selaku penerima jasa perdagangan dan pembeli barang berada
didalam Daerah Pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang pembeli
barang selaku penerima jasa perdagangan dan penjual barang di dalam
Daerah Pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di luar Daerah
Pabean sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada
di dalam Daerah pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada diluar Daerah
Pabean sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di
dalam Daerah Pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah
Pabean sedang penjual selaku penerima jasa perdagangan berada di luar
Daerah Pabean tetapi memiliki BUT di Indonesia meskipun pembayaran
dilakukan langsung oleh penjual dari luar Daerah Pabean (tanpa melalui
BUT-nya di Indonesia) kepada pengusaha jasa perdagangan.

13 | P a g e
 Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang berada di dalam Derah
Pabean, sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan berada
di luar Daerah Pabean tetapi mempunyai BUT di Indonesia meskipun
pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh pembeli barang
tersebut (tanpa melalui BUT-nya di Indonesia) kepada pengusaha jasa
perdagangan.

2) Jasa perdagangan yang tidak dikenakan PPN, meliputi :


 Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah
pabean sedang penjual selaku penerima jasa perdagangan berada di luar
Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT
di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh
penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.
 Pengusaha jasa perdagangan dan penjual berada di dalam Daerah Pabean
sedang pembeli barang selaku penerima jasa perdagangan di luar Daerah
pabean sepanjang pembeli barang tersebut tidak mempunyai BUT di
Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh
pembeli barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.
 Pengusaha jasa perdagangan dan penjual barang selaku penerima jasa
perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang pembeli barang berada
di dalam Daerah Pabean.
 Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli selaku penerima jasa
perdagangan berada di luar Daerah Pabean sedang penjual barang berada
di dalam Daerah Pabean.

Daerah Pabean
Daerah pabean adalah wilayah RI yang didalamnya berlaku peraturan
perundang-undangan Pabean yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang
udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Economi Eksklusif dan
Landas Kontinen. Dengan demikian, maka seluruh wilayah Republik Indonesia
adalah Daeah Pabean.

14 | P a g e
Lingkungan Perusahaan atau Pekerjaan
Yang dimaksud dengan Penyerahan dilakukan dalam lungkungan
perusahaan atau pekerjaannya sebagai Pengusaha Kena Pajak adalah dalam rangka
kegiatannya sehari-hari sebagai Pengusaha Kena Pajak. Apabila perusahaan real
estate menyerahkan hadiah sebuah mobil kepada pembeli sebagai hadiah yang
diundi, maka atas penyerahan mobil tidak dikenakan pajak, karena dilakukan tidak
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan sebuah real estate, tetapi apabila
penyerahan mobil tersebut dikaitkan dengan penyerahan rumah , misalnya setiap
pembeli rumah ukuran tertentu diberi hadiah sebuah mobil, maka harga jual mobil
merupakan bagian dari harga jual rumah, karena merupakan satu paket penyerahan
rumah dan mobil.

15 | P a g e
Pemanfaatan BKP tidak Berwujud atau JKP dari Luar Daerah Pabean
didalam Daerah Pabean
Titik tolak yang mendasari pengenaan pajak atas pemanfaatan BKP tidak
berwujud dan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean adalah prinsip
destinasi. Berdasarkan prinsip ini, pajak dikenakan di tempat tujuan BKP atau
JKP dimanfaatkan. BKP tidak berwujud dapat berupa hak paten, hak cipta dan
merk dagang. Saat mulai pemanfaatan ditentukan oleh peristiwa hukum yang lebih
dahulu dilakukan , yaitu :
 Saat secara nyata BKP tidak berwujud atau JKP tersebut digunakan
 Saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang
 Saat harga jual atau penggantian ditagih oleh pihak yang menyerahkan
 Saat harga perolehan dibayar sebagian atau seluruhnya
 Saat ditandatangani surat perjanjian

Membangun Sendiri yang Dilakukan tidak Dalam Lingkungan Perusahaan


atau Pekerjaan
Suatu kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila memenuhi
persyaratan :
 Dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan
 Yang dibangun adalah bangunan untuk tempat tinggal tidak termasuk fasilitas
penunjang, tetapi kalau untuk tempat usaha termasuk semua fasilitas
penunjang
 Luas bangunan 400 m2 atau lebih
 Bangunan bersifat permanen, artinya bangunan tahan sampai dengan 25 tahun
atau lebih
 Khusus untuk bangunan diatas tanah dalam lingkungan real estate hanya yang
tanahnya diperoleh sebelum 1 Januari 1995

Penyerahan Aktiva yang Dilakukan oleh PKP yang menurut Tujuan


Semula tidak untuk Diperjualbelikan
Dalam memori penjelasan pasal 16D UU PPN 1984 menegaskan, bahwa
penyerahan mesin, peralatan, parabotan atau aktiva lain yang menurut tujuan

16 | P a g e
semula tidak untuk diperjualbelikan oleh PKP dikenakan PPN sepanjang PPN
yang dibayar saat perolehannya dapat dikreditkan. Dalam ketentuan tersebut ada
dua persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
 Yang melakukan penyerahan atau pemindahtanganan adalah PKP
 PPN pada saat perolehan aktiva menurut ketentuan dapat dikreditkan
Kedua syarat tersebut harus dipenuhi, jika salah satunya tidak dipenuhi,
maka tidak dikenakan PPN.

2. Subjek Pajak
1) Pengusaha
Dalam Pasal 1 huruf k UU PPN 1984 dirumuskan, bahwa Pengusaha adalah
orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean.

2) Pengusaha Kena Pajak


Dalam Pasal 1 huruf l UU PPN 1984 ditentukan bahwa Pengusaha Kena
Pajak adalah:
 Pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak,
berarti telah memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
 Pengusaha yang menyerahkan BKP dan/atau JKP
 Pengusaha yang mengekspor BKP yang telah dikukuhkan sebagai PKP
 Pengusaha Kecil yang mengajukan permohonan untuk dikukuhkan
menjadi PKP

3) Pengusaha Kecil
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 648/KMK.04/1994
tanggal 29 Desember 1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-
05/PJ.05/1995 tanggal 15 Februari 1995 ditetapkan bahwa Pengusaha Kecil adalah
Pengusaha yang dalam satu tahun buku melakukan penyerahan :

17 | P a g e
 BKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 240 juta
 JKP dengan jumlah peredaran bruto tidak lebih dari Rp 120 juta
Apabila Pengusaha disamping melakukan penyerahan BKP juga melakukan
penyerahan JKP, maka kriteria Pengusaha Kecil adalah :
 Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 240 juta dalam
hal lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari
penyerahan BKP
 Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam
hal lebih dari 50 % dari seluruh jumlah peredaran bruto berasal dari
penyerahan JKP
 Sepanjang seluruh jumlah penyerahan tidak lebih dari Rp 120 juta dalam
hal 50 % dari peredaran bruto berasal dari penyerahan BKP atau JKP
Mulai 1 Januari 2004 Batasan pengusaha kecil berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor No. 571/KMK.03/2003 adalah sebesar Rp
600.000.000.

