Anda di halaman 1dari 87

Webinar

Comprehensive
Transfer Pricing
Cosmas Budiyantoro, S.E., SH., M.A.
(Tax)., BKP., CMA., CERA.

11 Januari 2024
09.00 ~ 12.00 WIB
Ketentuan Umum

Ruang Lingkup Kewajiban


Outline Hubungan Istimewa

Penerapan PKKU
Kewajiban Wajib Pajak TP
Doc
Ketentuan Umum
PKKU

APA

TP Doc

MAP
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha

Dalam Pasal 8 Ayat (1) PMK Nomor 22 Tahun


2020, prinsip kewajaran dan kelaziman
usahayang digunakan untuk pengujian material,
salah satunya atas permohonan Advance Pricing
Agreement (APA).

Sebagai informasi, APA adalah perjanjian tertulis


antara direktur jenderal pajak dan Wajib Pajak
atau direktur jenderal pajak dengan otoritas
pajak pemerintah mitra perjanjian penghindaran
pajak berganda (P3B) yang melibatkan Wajib
Pajak, untuk menyepakati kriteria-kriteria dalam
penentuan harga transfer dan/atau menentukan
harga wajar atau laba wajar dimuka.
Bagaimana menetapkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha?
Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha diterapkan
dengan membandingkan kondisi dan indikator
harga transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa dengan kondisi dan indikator harga
transaksi independen yang sebanding. Sebagai
informasi, merujuk Pasal 33 Ayat (1) Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, hubungan
istimewa merupakan keadaan ketergantungan
atau keterikatan satu pihak dengan pihak lainnya
yang disebabkan oleh kepemilikan atau
penyertaan modal; penguasaan; atau hubungan
keluarga sedarah atau semenda.

Indikator harga dalam prinsip kewajaran dan


kelaziman usaha dapat berupa harga transaksi,
laba kotor (gross profit), atau laba operasi bersih
(net operating profit) berdasarkan nilai absolut
atau nilai rasio tertentu.
Bagaimana menetapkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha?

Berdasarkan Pasal 8 Ayat (4) PMK Nomor 22 Tahun 2020, dalam


penanganan transfer pricing harus memenuhi prinsip kewajaran dan
kelaziman usaha jika nilai indikator harga transfer sama dengan nilai
indikator harga transaksi independen yang sebanding. Nilai indikator
harga transaksi independen dapat berupa titik kewajaran (arm’s length
point) atau titik di dalam rentang kewajaran (arm’s length range).

Titik kewajaran adalah titik indikator harga yang terbentuk dari satu atau
lebih pembanding yang memiliki nilai indikator harga yang sama.
Sementara itu, rentang kewajaran merupakan rentang indikator harga
yang terbentuk dari dua atau lebih pembanding yang memiliki nilai
indikator harga yang berbeda.
Bagaimana menetapkan prinsip
kewajaran dan kelaziman usaha?

Rentang kewajaran itu dapat berupa dua nilai. Pertama,


nilai minimum sampai dengan nilai maksimum (full
range) jika terbentuk dari dua pembanding. Kedua, nilai
kuartil satu sampai dengan nilai kuartil tiga (interquartile
range) jika terbentuk dari tiga atau lebih pembanding.

Dengan demikian, penentuan harga tersebut


menggunakan titik kewajaran, titik yang paling tepat di
dalam rentang kewajaran sesuai kesebandingannya atau
titik tengah (median) di dalam rentang kewajaran—jika
tidak dapat ditentukan titik yang paling tepat.
Tahapan Pengujian PKKU
Pada Pasal 9 PMK Nomor 22 Tahun 2020 mengatur tahapan pengujian PKKU, yaitu :
Pertama, mengidentifikasi transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dan pihak afiliasi.

Kedua, melakukan analisis industri yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, termasuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kinerja usaha dalam industri tersebut.

Ketiga, mengidentifikasi hubungan komersial dan/atau keuangan antara Wajib Pajak dan para pihak
afiliasi dengan melakukan analisis atas kondisi transaksi.

Keempat, melakukan analisis kesebandingan. Kelima, menentukan metode penentuan harga transfer.
Keenam, menerapkan metode penentuan harga transfer dan menentukan harga wajar atas transaksi
yang dipengaruhi hubungan istimewa.

“Kondisi transaksi ini berkaitan dengan karakteristik ekonomi yang relevan untuk menentukan harga
transfer wajar, seperti ketentuan kontraktual, baik tertulis atau tidak tertulis. Kemudian, fungsi yang
dilakukan, aset yang digunakan, dan risiko yang ditanggung oleh masing-masing pihak yang
bertransaksi. Terdapat pula karakteristik produk (barang atau jasa) yang ditransaksikan bagaimana.
Lalu, keadaan ekonomi, termasuk strategi bisnis yang dijalankan para pihak yang bertransaksi
Metode pengujian Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha
Empat metode pengujian dalam PMK Nomor 22 Tahun 2022, pertama, metode
perbandingan harga antara pihak yang independen (comparable uncontrolled price
method).

“Metode ini sering disebut CUP, yakni metode yang dilakukan dengan membandingkan
harga antara transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa yang diuji dan transaksi
independen, dan sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa. Hal tersebut bisa meliputi transaksi produk komoditas, transaksi barang atau
jasa dengan karakteristik barang atau jasa yang sama atau serupa dengan karakteristik
barang atau jasa pada transaksi Independen dalam kondisi yang sebanding,” jelasnya.

Kedua, metode harga penjualan kembali (resale price method), metode yang dilakukan
dengan mengurangkan laba kotor wajar distributor atau reseller terhadap harga jual
kembali.
Metode pengujian Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha

Ketiga, metode biaya-plus (cost plus method), yaitu dilakukan dengan menambahkan laba
kotor wajar pabrikan atau penyedia jasa terhadap harga pokok penjualan barang atau jasa.

Metode ini juga harus sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi hubungan
istimewa dan karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi. Nah, karakteristik itu,
meliputi transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa, dilakukan dengan melibatkan
pabrikan atau penyedia jasa yang membeli bahan baku atau faktor produksi lainnya dari
pihak yang independen. Bisa juga dari pihak afiliasi dengan harga yang telah memenuhi
PKKU. Namun, pabrikan atau penyedia jasa ini tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan
dan tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi yang dipengaruhi
hubungan Istimewa.
Metode pengujian Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha
Keempat, metode lainnya, seperti metode pembagian laba (profit split method, laba
bersih transaksional (transactional net margin), perbandingan transaksi independen
(comparable uncontrolled transaction method), serta penilaian harta berwujud dan/atau
harta tidak berwujud (tangible asset and intangible asset valuation).

Misalnya, menguji software bisa memakai tangible asset and intangible asset valuation.
Pengujiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang mengatur mengenai
standar penilaian yang berlaku, dan sesuai untuk karakteristik transaksi yang dipengaruhi
hubungan istimewa, antara lain transaksi pengalihan harta berwujud dan/atau harta
tidak berwujud atau transaksi persewaan harta berwujud, bisa juga transaksi
sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan harta tidak berwujud, transaksi
pengalihan aset keuangan, atau transaksi pengalihan hak sehubungan dengan
pengusahaan wilayah pertambangan dan/atau hak sejenis lainnya
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Pemilihan metode yang akan digunakan dalam
analisis transfer pricing harus
mempertimbangkan beberapa aspek. Aspek-
aspek ini pada umumnya telah dirangkum
dalam suatu aturan yang bisa ditemukan dalam
regulasi transfer pricing setiap negara. Ditinjau
dari sejarah serta intensitas penggunaannya,
aturan mengenai cara pemilihan metode
transfer pricing dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu (i) hierarchy of methods, (ii) best method
rule, dan (iii) the most appropriate method.
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing

Gambar Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing


Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Hierarchy of Methods

Sifat prioritas dalam pemilihan metode Penerapan aturan ini mengharuskan wajib
berdasarkan hierarchy of methods ini pajak dan otoritas pajak untuk selalu
semakin terlihat ketika transactional memprioritaskan atau mempertimbangkan
profit methods telah diakui sebagai penggunaan metode secara berurutan.
metode yang dipergunakan untuk Dengan urutan sebagai berikut: CUP, RPM.
mengukur kewajaran dari suatu transaksi dan metode C+ baru kemudian TNMM dan
afiliasi. Dengan kata lain, sifat prioritas PSM (lihat Gambar 10.2). Hierarchy of
tersebut dapat dilihat secara jelas dalam methods meletakkan ketiga metode
OECD Guidelines 1995 tradisional yang sudah dikenal sebelumnya
sebagai metode yang harus diprioritaskan.
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Hierarchy of Methods
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Best Method Rule

Best method rule adalah aturan untuk memilih metode yang paling dapat memberikan
pengukuran kewajaran yang dapat diandalkan dengan mempertimbangkan fakta dan
situasi yang ada. Tidak ada suatu hierarki atau prioritas dalam best method rule. Jika suatu
metode ternyata dapat lebih menunjukkan hasil yang paling andal dibandingkan dengan
metode yang diajukan oleh wajib pajak, metode tersebutlah yang harus dipergunakan.
Prioritas untuk memilih metode yang dapat lebih menunjukkan hasil yang paling andal
dinyatakan dalam US Treas. Reg. 1.482-1(c)(1):

“The arm’s-length result of a controlled transaction must be determined under the


method that, under the facts and circumstances, provides the most reliable
measure of an arm’s-length result. Thus, there is no strict priority of methods, and
no method will invariably be considered to be more reliable than others …”
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
Best Method Rule
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
The Most Appropriate Method

Pemilihan metode berdasarkan aturan the most appropriate method mempertimbangkan


empat faktor sebagai berikut:

I. Kelemahan dan keunggulan dari masing-masing metode transfer pricing;

II. Kesesuaian metode dengan karakter transaksi afiliasi tersebut, terutama jika ditinjau dari
hasil analisis fungsional;

III. Ketersediaan data yang dapat diandalkan;

IV. derajat kesebandingan antara transaksi afiliasi dengan transaksi yang menjadi pembanding
(termasuk jika telah melakukan penyesuaian).
Aspek Pemilihan Metode Transfer Pricing
The Most Appropriate Method
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement)
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) yang selanjutnya disebut
APA adalah perjanjian tertulis antara:
a) Direktur Jenderal Pajak dan Wajib Pajak; atau
b) Direktur Jenderal Pajak dengan otoritas pajak pemerintah Mitra P3B yang
melibatkan Wajib Pajak,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3a) Undang-Undang mengenai Pajak


Penghasilan untuk menyepakati kriteria-kriteria dalam penentuan harga transfer
dan/atau menentukan harga wajar atau laba wajar di muka.
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement)
Perundingan APA Unilateral sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a harus:

a) mulai paling lambat 6 (enam) bulan sejak Wajib


Pajak menyampaikan kelengkapan permohonan
APA dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (5); dan

b) Diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas)


bulan sejak dimulainya perundingan APA
sebagaimana dimaksud pada huruf a.
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement)

Hasil perundingan APA sebagaimana dimaksud


pada ayat (5) dituangkan dalam:
a) Naskah APA, dalam hal perundingan APA
Unilateral menghasilkan kesepakatan;
atau

b) Persetujuan Bersama sesuai dengan


ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang mengatur
mengenai prosedur persetujuan bersama,
dalam hal APA Bilateral.
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing
Agreement)
Dalam hal atas Periode APA dan/atau Roll-back:
a) telah disampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan Badan;
b) Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan
pemeriksaan; dan
c) Terdapat kekurangan pembayaran pajak penghasilan
yang terutang dihitung berdasarkan kesepakatan
dalam APA,

Wajib Pajak harus melakukan pembetulan Surat


Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan sesuai
dengan kesepakatan dalam APA paling lambat 1 (satu)
bulan setelah diterbitkannya keputusan pemberlakuan
APA.
Tata Cara Pembaruan Advance Pricing Agreement

Dalam renegosiasi kesepakatan setelah periode tertentu berakhir ,Wajib Pajak dapat mengajukan
permohonan pembaruan APA kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi formulir permohonan pembaruan APA sebagaimana
tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini dengan benar, lengkap, dan jelas.

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan bukti penerimaan atas penyampaian permohonan pembaruan
APA dan kemudian tanggal yang tercantum dalam bukti penerimaan merupakan tanggal
penerimaan permohonan pembaruan APA.

Berdasarkan permohonan pembaruan APA, Direktur Jenderal Pajak dapat menyepakati 1 (satu) kali
pembaruan APA untuk 1 (satu) Periode APA sejak berakhirnya Periode APA yang telah disepakati
pada APA sebelumnya.
Transfer Pricing

Transfer pricing adalah sesuatu yang normal, rasional, serta


merupakan implikasi dari transaksi internal perusahaan
multinasional. Walaupun demikian, ada kalanya perusahaan
multinasional juga menggunakan transfer pricing sebagai
”kendaraan” untuk melakukan penghindaran pajak (tax
avoidance).[1] Oleh karena itu, perlu dipisahkan mengenai
konsep transfer pricing yang netral dengan aktivitas
manipulasi transfer pricing.
Transfer Pricing
Manipulasi transfer pricing adalah upaya penetapan harga atas transaksi yang dilakukan
dengan pihak afiliasi yang berdomisili di yurisdiksi pajak yang berbeda, yang tujuan
utamanya adalah mengurangi total beban pajak yang diterima oleh grup perusahaan
multinasional tersebut. Dalam kondisi ini, pajak dianggap sebagai kendala ataupun
rintangan eksternal yang dihadapi oleh perusahaan multinasional. Strategi yang dilakukan
perusahaan multinasional dalam melakukan manipulasi transfer pricing umumnya
berupa:

(i) upaya untuk mengalokasikan penghasilan kena pajak ke yurisdiksi yang memiliki tarif
pajak lebih rendah atau

(ii) (ii) upaya untuk mengalokasikan tax-deductible cost ke yurisdiksi yang memiliki tarif
pajak lebih tinggi.
Transfer Pricing
Jika tarif pajak penghasilan badan (PPh Badan) di negara lain yang menjadi tempat beroperasinya
pihak afiliasi lebih rendah dari tarif PPh Badan domestik, paling tidak terdapat beberapa skema
manipulasi transfer pricing yang dapat dilakukan, misalkan dengan meningkatkan harga beli
impor (overinvoicing) atau menurunkan harga jual ekspor (underinvoicing) untuk transaksi barang
berwujud. Skema lain yang dilakukan juga dapat berupa repatriasi dividen terselubung dari pihak
afiliasi dengan cara menciptakan biaya jasa yang tidak memiliki substansi atau mentransfer aset
tak berwujud ke pihak afiliasi dengan harga yang lebih rendah atau tinggi.

Sejalan dengan latar belakang ini, wajar bila manipulasi transfer pricing kian menjadi perhatian
pemerintah di berbagai negara. Ini terutama disebabkan oleh pertimbangan hilangnya potensi
penerimaan pajak atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan multinasional. Menurut OECD,
praktik pengalihan laba (base erosion and profit shifting) diperkirakan menggerus 4-10%
penerimaan PPh Badan secara global atau sekitar US$100 miliar sampai dengan US$240 miliar
per tahun. Manipulasi transfer pricing merupakan skema pengalihan laba yang paling banyak
digunakan oleh perusahaan multinasional.
Transfer Pricing

Contoh Transaksi Afiliasi


Transfer Pricing

Contoh Penghitungan Pajak dari Transaksi Afiliasi


Transfer Pricing

Contoh Manipulasi Penghitungan Pajak dari Transfer Pricing


Mutual Agreement Procedure (MAP)
MAP adalah solusi (remedi) penyelesaian sengketa di luar ranah penyelesaian sengketa domestik melalui
upaya litigasi, seperti keberatan atau banding. Ketika subjek pajak dalam negeri dari masing-masing
negara yang mengadakan P3B dikenakan pajak tidak sesuai dengan ketentuan P3B, subjek pajak tersebut
sssbisa mengajukan klaim melalui MAP. MAP dianggap spesial karena melalui konsultasi dan bukan
litigasi.

Tidak hanya digunakan oleh


otoritas yang berwenang dalam
penyelesaian sengketa pajak
berganda yuridis, MAP juga
digunakan untuk mengeliminasi
pajak berganda ekonomis yang
timbul dari penyesuaian harga
transfer (transfer pricing).
Mutual Agreement Procedure (MAP)
MAP tidak dimaksudkan untuk mencabut
hak wajib pajak dalam penyelesaian
sengketa melalui upaya litigasi domestik.
Artinya, akses untuk mengajukan
permohonan MAP tetap harus terbuka
bagi wajib pajak, meskipun wajib pajak
telah mencoba jalur penyelesaian
domestik. Untuk menghindari konflik
putusan antara remedi domestik dan
MAP atas sengketa yang sama, Paragraf
76 pada Pasal 25 OECD Commentary
dalam OECD Model 2017 menganjurkan
untuk tidak menempuh remedi domestik
dan MAP pada waktu yang bersamaan.
Mutual Agreement Procedure (MAP)

Banyak negara mengadopsi praktik (best practice) sebagai berikut:

1. Dalam hal remedi domestik tersedia bagi wajib pajak, otoritas yang berwenang bisa meminta perjanjian
untuk menunda remedi domestik atau MAP sebelum MAP dijalankan;

2. jika MAP telah ditempuh dan suatu kesepakatan telah tercapai, wajib pajak dapat menolak MAP
tersebut dan menempuh jalur remedi domestik;

3. Bila MAP telah ditempuh dan suatu kesepakatan telah dicapai dan disetujui oleh wajib pajak, otoritas
yang berwenang dapat meminta suatu perjanjian sehingga wajib pajak tak menempuh jalur remedi
domestik; atau

4. Jika remedi domestik ditempuh oleh wajib pajak di suatu negara dan dijalankan sampai dengan selesai,
wajib pajak tersebut hanya dapat menempuh MAP pada negara lainnya. Hal ini dikarenakan banyak
negara beranggapan MAP tidak dapat membatalkan putusan remedi domestik.
Ruang Lingkup
Kewajiban
Kewajiban Menetapkan Harga Transfer
wajar sesuai PKKU

Kewajiban TP Doc

Wewenang DJP dalam hal Harga Transfer


tidaksesuai PKKU

Wewenang DJP melaksanakan MAP

Wewenang DJP membuat APA


Kewajiban Menetapkan Harga Transfer Wajar Sesuai PKKU

Implementasi PKKU dalam penetapan harga transfer akan sangat tergantung dengan penggunaan
metode transfer pricing yang selama ini berlaku dan diakui. Secara umum metode transfer pricing
terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni metode transaksi tradisional dan metode laba
transaksional.

Metode transaksi tradisional meliputi metode perbandingan harga independen atau Comparable
Uncontrolled Price (CUP), metode harga jual kembali atau Resale Price Method (RPM) dan
metode biaya tambahan atau Cost Plus Method (CPM). Sedangkan yang termasuk dalam kategori
metode laba transaksional adalah Metode margin bersih transaksi atau Transactional Net Margin
Method (TNMM) dan metode bagi hasil atau Profit Split Method (PSM). Selain itu, ada pula
metode transfer pricing lain yang penerapannya di Indonesia mengalami penyesuaian dari waktu
ke waktu.
Kewajiban TP Doc

DJP menegaskan jika wajib pajak


terlibat dalam transaksi afiliasi
dan memenuhi salah satu syarat
yang diatur dalam Pasal 2 ayat
(2) PMK 213/2016, mereka wajib
menyusun dan menyimpan
dokumen penentuan harga
transfer.
Kewajiban TP Doc
Terdapat 3 skema transaksi afiliasi yang mengharuskan wajib pajak untuk menyusun dan
menyimpan dokumen penentuan harga transfer.

Pertama, transaksi dengan nilai peredaran bruto tahun pajak sebelumnya dalam satu
tahun pajak melebihi Rp50 miliar.

Kedua, transaksi afiliasi dengan nilai lebih dari Rp20 miliar untuk barang berwujud atau
lebih dari Rp5 miliar untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga,
pemanfaatan barang tidak berwujud, atau transaksi afiliasi lainnya.

Ketiga, transaksi afiliasi dengan pihak afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan
tarif pajak yang lebih rendah daripada tarif pajak yang diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Pasal
2 ayat (3) PMK 213/2016 juga mengatur kewajiban untuk wajib pajak yang merupakan
entitas induk dari suatu grup usaha dengan peredaran bruto konsolidasi tahun pajak
minimal Rp11 triliun. Mereka juga harus menyusun dan menyimpan dokumen penentuan
harga transfer.
Kewajiban TP Doc
Jika wajib pajak dalam negeri adalah anggota dari grup usaha yang memiliki entitas induk
di luar negeri, wajib pajak harus menyampaikan laporan per negara jika negara tempat
entitas induk berdomisili memenuhi salah satu dari tiga kriteria.

Pertama, tidak mewajibkan penyampaian laporan per negara.


Kedua, tidak memiliki perjanjian pertukaran informasi perpajakan dengan pemerintah
Indonesia.
Ketiga, memiliki perjanjian pertukaran informasi perpajakan dengan pemerintah
Indonesia, tetapi laporan per negara tidak dapat diperoleh oleh pemerintah Indonesia
dari negara tersebut.

Wajib pajak yang tidak diwajibkan untuk menyusun dan menyimpan dokumen penentuan
harga transfer tetap harus menjalankan prinsip kewajaran dan kelaziman
usaha sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Transfer Pricing Documents
Pasal 1 PMK Nomor 213 Tahun 2016

Hubungan Istimewa adalah hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan atau Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.

(2) Pihak Afiliasi adalah pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan Wajib Pajak.

(3) Transaksi Afiliasi adalah transaksi yang dilakukan Wajib Pajak dengan Pihak Afiliasi.
Transfer Pricing Documents
Pasal 1 PMK Nomor 213 Tahun 2016

(4) Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa yang selanjutnya
disebut Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha adalah prinsip yang mengatur bahwa dalam hal kondisi dalam
transaksi yang dilakukan antara para pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa sama atau sebanding dengan
kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang
dijadikan sebagai pembanding, harga atau laba dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang
mempunyai Hubungan Istimewa dimaksud harus sama dengan atau berada dalam rentang harga atau rentang
laba dalam transaksi yang dilakukan antara para pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa yang dijadikan
sebagai pembanding.

(5) Penentuan Harga Transfer atau Transfer Pricing yang selanjutnya disebut Penentuan Harga Transfer adalah
penentuan harga dalam Transaksi Afiliasi.

(6) Dokumen Penentuan Harga Transfer adalah dokumen yang diselenggarakan oleh Wajib Pajak sebagai dasar
penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Penentuan Harga Transfer yang dilakukan oleh Wajib
Pajak.
Transfer Pricing Documents
Pasal 1 PMK Nomor 213 Tahun 2016

(7) Grup Usaha adalah sekumpulan subjek pajak yang menjalankan kegiatan usaha yang terdiri dari pihak-pihak
yang mempunyai Hubungan Istimewa.

(8) Entitas Induk adalah salah satu anggota dari Grup Usaha yang memenuhi kriteria:

1. menguasai secara langsung atau tidak langsung satu atau lebih anggota lain dalam Grup Usaha; dan
2. mempunyai kewajiban untuk menyelenggarakan laporan keuangan konsolidasi berdasarkan standar
akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia dan/atau berdasarkan ketentuan yang mengikat emiten
bursa efek di Indonesia.
Transfer Pricing Documents
Pasal 2 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor 213 Tahun 2016

Dokumen Penentuan Harga Transfer terdiri atas:

a. dokumen induk;
b. dokumen lokal; dan/ atau
c. laporan per negara.

(2) Wajib Pajak yang melakukan Transaksi Afiliasi dengan:


a. nilai peredaran bruto Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak lebih dari Rp50.000.000.000,00 (lima
puluh miliar rupiah);

b. Nilai Transaksi Afiliasi Tahun Pajak sebelumnya dalam satu Tahun Pajak:

1. lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) untuk transaksi barang berwujud; atau

2. lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk masing-masing penyediaan jasa, pembayaran bunga,
pemanfaatan barang tidak berwujud, atau Transaksi Afiliasi lainnya; atau
Transfer Pricing Documents
Pasal 2 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) PMK Nomor 213 Tahun 2016

Pihak Afiliasi yang berada di negara atau yurisdiksi dengan tarif Pajak Penghasilan lebih rendah dari pada
tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan,

Wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

(3) Wajib Pajak yang merupakan Entitas Induk dari suatu Grup Usaha yang memiliki peredaran bruto
konsolidasi pada Tahun Pajak bersangkutan paling sedikit Rp 11.000.000.000.000,00 (sebelas triliun rupiah),
wajib menyelenggarakan dan menyimpan Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c sebagai bagian dari kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Transfer Pricing Documents
Pasal 3 PMK Nomor 213 Tahun 2016

Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan
huruf b, wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia pada saat
dilakukan Transaksi Afiliasi.

(2) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c,
wajib diselenggarakan berdasarkan data dan informasi yang tersedia sampai dengan akhir Tahun
Pajak.

(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan/atau ayat (2), Wajib Pajak dianggap tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha.
Transfer Pricing Documents
Pasal 4 PMK Nomor 213 Tahun 2016

(1) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan
huruf b, harus tersedia paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

(2) Dokumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c,
harus tersedia paling lama 12 (dua belas) bulan setelah akhir Tahun Pajak.

(3) okumen Penentuan Harga Transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri
dengan surat pernyataan mengenai saat tersedianya Dokumen Penentuan Harga Transfer tersebut
yang ditandatangani oleh pihak yang menyediakan Dokumen Penentuan Harga Transfer.
Wewenang DJP dalam hal Harga Transfer tidak sesuai PKKU

Pasal 36 PP No.55/2022 menetapkan 3 kewenangan DJP untuk menentukan kembali


besarnya penghasilan atau pengurang untuk menghitung beban penghasilan kena pajak.

(1) Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan/atau pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak dalam hal Wajib
Pajak:

a. Tidak menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 35 ayat (1);

b. menerapkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 35 ayat (1) namun tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan/atau

c. menentukan Harga Transfer tidak memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
Wewenang DJP dalam hal Harga Transfer tidak sesuai PKKU

(2) Penentuan kembali besarnya penghasilan dan/atau pengurangan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menentukan Harga Transfer sesuai Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.

(3) Penentuan Harga Transfer sesuai Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan menggunakan:

a. Metode perbandingan harga antar pihak yang independen;


b. Metode harga penjualan kembali;
c. Metode biaya-plus; atau
d. Metode lainnya.
Wewenang DJP melaksanakan MAP
Pelaksanaan MAP diatur pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 49 tahun
2019 tentang Tata Cara Pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (MAP). Berikut
tata cara pelaksanaan MAP:

1) Mengajukan permintaan pelaksanaan MAP Permintaan pelaksanaan MAP


sejatinya dapat diajukan oleh Wajib Pajak Dalam Negeri, WNI melalui Direktur
Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Pajak, ataupun Otoritas Pajak negara mitra. Pada
kesempatan kali ini kita akan membahas MAP yang diajukan oleh Wajib Pajak
dalam negeri Indonesia.
2) Permintaan MAP disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak dalam negeri terdaftar, baik
secara langsung maupun tidak langsung melalui pos, jasa ekspedisi, atau saluran
lain.
Wewenang DJP melaksanakan MAP
3. Permintaan MAP diajukan atas permasalahan – permasalahan sebagai berikut:
a. Pengenaan pajak oleh Otoritas Pajak Mitra P3B yang mengakibatkan terjadinya
pengenaan pajak berganda yang disebabkan oleh:

– Koreksi Penentuan Harga Transfer;


– Koreksi terkait keberadaan dan/ atau laba bentuk usaha tetap; dan/ atau
– Koreksi obyek pajak penghasilan lainnya;

b. Pengenaan pajak termasuk pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan di


Mitra P3B yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam P3B;

c. Penentuan status sebagai subjek pajak dalam negeri oleh Otoritas Pajak Mitra P3B;
d. Diskriminasi perlakuan perpajakan di Mitra P3B; dan/atau
e. Penafsiran ketentuan P3B.
Wewenang DJP melaksanakan MAP
4. Persyaratan permintaan yang diajukan yakni:

a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;

b. Mengemukakan ketidaksesuaian penerapan ketentuan P3B menurut Pemohon;

c. Diajukan dalam batas waktu sebagaimana diatur dalam P3B atau paling lambat 3 (tiga)
tahun apabila tidak diatur dalam P3B, terhitung sejak:

– Tanggal surat ketetapan pajak;


– Tanggal bukti pembayaran, pemotongan, atau pemungutan pajak penghasilan; atau
– Saat terjadinya perlakuan perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan P3B.

d. Ditandatangani oleh Pemohon atau wakil yang sah

e. Disertai lampiran – lampiran yang diperlukan


Wewenang DJP melaksanakan MAP

5. Permintaan MAP dapat dicabut oleh pemohon, Direktur Jenderal Pajak, atau
otoritas pajak negara mitra. Dalam hal diajukan oleh pemohon, ketentuannya
adalah sebagai berikut:

– Diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia;


– Diajukan dalam batas waktu paling lama 6 bulan sejak dimulainya
perundingan;
– Mencantumkan alasan pencabutan;
– Ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam negeri Indonesia atau wakil yang sah,
atau kuasa dengan dilampiri surat kuasa khusus.
Wewenang DJP membuat APA

Wajib Pajak dalam negeri bisa mengajukan permohonan Advance Pricing Agreement
(APA) kepada DJP atas seluruh atau sebagian Transaksi Afiliasi dalam dan luar negeri,
berdasarkan:

Inisiatif Wajib Pajak berupa permohonan APA Unilateral atau APA Bilateral
Pemberitahuan tertulis dari Dirjen Pajak sehubungan permohonan APA Bilateral
Wajib Pajak luar negeri kepada pejabatan berwenang mitra P3B.

Periode berlakunya perjanjian APA adalah paling lama 5 (lima) tahun pajak
setelah diajukannya permohonan APA. Naskah APA mencakup kesepakatan
antara DJP dan Wajib Pajak mengenai kriteria-kriteria dalam penentuan
harga transfer di muka berdasarkan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
atau Arm’s Length Principle (ALP) selama periode APA serta Roll-back.
Hubungan Istimewa
Apa itu Hubungan Istimewa?

Hubungan istimewa merupakan keadaan ketergantungan atau keterikatan satu pihak dengan pihak
lainnya yang disebabkan oleh kepemilikan atau penyertaan modal, penguasaan atau hubungan
keluarga sedarah atau semenda. Untuk tujuan perpajakan di Indonesia, hubungan istimewa
ditentukan sebagai berikut:

Hubungan istimewa karena Kepemilikan atau Penyertaan Modal

Hubungan istimewa karena Kepemilikan atau Penyertaan Modal adalah Wajib Pajak yang mempunyai
penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% (dua puluh lima persen) pada
Wajib Pajak lain; hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) pada dua Wajib Pajak atau lebih; atau hubungan di antara dua Wajib Pajak atau lebih yang
disebut terakhir.

Misalnya, PT A mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT B dalam bentuk penyertaan langsung.
Apabila PT B mempunyai 50% (lima puluh persen) saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B
secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25% (dua puluh lima persen). Dalam
hal demikian, antara PT A, PT B, dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Selanjutnya, apabila
PT A juga memiliki 25% (dua puluh lima persen) saham PT D, maka antara PT B, PT C, dan PT D
dianggap terdapat hubungan istimewa.
Apa itu Hubungan Istimewa?

Hubungan Istimewa karena Penguasaan


Hubungan Istimewa karena Penguasaan adalah Wajib Pajak yang menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau
lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama, baik langsung maupun tidak langsung. Hubungan
istimewa karena penguasaan dianggap ada apabila:

satu pihak menguasai pihak lain atau satu pihak dikuasai oleh pihak lain, secara langsung dan/atau tidak
langsung;
dua pihak atau lebih berada di bawah penguasaan pihak yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung;

terdapat orang yang sama secara langsung dan/atau tidak langsung terlibat atau berpartisipasi di dalam
pengambilan keputusan manajerial atau operasional pada dua pihak atau lebih;

para pihak yang secara komersial atau finansial diketahui atau menyatakan diri berada dalam satu grup usaha
yang sama; atau satu pihak menyatakan diri memiliki hubungan istimewa dengan pihak lain.
Hubungan istimewa karena Hubungan Keluarga Sedarah
atau Semenda

Hubungan istimewa karena Hubungan Keluarga Sedarah atau Semenda adalah


terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis
keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat. Yang dimaksud dengan
“hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah
ayah, ibu, dan anak, sedangkan “hubungan keluarga sedarah dalam garis
keturunan ke samping satu derajat” adalah saudara. Yang dimaksud dengan
“keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat” adalah mertua dan
anak tiri, sedangkan “hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke
samping satu derajat” adalah ipar.
Penerapan PKKU

PKKU

Pedoman PKKU

Analisis Industri

Analisis atas Kondisi Transaksi


PKKU

Secara umum, Wajib Pajak harus menjunjung tinggi PKKU dalam pelaksanaan hak dan
pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan, terutama yang terkait dengan transaksi
yang dipengaruhi hubungan istimewa. Kewajiban tersebut mensyaratkan sejumlah
kondisional dalam PMK Nomor 22/PMK.03/2020 sebagai berikut:

Wajib Pajak tidak menerapkan PKKU dengan membandingkan kondisi dan indikator
harga transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan kondisi dan indikator
harga transaksi independen yang sebanding;

Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang tidak dilakukan:


Berdasarkan keadaan yang sebenarnya; pada saat penentuan harga transfer dan/atau
saat terjadinya transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa; dan sesuai dengan
tahapan penerapan PKKU termasuk diantaranya tahapan pendahuluan untuk transaksi
afiliasi tertentu sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Pedoman PKKU

Memahami istilah-istilah terkait transfer pricing merupakan


sebuah keharusan dalam memahami metode penentuan
transfer pricing yang wajar,.

Pertama, hubungan istimewa. Istilah transfer pricing tidak


luput dari hubungan istimewa. Istilah hubungan istimewa ini
pun dibahas dalam UU Pajak Pertambahan Nilai pasal 18 ayat 4
dan pasal 2 ayat 2 dimana hubungan istimewa dianggap ada
apabila;

Wajib pajak memiliki penyertaan modal langsung atau tidak


langsung lebih rendah 25% pada wajib pajak lainnya.
Wajib pajak menguasai wajib pajak lainnya dua atau lebih wajib
pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung
maupun tidak langsung.
Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda
dalam garis keturunan lurus atau ke samping satu derajat.
Pedoman PKKU

Kedua, prinsip kewajaran dan kelaziman usaha atau lebih sering disebut dengan arm’s
length principle.

Prinsip kewajaran dan kelaziman usaha ini maksudnya


adalah prinsip yang mengatur bahwa apabila kondisi
dalam transaksi yang dilakukan antara pihak yang
memiliki hubungan istimewa sama atau sebanding
dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa yang
menjadi pembanding, maka harga atau laba dalam
transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang
memiliki hubungan istimewa harus sama dengan atau
berada dalam rentang harga atau laba dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak yang tidak mempunyai
hubungan istimewa yang menjadi pembanding.
Pedoman PKKU
Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) arm’s length
principle dilakukan dengan menggunakan langkah-
langkah berikut:

1. Melakukan analisis kesebandingan dan menentukan


pembanding. Di sini usaha yang tidak memiliki
hubungan istimewa dijadikan bahan pembanding.
2. Menentukan metode harga transfer yang wajar.
3. Menerapkan prinsip kesebandingan dan kewajaran
dengan metode penentuan transfer pricing yang
wajar ke dalam transaksi yang dilakukan oleh kedua
wajib pajak yang memiliki hubungan istimewa.
4. Merekam atau mendokumentasikan setiap langkah
dalam menentukan harga atau laba wajar sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
Pedoman PKKU

1.Tahapan PKKU menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 22/PMK.03/2020,


antara lain meliputi:
2.melakukan analisis kesebandingan;
3.menentukan metode Penentuan Harga Transfer; dan
1. Tahapan PKKU menurut Peraturan Dirjen Pajak No. 32/PJ/2011 disebutkan
bahwa Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dilakukan dengan langkah-
langkah antara lain:
4.melakukan analisis kesebandingan dan menentukan pembanding;
5.menentukan metode penentuan harga transfer yang tepat;
1. Tahapan PKKU menurut Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-
22/PJ/2013 antara lain:
6.menentukan karakteristik usaha Wajib Pajak,
7.memilih metode transfer pricing, dan
8.menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (PKKU).
Analisa Industri
Urutan tahapan PKKU yang paling efektif untuk menghasilkan indikator harga transaksi independen yang
sebanding.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode transfer pricing
dapat dilakukan berdasarkan karakteristik transaksi afiliasi dan kerakteristik usaha para pihak yang
melakukan transaksi afiliasi, yang mana karakteristik karakteristik usaha para pihak yang bertransaksi
diperoleh dari hasil analisis FAR. Dengan kata lain, tahapan pemilihan metode transfer pricing dapat
dilakukan sebelum tahapan analisis kesebandingan.

Dari pengalaman melakukan audit atas penanganan transfer pricing di DJP, baik oleh Account
Representative (AR) maupun oleh oleh Fungsional Pemeriksa Pajak (Pemeriksa Pajak), baik pada KPP
PMA (Kanwil DJP Jakarta Khusus), KPP Madya (Kanwil DJP Jakarta dan Kanwil DJP Sumatera Utara I),
maupun pada Direktorat P2 JP DJP (8 KPP dan 1 UPP KP DJP), penulis menemukan bahwa sebagian
terbesar AR dan/ atau Pemeriksa Pajak menempuh tahapan PKKU dengan mendahulukan tahapan
Pemilihan Metode Transfer Pricing dari tahapan Analisis Kesebandingan, yang mengakibatkan AR dan
Pemeriksa Pajak kurang memperhatikan kualitas tahapan Analisis Kesebandingan maupun melakukan
delineasi transaksi.

Untuk dapat memperoleh pemahaman yang logis dalam rangka menentukan tahapan mana yang
lebih didahulukan antara tahapan Analisis Kesebandingan dan tahapan Pemilihan Metode Transfer
Pricing, penulis mengasumsikan suatu keadaan ideal dimana tidak ada kendala ketidaktersediaan data
Analisa Kesebandingan

Untuk dapat memperoleh pemahaman yang logis dalam rangka menentukan


tahapan mana yang lebih didahulukan antara tahapan Analisis Kesebandingan
dan tahapan Pemilihan Metode Transfer Pricing, bahwa diasumsikan jika suatu
keadaan ideal dimana tidak ada kendala ketidaktersediaan data dan informasi.
Apabila kita memperhatikan kondisi yang sesuai untuk masing- masing kelima
metode transfer pricing tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dalam keadaan
ideal, semua persyaratan untuk kondisi transaksi afiliasi dan para pihak yang
bertransaksi adalah merupakan persyaratan untuk kondisi transaksi
independen calon pembanding. Dengan kata lain, pemilihan metode transfer
pricing baru dapat dilakukan setelah diperolehnya data pembanding yang andal
dan sebanding, atau setelah melakukan tahapan analisis kesebandingan.
Analisis Atas Kondisi Transaksi
Pemahaman atas kondisi pada transaksi afiliasi diperlukan
sebagai dasar dalam melakukan analisis kesebandingan. Untuk
mendapatkan pemahaman atas kondisi pada transaksi afiliasi
tersebut, perlu diidentifikasi karakteristik transaksi afiliasi Wajib
Pajak. Identifikasi atas transaksi afiliasi dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor, antara lain berupa:

Kondisi yang mempengaruhi industri


a) karakter industri dan pasar dimana Wajib Pajak
berbisnis, misalnya pertumbuhan industri,
teknologi, ukuran, dan pertumbuhan pasar;
b) kondisi kompetitif Wajib Pajak serta identifikasi
kompetitor;
c) faktor-faktor ekonomis serta regulasi yang
mempengaruhi bisnis Wajib Pajak.
Metode TP

Sesuai dengan pertimbangan pemilihan metode transfer pricing sebagaimana disebutkan pada Pasal 13 ayat
(2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 22/PMK.03/2020 maka dalam Pasal 13 ayat (3) sampai dengan ayat
(7) dijelaskan kondisi karakteristik transaksi afiliasi yang diuji dan karakteristik usaha para pihak yang
bertransaksi yang cocok dengan masing- masing metode transfer pricing sebagai berikut:

Metode CUP sesuai untuk kondisi: a. transaksi produk komoditas; dan b. transaksi barang atau jasa dengan
karakteristik barang atau jasa yang sama atau serupa dengan karakteristik barang atau jasa pada transaksi
independen dalam kondisi yang sebanding.

Metode RPM sesuai untuk kondisi : a. melibatkan distributor atau reseller yang melakukan penjualan
kembali barang atau jasa kepada pihak yang independen atau kepada pihak afiliasi dengan harga yang telah
memenuhi PKKU dan b. distributor atau reseller tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan, tidak
memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi atau tidak memberikan nilai tambah yang
signifikan terhadap barang atau jasa yang ditransaksikan.
Metode TP
Metode CPM sesuai untuk kondisi: a. melibatkan pabrikan atau penyedia jasa yang membeli bahan baku
atau faktor produksi lainnya dari pihak yang independen atau dari pihak afiliasi dengan harga yang telah
memenuhi PKKU; dan b. pabrikan atau penyedia jasa yang tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan
dan tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi.

Metode PSM sesuai untuk kondisi: a. para pihak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi
afiliasi; b. kegiatan usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang sangat terintegrasi
sehingga kontribusi masing-masing pihak yang bertransaksi tidak dapat dilakukan analisis secara terpisah;
atau c. para pihak yang bertransaksi saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi atau secara
terpisah menanggung risiko bisnis yang saling berkaitan.

Metode TNNM sesuai untuk kondisi : a. salah satu pihak atau para pihak yang melakukan transaksi afiliasi
tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi; b. kegiatan usaha para pihak yang
bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang tidak terintegrasi; dan c. para pihak yang bertransaksi tidak
saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi atau secara terpisah tidak menanggung risiko
bisnis yang saling berkaitan.
Metode TP

Metode PSM sesuai untuk kondisi: a. para pihak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap
transaksi afiliasi; b. kegiatan usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang
sangat terintegrasi sehingga kontribusi masing-masing pihak yang bertransaksi tidak dapat
dilakukan analisis secara terpisah; atau c. para pihak yang bertransaksi saling berbagi risiko bisnis
yang signifikan secara ekonomi atau secara terpisah menanggung risiko bisnis yang saling
berkaitan.

Metode TNNM sesuai untuk kondisi : a. salah satu pihak atau para pihak yang melakukan
transaksi afiliasi tidak memiliki kontribusi unik dan bernilai terhadap transaksi afiliasi; b. kegiatan
usaha para pihak yang bertransaksi merupakan kegiatan usaha yang tidak terintegrasi; dan c.
para pihak yang bertransaksi tidak saling berbagi risiko bisnis yang signifikan secara ekonomi atau
secara terpisah tidak menanggung risiko bisnis yang saling berkaitan.
Nilai Indikator Harga

Harga Transfer:
• titik kewajaran ,
• titik yang paling tepat dalam rentang ,
• atau titik Tengah

Data pembanding
Single Vs Multiple Year
Tahapan pendahuluan
Dalam pasal 14 ayat (1) Peraturan
Menteri Keuangan
No.22/PMK.03/2020 disebutkan
penerapan ALP untuk transaksi yang
dipengaruhi hubungan Istimewa
tertentu harus dilakukan dengan
tahapan pendahuluan dan tahapan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

Adapun tahapan pendahuluan untuk transaksi jasa meliputi pembuktian bahwa jasa
tersebut secara nyata telah diberikan oleh pemberi jasa dan diperoleh penerima jasa,
dibutuhkan oleh penerima jasa, memberikan manfaat ekonomis kepada penerima jasa.
PKKU untuk BUT

Bentuk Usaha Tetap (BUT) yaitu bentuk usaha yang


dipergunakan oleh Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN)
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia. Termasuk dalam golongan Subjek Pajak
Luar Negeri yaitu orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu
12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia. Pasal 2 Ayat 1a
Undang-Undang PPh menegaskan bahwa perlakuan
perpajakan BUT dipersamakan dengan subjek pajak
badan dalam negeri. Artinya, BUT juga dikenakan
pajak badan dengan tarif 22%.
PKKU untuk BUT

Berbagai macam contoh dari BUT


menunjukkan bahwa pemajakan yang
dilakukan oleh otoritas pajak kepada
BUT tidak hanya sebatas dilihat dari
adanya tempat usaha yang didirikan
Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) di
Indonesia, melainkan dapat dilihat juga
dari sisi aktivitas, keagenan, dan premi
serta risiko asuransi yang ditanggung.
Sehingga semua penghasilan yang
bersumber dari Indonesia akan dipajaki
tanpa terkecuali.
Dokumentasi Penerapan PKKU (TP Doc)

Dokumen transfer pricing merupakan


dokumen yang wajib disusun dan disimpan
oleh Wajib Pajak sebagai dasar penerapan
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam
Penentuan Harga Transfer yang dilakukan oleh
Wajib Pajak. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman
Usaha (PKKU) secara sederhana adalah sebuah
prinsip yang mengatur bahwa harga atau laba
dalam transaksi yang dilakukan antara para
pihak yang mempunyai hubungan istimewa
adalah sama atau sebanding atau berada
dalam rentang yang sama dibandingkan
dengan transaksi yang dilakukan antara para
pihak yang tidak mempunyai hubungan
istimewa yang dijadikan sebagai pembanding.
Kewajiban Wajib
Pajak TP Doc
Dokumentasi Penerapan PKKU (TP Doc)

Bahasa Indonesia Laporan per Negara Dokumen Lokal

Batas waktu TP Doc


Ikhtisar sebagai
Dokumen Induk tersedia & surat
lampiran SPT
pernyataan

Ex Ante Kriteria WP Wajib TP Docs


Kewenangan DJP tertuang dalam Regulasi Pemerintah

Pasal 18 (3) UU PPh

Pasal 2 (1) UU PPN

Pasal 36 PP 55/2022

PMK 22/2020
Kewenangan DJP

• Pasal pasal
• 18 (3) UU PPh
Resident of Treaty • Pasal 9 (1) P3B
Country • Pasal
• 36 PP 55/2022
• PMK 22/2020
Kewenangan DJP
Resident of Treaty Country :

• Pasal18 (3) UU PPh


• Pasal36 PP-55/2022
• PMK-22/2020 Pasal18 (3) UU PPh
• Pasal36 PP-55/2022
• PMK-22/2020
Kewenangan DJP
Resident of Non Treaty Country Kewajiban WP :

✓ Pasal 18 (3) UU PPh ❖ Pasal 35 PP 55/2022 dan PMK


22/2020 Arm’s Length Principle
✓ Pasal 36 PP 55/2022 (PKKU)
✓ PMK 22/2020 ❖ Pasal 11 (2) PP 50/2022 dan PMK
213/2016 TP Documentation
Kewenangan DJP
Panduan TP Doc :
• PMK 213 /PMK.03/2016
• PER 29 /PJ/2017

Panduan PKKU :

• PMK 22/2020
• PER 43/2010 sebagaimana diubah dengan
PER 32/2011
• PER 22/PJ/2013, SE 50/PJ/2013
Kewenangan DJP
Reference :
OECD TP
Guidelines, UN
Practical
Manual on TP
and others
Pengawasan dan Pemeriksaan Penerapan PKKU

Wewenang DJP
menentukan
PKKU

(1) Penyesuaian Koreksi


Primer (2) 0TP Doc
Penyesuaian Harga Transfer dalam
Keterkaitan terhadap Pengawasan
(3) Penyesuaian Kepatuhan
Sekunder PPN

TP Doc dalam
proses Upaya
Hukum
Prosedur Persetujuan Bersama (MAP)

• Subjek
• Objek
01 • Multi resolution
Permohonan •

Waktu
Syarat
• Kanal

• Penelitian
• Formal
• Pemberitahuan
02 •

Perundingan
Hasil
Penanganan •

Kesepakatan
Tindak
• Lanjut Hasil
• Kesepakatan
Prosedur Persetujuan Bersama (MAP)

• Subjek
03 • Kanal

Pencabutan • Penanganan
• Syarat

• Kedudukan
• SKPB
04 Tindak • Interaksi

Lanjut • SKPB
• dengan upaya
• domestik
Kesepakatan Harga Transfer (APA)

1. Pengajuan 2. Penyelesaian 3. Pencabutan


4. Pelaksanaan
Permohonan Permohonan Permohonan
• Kondisi, • Pengujian • Subjek, • Kewajiban dan
• kanal, Material, • Syarat, mekanisme
• Syarat, • Wewenang, • Kanal,
• Kelengkapan, • Perundingan • Pemberitahuan
• Penelitian
Kesepakatan Harga Transfer (APA)

7.Penyampaian 8. Ketentuan lain


5. Evaluasi 6.Pembaruan
secara Elektronik lain APA

• Wewenang, • Syarat, • Elektronisasi • Kedudukan


• Peninjauan • kanal , proses APA APA,
Kembali, • waktu, Pemenuhan
• Pembatalan APA,
• pengujian
Kerahasiaan
data APA
Thank You

Anda mungkin juga menyukai