Anda di halaman 1dari 68

Akuntansi Pajak

PPh 21/26, PPh 22, dan


PPh 24
Kelompok 2
202050022 202050158 202050245
Prayogo Bunnawa Natasha Olivia Adeline Kezia Putri

2020500249 202050284
Erlinda Engita Tiffany Luvenia
202050299
Adriel Rizqi Alfyansyah

202050320 202050415
Olta Laurensia Bianca Yip Aprillian
PPh
Pasal 21/26
Pajak atas penghasilan, yang
mencakup gaji, upah, honorarium,

PAJAK tunjangan, dan pembayaran lain


dengan nama atau dalam bentuk

PENGHASILAN apapun, yang berhubungan dengan


pekerjaan atau jabatan, serta jasa

PASAL 21/26
dan kegiatan yang dilakukan oleh
OP subjek pajak dalam negeri dan
luar negeri.
TUJUAN PEMUNGUTAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26
Bertujuan agar setiap transaksi bisnis berhubungan dengan Wajib
Pajak Luar Negeri. Hal tersebut bertujuan agar bisnis yang
berhubungan dengan Wajib Pajak Luar Negeri dapat memberikan
kontribusi bagi pendapatan negara.
PEMOTONG
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26
• Pemberi Kerja yang terdiri dari OP dan badan, baik pusat maupun
cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
• Bendahara atau pemegang kas pemerintah
• Dana Pensiun, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala
• Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerja bebas
• Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi
bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, dan
lembaga lainnya
OBJEK PAJAK PENGHASILAN
PASAL 21/26
Penghasilan Penghasilan
Tetap dan Teratur Tidak Tetap dan Tidak Teratur

Artinya, penghasilan yang Artinya, penghasilan yang


diterima oleh Pegawai, seperti diterima oleh Pegawai, Bukan
gaji dan tunjangan. Pegawai, dan Peserta
Kegiatan, seperti honor
kegiatan, honor narasumber,
dll.
Subjek PPh Pasal 21/26
• Pegawai;
• Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
(diatur berdasarkan ketentuan khusus);
• Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa;
• Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak
merangkap sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
• Mantan pegawai; dan/atau
• Peserta kegiatan
Bukan Subjek PPh Pasal 21/26
• Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari
negara asing, dan WNA yang diperbantukan kepada mereka
sepanjang tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik;
• WNA pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
ketentuan PMK, sepanjang tidak menjalankan usaha atau kegiatan
atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21/26

No. Keterangan Dasar Pengenaan & Pemotongan

Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - Iuran yang dibayar


1. Pegawai tetap
pegawai - PTKP

2. Penerima pensiun berkala Penghasilan Bruto - Biaya Jabatan - PTKP

Pegawai tidak tetap dengan penghasilan bulanan atau


3. Penghasilan Bruto - PTKP
kumulatif bulanan tidak melebihi Rp4.500.000

Bukan pegawai yang menerima imbalan berkesinambungan


4. 50% x (Penghasilan Bruto - PTKP per bulan)
dari satu pemberi kerja
No. Keterangan Dasar Pengenaan & Pemotongan

Bukan pegawai yang menerima imbalan berkesinambungan lebih dari satu


5. 50% x Penghasilan Bruto
pemberi kerja

Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja harian lepas dengan upah harian,
mingguan, satuan, borongan yang secara kumulatif bulanan tidak melebihi
6. Jumlah Penghasilan - Rp450.000
Rp4.500.000 dan penghasilan sehari atau rata-rata penghasilan sehari melebihi
Rp450.000

7. Bukan pegawai yang menerima imbalan tidak berkesinambungan 50% x Penghasilan Bruto

8. Kecuali poin nomor 1 sd. 7 Penghasilan Bruto

9. Orang pribadi subjek pajak luar negeri Penghasilan Bruto


Keterangan:
Penghasilan Bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu periode atau pada
saat dibayarkan

Biaya Jabatan = 5% x Penghasilan Bruto


• Maksimal Rp500.000 sebulan atau Rp6.000.000 setahun untuk pegawai tetap
• Maksimal Rp200.000 sebulan atau Rp2.400.000 setahun untuk penerima pensiun berkal

Iuran yang dibayar pegawai adalah iuran yang diberikan oleh pegawai ke dana pensiun yang disahkan Menkeu atau
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang disahkan Menkeu.

PTKP dihitung berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender, besarnya PTKP adalah sebagai berikut:
• Rp54.000.000 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
• Rp4.500.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
• Rp4.500.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan
lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maks 3 orang untuk setiap keluarga.
Tarif PPh Orang Pribadi
Ketentuan tarif progresif untuk orang pribadi yang berlaku sejak Tahun Pajak 2022 berdasarkan UU HPP.
Tarif ini akan dikenakan 120% lebih tinggi terhadap mereka yang tidak memiliki NPWP.

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

1. Rp0 s.d. Rp60.000.000 5%

2. di atas Rp60.000.000 s.d. Rp250.000.000 15%

3. di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 25%

4. di atas Rp500.00.000 s.d. Rp5.000.000.000 30%

5. di atas Rp5.000.000.000 35%

Penghasilan orang pribadi subjek pajak luar negeri akan dikali tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% bersifat
final.
KEWAJIBAN
PELAPORAN
PPH PASAL 21/26
• Pelaporan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dilakukan melalui SPT
Masa PPh Pasal 21/26.

• SPT Masa wajib dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa


pajak berakhir.

• SPT Masa PPh Pasal 21/26 (Januari – November) Nihil tidak wajib
dilaporkan.

• PPh Pasal 21/26 yang dipotong pada Masa Pajak Desember Nihil,
wajib melakukan pelaporan.
JURNAL AKUNTANSI
&
PERHITUNGAN
PPH PASAL 21/26
Pak Andi adalah seorang karyawan swasta yang
belum menikah
1. Pemberi Kerja
Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0,
mendapat gaji kotor beserta tunjangan dan penghasilan lainnya
selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi penghasilan
ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp21,000,000.
1. Pemberi Kerja
Aldi merupakan karyawan PT Sukses Sejahtera dengan status TK/0,
mendapat gaji kotor beserta tunjangan dan penghasilan lainnya
selama setahun sebesar Rp180,000,000. Dari informasi penghasilan
ini, diketahui potongan PPh Pasal 21 sebesar Rp21,000,000.
2. Penerima Kerja
Penerima kerja membuat jurnal penyesuaian untuk pph 21 yang
menjadi piutang. Penyesuaiannya dilakukan setelah karyawan
menerima bukti potong setoran pph 21 yang dilakukan oleh pemberi
kerja, dalam hal ini perusahaan tempatnya bekerja.
2. Penerima Kerja
Penerima kerja membuat jurnal penyesuaian untuk pph 21 yang
menjadi piutang. Penyesuaiannya dilakukan setelah karyawan
menerima bukti potong setoran pph 21 yang dilakukan oleh
pemberi kerja, dalam hal ini perusahaan tempatnya bekerja.
SOAL
PT Elex Media Super adalah perusahan penerbit buku asal
Indonesia. Di bulan April 2021, perusahaan ini harus
membayar royalti senilai Rp100.000.000 kepada Honda
Fujiro selaku pengarang komik berjudul “Lizard Ball”.
Berapa PPh 26 dari royalti tersebut?
JAWABAN
PPh 26 = 20% x Penghasilan Bruto

PPh 26 = 20% x Rp100.000.000

PPh 26 = Rp20.000.000
Jurnal akuntansi yang muncul
pasal

PPh 22
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 22
Pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan
barang dan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha
dibidang lainnya
Tujuan Pemungutan
PPh 22
Sebagai upaya meningkatkan peran serta masyarakat dalam
mengumpulkan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk
tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat
waktu.
Pemungut Pajak
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC)
2. Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
3. Bendahara pengeluaran
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah
Membayar yang diberikan delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
6. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan
7. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang
batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
Pemungut Pajak
8. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi
9. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM),
dan importir umum kendaraan bermotor
10. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
11. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No.90/PMK.03/2015,
pemerintah menambahkan pemungut PPh Pasal 22 dengan wajib pajak badan
yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Objek PPh Pasal 22
1. Impor Barang
2. Ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan
logam yang dilakukan oleh eksportir
3. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJA,
bendaharawan pemerintah pusat/daerah, BUMN/BUMD yang dananya dari
belanja negara/daerah
4. Penjualan bahan bakar minyak, gas dan pelumas
5. Penjualan hasil produksi tertentu (semen,kertas, baja, otomotif, farmasi)
di dalam negeri kepada distributor
Objek PPh Pasal 22

6. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri


7. Pembelian bahan dari pedagang pengumpul
8. Pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, dan badan atau orang pribadi pemegang
izin usaha pertambangan
9. Penjualan emas batangan di dalam negeri
Bukan Objek PPh Pasal 22
1. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau PPN
3. Impor sementara
4. Impor kembali (re-impor)
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak
6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor
7. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Tarif Umum
1,5 x Harga Beli (tidak termasuk PPN)
*jika rekanan tidak memiliki NPWP, maka
diberlakukan tarif 100% lebih tinggi
Tarif PPh Pasal 22
1. Atas impor
• yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x nilai impor
• non-API = 7,5% x nilai impor
• yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD =
1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final.)

3. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri ditetapkan berdasarkan Keputusan DJP, yaitu:
• Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)
• Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)
• Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
• Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)
• Farmasi = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)
4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar
minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
a. Bahan bakar minyak sebesar
• 0.25% dari penjualan tidak tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada SPBU
Pertamina
• 0.3% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai untuk penjualan kepada SPBU
Pertamina
b. Bahan bakar gas sebesar 0.3% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai
c. Pelumas sebesar 0.3% dari penjualan tidak termasuk pajak pertambahan nilai

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul
ditetapkan = 0,25 % x harga pembelian (tidak termasuk PPN)

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang menggunakan API = 0,5% x nilai
impor
7. Atas penjualan
• Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp 20.000.000.000,-
• Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp 10.000.000.000,-
• Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
• Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp
10.000.000.000,- dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
• Kendaraan bermotor roda 4 pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport
utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih
dari Rp 5.000.000.000,- dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga
jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.

8. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau
eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk
sebagai pemungut PPh 22 dari pedagang pengumpul maka dikenakan 0.25% dari harga pembelian
tidak termasuk pajak pertambahan nilai.
Tarif Pajak Bagi WP yang Tidak
Ber-NPWP

Bagi WP yang tidak memiliki NPWP akan dipungut PPh Pasal 22 dengan tarif
lebih tinggi 100% dari/dibanding tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat
menunjukkan NPWP.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan
1. PPh pasal 22 atas impor
- Dengan LKP (Laporan Kebenaran Pemeriksaan) PPh pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa
dengan menggunakan formulir SSPCP yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak)
- Tanpa LKP (PPh pasal 22 dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan Cukai)
- PPh Pasal 22 atas impor barang yang dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank
persepsi, atau bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 hari setelah
pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan paling lambat 7 hari setelah batas waktu
penyetoran pajak berakhir.
- Dalam hal impor dilakukan oleh Importir, harus melunasi sendiri PPh Pasal 22 yang terutang.
- PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal
Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak
2. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah
Pusat/Daerah dan KPA

- PPh Pasal 22 yang dipungut, disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan
pembayaran atas penyerahan barang.
- Penyetoran PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah dengan menggunakan SSP
yang diisi atas nama Wajib Pajak rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan
Pemerintah tersebut. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak.
- Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa
Pajak berakhir
3. Pembayaran oleh Bendahara Pengeluaran
- PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP
Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. –
- Dilaporkan ke KPP paling lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

4. Pembayaran oleh KPA atau pejabat penerbit SPM


- PPh Pasal 22 atas pembelian barang disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP
Wajib Pajak penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP dan
menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak
berakhir.
5. PPh Pasal 22 atas industri tertentu
- Pemungutan dan penyetoran dilakukan oleh pemungut pajak atas nama Wajib Pajak
yang dipungut
- Pemungut harus menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
- Atas penjualan industri tertentu dipungut pada saat penjualan.
- Penyetorannya dilakukan secara kolektif paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya.

6. Bahan Bakar Minyak Jenis Premix, Super TT, dan Gas


- Dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak (penyalur, dealer, agen) sebelum Surat Perintah
Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.
7. Hasil Perhutanan, Perkebunan, Pertanian, dan
Perikanan

- Dipungut pada saat pembelian.


- Dipungut dan disetor oleh badan usaha industri dan eksportir yang melakukan
pembelian atas nama Wajib Pajak Penjual.
- Pemungut menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22.
- Penyetoran PPh Pasal 22 dilakukan secara kolektif paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya
Kewajiban Pelaporan
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak wajib melaporkan hasil
pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor
Pelayanan Pajak.

- Semua Pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan
sebagai pembayaran PPh dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut,
kecuali atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh
Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
kepada penyalur/agen
JURNAL AKUNTANSI
PPH PASAL 22
PT Wahana adalah distributor tunggal semen Tiga Roda
menjual semen seharga Rp 400.000.000 kepada PT Nakula
secara tunai. Tarif PPh Pasal 22 sebesar 0.25% dari DPP
PPN

Ayat Jurnal yang disusun oleh PT Wahana (pihak pemungut)


• Saat terjadi transaksi

PPh Pasal 22 tidak bersifat final


2. Saat penyetoran PPh Pasal 22

Ayat Jurnal yang disusun oleh PT Nakula (pihak yang dipungut)


1. Saat membeli barang

PPh Pasal 22 tidak bersifat final


2. Saat pengkreditan pajak

PPh Pasal 22 tidak bersifat final


PT Makmur mengimpor bahan baku dari Malaysia seharga US$
1.100. Nilai Kurs bank pada transaksi US$ 1 = Rp 14.200. Nilai kurs
pajak saat itu adalah US$ 1 = Rp 14.100.
Maka perhitungan pajaknya adalah sebagai berikut.
Nilai Impor = (1.100 x Rp 14.200) = Rp 15.620.000
PPN Impor = 10% x Rp 15.620.000 = Rp 1.562.000
PPh Pasal 22 = 2.5% x Rp 15.620.000 = Rp 390.500

Ayat Jurnal yang dicatat PT Makmur adalah sebagai berikut.

PPh Pasal 22 bersifat final


Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas
pembayaran oleh Bendahara

PT. Prioritas Motor pada Tanggal 10 Maret 2018 menjual 10 unit Sepeda Motor
kepada Bendahara Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bekasi dengan nilai
pengadaan Rp.150.000.000,-.

Penghitungan PPh Pasal 22 = 1,5 % x 150.000.000 = Rp 2.250.000


Pada saat pembayaran kepada PT. Prioritas Motor, Bendahara Dinas
Pendapatan Daerah Kab. Bekasi membayar sebesar Rp 150.000.000 – Rp
2.250.000 = Rp 147.750.000

Atas pembelian sepeda motor tersebut bendahara Dinas Pendapatan Daerah


Kab. Bekasi mempunyai kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan Pasal
22 sebesar Rp 2.250.000 serta harus memberikan SSP PPh Pasal 22 tersebut
kepada PT. Prioritas Motor. SSP disetor atas nama PT. Prioritas Motor dan
ditandatangani bendahara Dinas Pendapatan Daerah Kab. Bekasi.
Jurnal PT Prioritas Motor
Piutang Dagang 165.000.000
Penjualan 150.000.000
PPN Keluaran 15.000.000

Pada saat menerima pembayaran dari Bendahara Dinas Pendapatan Daerah


Kab. Bekasi
Kas 147.750.000
Uang Muka – PPh Pasal 22 2.250.000
Piutang Dagang 150.000.000
PPN Keluaran 15.000.000
Piutang Dagang 15.000.000
PPh
Pasal 24
PAJAK PENGHASILAN
PASAL 24
Merupakan pajak penghasilan yang dikenakan atas
penghasilan yang diterima dari luar negeri.
Pajak Berganda pada PPh Pasal
24
Pajak berganda terjadi jika negara sumber penghasilan tersebut dan di Indonesia sama-sama
mengenakan pajak.
Untuk menghindari hal tersebut, maka pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri tersebut
boleh dikreditkan terhadap pajak yang terutang dalam tahun pajak yang sama.
PENGGABUNGAN PENGHASILAN
DARI LUAR NEGERI
Jumlah pajak yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh wajib pajak adalah
dengan menggabungkan penghasilan dari dalam negeri maupun luar negeri (World Wide
Income), dengan ketentuan:
• Penghasilan dari usaha, penghasilan lainnya, dan deviden dilakukan dalam tahun
pajak perolehannya tersebut.
• Kerugian yang berasal dari luar negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak di Indonesia.
Contoh

PT. X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan netto dalam tahun 2021 adalah sebagai
berikut:
• Penghasilan netto dalam negeri sebesar Rp. 12.000.000
• Di Singapura memperoleh deviden Rp. 1.000.000, dipotong di negaranya sebesar 38%.
• Di Australia memperoleh penghasilan netto sebesar Rp. 2.000.000
• Di Malaysia menderita Rugi sebesar Rp. 4.000.000
• Penghasilan bunga semester II tahun 2021 Rp. 100.000 dari Bank Hongkong akan diterima
pada Bulan Maret 2022.

Berapa total penghasilan PT. X yang telah digabung?


Jawab
Penghasilan PT X yang boleh digabung:
Penghasilan dalam negeri
Rp. 12.000.000
Deviden dari Singapura Rp. 1.000.000

Penghasilan dari
Rp. 2.000.000
Australia
TOTAL Rp. 15.000.000
Jawab
Di Singapura memperoleh deviden Rp. 1.000.000,
dipotong di negaranya sebesar 38%.
Jurnal:
Bank Rp. 620.000
Pajak dibayar dimuka - PPh pasal 24 Rp. 380.000
Penghasilan deviden Rp. 1.000.000
Jawab
Penghasilan PT X yang boleh digabung:
Penghasilan dalam negeri
Rp. 12.000.000
Deviden dari Singapura Rp. 1.000.000

Penghasilan dari
Rp. 2.000.000
Australia
TOTAL Rp. 15.000.000
Jawab
Di Singapura memperoleh deviden Rp. 1.000.000,
dipotong di negaranya sebesar 38%.
Jurnal:
Bank Rp. 620.000
Pajak dibayar dimuka - PPh pasal 24 Rp. 380.000
Penghasilan deviden Rp. 1.000.000
MEKANISME PENGKREDITAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

• Pajak penghasilan yang terutang di luar negeri dapat dikreditkan dengan pajak
penghasilan yang terutang di Indonesia.

• Pengkreditan PPh yang dibayar di luar negeri dilakukan dalam tahun pajak
digabungkannya penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di
Indonesia.
BATAS MASIMUM KREDIT
PAJAK LUAR NEGERI
Jumlah pajak luar negeri yang dapat dikreditkan hanya
atas pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak di Luar
Negeri Diambil jumlah yang terendah dengan setinggi-
tingginya sama dengan jumlah pajak yang terutang.
Cara menentukan batas maksimum kredit pajak yang
diambil adalah yang terendah antara 3 unsur berikut :
1. Jumlah pajak terhutang yang dibayar di luar negeri
2. Penghasilan LN X PPh terhutang atas seluruh
penghasilan PKP
3. Jumlah pajak yang terhutang untuk seluruh PKP
apabila PKP < Penghasilan dari luar negeri
Batas maksimum kredit pajak tiap
negara
Apabila penghasilan dari Penghasilan Kena Pajak
luar negeri berasal dari (PKP) yang dikenakan
beberapa negara, maka PPh Final (Pasal 4 ayat
penghitungan PPh Pasal (2) dan penghasilan yang
24 dilakukan untuk dikenakan pajak
masing-masing negara. tersendiri tidak dapat
digabungkan dengan
penghasilan lainnya, baik
yang diperoleh dari
Dalam Negeri maupun
dari Luar Negeri.
BATAS MAKSIMUM KREDIT PAJAK TIAP
NEGARA
Apabila karena pembetulan
SPT tersebut menyebabkan
PPh kurang dibayar, maka
atas kekurangan bayar
Dalam hal jumlah tersebut tidak dikenakan
PPh yang dibayar
Dalam hal terjadi sanksi bunga.

atau terutang di luar perubahan besarnya


negeri melebihi PPh penghasilan yang berasal
Pasal 24 yang dapat dari luar negeri, wajib
dikreditkan, pajak harus melakukan
kelebihan tersebut
tidak dapat
pembetulan SPT Tahunan Apabila karena pembetulan
SPT tersebut menyebabkan
diperhitungkan di yang bersangkutan lebih bayar, maka atas

tahun berikutnya, dengan melampirkan kelebihan


tersebut dapat dikembalikan
tidak boleh dokumen-dokumen yang kepada wajib pajak setelah
dibebankan sebagai berkenaan dengan diperhitungkan dengan utang
biaya, dan tidak pajak lainnya.

dapat direstitusi.
perubahan tersebut.
Pelaksanaan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan PPh Luar Negeri, wajib
pajak wajib menyampaikan permohonan ke KPP bersamaan
dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
- Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar
negeri
- Foto kopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di
luar negeri
- Dokumen pembayaran PPh di luar negeri.
Terima kasih!

Anda mungkin juga menyukai