4) Hubungan Istimewa
Berdasarkan Pasal 2 UU PPN 1984, Hubungan Istimewa dapat terjadi,
karena
a. Penyertaan
 Pengusaha yang mempunyai penyertaan langsung atau tidak
langsung sebesar 25 % atau lebih d\pada pengusaha lain
 Hubungan antar pengusaha dengan penyertaan 25 % atau lebih pada
dua pengusaha atau lebih
 Hubungan antara dua pengusaha atau lebih yang modalnya sebesar
25 % atau lebih dipegang oleh satu pengusaha
b. Penguasaan Manajemen
 Pengusaha yang satu menguasai pengusaha lainnya atau dua atau
lebih pengusaha berada dibawah penguasaan pengusaha yang sama
baik langsung maupun tidak langsung
c. Hubungan Kekeluargaan

18 | P a g e
 Hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan/ atau kesamping satu derajat
 Sedarah lurus satu derajat : ayah, ibu dan anak
 Sedarah kesamping satu derajat : kakak dan adik
 Semenda lurus satu derajat : mertua dan anak tiri
 Semenda kesamping satu derajat : ipar
 Hubungan antara suami isteri jika ada perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan

5) Kewajiban Pengusaha Kena Pajak


Berdasarkan pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 Pengusaha Kena Pajak wajib :
a. Memiliki Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
b. Memungut PPN dan PPnBM yang terutang
c. Menyetor PPN yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan
PPnBM yang terutang
d. Melaporkan penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang

3. Tarif PPN
Tarif PPN atas penyerahan BKP dan/atau JKP adalah sebesar 10 % dari
Dasar Pengenaan Pajak.
Tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0 % dari Dasar Pengenaan Pajak .
Pengenaan tarif 0 % bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, dengan
demikian Pajak Masukan yang telah dibayar untuk menghasilkan barang yang
diekspor tetap dapat dikreditkan

C. KARAKTERISTIK, LATAR BELAKANG DAN MEKANISME


PENGENAAN PPnBM
1. Karakteristik PPnBM
a. PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN

19 | P a g e
b. PPnBM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor BKP yang tergolong
mewah, atau atas penyerahan BKP yang tergolong mewah yang dilakukan oleh
PKP Pabrikan dari BKP yang tergolong mewah tersebut
c. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN
d. Apabila Eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang
dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali

2. Latar Belakang Pengenaan PPnBM


1) PPN berdampak regresif, yaitu semakin tinggi kemampuan konsumen,
semakin ringan beban pajak yang dipikul. Untuk mengurangi regresivitas ini,
terhadap konsumen yang mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah
dikenakan beban pajak tambahan yaitu PPnBM.
2) Konsumsi BKP yang tergolong mewah bersifat kontraproduktif. Hal ini
merupakan upaya untuk mengurangi pola konsumsi tinggi yang tidak
produktif dalam masyarakat.
3) Produsen kecil dan tradisional menghadapi saingan berat dari komoditi impor.
Dengan motivasi ini, pengenaan PPnBM dimaksudkan untuk melindungi
produsen kecil dan tradisional atau untuk tujuan proteksi
4) Tuntutan peningkatan penerimaan negara dari tahun ke tahun

3. Mekanisme Pengenaan PPnBM Atas Kendaraan Bermotor (KMK-


272/KMK.04/1995)
1) Impor kendaraan bermotor dalam keadaan terbongkar (CKD) oleh ATPM atau
Pabrikan tidak dikenakan PPnBM
2) Penyerahan didalam daerah pabean kendaraan bermotor dalam keadaan CKD
tersebut oleh ATPM dikenakan PPnBM dengan DPP 125% (biaya karoseri
ditetapkan 25%)
3) Impor kendaraan jenis sedan dalam keadaan terpasang/CBU oleh bukan
ATPM dikenakan PPnBM. Dalam nilai CIF < 80% nilai CIF kendaraan sejenis
yang diimpor ATPM, maka DPPnya untuk menghitung PPN dan PPnBM
sebesar 150%

20 | P a g e
4) Impor kendaraan bermotor jenis sedan dalam keadaan terpasang oleh ATPM
tidak dikenakan PPnBM. Penyerahan didaerah pabean kendaraan jenis impor
dikenakan PPnBM.

Pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Jenis Kendaraan Bermotor (PP


50/1994 Jo PP 36/1996 Jo PP 14/1998)
1) Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 20% :
 Kendaraan bermotor beroda dua yang isi silindernya 250 cc atau kurang
 Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up yang memakai
bahan bakar bensin
2) Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 25% :
 Kendaraan bermotor jenis kombi, minibus, van dan pick up yang memakai
bahan bakar solar
3) Kelompok kendaraan bermotor dengan tarif 35% :
 Kendaraan bermotor beroda dua yang isi silindernya lebih dari 250 cc
 Kendaraan bermotor jenis bus, kecuali yang dibuat di dalam negeri
 Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon lebih dari 1600 cc atau
kurang yang kandungan lokalnya 60% atau kurang
 Kendaraan bermotor jenis jeep ya g kandungan lokalnya 60% atau kurang
 Kendaraan bermotor jenis mobil balap dan caravan

PPnBM yang terutang Ditanggung oleh Pemerintah atas penyerahan di dalam


daerah pabean :
 Kendaraan bermotor jenis sedan dan station wagon yang dibuat di dalam negeri
dengan isi silinder kurang dari 1600 cc dan kandungan lokalnya lebih dari 60%
 Kendaraan bermotor jenis jeep, kombi, minibus, van dan pick up yang dibuat di
dalam negeri dengan kandungan lokal lebih dari 60%

Impor dan Penyerahan Di Daerah Pabean Yang Tidak Dikenakan PPnBM


 Semua jenis kendaraan bermotor untuk dinas ABRI, POLRI dan Protokoler
kenegaraan sepanjang dananya dari APBN/APBD

21 | P a g e
 Kendaraan bermotor jenis jeep, kombi, minibus, van, pick up, sedan, bus dan
sedan yang digunakan untuk kendaraan tahanan, kendaraan pemadam kebakaran,
kendaraan jenazah dan kendaraan angkutan umum
 Kendaraan bermotor jenis van dan pick up yang digunakan untuk kendaraan
angkutan barang

Pengelompokan BKP Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor (KMK


644/KMK.04/1994 Jo KMK 274/KMK.04/1994)
1) Kelompok Tarif 10% meliputi :
 Kelompok kepala susu atau susu yang diasamkan/diragi, mengandung
tambahan gula atau pemanis lainnya atau tidak, diberi aroma atau tidak, diberi
rasa atau tidak, mengandung tambahan buah-buahan, biji-bijian, cocoa atau
tidak, yoghurt, kephir, whey, keju, mentega atau lemak atau minyak yang
diperoleh dari susu yang dibotolkan atau dikemas.
 Kelompok air buah dan air sayuran, yang belum meragi dan tidak mengandung
alkohol, mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya maupun tidak,
mengandung aroma atau tidak, serta dibotolkan/dikemas.
 Kelompok minuman yang tidak mengandung alkohol, mengandung tambahan
gula atau pemanis lainnya maupun tidak, mengandung aroma maupun tidak,
yang dibotolkan/dikemas, serta air soda yang dibotolkan/dikemas.
 Kelompok wangi-wangian, produk kecantikan untuk pemeliharaan kulit,
tangan, kaki, dan rambut serta preparat rias lainnya.
 Kelompok alat rumah tangga, pesawat pendingin, pesawat pemanas, mesin
jual barang otomatis termasuk mesin penukar uang, dan pesawat penerima
siaran televisi.
 Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium,
town house, dan sejenisnya.

2) Kelompok Tarif 20% meliputi :


 Kelompok semua permadani kecuali yang dibuat dari wool atau bulu hewan
dan sutera.

22 | P a g e
 Kelompok barang saniter dan perlengkapannya, kecuali yang terbuat dari
plastik, seng atau semen.
 Kelompok alat-alat fotografi, alat sinematografi, alat optik, alat perekam suara
atau gambar, alat reprosuksi suara atau gambar, media rekam, pesawat
penerima dan pengirim suara, pesawat siaran televisi dan bagiannya.
 Kelompok mesin pengatur suhu udara, pesawat pendingin dan pesawat
pemanas (kecuali yang sudah termasuk kelompok tarif 10%), mesin seterika,
mesin cuci, mesin pengering, pesawat elektromagnetik, pesawat cukur dan
pesawat pangkas rambut serta instrumen mesin.
 Kelompok alat-alat rumah tangga tertentu, dan untuk permainan selain yang
sudah termasuk kelompok tarif PPnBM 35%, kecuali dibuat di dalam negeri.

3) Kelompok Tarif 35% meliputi :


 Kelompok minuman yang mengandung alkohol.
 Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari kulit atau
kulit tiruan, kecuali yang di buat di dalam negeri.
 Kelompok permadani yang dibuat dari jenis bahan tertentu (wool atau bulu
hewan halus lainnya atau sutera).
 Kelompok semua jenis alas kaki, kecuali yang di buat di dalam negeri.
 Kelompok barang-barang yang seluruh atau sebagian terbuat dari kristal, batu
pualam, granit dan/atau onyx, kecuali yang di buat di dalam negeri.
 Kelompok barang-barang pecah belah, kecuali yang di buat di dalam negeri.
 Kelompok barang-barang yang terbuat dari keramik, kecauli yang di buat di
dalam negeri.
 Kelompok barang-barang yang sebagian atau seluruhnya terbuat dari logam
mulia dan/atau mutiara, atau campuran dari padanya, kecuali yang di buat di
dalam negeri.
 Kelompok pesawat udara, kecuali yang digunakan untuk keperluan negara dan
angutan umum.
 Kelompok kapal siar, bahtera dan kendaraaan air tertentu, kecuali untuk
keperluan negara dan angutan umum.

23 | P a g e
 Kelompok peralatan dan perlengkapan olahraga golf, power boating, gantole
dan terbang layang, menyelam.
 Kelompok senjata api, senjata angin dan gas besrta peralatannya kecuali untuk
keperluan negara.
 Kelompok barang-barang perabot rumah tangga dan kantor, kecuali untuk
keperluan negara.
 Kelompok perlengkapan untuk permainan dalam ruangan, diatas dan didalam
taman hiburan untuk orang dewasa dan anak-anak.

24 | P a g e
D. SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
Dalam pasal 11 UU PPN 1984, saat pajak terutang ditentukan sebagai berikut :
a. Pada saat penyerahan BKP atau JKP
b. Pada saat impor BKP
c. Pada saat dimulainya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar
daerah pabean didalam daerah pabean
d. Pada saat pembayaran dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan
BKP/JKP atau pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP
tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
e. Pada saat lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan

1. Saat Pajak Terutang


Berdasarkan pasal 33 PP nomor 50/1994, Saat Pajak terutang dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Saat pajak terutang atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya berupa barang bergerak :
a. pada saat barang diserahkan secara langsung kepada pembeli, atau
b. pada saat barang diserahkan secara langsung kepada pihak ketiga atas
nama pembeli, atau
c. pada saat barang diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa
angkutan

2) Saat pajak terutang atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya berupa barang tidak bergerak :
a. pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP secara
yuridis, atau
b. pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP secara
nyata.

3) Saat pajak terutang atas penyerahan BKP tidak berwujud adalah pada saat
yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa hukum di bawah ini :
a. pada saat harga penyerahannya dinyatakan sebagai piutang, atau

25 | P a g e
b. pada saat dilakukan penagihan, atau
c. pada saat diterima pembayaran baik untuk sebagian atau seluruhnya
termasuk apabila pembayaran diterima sebelum pemanfaatan, atau
d. pada saat ditanda tangani kontrak apabila saat terjadinya a s/d c diatas
tidak diketahui

4) Saat pajak terutang atas penyerahan JKP


a. Jasapemborong bangunan atau barang tak bergerak lainnya :
 pada saat penyerahan JKP, sedangkan tahap-tahap pembayaran
dilakukan sebagai p embayaran yang diterima sebelum dilakukan
penyerahan
b. Jasa Kena Pajak lainnya :
 Pada saat tersedianya barang atau fasilitas untuk dipakai baik sebagian
maupun seluruhnya, atau
 Pada saat dilakukan penagihan pembayaran atau penggantian, atau
 Pada saat pembayaran dalam hal pembayaran diterima sebelum
dilakukan penyerahan

5) Saat pajak terutang atas impor BKP pada saat BKP dimasukkan kedalam
daerah pabean

6) Saat pajak terutang atas ekspor BKP pada saat BKP dikeluarkan dari daerah
pabean

7) Saat pajak terutang atas pemindahtanganan aktiva yang menurut tujuan


semula tidak untuk diperjualbelikan dan persediaan BKP yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan :
a. pada saat ditandatangani akta pembubaran, atau
b. pada saat diketahui bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak
melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan berdasarkan hasil
pemeriksaaan, atau

26 | P a g e
c. pada saat diketahui bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan
data atau dokumen yang ada

8) Saat pajak terutang untuk peristiwa atau perbuatan hukum lainnya :


a. Membangun sendiri yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tidak
dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan, yaitu pada saat mulai
dilakukan pembangunan.
b. Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean
didalam daerah pabean adalah pada saat dimanfaatkan didalam daerah
pabean, yaitu :
 Pada saat secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkan, atau
 Pada saat harga perolehannya dinyatakan sebagai utang oleh pihak
yang memanfaatkan
 Pada saat haga jual atau penggantiannya ditagih oelh pihak yang
menyerahkan
 Pada saat harga perolehannya dibayar oleh pihak yang memanfaatkan
♦ Pada saat ditanda tangani kontrak apabila kelima hal diatas tidak diketahui
dengan pasti.
c. Penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN, adalah pada saat
pembayaran
d. Pembayaran diterima sebelum dilakukan penyerahan BKP dan/atau JKP,
adalah pada saat pembayaran.

2. Tempat Pajak Terutang


Berdasarkan pasal 12 undang-undang PPN 1984 Jo PP No 50 tahun 1994 pasal 34
ditetapkan bahwa tempat pajak terutang :
1) Penyerahan di dalam daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau tempat
kedudukan dan tempat kegiatan usaha di lakukan.
2) Impor barang kena pajak adalah di tempat barang kena pajak (BKP) di
masukkan di dalam Daerah Pabean.

27 | P a g e
3) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean adalah di tempat orang pribadi atau badan yang memanfaatkan
terdaftar sebagai WP.
4) Kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan didirikan.
5) Lain-lain. Berdasarkan KEP-35/PJ./1995 Jo SE/19/PJ.54/1995 ditetapkan
sebagai berikut :
a. Dalam hal di tempat tinggal orang pribadi tidak dilakukan kegiatan usaha,
maka terutang pajak di tempat kegiatan usaha dilakukan.
b. Pelaporan usaha cukup dilakukan kepada KPP yang wilayahnya meliputi
tempat usaha.
c. Dalam hal pengusaha telah dikukuhkan sebagai PKP yang ditempat
tinggalnya, pengukuhan tersebut akan dicabut setelah dilakukan
pemeriksaan
6) Bagi PKP yang memiliki lebih dari 1 NPPKP, penyerahan BKP atau JKP dari
pusat ke cabang dan antar cabang terutang PPN dengan dasar pengenaan pajak
adalah harga jual dikurangi laba bruto.

3. Pemusatan Tempat Pajak Terutang


Dengan pemohonan tertulis, PKP yang memiliki lebih dari 1 tempat usaha dapat
mengajukan permohonan pemusatan tempat pajak terutang sepanjang memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. PKP menyelenggarakan pembukuan secara terpusat.
b. Kantor cabang tidak melakukan kegiatan penyerahan BKP atau JKP. Semua
kegiatan penjualan dan administrasi hanya dilakukan di tempat yang dipilih
sebagai tempat PPN terutang.
c. Kantor cabang hanya menyimpan persediaan dan menyerahkan kepada
pembeli atas perintah kantor pusat.
d. Kantor cabang tidak diperbolehkan membuat faktur pajak baik untuk kantor
pusat maupun kantor cabang.

Dalam surat permohonan tersebut PKP harus memberikan informasi tentang :


1) Struktur Organisasi, administrasi, pembukuan dan keuangan perusahaan. \

28 | P a g e
2) Jangka waktu penyampaian dokumen antara kantor pusat dengan cabang atau
sebaliknya berkaitan dengan masa pajak yaitu 1 bulan takwim.
3) Fungsi dan wewenang kantor cabang.
4) Jumlah cabang diseluruh Indonesia.
5) Contoh speciment faktur pajak yang digunakan.

Berdasarkan informasi tersebur Dirjen Pajak melakukan penelitian untuk


memperoleh keyakinan bahwa :
1) Pembukuan PKP terpusat.
2) Penjualan/pembelian/impor barang modal/bahan baku/pembantu dilakukan
oleh kantor pusat atau salah satu cabang.
3) Bentuk faktur pajak hanya satu.
4) Tidak memungkinkan penghitungan, pemunggutan dan pembayaran pajak di
cabang-cabang yang ada.

Setelah dilakukan pemeriksaan, Dirjen Pajak akan memberikan persetujuannya


terhadap permohonan PKP untuk melakukan pemusatan tempat PPN terutang di satu
tempat atau lebih sesuai dengan permintaan.

E. FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti peungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena
Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena
Pajak (JKP) atau oleh Ditjen Bea dan Cukai karena impor BKP.
Faktur Pajak wajib dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk setiap penyerahan
BKP dan/ atau JKP (Pasal 13 ayat 1 UU PPN 1984)

 Jenis Faktur Pajak


Berdasarkan pasal 13 UU PPN 1984 dikenal 3 (tiga) macam Faktur Pajak, yaitu
1) Faktur Pajak Standar
Adalah Faktur Pajak yang bentuk dan isinya telah ditetapkan oleh Undang-
undang. Dalam pasal 13 ayat 5 UU PPN 1984 ditetapkan bahwa dalam Faktur

29 | P a g e
Pajak Standar harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP/JKP
yang meliputi :
a. Nama, alamat NPWP, NPPKP yang menyerahkan BKP/JKP
b. Nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP/JKP
c. Macam, jenis, kuantum, harga satuan, jumlah harga jual atau penggantian
dan potongan harga
d. PPN dan/ atau PPnBM yang dipungut
e. Tanggal penyerahan atau pembayaran
f. Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak

2) Faktur Pajak Gabungan


Adalah Faktur Pajak Standar yang cara penggunaannya diperkenankan kepada
PKP atas beberapa kali penyerahan BKP/JKP kepada pembeli atau penerima
jasa yang sama yang dilakukan dalam satu Masa Pajak, dan harus dibuat
selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya
penyerahan BKP/ JKP.

3) Faktur Pajak Sederhana


Faktur Pajak Sederhana adalah dokumen yang disamakan fungsinya
dengan Faktur Pajak, yang diterbitkan oleh PKP yang melakukan penyerahan
BKP dan/atau JKP kepada pembeli BKP dan/atau JKP yang tidak diketahui
identitasnya secara lengkap atau penyerahan BKP/JKP secara langsung kepada
konsumen akhir.
Pembeli BKP/penerima JKP yang tidak diketahui identitasnya secara
lengkap, misalnya: pembeli yang tidak diketahui NPWP-nya atau tidak
diketahui nama dan atau alamat lengkapnya.
Faktur Pajak Sederhana sekurang-kurangnya harus memuat :
a. Nama, alamat usaha, NPWP serta nomor dan tanggal pengukuhan PKP
yang menyerahkan BKP atau JKP.
b. Macam, jenis dan kuantum dari BKP atau JKP.
c. Jumlah harga jual atau peggantian yang sudah termasuk pajak atau
besarnya pajak dicantumkan secara terpisah.

30 | P a g e
d. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
Bentuk Faktur Pajak Sederhana dapat berupa bon kontan, Faktur
Penjualan, segi cash register, karcis, kuitansi, yang dipakai sebagai tanda
bukti penyerahan atau pembayaran atas penyerahan BKP atau JKP oleh
PKP yang bersangkutan.
Faktur Pajak Standar yang diisi tidak lengkap bukan merupakan Faktur
Pajak Sederhana.
Kelemahan Faktur Pajak Sederhana adalah Pajak Masukannya tidak dapat
dikreditkan

 Saat Pembuatan Faktur Pajak


1. Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya :
a. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/atau JKP.
b. Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran
terjadi sebelum penyerahan BKP dan/ atau JKP.
c. Pada saat pembayaran termijn dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan.
d. Pada saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Pemungut PPN.

2. Faktur Pajak Gabungan harus dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan


berikutnya setelah bulan penyerahan BKP dan/ atau JKP.

3. Faktur Pajak Sederhan


 Harus dibuat pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP.
 Pada saat pembayaran apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan
BKP dan/ atau JKP.

 Tata Cara Pengisian Faktur Pajak


a. Faktur Pajak harus diisi dengan lengkap, jelas, benar, baik secara formal
maupun materiil dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang ditunjuk
oleh PKP

31 | P a g e
b. Kolom tanggal pembayaran diisi dalam hal terjadi pembayaran yang diterima
sebelum penyerahan BKP atau JKP. Khusus bagi Faktur Pajak Gabungan,
tanggal penyerahan diisi dengan tanggal awal penyerahan BKP/JKP sampai
dengan tanggal akhir dari masa pajak yang dibuatkan Faktur Pajak Gabungan
dengan melampirkan daftar tanggal penyerahan dari masing-masing Faktur
Penjualan
c. Apabila jumlah BKP dan/ atau JKP yang diserahkan tidak dapat ditampung
dalam satu Faktur Pajak, dapat ditempuh dua cara, yaitu :
 Boleh dipecah menjadi lebih dari satu Faktur Pajak dan masing-masing
Faktur Pajak harus diisi dengan lengkap sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
 Dapat dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjuk nomor dan tanggal
Faktur Penjualan yang bersangkutannnn dan Faktur Penjualan tersebut
dilampirkan
d. Pengisian yang tidak sesuai dengan ketentuan akann berakibat Faktur Pajak
tergolong sebagai Faktur Pajak cacat sehingga Pajak Masukannya tidak dapat
dikredikan
e. Faktur Pajak yang terdapat kesalahan dalam pengisian supaya dibetulkan
dengan cara dibuat Faktur Pajak Standar Pengganti. Faktur Pajak yang salah
merupakan lampiran dan pada Faktur Pajak Pengganti dibubuhi cap yang
mencantumkan nomor seri, kode dan tanggal Faktur Pajak Standar yang
diganti
f. Membetulkan Faktur Pajak tidak boleh dengan cara lain, sseperti dengan
coretan, dihapus atau menggunakan tipp-ex.
g. Dalam hal Faktur Pajak hilang, PKP yang berkepentingan dapat minta Faktur
Pajak Pengganti kepada PKP yang menjual dengan tembusan kepada KPP atau
tempat PKP penjual dan pembeli dikukuhkan.

Larangan Membuat Faktur Pajak


Dalam pasal 14 UU PPN 1984 diatur larangan membuat Faktur Pajak sebagai
berikut:

32 | P a g e
a. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP dilarang membuat Faktur
Pajak
b. Dalam hal Faktur Pajak telah dibuat, maka Pengusahs dimaksud wajib
menyetor pajak yang tercantum dalam Faktur Pajak ke Kas Negara.

Sanksi
Berdasarkan pasal 14 ayat 1 huruf e dan pasal 14 ayat 4 UU KUP ditetapkan,
bahwa Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat Faktur Pajak
atau Pengusha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tetapi tidak membuat Faktur Pajak
atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak dikenakan sanksi berupa denda
administrasi sebesar 2 % dari Dasar Pengenaan Pajak

F. DASAR PENGENAAN PAJAK


1. Pengertian Dasar Pengenaan Pajak
Menurut pasal 1 huruf n, o, p, q, dan w undang-undang PPN 1984, dasar
pengenaan pajak adalah nilai berupa uang yang akan dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak terutang. Yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah :
a. Harga jual yaitu nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP tidak termasuk
PPN/PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
b. Penggantian adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP tidak termasuk
PPN dan potongan harga yang tercantum dalam faktur pajak.
c. Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea
masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan sesuai Undan-Undang
Pabean untuk impor BKP tidak termasuk PPN dan PPnBM.
d. Nilai ekspor adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang digunakan sebagai DPP bagi
penyerhan BKP atau JKP yang memenuhi kriteria tertentu yaitu :
 Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma adalah harga jual atau
penggantian tidak termasuk laba kotor.

33 | P a g e
 Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah harga jual
rata-rata.
 Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul
film.
 Untuk persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan adalah harga pasar wajar.
 Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar
wajar.
 Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 10% dari jumlah
tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
 Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan.
 Untuk penyerahan PKP pedagang eceran adalah 20% dari seluruh jumlah
penyerahan BKP.
 Untuk anjak piutang adalah 5% dari service charge, provisi dan discount.

2. Pengenaan PPN terhadap Pedagang Eceran


Pedagang eceran adalah pengusaha yang dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dengan cara sebagai berikut :
a. Tidak bertindak sebagai penyalur kepada pedagang lainnya.
b. Menyerahkan BKP melalui tempat penjualan eceran.
c. Melakukan transaksi jual beli secara spontan tanpa didahului penawaran
tertulis, pemesanan, kontrak atau lelang dan pada umumnya bersifat tunai.
d. Jumlah peredaran bruto dalam satu tahun buku atau bagian dari tahun buku
melebihi batasan pengusaha kecil.

3. Cara Menghitung PPN Terutang Terhadap Pedagang Eceran


Pedagang eceran dapat memilih nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak (pasal 29
ayat 3 PP No 50 tahun 1994), dengan cara sebagai berikut :
1) PPN yang terutang atas penyerahan BKP sama dengan 10% dari harga jual
BKP.

34 | P a g e
2) PPN yang dibayar oleh pedagang eceran adalah 10% x 20% x harga jual
seluruh barang dagangan..

Berdasarkan Kep-12/PJ./1995 Jo SE-04/PJ.53/1995 diberikan penegasan sebagai


berikut :
a. PKP pedagang eceran yang tidak menggunakan nilai lain sebagai DPP wajib
memberitahukan secara tertulis kepada KPP tempat pengukuhan.
b. Dalam hal pedagang eceran yang disamping melakukan pedagangan eceran
juga melakukan kegiatan lain maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
 Jika jumlah peredarannya yang berasal dari kegiatan lain lebih dari 50%
dari seluruh peredaran barang dan jasa maka PKP tersebut wajib membuat
SPT masa PPN bentuk formulir 1195.
 Apabila jumlah peredaran yang berasal dari kegiatan lain tidak melebihi
50% maka PKP wajib menggunakan SPT masa PPN bentuk formulir
1195PE dan menggunakan nilai lain sebagai DPP.

G. PEDOMAN PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN


1. Prinsip Dasar Pengkreditan Pajak
Prinsip dasar pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam pasal 9
undang-undang PPN 1984 dapat dirinci :
a. Pajak masukan dalam suatu masa pajak dapat dikreditkan dalam pajak
keluaran untuk masa pajak yang sama.
b. Apabila jumlah pajak keluaran lebih besar dari pajak masukan maka selisihnya
merupakan PPN yang wajib dibayar oleh PKP.
c. Apabila jumlah pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran maka selisihnya
merupakan kelebihan pajak masukan yang dapat dikompensasikan pada masa
pajak berikutnya.
d. Pajak masukan yang dapat dikreditkan adalah pajak masukan yang dibayar
untuk perolehan BKP atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan
usaha.
e. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak masukan, pada hakikatnya hanya
boleh dilakukan pada akhir tahun buku kecuali kelebihan tersebut sebagai

35 | P a g e
akibat dari ekspor BKP dan/atau kegiatan penyerahan BKP dan/atau JKP
kepada pemungutan PPN boleh dikembalikan setiap akhir masa pajak.

2. Persyaratan Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan


1) Persyaratan Formil yaitu :
a. Tercantum dalam faktur pajak standar.
b. Pajak masukan dan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama atau
dalam masa pajak yang tidak sama sepanjang belum melampaui bulan
ketiga setelah akhir tahun buku yang bersangkutan sepanjang belum
dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

2) Persyaratan Materil yaitu :


a. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
b. Belum dibebankan sebagai biaya.

3. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan


Dalam pasal 9 ayat 8 dan pasal 16B ayat 3 UU PPN Jo pasal 32 PP nomor 50 tahu
1994 Jo KMK nomor 643/KMK.04/1994 Jo KMK nomor 252/KMK.04/1998, Pajak
Masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah :
a. Pajak Masukan yang dibayar sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b. Pajak Masukan yagn dibayar untuk perolehan BKP atau JKP yang tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha
c. Pajak Masukan yang dibayar untuk pembelian atau pemeliharaan kendaraan
bermotor jenis sedan, jeep, station wagon, van dan kombi, kecuali sebagai
barang dagangan atau digunakan langsung sesuai dengan bidang usahanya
d. Pajak Masukan yagn dibayar atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP
dari luar daerah pabean didalam daerah pabean sebelum Pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP
e. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Sederhana
f. Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak Standar yang tidak
memenuhi ketentuan Undang-undang

36 | P a g e
g. Pajak Masukan yang pembayarannya ditagih menggunakan Surat Ketetapan
Pajak
h. Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN yang ditemukan
dalam pemeriksaan
i. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP atau JKP yang digunakan
untuk kegiatan usaha yang menghasilkan penyerahan yang dibebaskan dari
pengenaan pajak
j. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP atau JKP yang digunakan
untuk kegiatan usaha yang menghasilkan penyerahan yang PPN ditanggung
oleh Pemerintah

4. Pajak Masukan Atas Pemakaian Sendiri BKP (SE-01/PJ/1991)


a. Pemakaian sendiri untuk tujuan konsumtif, yang berasal dari produknya
sendiri terutang PPN. PPN tersebut merupakan Pajak Keluaran dan merupakan
Pajak Masukan bagi PKP yang bersangkutan dan Pajak Masukannya tidak
dapat dikreditkan.
b. Pemakaian sendiri untuk tujuan produktif, yaitu pemakaian hasil produksi
sendiri untuk keperluan yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.
Atas pemakaian sendiri ini terutang PPN. Pajak Keluaran harus dibayar sendiri
oleh PKP tersebut. PPN yang dibayar merupakan Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan, sehingga Faktur Pajak yang dibuat harus Faktur Pajak Standar.

Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang PPhnya menggunakan


Norma Penghitungan Penghasilan Netto ( Pasal 9 ayat 7 UU PPN 1984 Jo KMK
nomor 594/KMK.04/1994 Jo SE-13/PJ.54/1995 Jo SE-43/PJ.5/1995)
 Pengusaha yang memilih menggunakan Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan
wajib memberitahukan secara tertulis kepada KPP dengan cara membubuhkan
catatan pada kolom yang tersedia dalam SPT Masa PPN
 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung berdasarkan persentase sebagai
berikut :
a. 70 % dari Pajak Keluaran, dalam hal PKP menyerahkan BKP
b. 40 % dari Pajak Keluaran, dalam hal PKP menyerahkan JKP

37 | P a g e
 PKP wajib menyelenggarakan catatan jumlah peredaran bruto yang menjadi DPP
secara terpisah tentang jumlah peredaran bruto yang berasal dari penyerahan tidak
kena pajak dalam hal PKP juga melakukan penyerahan tidak kena pajak
 Bagi PKP yang tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan peredaran bruto,
sehingga tidak diketahui dengan pasti jumlah peredaran brutonya dan dari hasil
pemeriksaan ternyata jumlah peredaran bruto lebih besar dari yang dilaporkan
dalam SPT Masa PPN, maka Pajak Keluaran dihitung berdasarkan tarif dikalikan
dengan jumlah peredaran berdasarkan hasil pemeriksaan
 Dalam hal PKP melakukan ekspor dan/atau menyerahkan BKP/JKP kepada
Pemungut PPN, sehingga terjadi kelebihan pembayaran pajak, pengembaliannya
dilakukan sesuai dengan KEP-28/PJ./1996.
 Bagi PKP yang wajib menyelenggarakan pembukuan tetapi tidak bersedia
memperlihatkan pembukuannya, sehingga tidak diketahui dengan pasti jumlah
peredaran bruto yang sebenarnya, tidak boleh menggunakanPedoman
Pengkreditan Pajak Masukan dalam menghitung Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan
 Apabila dalam satu Masa Pajak PKP tidak memenuhi syarat untuk menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Netto, maka mulai permulaan tahun buku
berikutnya, PKP tersebut tidak diperbolehkan menggunakan Pedoman
Pengkreditan.

Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan bagi PKP yang Melakukan Penyerahan


yang Terutang PPN atau PPN yang terutang Ditanggung Pemerintah atau
Dibebaskan dari Pengenaan PPN
a. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang digunakan
untuk menghasilkan penyerahan kena pajak, disamping itu juga digunakan untuk
kegiatan yang tidak terutang PPN atau terutang PPN tetapi PPNnya ditanggung
Pemerintah atau dibebaskan dari PPN, dapat dikreditkan dengan cara :
 Pajak yang dikreditkan sebanding dengan persentase penggunaan barang
modal yang digunakan untuk kegiatan usaha yang terutang PPN
 Dalam hal Pajak Masukan telah dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang
dipungut dalam masa pajak yang sama, maka setelah akhir tahun buku

38 | P a g e
dihitung kembali bagian dari Pajak Masukan itu yang harus dibayar kembali
ke Kas Negara dengan rumus :

P’ X PM/T
P’ : persentase rata-rata penggunaan barang modal untuk kegiatan lain
dalam satu tahun buku
PM : Pajak Masukan atas perolehan dan pemeliharaan barang modal yang
telah dikreditkan
T : masa manfaat barang modal (untuk bangunan : 10 tahun & untuk
barang Modal lainnya : 5 tahun)

b. Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan BKP dan/atau JKP yang :
 Nyata-nyata digunakan untuk unit atau kegiatan yang atas penyerahan hasil
dari unit atau kegiatan tersebut tidak terutang PPN atau terutang PPN tetapi
PPNnya ditanggung Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan PPN tidak
dapat dikreditkan
 Nyata-nyata digunakan untuk kegiatan usaha yang akan menghasilkan
penyerahan yang terutang PPN dapat dikreditkan
 Digunakan baik untuk kegiatan yang akan menghasilkan penyerahan terutang
PPN maupun untuk kegiatan yang akan menghasilkan penyerahannya yang
PPNnya ditanggung oleh Pemerintah atau dibebaskan dari pengenaan PPN
dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut dalam masa pajak
yang sama, kemudian setelah akhir tahun buku wajib menghitung kembali
bagian Pajak Masukan tersebut yang akan dibayar kembali ke Kas Negara
dengan cara :
Untuk Barang Modal : X/Y x PM/T
Untuk bukan Barang Modal : X/Y x PM

X : Jumlah seluruh peredaran selama satu tahun buku yang tidak terutang
PPN atau PPN ditanggung Pemerintahatau dibebaskan dari PPN
Y : Jumlah seluruh peredaran dalam satu tahun buku
PM : Pajak Masukan yang telah dikreditkan

39 | P a g e
T : Masa manfaat barang modal (untuk bangunan : 10 tahun & untuk
barang modal lainnya : 5 tahun)

c. Hasil penghitungan kembali PM tersebut tidak perlu dibayar langsung ke Bank


Persepsi atau Kantor Pos dan Giro tetapi cukup diperhitungkan didalam SPT Masa
PPN
d. Harus dilakukan paling lambat bulan ketiga setelah akhir tahun buku
menggunakan lampiran SPT Masa PPN formulir 1195 B3
e. Jika masa manfaat tersebut sudah lewat, tidak perlu dilakukan penghitungan
kembali.

H. PEMUNGUT PPN
1. Pemungut PPN
Berdasarkan Pasal 16A UU PPN Jo Kep Pres Nomor 56 tahun 1988, Pemungut
PPN adalah :
 Instansi Pemerintah :
a. Kantor Perbendaharaan Negara
b. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
 Badan-badan tertentu :
a. Pertamina
b. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang
Pertambangan
c. Badan Usaha Milik Negara dan Daerah
d. Bank Pemerintah dan Bank Pembangunan Daerah
Berdasarkan Kepeutusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 mulai 1 Januari
2004 pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM adalah Bendaharawan
pemerintah dan kantor perbendaharaan dan kas negara.

2. Objek Pemungutan di Bidang PPN


Obyek pemungutan di bidang PPN :
1) Setiap pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN, kecuali :

40 | P a g e
a. Pembayaran yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 500.000 termasuk
PPN/PPnBM dan tidak merupakan jumlah yang terpecah-pecah
b. Pembayaran untuk pembebasan tanah
c. Pembayaran atas penyerahan BKP yang PPNnya ditanggung oleh
Pemerintah
d. Pembayaran BBM dan Non BBM yang penyerahannya dilakukan oleh
Pertamina
e. Pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh PT Telkom
f. Pembayaran atas Jasa Angkutan Udara Dalam Negeri
g. Pembayaran kepada perseorangan yang mnyewakan ruangan atau rumah
tinggal yang nilai sewa seluruhnya tidak melebihi Rp 30.000.000 setahun
h. Pembayaran untuk penyerahan bukan BKP dan bukan JKP
i. Pembayaran untuk penyerahan JKP yang dilakukan oleh Instansi
Pemerintah yang menjalankan fungsi Pemerintah
j. Pembayaran atas penyerahan JKP yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah
kepada Instansi Pemerintah lainnya sepanjang dananya berasal dari
APBN/D dan Instansi Pemerintah yang menerima pembayaran
memasukkannya kedalam Mata Anggaran penerimaan instansi tersebut
k. Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang tidak
didasarkan atas kontrak.

2) Pembayaran kepada Rekanan non PKP atau non NPWP yang menyerahkan
BKP atau JKP berdasarkan kontrak /purchase order

3. Objek Pemungutan di Bidang PPnBM


Dalam hal Pemungut PPN melakukan pembayaran kepada Rekanan non Pabrikan
atas penyerahan BKP yang Tergolong Mewah, maka tidak perlu memungut PPnBM
karena atas penyerahan ini hanya terutang PPN, tidak terutang PPnBM.

41 | P a g e
4. Mekanisme Pemungutan
1) Saat pajak terutang adalah pada saat pembayaran. Dalam pasal 30 PP nomor
50/ 1994 ditetapkan bahwa pajak yang terutang dipungut pada saat
pembayaran oleh Pemungut PPN

2) Pada saat PKP Rekanan memasukkan tagihan diwajibkan membuat :


a. Faktur Pajak yang sudah diisi lengkap
b. SSP yang hanya diisi Identitas PKP Rekanan dan Jumlah PPN terutang,
sedangkan kolom Masa Pajak dan tanggal pembuatan serta tanda tangan
dikosongi

3) Faktur Pajak dibuat rangkap 3 (tiga) dengan peruntukan :


Lembar ke-1 : untuk Pemungut PPN
Lembar ke-2 : untuk PKP yang bersangkutan
Lembar ke-3 : untuk kepala KPP melalui Pemungut PPN

4) SSP dibuat rangkap 5 (lima) dengan peruntukan : Lembar ke-1 : untuk PKP
Rekanan
Lembar ke-2 : untuk KPP melalui KPKN
Lembar ke-3 : untuk PKP Rekanan guna dilampirkan pada SPT Masa PPN
Lembar ke-4 : untuk Bank Persepsi / Kantor Pos dan Giro
Lembar ke-5 : untuk Pemungut PPN

5) Dalam hal Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah bertindak


sebagai Kasir dari Bendaharawan Pemerintah, maka Faktur Pajak dan SSP
yang diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui Bendaharawan. Yang
diwajibkan memungut dan melapor adalah Bank yang bersangkutan

6) Saat Pelaporan
a. Bagi Bendaharawan / KPKN selaku Pemungut PPN, pajak yang telah
dipungut dan telah disetor ke Kas Negara melalui Bank Persepsi selambat-

42 | P a g e
lambatnya tanggal 7 bulan berikutnya dan dilaporkan ke KPP selambat-
lambatnya tanggal 14 pada bulan yang sama dengan bulan setoran
b. Bagi badan-badan tertentu selaku Pemungut PPN, pajak yang telah
dipungut dan telah disetor ke Kas Negara selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya, wajib dilaporkan kepada KPP selambat-lambatnya
tanggal 20 pada bulan yang sama dengan bulan dilakukan setoran
c. Atas pembayaran yang tidak wajib dipungut PPN/PPnBM, tetap
dilaporkan dengan cara mencantumkan sebagai catatan pada halaman yang
kosong yang terdapat pada formulir Laporan Pemungutan PPN/PPnBM
d. Bagi PKP Rekanan, jumlah pembayaran yang telah diterima dari
Pemungut PPN dilaporkan dalam SPT Masa PPN pada masa pajak
diterima pembayaran, apabila pembayaran diterima dari KPKN, dilaporkan
dalam SPT Masa PPN pada masa pajak sesuai dengan tanggal mesin kas
register.

5. Pengawasan dan Sanksi


Pengawasan dan Sanksi yang dapat diterapkan terhadap Pemungut PPN dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1) Berdasarkan pasal 6 dan pasal 9 Keputusan Menteri Keuangan nomor
1287/KMK.04/1988. Bagi Bendarawan selaku Pemungut PPN yang tidak
melaksanakan kewajibannya dengan baik dapat dikenakan sanksi melalui :
a. Pengawasan yang dilakukan oleh KPKN dengan cara tidak menyetujui
permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan oleh Bendaharawan
b. Pengawasan dilakukan juga oleh Kepala KPP dengan cara mengirim Surat
Tegoran kepada Bendaharawan yang belum menyampaikan laporan
tentang pemungutan dan penyetoran PPn/PPnBM yang telah dilakukan.
Surat Tegoran ini ditembuskan kepada Kepala KPKN yang bersangkutan

2) Berdasarkan Surat Edaran Seri PPN-133 diberikan penegasan lebih lanjut


bahwa bagi KPKN dan Bendaharawan yang tidak melaksanakan
kewajibannya, dapat dikenakan sanksi di bidang Kepegawaian atau bahkan
apabila memenuhi unsur pidana dapat dikenakan sanksi pidana

43 | P a g e
6. Ketentuan Khusus
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 238/ KMK.04/1996, dilakukan
penunjukan perusahaan operator telepon seluler sebagai Pemungut PPN atas Impor
dan/atau penyerahan pesawat telepon.
Sebagai petunjuk pelaksanaannya adalah Surat Edaran DirJen Pajak nomor SE-
15/PJ.531/1996 yang menegaskan bahwa Perusahaan Operator Telepon Seluler juga
berkedudukan sebagai PKP yang wajib memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang
terutang atas penyerahan jasa pengaktifan dan pulsa atas telepon seluler.
Kewajiban Perusahaan Operator Telepon Seluler sebagai PKP adalah sebagai
berikut :
1) Besarnya PPN yang harus dipungut atas telepon seluler yang akan diaktifkan
adalah :
a. Dalam hal merk ponsel tersebut terdaftar dan operator adalah ATPM/Dealer
dari ponsel tersebut, maka PPN yang harus dipungut sebesar 10 % dari harga
ponsel ditambah biaya pengaktifan
b. Dalam hal ponsel tersebut terdaftar dan operatornya bukan dealer dari ATPM
dan ponsel tersebut didukung dengan Faktur Pajak dari ATPM/Dealer, maka
besarnya PPN yang dipungut sebesar 10 % dari biaya pengaktifan
c. Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer
dari ATPM dan ponsel tersebut tidak didukung oleh Faktur Pajak, maka
besarnya PPN yang harus dipungut adalah adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 +
biaya pengaktifan)
d. Dalam hal ponsel tersebut merknya terdaftar dan operatornya bukan dealer
dari ATPM dan ponssel didukung Faktur Pajak yang bukan dari ATM/dealer,
maka besarnya PPN yang harus dipungut adalah 10 % dari (Rp 4.000.000 –
DPP yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya pengaktifan)
e. Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan ponsel tersebut
didukung dengan Faktur Pajak, besarnya PPN yang dapat dipungut adalah 10
% dari (Rp 4.000.000 – DPP yang tercantum dalam Faktur Pajak + biaya
pengaktifan)

44 | P a g e
f. Dalam hal ponsel tersebut merknya tidak terdaftar dan tidak didukung dengan
Faktur Pajak , besarnya PPN yang harus dipungut adalah 10 % dari Rp
4.000.000 + biaya pengaktifan

2) PPN wajib dipungut pada saat pengaktifan ponsel oleh operator


3) Pelaporan menggunakan SPT Masa PPN 1195
4) Saat penyetoran dan pelaporan mengikuti mekanisme yang sudah ada.

45 | P a g e
Contoh :

1. PKP "A" bulan Januari 1996 menjual tunai


kepada PKP "B" 100 pasang sepatu
@ Rp.100.000,00 = Rp 10.000.000,00
PPN terutang yang dipungut oleh
PKP"A" (10% x Rp.10.000.000,00) = Rp 1.000.000,00
Jumlah yang harus dibayar PKP "B" = Rp.11.000.000,00

2. PKP "B" dalam bulan Januari 1996 :


 Menjual 80 pasang sepatu @ Rp.120.000,00 = Rp. 9.600.000,00
 Memakai sendiri 5 pasang sepatu untuk pemakaian sendiri, DPP adalah harga
jual tanpa menghitung laba kotor, yaitu Rp 100.000,- per pasang = Rp
500.000,00

PPN yang terutang :


Atas penjualan 80 pasang sepatu
(10% x Rp.9.600.000,00) = Rp 960.000,00
Atas pemakai sendiri
(10% x Rp.500.000,00) = Rp 50.000,00
Jumlah PPN terutang = Rp 1.010.000,00

3. PKP Pedagang Eceran (PE) "C" menjual


 BKP seharga = Rp 10.000.000,00
 Bukan BKP = Rp 5.000.000,00
Rp 15.000.000,00

PPN yang terutang


(10% x Rp.10.000.000,00) = Rp. 1.000.000,00
PPN yang harus disetor
(10% x 20% x Rp.15.000.000,00) = Rp. 300.000,00

46 | P a g e
4. PKP "D" pabrikan yang menghasilkan mesin cuci pakaian. Mesin cuci pakaian
dikategorikan sebagai BKP yang tergolong mewah dan dikenakan PPn BM
dengan tarif sebesar 20%. Dalam bulan Januari 1996 PKP "D" menjual 10 buah
mesin cuci kepada PKP "E" seharga Rp.30.000.000,00.
 PPN yang terutang
(10% x Rp.30.000.000,00) = Rp 3.000.000,00
 PPn BM yang terutang
(20% x Rp. 30.000.000,00) = Rp 6.000.000,00
PPN dan PPn BM yang terutang PKP "D" = Rp. 9.000.000,00

5. PKP "E" bulan Januari 1996 menjual 10 buah mesin cuci tersebut diatas seharga
Rp.40.000.000,00

PPN yang terutang


(10% x Rp.40.000.000,00) = Rp. 4.000.000,00

Catatan :
PKP "E" tidak boleh memungut PPn BM, karena PKP "E" bukan pabrikan dan
PPn BM dikenakan hanya sekali.

Jasa kena pajak


1. PT. X membangun outlet dengan luas bangunan 200 m2 dengan biaya Rp
500.000.000,-
Jawaban :
DPP 40% x Rp 500.000.000 = Rp 200,000,000
PPN 10% x Rp 200.000.000 = Rp 20,000,000

2. PT. Samsung pabrik AC harga jual Rp 4.000.000,- termasuk PPN BM 20%


PPN (Rp 4.000.000 x 10%) = Rp 400,000
PPn BM (Rp 4.000.000 x 20% ) = Rp 800,000
Harga Jual = Rp 4,000,000
Yang harus dibayar = Rp 5,200,000

47 | P a g e
Nilai Import
3. Cost insurance freigh (CIF) US$ 20.000
Nilai konversi Rp 9.500/US$
Bea masuk 20%
Jawaban :
Nilai import (US$ 20.000,- x Rp 9.500,-) = Rp 190,000,000
Bea masuk 20% x Rp 190.000.000,- = Rp 38,000,000
DPP = Rp 228,000,000

PPN 10% = Rp 22,800,000


PPN BM 20% = Rp 45,600,000
Yang harus dibayar = Rp 68,400,000

4. PT. Korindo Motors mendapatkan tagihan dari PT. Suzuki atas pembelian mobil Rp
375.000.000,- termasuk PPN dan PPN BM 40%
PPN BM 50/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 125,000,000
PPN 10/150 x Rp 375.000.000,- = Rp 25,000,000
Jumlah = Rp 150,000,000

Harga = Rp 375,000,000
PPN BM = Rp (125,000,000)
PPN = Rp (25,000,000)
Jumlah yang harus dibayar = Rp 225,000,000

48 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai