Anda di halaman 1dari 3

Resume

   Peraturan Terkait

   Cari Resume

PPh Pasal 15 atas PELAYARAN DALAM


NEGERI
Cetak
A A A 

I. DASAR HUKUM
o KMK-416/KMK.04/1996 (berlaku sejak tahun pajak 1996) tentang norma
penghitungan khusus penghasilan neto bagi WP Perusahaan Pelayaran DN

II. SURAT EDARAN TERKAIT


o SE-29/PJ.4/1996 (tanggal 13 Agustus 1996) tentang PPh terhadap WP
Perusahaan Pelayaran DN

III. PENGERTIAN WP PELAYARAN DALAM NEGERI 


o orang yang bertempat tinggal di Indonesia atau badan yang didirikan dan
berkedudukan di Indonesia (SPDN) yang melakukan usaha pelayaran dengan
kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan
kapal pihak lain (angka 2 SE-29/PJ.4/1996)

IV. OBJEK PPH (angka 3 SE-29/PJ.4/1996)


o WP perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia. Oleh karena itu penghasilan yang menjadi Objek
pengenaan PPh meliputi Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP
dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penyewaan kapal
dari:
1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
2. Pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia,
3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia,
4. pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia
 

V. TARIF (BERSIFAT FINAL)


o PPh terutang = 30 % x Norma Penghitungan Penghasilan Netto. Norma
Penghitungan Penghasilan Netto = 4% x Peredaran Bruto 
o PPh Terutang = 30% x 4% x Peredaran bruto = 1,2% x Peredaran Bruto
(Pasal 2 KMK-416/KMK.04/1996)
 peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh WP perusahaan pelayaran
dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya. (Pasal 1 KMK-
416/KMK.04/1996)

VI. SAAT TERUTANG DAN SAAT PEMOTONGAN


o Atas penghasilan yang diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter
dengan pemotong pajak, PPh pasal 15 terutang dan wajib dipotong pada saat
pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti. (angka 6 huruf a SE-
29/PJ.4/1996)
o Dalam hal penghasilan diperoleh selain berdasarkan perjanjian persewaan atau
charter dengan pemotong pajak, PPh pasal 15 terutang pada saat diterima atau
diperolehnya penghasilan. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)

VII. TATA CARA PENYETORAN & PELAPORAN


o Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau
charter dengan pemotong pajak : pihak yang membayar atau terutang hasil
tersebut wajib Melakukan pemotongan pada saat pembayaran atau terutang,
memberikan bukti potong, menyetorkan paling lambat tgl 10 bulan berikutnya
dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. (angka 6 huruf a SE-29/PJ.4/1996)
o Dalam hal penghasilan diperoleh bukan berdasarkan perjanjian persewaan
atau charter dengan pemotong pajak, maka Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh yang terutang paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)
o Dalam hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib Menyetor sendiri PPh yang terutang
paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal
15 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. (angka 6 huruf b SE-29/PJ.4/1996)

 
VIII. MEKANISME PPh PASAL 24
o Pajak yang telah dibayar di Luar Negeri dapat dikreditkan maksimal 1,2% dr
penghasilan yang diterima atau diperolehnya di Luar Negeri per masing-masing
negara (angka 7 SE-29/PJ.4/1996)

IX. KEWAJIBAN  PPH PASAL 25


o Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan semata-mata dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk
penghasilan penyewaan kapal tidak lagi diwajibkan menyetor PPh Pasal 25
(angka 10 SE-29/PJ.4/1996)
o Penghasilan diluar jasa Pelayaran Dalam Negeri dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan yang berlaku  

X. CONTOH SOAL :
o PT. AL-NUSA mencarter kapal kapal PAN DAENG AIRLINES ,sebuah
maskapai pelayaran nasional untuk mengangkut barang. Ongkos charter sebesar
Rp. 100.000.000,-. Bagaimana pemotongan pajaknya?
 Jawaban:
 PT. AL-NUSA memotong PPh Pasal 15 sebesar 1,2% x
100.000.000,- = 1.200.000,- pada saat membayar ongkos charter
 Cara Penyetoran dan Pelaporan:
 PT. AL-NUSA membuat bukti potong PPh Pasal 15
rangkap 3:
1. Lembar ke-1 untuk : yang menyewakan (PAN
DAENG AIRLINES)
2. Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak
(Dilampirkan di SPT Masa PPh Pasal 15)
3. Lembar ke-3 untuk : penyewa (Arsip PT. AL-
NUSA)
 Penyetoran Paling Lambat Tanggal 10 Bulan Berikutnya
 Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan Berikutnya
 Apabila customer dari PAN DAENG AIRLINES tidak memotong
pajak (selain pemotong pajak) maka PAN DAENG AIRLINES
wajib menyetor sendiri PPh Pasal 15 Paling Lambat Tanggal 15
Bulan Berikutnya dan Pelaporan Paling Lambat Tanggal 20 Bulan
Berikutnya

© DJP Tax Knowledge Base

Anda mungkin juga menyukai