Comprehensive
Transfer Pricing
Cosmas Budiyantoro, S.E., SH., M.A.
(Tax)., BKP., CMA., CERA.
11 Januari 2024
09.00 ~ 12.00 WIB
Ketentuan Umum
Penerapan PKKU
Kewajiban Wajib Pajak TP
Doc
Ketentuan Umum
PKKU
APA
TP Doc
MAP
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
Titik kewajaran adalah titik indikator harga yang terbentuk dari satu atau
lebih pembanding yang memiliki nilai indikator harga yang sama.
Sementara itu, rentang kewajaran merupakan rentang indikator harga
yang terbentuk dari dua atau lebih pembanding yang memiliki nilai
indikator harga yang berbeda.
Bagaimana menetapkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha?
Kedua, melakukan analisis industri yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha dalam industri tersebut.
Ketiga, mengidentifikasi hubungan komersial dan/atau keuangan antara Wajib Pajak dan para pihak
afiliasi dengan melakukan analisis atas kondisi transaksi.
Keempat, melakukan analisis kesebandingan. Kelima, menentukan metode penentuan harga transfer.
Keenam, menerapkan metode penentuan harga transfer dan menentukan harga wajar atas transaksi
yang dipengaruhi hubungan istimewa.
“Kondisi transaksi ini berkaitan dengan karakteristik ekonomi yang relevan untuk menentukan harga
transfer wajar, seperti ketentuan kontraktual, baik tertulis atau tidak tertulis. Kemudian, fungsi yang
dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak yang
bertransaksi. Terdapat pula karakteristik produk (barang atau jasa) yang ditransaksikan bagaimana.
Lalu, keadaan ekonomi, termasuk strategi bisnis yang dijalankan para pihak yang bertransaksi
Metode pengujian Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha
Empat metode pengujian dalam PMK Nomor 22 Tahun 2022, pertama, metode
perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price
method).
“Metode ini sering disebut CUP, yakni metode yang dilakukan dengan membandingkan
harga antara transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang diuji dan transaksi
independen, dan sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa. Hal tersebut bisa meliputi transaksi produk komoditas, transaksi barang atau
jasa dengan karakteristik barang atau jasa yang sama atau serupa dengan karakteristik
barang atau jasa pada transaksi Independen dalam kondisi yang sebanding,” jelasnya.
Kedua, metode harga penjualan kembali (resale price method), metode yang dilakukan
dengan mengurangkan laba kotor wajar distributor atau reseller terhadap harga jual
kembali.
Metode pengujian Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha
Ketiga, metode biaya-plus (cost plus method), yaitu dilakukan dengan menambahkan laba
kotor wajar pabrikan atau penyedia jasa terhadap harga pokok penjualan barang atau jasa.
Metode ini juga harus sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi. Nah, karakteristik itu,
meliputi transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa, dilakukan dengan melibatkan
pabrikan atau penyedia jasa yang membeli bahan baku atau faktor produksi lainnya dari
pihak yang independen. Bisa juga dari pihak afiliasi dengan harga yang telah memenuhi
PKKU. Namun, pabrikan atau penyedia jasa ini tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan
dan tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi yang dipengaruhi
hubungan Istimewa.
Metode pengujian Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha
Keempat, metode lainnya, seperti metode pembagian laba (profit split method, laba
bersih transaksional (transactional net margin), perbandingan transaksi independen
(comparable uncontrolled transaction method), serta penilaian harta berwujud dan/atau
harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset valuation).
Misalnya, menguji software bisa memakai tangible asset and intangible asset valuation.
Pengujiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang mengatur mengenai
standar penilaian yang berlaku, dan sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi
hubungan istimewa, antara lain transaksi pengalihan harta berwujud dan/atau harta
tidak berwujud atau transaksi persewaan harta berwujud, bisa juga transaksi
sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud, transaksi
pengalihan aset keuangan, atau transaksi pengalihan hak sehubungan dengan
pengusahaan wilayah pertambangan dan/atau hak sejenis lainnya
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Pemilihan metode yang akan digunakan dalam
analisis transfer pricing harus
mempertimbangkan beberapa aspek. Aspek-
aspek ini pada umumnya telah dirangkum
dalam suatu aturan yang bisa ditemukan dalam
regulasi transfer pricing setiap negara. Ditinjau
dari sejarah serta intensitas penggunaannya,
aturan mengenai cara pemilihan metode
transfer pricing dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu (i) hierarchy of methods, (ii) best method
rule, dan (iii) the most appropriate method.
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Sifat prioritas dalam pemilihan metode Penerapan aturan ini mengharuskan wajib
berdasarkan hierarchy of methods ini pajak dan otoritas pajak untuk selalu
semakin terlihat ketika transactional memprioritaskan atau mempertimbangkan
profit methods telah diakui sebagai penggunaan metode secara berurutan.
metode yang dipergunakan untuk Dengan urutan sebagai berikut: CUP, RPM.
mengukur kewajaran dari suatu transaksi dan metode C+ baru kemudian TNMM dan
afiliasi. Dengan kata lain, sifat prioritas PSM (lihat Gambar 10.2). Hierarchy of
tersebut dapat dilihat secara jelas dalam methods meletakkan ketiga metode
OECD Guidelines 1995 tradisional yang sudah dikenal sebelumnya
sebagai metode yang harus diprioritaskan.
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Hierarchy of Methods
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Best Method Rule
Best method rule adalah aturan untuk memilih metode yang paling dapat memberikan
pengukuran kewajaran yang dapat diandalkan dengan mempertimbangkan fakta dan
situasi yang ada. Tidak ada suatu hierarki atau prioritas dalam best method rule. Jika suatu
metode ternyata dapat lebih menunjukkan hasil yang paling andal dibandingkan dengan
metode yang diajukan oleh wajib pajak, metode tersebutlah yang harus dipergunakan.
Prioritas untuk memilih metode yang dapat lebih menunjukkan hasil yang paling andal
dinyatakan dalam US Treas. Reg. 1.482-1(c)(1):
II. Kesesuaian metode dengan karakter transaksi afiliasi tersebut, terutama jika ditinjau dari
hasil analisis fungsional;
IV. derajat kesebandingan antara transaksi afiliasi dengan transaksi yang menjadi pembanding
(termasuk jika telah melakukan penyesuaian).
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
The Most Appropriate Method
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement)
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) yang selanjutnya disebut
APA adalah perjanjian tertulis antara:
a) Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak; atau
b) Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas pajak pemerintah Mitra P3B yang
melibatkan Wajib Pajak,
Dalam renegosiasi kesepakatan setelah periode tertentu berakhir ,Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembaruan APA kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi formulir permohonan pembaruan APA sebagaimana
tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini dengan benar, lengkap, dan jelas.
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas penyampaian permohonan pembaruan
APA dan kemudian tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan merupakan tanggal
penerimaan permohonan pembaruan APA.
Berdasarkan permohonan pembaruan APA, Direktur Jenderal Pajak dapat menyepakati 1 (satu) kali
pembaruan APA untuk 1 (satu) Periode APA sejak berakhirnya Periode APA yang telah disepakati
pada APA sebelumnya.
Transfer Pricing
(i) upaya untuk mengalokasikan penghasilan kena pajak ke yurisdiksi yang memiliki tarif
pajak lebih rendah atau
(ii) (ii) upaya untuk mengalokasikan tax-deductible cost ke yurisdiksi yang memiliki tarif
pajak lebih tinggi.
Transfer Pricing
Jika tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan) di negara lain yang menjadi tempat beroperasinya
pihak afiliasi lebih rendah dari tarif PPh Badan domestik, paling tidak terdapat beberapa skema
manipulasi transfer pricing yang dapat dilakukan, misalkan dengan meningkatkan harga beli
impor (overinvoicing) atau menurunkan harga jual ekspor (underinvoicing) untuk transaksi barang
berwujud. Skema lain yang dilakukan juga dapat berupa repatriasi dividen terselubung dari pihak
afiliasi dengan cara menciptakan biaya jasa yang tidak memiliki substansi atau mentransfer aset
tak berwujud ke pihak afiliasi dengan harga yang lebih rendah atau tinggi.
Sejalan dengan latar belakang ini, wajar bila manipulasi transfer pricing kian menjadi perhatian
pemerintah di berbagai negara. Ini terutama disebabkan oleh pertimbangan hilangnya potensi
penerimaan pajak atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Menurut OECD,
praktik pengalihan laba (base erosion and profit shifting) diperkirakan menggerus 4-10%
penerimaan PPh Badan secara global atau sekitar US$100 miliar sampai dengan US$240 miliar
per tahun. Manipulasi transfer pricing merupakan skema pengalihan laba yang paling banyak
digunakan oleh perusahaan multinasional.
Transfer Pricing
1. Dalam hal remedi domestik tersedia bagi wajib pajak, otoritas yang berwenang bisa meminta perjanjian
untuk menunda remedi domestik atau MAP sebelum MAP dijalankan;
2. jika MAP telah ditempuh dan suatu kesepakatan telah tercapai, wajib pajak dapat menolak MAP
tersebut dan menempuh jalur remedi domestik;
3. Bila MAP telah ditempuh dan suatu kesepakatan telah dicapai dan disetujui oleh wajib pajak, otoritas
yang berwenang dapat meminta suatu perjanjian sehingga wajib pajak tak menempuh jalur remedi
domestik; atau
4. Jika remedi domestik ditempuh oleh wajib pajak di suatu negara dan dijalankan sampai dengan selesai,
wajib pajak tersebut hanya dapat menempuh MAP pada negara lainnya. Hal ini dikarenakan banyak
negara beranggapan MAP tidak dapat membatalkan putusan remedi domestik.
Ruang Lingkup
Kewajiban
Kewajiban Menetapkan Harga Transfer
wajar sesuai PKKU
Kewajiban TP Doc
Implementasi PKKU dalam penetapan harga transfer akan sangat tergantung dengan penggunaan
metode transfer pricing yang selama ini berlaku dan diakui. Secara umum metode transfer pricing
terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni metode transaksi tradisional dan metode laba
transaksional.
Metode transaksi tradisional meliputi metode perbandingan harga independen atau Comparable
Uncontrolled Price (CUP), metode harga jual kembali atau Resale Price Method (RPM) dan
metode biaya tambahan atau Cost Plus Method (CPM). Sedangkan yang termasuk dalam kategori
metode laba transaksional adalah Metode margin bersih transaksi atau Transactional Net Margin
Method (TNMM) dan metode bagi hasil atau Profit Split Method (PSM). Selain itu, ada pula
metode transfer pricing lain yang penerapannya di Indonesia mengalami penyesuaian dari waktu
ke waktu.
Kewajiban TP Doc
Pertama, transaksi dengan nilai peredaran bruto tahun pajak sebelumnya dalam satu
tahun pajak melebihi Rp50 miliar.
Kedua, transaksi afiliasi dengan nilai lebih dari Rp20 miliar untuk barang berwujud atau
lebih dari Rp5 miliar untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga,
pemanfaatan barang tidak berwujud, atau transaksi afiliasi lainnya.
Ketiga, transaksi afiliasi dengan pihak afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan
tarif pajak yang lebih rendah daripada tarif pajak yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Pasal
2 ayat (3) PMK 213/2016 juga mengatur kewajiban untuk wajib pajak yang merupakan
entitas induk dari suatu grup usaha dengan peredaran bruto konsolidasi tahun pajak
minimal Rp11 triliun. Mereka juga harus menyusun dan menyimpan dokumen penentuan
harga transfer.
Kewajiban TP Doc
Jika wajib pajak dalam negeri adalah anggota dari grup usaha yang memiliki entitas induk
di luar negeri, wajib pajak harus menyampaikan laporan per negara jika negara tempat
entitas induk berdomisili memenuhi salah satu dari tiga kriteria.
Wajib pajak yang tidak diwajibkan untuk menyusun dan menyimpan dokumen penentuan
harga transfer tetap harus menjalankan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Transfer Pricing Documents
Pasal 1 PMK Nomor 213 Tahun 2016
Hubungan Istimewa adalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
(2) Pihak Afiliasi adalah pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak.
(3) Transaksi Afiliasi adalah transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan Pihak Afiliasi.
Transfer Pricing Documents
Pasal 1 PMK Nomor 213 Tahun 2016
(4) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa yang selanjutnya
disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang mengatur bahwa dalam hal kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
dijadikan sebagai pembanding, harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dimaksud harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau rentang
laba dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang dijadikan
sebagai pembanding.
(5) Penentuan Harga Transfer atau Transfer Pricing yang selanjutnya disebut Penentuan Harga Transfer adalah
penentuan harga dalam Transaksi Afiliasi.
(6) Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar
penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan Harga Transfer yang dilakukan oleh Wajib
Pajak.
Transfer Pricing Documents
Pasal 1 PMK Nomor 213 Tahun 2016
(7) Grup Usaha adalah sekumpulan subjek pajak yang menjalankan kegiatan usaha yang terdiri dari pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa.
(8) Entitas Induk adalah salah satu anggota dari Grup Usaha yang memenuhi kriteria:
1. menguasai secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha; dan
2. mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar
akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/atau berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten
bursa efek di Indonesia.
Transfer Pricing Documents
Pasal 2 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor 213 Tahun 2016
a. dokumen induk;
b. dokumen lokal; dan/ atau
c. laporan per negara.
b. Nilai Transaksi Afiliasi Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak:
1. lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk transaksi barang berwujud; atau
2. lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga,
pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya; atau
Transfer Pricing Documents
Pasal 2 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor 213 Tahun 2016
Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif Pajak Penghasilan lebih rendah dari pada
tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan,
Wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup Usaha yang memiliki peredaran bruto
konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit Rp 11.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah),
wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Transfer Pricing Documents
Pasal 3 PMK Nomor 213 Tahun 2016
Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan
huruf b, wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat
dilakukan Transaksi Afiliasi.
(2) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c,
wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir Tahun
Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ayat (2), Wajib Pajak dianggap tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha.
Transfer Pricing Documents
Pasal 4 PMK Nomor 213 Tahun 2016
(1) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan
huruf b, harus tersedia paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
(2) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c,
harus tersedia paling lama 12 (dua belas) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
(3) okumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
dengan surat pernyataan mengenai saat tersedianya Dokumen Penentuan Harga Transfer tersebut
yang ditandatangani oleh pihak yang menyediakan Dokumen Penentuan Harga Transfer.
Wewenang DJP dalam hal Harga Transfer tidak sesuai PKKU
(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak dalam hal Wajib
Pajak:
c. menentukan Harga Transfer tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
Wewenang DJP dalam hal Harga Transfer tidak sesuai PKKU
(3) Penentuan Harga Transfer sesuai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan:
c. Penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra P3B;
d. Diskriminasi perlakuan perpajakan di Mitra P3B; dan/atau
e. Penafsiran ketentuan P3B.
Wewenang DJP melaksanakan MAP
4. Persyaratan permintaan yang diajukan yakni:
c. Diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam P3B atau paling lambat 3 (tiga)
tahun apabila tidak diatur dalam P3B, terhitung sejak:
5. Permintaan MAP dapat dicabut oleh pemohon, Direktur Jenderal Pajak, atau
otoritas pajak negara mitra. Dalam hal diajukan oleh pemohon, ketentuannya
adalah sebagai berikut:
Wajib Pajak dalam negeri bisa mengajukan permohonan Advance Pricing Agreement
(APA) kepada DJP atas seluruh atau sebagian Transaksi Afiliasi dalam dan luar negeri,
berdasarkan:
Inisiatif Wajib Pajak berupa permohonan APA Unilateral atau APA Bilateral
Pemberitahuan tertulis dari Dirjen Pajak sehubungan permohonan APA Bilateral
Wajib Pajak luar negeri kepada pejabatan berwenang mitra P3B.
Periode berlakunya perjanjian APA adalah paling lama 5 (lima) tahun pajak
setelah diajukannya permohonan APA. Naskah APA mencakup kesepakatan
antara DJP dan Wajib Pajak mengenai kriteria-kriteria dalam penentuan
harga transfer di muka berdasarkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
atau Arm’s Length Principle (ALP) selama periode APA serta Roll-back.
Hubungan Istimewa
Apa itu Hubungan Istimewa?
Hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak
lainnya yang disebabkan oleh kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan atau hubungan
keluarga sedarah atau semenda. Untuk tujuan perpajakan di Indonesia, hubungan istimewa
ditentukan sebagai berikut:
Hubungan istimewa karena Kepemilikan atau Penyertaan Modal adalah Wajib Pajak yang mempunyai
penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada
Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir.
Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B dalam bentuk penyertaan langsung.
Apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B
secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam
hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Selanjutnya, apabila
PT A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, maka antara PT B, PT C, dan PT D
dianggap terdapat hubungan istimewa.
Apa itu Hubungan Istimewa?
satu pihak menguasai pihak lain atau satu pihak dikuasai oleh pihak lain, secara langsung dan/atau tidak
langsung;
dua pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung;
terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau berpartisipasi di dalam
pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada dua pihak atau lebih;
para pihak yang secara komersial atau finansial diketahui atau menyatakan diri berada dalam satu grup usaha
yang sama; atau satu pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain.
Hubungan istimewa karena Hubungan Keluarga Sedarah
atau Semenda
PKKU
Pedoman PKKU
Analisis Industri
Secara umum, Wajib Pajak harus menjunjung tinggi PKKU dalam pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan, terutama yang terkait dengan transaksi
yang dipengaruhi hubungan istimewa. Kewajiban tersebut mensyaratkan sejumlah
kondisional dalam PMK Nomor 22/PMK.03/2020 sebagai berikut:
Wajib Pajak tidak menerapkan PKKU dengan membandingkan kondisi dan indikator
harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator
harga transaksi independen yang sebanding;
Kedua, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau lebih sering disebut dengan arm’s
length principle.
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode transfer pricing
dapat dilakukan berdasarkan karakteristik transaksi afiliasi dan kerakteristik usaha para pihak yang
melakukan transaksi afiliasi, yang mana karakteristik karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi
diperoleh dari hasil analisis FAR. Dengan kata lain, tahapan pemilihan metode transfer pricing dapat
dilakukan sebelum tahapan analisis kesebandingan.
Dari pengalaman melakukan audit atas penanganan transfer pricing di DJP, baik oleh Account
Representative (AR) maupun oleh oleh Fungsional Pemeriksa Pajak (Pemeriksa Pajak), baik pada KPP
PMA (Kanwil DJP Jakarta Khusus), KPP Madya (Kanwil DJP Jakarta dan Kanwil DJP Sumatera Utara I),
maupun pada Direktorat P2 JP DJP (8 KPP dan 1 UPP KP DJP), penulis menemukan bahwa sebagian
terbesar AR dan/ atau Pemeriksa Pajak menempuh tahapan PKKU dengan mendahulukan tahapan
Pemilihan Metode Transfer Pricing dari tahapan Analisis Kesebandingan, yang mengakibatkan AR dan
Pemeriksa Pajak kurang memperhatikan kualitas tahapan Analisis Kesebandingan maupun melakukan
delineasi transaksi.
Untuk dapat memperoleh pemahaman yang logis dalam rangka menentukan tahapan mana yang
lebih didahulukan antara tahapan Analisis Kesebandingan dan tahapan Pemilihan Metode Transfer
Pricing, penulis mengasumsikan suatu keadaan ideal dimana tidak ada kendala ketidaktersediaan data
Analisa Kesebandingan
Sesuai dengan pertimbangan pemilihan metode transfer pricing sebagaimana disebutkan pada Pasal 13 ayat
(2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 22/PMK.03/2020 maka dalam Pasal 13 ayat (3) sampai dengan ayat
(7) dijelaskan kondisi karakteristik transaksi afiliasi yang diuji dan karakteristik usaha para pihak yang
bertransaksi yang cocok dengan masing- masing metode transfer pricing sebagai berikut:
Metode CUP sesuai untuk kondisi: a. transaksi produk komoditas; dan b. transaksi barang atau jasa dengan
karakteristik barang atau jasa yang sama atau serupa dengan karakteristik barang atau jasa pada transaksi
independen dalam kondisi yang sebanding.
Metode RPM sesuai untuk kondisi : a. melibatkan distributor atau reseller yang melakukan penjualan
kembali barang atau jasa kepada pihak yang independen atau kepada pihak afiliasi dengan harga yang telah
memenuhi PKKU dan b. distributor atau reseller tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan, tidak
memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi atau tidak memberikan nilai tambah yang
signifikan terhadap barang atau jasa yang ditransaksikan.
Metode TP
Metode CPM sesuai untuk kondisi: a. melibatkan pabrikan atau penyedia jasa yang membeli bahan baku
atau faktor produksi lainnya dari pihak yang independen atau dari pihak afiliasi dengan harga yang telah
memenuhi PKKU; dan b. pabrikan atau penyedia jasa yang tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan
dan tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi.
Metode PSM sesuai untuk kondisi: a. para pihak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi
afiliasi; b. kegiatan usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang sangat terintegrasi
sehingga kontribusi masing-masing pihak yang bertransaksi tidak dapat dilakukan analisis secara terpisah;
atau c. para pihak yang bertransaksi saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi atau secara
terpisah menanggung risiko bisnis yang saling berkaitan.
Metode TNNM sesuai untuk kondisi : a. salah satu pihak atau para pihak yang melakukan transaksi afiliasi
tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi; b. kegiatan usaha para pihak yang
bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang tidak terintegrasi; dan c. para pihak yang bertransaksi tidak
saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi atau secara terpisah tidak menanggung risiko
bisnis yang saling berkaitan.
Metode TP
Metode PSM sesuai untuk kondisi: a. para pihak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap
transaksi afiliasi; b. kegiatan usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang
sangat terintegrasi sehingga kontribusi masing-masing pihak yang bertransaksi tidak dapat
dilakukan analisis secara terpisah; atau c. para pihak yang bertransaksi saling berbagi risiko bisnis
yang signifikan secara ekonomi atau secara terpisah menanggung risiko bisnis yang saling
berkaitan.
Metode TNNM sesuai untuk kondisi : a. salah satu pihak atau para pihak yang melakukan
transaksi afiliasi tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi; b. kegiatan
usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang tidak terintegrasi; dan c.
para pihak yang bertransaksi tidak saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi atau
secara terpisah tidak menanggung risiko bisnis yang saling berkaitan.
Nilai Indikator Harga
Harga Transfer:
• titik kewajaran ,
• titik yang paling tepat dalam rentang ,
• atau titik Tengah
Data pembanding
Single Vs Multiple Year
Tahapan pendahuluan
Dalam pasal 14 ayat (1) Peraturan
Menteri Keuangan
No.22/PMK.03/2020 disebutkan
penerapan ALP untuk transaksi yang
dipengaruhi hubungan Istimewa
tertentu harus dilakukan dengan
tahapan pendahuluan dan tahapan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Adapun tahapan pendahuluan untuk transaksi jasa meliputi pembuktian bahwa jasa
tersebut secara nyata telah diberikan oleh pemberi jasa dan diperoleh penerima jasa,
dibutuhkan oleh penerima jasa, memberikan manfaat ekonomis kepada penerima jasa.
PKKU untuk BUT
Pasal 36 PP 55/2022
PMK 22/2020
Kewenangan DJP
• Pasal pasal
• 18 (3) UU PPh
Resident of Treaty • Pasal 9 (1) P3B
Country • Pasal
• 36 PP 55/2022
• PMK 22/2020
Kewenangan DJP
Resident of Treaty Country :
Panduan PKKU :
• PMK 22/2020
• PER 43/2010 sebagaimana diubah dengan
PER 32/2011
• PER 22/PJ/2013, SE 50/PJ/2013
Kewenangan DJP
Reference :
OECD TP
Guidelines, UN
Practical
Manual on TP
and others
Pengawasan dan Pemeriksaan Penerapan PKKU
Wewenang DJP
menentukan
PKKU
TP Doc dalam
proses Upaya
Hukum
Prosedur Persetujuan Bersama (MAP)
• Subjek
• Objek
01 • Multi resolution
Permohonan •
•
Waktu
Syarat
• Kanal
• Penelitian
• Formal
• Pemberitahuan
02 •
•
Perundingan
Hasil
Penanganan •
•
Kesepakatan
Tindak
• Lanjut Hasil
• Kesepakatan
Prosedur Persetujuan Bersama (MAP)
• Subjek
03 • Kanal
Pencabutan • Penanganan
• Syarat
• Kedudukan
• SKPB
04 Tindak • Interaksi
Lanjut • SKPB
• dengan upaya
• domestik
Kesepakatan Harga Transfer (APA)