Anda di halaman 1dari 23

TAX PLANNING

PEMOTONGAN ATAU
PEMUNGUTAN
(WITHHOLDING TAX)
SISTEM
PEMUNGUTAN PAJAK

SELF OFFICIAL WITHHOLDING


ASSESSMENT ASSESSMENT TAX
Withholding tax ?
Suatu mekanisme/sistem yang memberikan penugasan dan
tanggungjawab kepada pihak ketiga, untuk melakukan pemotongan
atau pemungutan atas pajak penghasilan yang terutang pada suatu
transaksi yang dikenakan pajak.

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar


pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai
hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
FUNGSI WITHHOLDING TAX ?

Sebagai sarana mempermudah fiskus dalam pengumpulan pajak


Menghemat biaya administrasi pemungutan (administrative cost)
Pajak yang dipotong/pungut dapat menjadi kredit pajak bagi WP
tersebut kecuali pajak yg bersifat final
Meningkatkan kepatuhan secara sukarela karena pembayar pajak
secara tidak langsung telah membayar pajaknya
Sebagai penerapan prinsip convenience of tax system
Jenis pajak yg dipotong/dipungut
- PPh pasal 4 (2)
- PPh pasal 15
- PPh pasal 21
- PPh pasal 22
- PPh pasal 23
- PPh pasal 26
- PPN dan PPNBM
PPh PASAL 4 (2)
Dilakukan pemotongan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan
pembayaran untuk objek tertentu seperti sewa tanah dan/atau bangunan, jasa
konstruksi, pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dan lainnya.
Apabila WP menerima penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2) dan pemberi penghasilan (pemberi kerja) juga merupakan
pemotong PPh Pasal 4 ayat (2), maka tersebut dipotong oleh WP (yg memberi
penghasilan).
Namun, apabila Wajib Pajak menerima penghasilan yang merupakan objek PPh
Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi (bukan
pemotong), maka Wajib Pajak (yg menerima) tersebut wajib menyetor sendiri
PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut, misalnya dalam transaksi sewa atau penjualan
property tanah dan/atau bangunan.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final
Pengenaannya diatur khusus dengan
tidak perlu digabung dengan penghasilan
peraturan pemerintah
lainnya.

Karakteristik PPh Pasal 4 (2) (PPh Final)

Jumlah PPh final yang telah dipotong Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
sendiri atau dipotong pihak lain tidak bisa memperoleh penghasilan yang dikenai
dikreditkan PPh Final tidak dapat dikurangkan (NDE)
TAX PLANNING PPh PASAL 4 (2)
- Melakukan ekualisasi terhadap jumlah PPh 4 pasal (2), yaitu membandingkan objek PPh
pasal 4 (2) dengan SPT Masa PPh pasal 4 (2) yg telah dilaporkan
- Melakukan tax control untuk memastikan sudah dilakukan pemotongan/pemungutan
- Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan transaksi.
Dalam banyak kasus, terjadi pengenaan kurang bayar atas pemotongan PPh final yang
ditemukan oleh fiskus sehingga diterbitkan SKPKB. Hal ini disebabkan oleh:
1. Ditemukan biaya-biaya yang menjadi objek PPh pasal 4 (2) belum dilakukan
pemotongan oleh WP.
2. Jumlah PPh yang disetorkan ke negara lebih rendah dari jumlah yang dipotong oleh
WP.
3. Jumlah PPh Pasal 4 (2) yang dibukukan di buku besar/ledger tidak cocok dengan SPT
PPh Masa Pasal 4 (2).
PPh pasal 15 (Norma Perhitungan Khusus)
Pemotongan Pajak penghasilan yang dilakukan oleh pihak pemberi
penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma
penghitungan khusus. Wajib Pajak tertentu tersebut adalah perusahaan
pelayaran atau penerbangan international, perusahaan asuransi luar negeri,
perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing,
perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.
Objek nya dapat dilihat disini: http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pph-
pasal-15
No Objek Pajak Tarif X DPP Penyetoran & Pelaporan Dasar Hukum
1. Charter 1,8% X Peredaran bruto Disetor oleh pemotong paling lambar - KMK475/KMK.04/1996
Penerbangan Dalam sesuai perjanjian tanggal 10 bulan berikutnya. - SE 35 PJ/PJ.4/1996
Negeri (Tidak Final)
Dilaporkan dlm SPT Masa PPh 15, paling
KAP: 411129 lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
KJS: 101

2. Perusahaan 1,2% X Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong: disetor paling - KMK 416/KMK.04/1996
Pelayaran Dalam (Final) lambat tanggal 10 bulan berikutnya. - SE 29/PJ.4/1996
Negeri
KAP: 411128 Disetor sendiri: disetor paling lambat
KJS: 410 tanggal 15 bulan berikutnya.

Dilaporkan paling lambat tanggal


20 bulan berikutnya.
3. Perusahaan 2,64% x Peredaran Bruto Disetor oleh pemotong: disetor paling - KMK 417/KMK.04/1996
Pelayaran dan (Final) lambat tanggal 10 bulan berikutnya. - SE 32/PJ.4/1996
Penerbangan Luar
Negeri KAP: 411128, Disetor sendiri: disetor paling lambat
KJS: 411 tanggal 15 bulan berikutnya.

Dilaporkan paling lambat tanggal


No Objek Pajak Tarif X DPP Penyetoran & Pelaporan Dasar Hukum

4. WPLN yang Untuk negara yang tidak ada P3B Disetor sendiri paling - KMK
mempunyai kantor dengan Indonesia: lambat tanggal 15 bulan 634/KMK.04/1994,
perwakilan dagang 0,44% x nilai ekspor bruto berikutnya setelah bulan berlaku mulai 1 Januari
di Indonesia diterima penghasilan. 1995
Penghasilan neto = 1% x nilai ekspor - KEP
bruto Dilaporkan paling lambat 667/PJ/2001,berlaku
tanggal 20 bulan mulai 29 Oktober 2001
Untuk negara yang mempunyai P3B berikutnya dengan - SE 2/PJ.03/2008
dengan Indonesia: menggunakan Formulir ditetapkan tgl 31 Juli
disesuaikan dengan tarif P3B, untuk dalam Lampiran I KEP 2008.
contoh penghitungan lihat di SE 667/PJ./2001 dan
2/PJ.03/2008. dilampiri SSP lembar ke-3.
(Final)
5. WP yang melakukan 7% x tarif tertinggi Pasal 17 ayat (1) Disetor dengan - KMK
kegiatan usaha jasa huruf b UU PPh x total biaya menggunakan paling 543/KMK.03/2002
maklon (Contract pembuatan atau perakitan barang lambat tgl 15 bulan - SE 02/PJ.31/2003
Manufacturing) tidak termasuk biaya pemakaian berikutnya.
Internasional di bahan baku (direct materials).
bidang produksi Atau dapat dilihat dalam Dilaporkan paling lambat
mainan anak-anak. SE 02/PJ.31/2003. tgl 20 bulan berikutnya.
(Final) Tetapi tidak ada formulir
khusus utk pelaporannya.
TAX PLANNING PPh Pasal 15

Memahami ketentuan objek PPh pasal 15 baik untuk pemotong atau yang
dipotong.
Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih dulu antara saat
terutang (accrual basis) atau saat dibayarkan (cash basis).
Melakukan ekualisasi biaya-biaya yang terkait objek PPh pasal 15 dengan SPT Masa
PPh pasal 15 yang dilaporkan.
Selektif dalam memilih patner/lawan transaksi atau berusaha aktif mengingatkan
kewajibannya sebagai pemotong.
Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan
transaksi.
PPH PASAL 21

Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan


pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan.
Pemotongan dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan kepada WP orang
pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang
dilakukan.
Objeknya dapat dilihat di http://www.pajak.go.id/content/seri-pph-pajak-
penghasilan-pasal-21
Pemotong
PPh Pasal 21

OP yang melakukan kegiatan


Pemberi Kerja usaha atau pekerjaan bebas

Bendahara Pusat atau


Swasta
Lembaga Dana Pensiun Penyelenggara
atau Badan Lain Kegiatan
TAX PLANNING PPH PASAL 21

Memilih metode/alternatif pembayaran yang tepat kepada karyawan, yaitu PPh


pasal 21 ditanggung karyawan (potong gaji), PPh pasal 21 ditanggung
perusahaan, PPh pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (gross up)
Menggunakan prinsip taxability dan deductibility, yaitu mengubah penghasilan
objek pajak menjadi bukan objek pajak, atau sebaliknya mengubah biaya yang
tidak boleh dikurangkan (NDE) menjadi boleh dikurangkan (DE). Contoh
pemberian dalam bentuk uang atau natura, biaya perjalanan dinas (bisa
dipertanggungjawabkan), dsb.
Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan pihak/lawan
transaksi.
PPh pasal 22

Pemotongn dilakukan oleh pihak tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang (seperti penyerahan barang
oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah), impor barang dan kegiatan usaha di
bidang-bidang tertentu serta penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 meliputi pemungutan atas: (1) pembelian barang oleh
instansi Pemerintah; (2) ;kegiatan impor barang; (3) produksi barang-barang tertentu
misalnya produksi baja, kertas, rokok, dan otomotif; (4) pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang
perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang pengumpul; (5)
Pemungutan PPh atas penjualan atas barang yang tergolong mewah. WP dapat
ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau dapat juga sekaligus sebagai pihak yang
dipungut PPh Pasal 22.
Untuk lebih lengkap
dapat dilihat di
PMK
No.34/PMK.010/2017
TAX PLANNING PPh PASAL 22
1. Pemahaman ketentuan dan peraturan PPh pasal 22, terutama Mengetahui
ketentuan waktu penyetoran dan pelaporan
2. Memiliki Angka Pengenal Impor (API)
3. Pemuatan klausul perpajakan dalam perjanjian/kontrak dengan
pihak/lawan transaksi.
4. Pengajuan SKB untuk WP yang memenuhi kriteria sesuai Peraturan Dirjen
Pajak Nomor: PER-1/PJ/2011
5. Memperhatikan Bukti pungut PPh Pasal 22. Terkadang perusahaan yang
melakukan impor barang meminta pihak ketiga yang bergerak di bidang jasa
kepabeanan (PPJK) untuk mengurusinya. Jika hal demikian dilakukan,
waspadai adanya PPJK yang nakal.
PPH PASAL 23

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas


penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan
penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong PPh Pasal 23 dilakukan oleh:
o badan pemerintah; Subjek Pajak badan dalam
o perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; negeri;
o Wajib Pajak OP dalam negeri tertentu, penyelenggaraan kegiatan;
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. bentuk usaha tetap (BUT);
TAX PLANNING PPh PASAL 23

Memahami ketentuan yang mengatur PPh Pasal 23 dan tarif pemotongannya.


Menghindari penggunaan nama nama perkiraan akun yang mudah diartikan sebagai objek
PPh Pasal 23/26/Final, misalnya pembayaran royalti yang, sebenarnya adalah pemakaian aset
tidak berwujud
Melakukan Pemisahan pencatatan tagihan atas jasa dan material. Kecuali jasa catering dan
jasa kontruksi
Pengajuan SKB untuk WP sesuai kriteria Peraturan Dirjen Pajak Nomor: PER-1/PJ/2011
Melakukan ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 23 di SPT Masa dengan
laporan keuangan.
Melakukan metode gross up
PPh PASAL 26

PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari


Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Pemotongan dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan sehubungan dengan
pembayaran berupa dividen, bunga, royalty, hadiah dan penghasilan lainnya
kepada WP luar negeri. WP baik orang pribadi maupun badan ditunjuk untuk
memotong PPh Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan Tax Treaty.
Tax Planning PPh Pasal 26
Memahami ketentuan PPh Pasal 26 secara komprehensif.
Memanfaatkan fasilitas tax treaty, dengan cara :
a. WPLN harus dapat menunjukkan SKD/COD dan memperbarui SKD
tersebut tiap tahun,
b. Minimalkan kunjungan tenaga ahli dari luar negeri sehubungan
dengan jasa profesional agar timetest sebagaimana diatur di dalam tax
treaty tidak terlampaui
Memanfaatkan tax haven countries untuk meminimalkan beban pajak
Melakukan metode gross up, contoh bunga pinjaman dari luar negeri.
Karena biasanya perusahaan luar negeri tidak mau dipotong pajaknya.
Melakukan ekualisasi obyek PPh Pasal 26 yang dilaporkan di SPT Masa
PPh Pasal 26 dengan biaya-biaya obyek PPh Pasal 26 di pos-pos laporan
keuangan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai