Anda di halaman 1dari 5

Subjek dan Objek Pajak Penghasilan atas

Pelayaran Dalam Negeri


Dalam ruang lingkup Pajak Penghasilan (PPh), wajib pajak
perusahaan dalam negeri yang menyediakan jasa pelayaran akan
terutang PPh Pasal 15. Pajak penghasilan tersebut dikenakan
terhadap seluruh penghasilan yang diperoleh atau diterima dari jasa
pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk pula di dalamnya
yaitu penyewaan kapal.

Hal tersebut telah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.


416/KMK.04/1996 yang berisi tentang Norma Penghitungan Khusus
Penghasilan Neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dalam
negeri. Ketentuan mengenai jenis pengangkutan orang atau barang
diatur lebih lanjut dalam KMK 416/1996 pada Pasal 1. Jenis
pengangkutan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Pengangkutan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan lain


yang masih di wilayah Indonesia
2. Pengangkutan dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di
luar wilayah Indonesia
3. Pengangkutan dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan
di Indonesia
4. Pengangkutan dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan
lainnya di luar Indonesia.

Apabila wajib pajak melakukan aktivitas berupa jasa angkut ,


ataupun perusahaan pelayaran yang melakukan kegiatan
operasional serta jasa sewa kapal, maka wajib pajak hanya perlu
menghitung pajak penghasilan atas jasa angkutnya saja. Karena,
perlu diketahui untuk penghasilan yang diperoleh dari jasa sewa
telah dipotong oleh pihak lain.

Ketentuan Tarif Pajak Perusahaan Pelayaran


Dalam Negeri
Perusahaan pelayaran dalam negeri menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto (NPPN) untuk menghitung besarnya
PPh Pasal 15 yang terutang. Untuk mencari PPh terutang tarif
sebesar 30% dikalikan dengan norma penghitungan penghasilan
neto. Dengan demikian, sesuai dengan pasal 2 ayat (1) KMK
416/1996 peredaran bruto dari objek PPh Pasal 15 akan dikalikan
dengan tarif khusus yang besarnya 4%, untuk menentukan jumlah
penghasilan neto.

Selanjutnya, berdasarkan pasal 2 ayat (2) perusahaan pelayaran


dalam negeri dikenakan tarif pajak sebesar 1,2% dari peredaran
bruto yang bersifat final. Dalam hal ini peredaran bruto yang
dimaksud adalah seluruh imbalan atau nilai pengganti yang berupa
uang ataupun nilai uang yang diperoleh maupun diterima wajib
pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari aktivitas
pengangkutan orang maupun barang yang dimuat dari satu
pelabuhan ke pelabuhan yang lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di wilayah Indonesia menuju pelabuhan di luar Indonesia
begitu pula sebaliknya. (Sesuai dengan Pasal 1 KMK 416/1996).

Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan


Pelaporan Pajak Perusahaan Pelayaran
Dalam Negeri
Ketentuan perusahaan pelayaran domestik, jika melakukan
pelunasan PPh yang terutang atas penghasilan yang diperoleh
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan persewaan dengan pihak
pemotong adalah sebagai berikut:

 Melakukan pemotongan pajak penghasilan yang terutang saat


waktu pembayaran maupun terutangnya nilai pengganti atau
nilai imbalan
 Memberikan bukti pemotongan pajak penghasilan atas
penghasilan perusahaan dalam negeri atau yang bersifat final
terhadap pihak yang memperoleh atau menerima penghasilan
 Melakukan penyetoran pajak penghasilan yang terutang ke
bank persepsi atau ka kantor pos serta giro dengan jangka
waktu paling lambat 10 bulan berikutnya. Dalam hal ini bulan
yang dimaksud ialah setelah pembayaran maupun saat
terutangnya imbalan. Untuk penyetoran dilakukan
menggunakan surat setoran pajak (SSP) . Hal penting lainnya
yaitu untuk pelaporan pemotongan dan penyetoran harus
dilakukan di kantor pelayanan pajak (KPP) paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya atau sesudah bulan terutangnya
imbalan.
Sementara itu, untuk PPh Pasal 15 atas penghasilan yang diterima
selain dari perjanjian charter dengan pemotong pajak akan disetor
dan dilaporkan sendiri oleh wajib pajak perusahaan pelayaran dalam
negeri secara mandiri.

Untuk batas waktu penyetoran pajak penghasilan yang terutang ke


bank persepsi dan giro maupun kantor pos yang dilakukan oleh
wajib pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan
diterimanya penghasilan, dengan menggunakan surat setoran pajak
(SSP) final serta untuk pelaporannya dilakukan oleh wajib pajak
paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
terutangnya pajak penghasilan.

Baca juga Pengelompokan Aset Tetap Beserta Tarifnya

Contoh Perhitungan PPh Pasal 15 atas


Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Agar dapat memudahkan dalam memahami penerapan PPh Pasal 15
bagi Wajib Pajak pelayaran dalam negeri, Berikut merupakan contoh
penerapannya:

PT Jaya Rama melakukan penyewaan kapal dari PT Putra


Lines, yang merupakan sebuah maskapai pelayaran nasional
dengan nilai sewa sebesar Rp1.500.000.000,00. Ketika PT Jaya
Rama membayar biaya sewa kapal seluruhnya pada tanggal 20 Juni
2020, maka yang dilakukan PT Jaya Rama adalah sebagai
berikut:

1. Memotong PPh Pasal 15 sebesar : 1,2% x Rp1.500.000.000,00 =


Rp18.000.000,00
2. Membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 15
3. Melakukan penyetoran PPh Pasal 15 yang telah dipotong
paling lambat tanggal 10 Juli 2020
4. Melakukan pelaporan pemotongan PPh Pasal 15 dalam SPT
Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Juni 2020 paling lambat
tanggal 20 Juli 2020.

Sebaliknya apabila PT Putra Lines menyewakan kapal kepada selain


pemotong pajak, contohnya kepada Badan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang memperoleh pembayaran senilai
Rp1.200.000.000,00 pada tanggal 20 Februari 2020, maka PT Putra
Lines wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 terutang senilai
Rp14.400.000,00 yang diperoleh dari perhitungan 1,2% x
Rp1.200.000.000,00 itu disetor paling lambat tanggal 10 Maret 2020
dan melaporkan penyetoran tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 15
Masa Pajak Februari 2020 paling lambat tanggal 20 Maret 2020.

Jika wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri membayar


pajak di luar negeri atas penghasilan di luar negeri atas
pengangkutan orang maupun barang termasuk penyewaan kapal,
pajak yang dibayar di luar negeri tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh yang terutang dengan ketentuan untuk masing-masing
negara setinggi-tingginya 1,2% dari penghasilan di luar negeri
tersebut.

Aspek Perpajakan Perusahaan


Tambang Batubara
Saat akan memulai usaha pertambangan mineral dan batubara, Anda
wajib mengenal kewajiban pajak perusahaan tambang batubara berikut
ini:

1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21: dikenakan untuk gaji


karyawan.
2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atau dikenal PPh 23
jasa dikenakan untuk jasa penunjang dalam kegiatan batubara.
Contoh: Analyst Sampling, Draught Survei, PBM &Trucking, jasa
kelola, dan sebagainya.
3. PPh Pasal 4 Ayat 2 jasa konstruksi/kontraktor dan untuk sewa
lahan atau tanah.
4. PPh Pasal 15 untuk jasa pengangkutan lewat perairan.
5. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan hanya bila batubara
diolah menjadi briket.
6. Pajak Bumi dan Bangunan (PPB): Objek pajak meliputi areal
penambangan. Subjek pajaknya adalah orang atau badan yang
secara nyata memiliki hak atas bumi, memperoleh manfaat dan/atau
menguasai manfaat atas bumi dan bangunan.

Anda mungkin juga menyukai