TUGAS PERPAJAKAN II
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 15
Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu
yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) ditetapkan
Menteri Keuangan.
Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh Wajib
Pajak Tertentu, yaitu :
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi
golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan
kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi
wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya
penghasilan netto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.
1. Subjek Pajak
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah perusahaan pelayaran/penerbangan yang
bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap
(BUT).
2. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang
yang diterima oleh wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri yang
melakukan usaha melalui BUT di Indonesia. Adapun untuk penggantian atau imbalan
yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan diluar negeri ke pelabuhan
Indonesia tidak termasuk dalam objek pajak yang dikenakan PPh Pasal 15.
3. Tarif Pajak
Penghasilan neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri
ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto. Besarnya tarif pajak untuk perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Pengertian peredaran bruto di sini adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh wajib pajak perusahaan
pelayaran/penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
4. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Apabila penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan (charter), maka pihak
yang membayar atau pihak yang mencarter wajib:
Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai
pengganti;
Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan
pelayaran/penerbangan kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan;
Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau terutangnya imbalan,
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan.
Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud di atas, maka wajib pajak
perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri wajib:
Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos, selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaram atau terutangnya imbalan,
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) final;
Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan.
PPh Pasal 15 atas Charter Penerbangan Dalam Negeri
1. Objek Pajak
Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
2. Tarif
PPh terutang = 30% x norma Penghitungan Penghasilan Netto.
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 6% x Peredaran Bruto
Sehingga tarif efektif PPh Terutang = 1,8 % x Peredaran Bruto (1,8% berasal dari 6%
x 30%)
Pelunasan PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran PPh Pasal 23 yang dapat
dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak
yang bersangkutan.
3. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pembayaran PPh Pasal 15 atas perusahaan penerbangan dalam negeri yang terutang
dilakukan melalui pemotong yakni pencarter sepanjang pencarter tersebut adalah Badan
pemerintah, Subjek Pajak Badan Dalam Negeri, Penyelenggara Kegiatan, BUT, atau
Perwakilan Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan
atau nilai pengganti. Atas pemotongan PPh ini pencarter wajib:
Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;
Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau
nlai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP); dan
Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai pengganti imbalan Perusahaan Luar Negeri Lainnya.
1. Subjek Pajak
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal
yang didaftarkan, baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
2. Objek Pajak
Seluruh penghasilan yang diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia. Oleh karena itu penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau
barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari :
1. Subjek Pajak
Perusahaan pengeboran minyak dan gas bumi yang bertempat kedudukan di luar negeri
yang melakukan usaha melalui BUT.
2. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak yaitu penghasilan bruto dari jenis-jenis penghasilan yang
tercantum dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang bersangkutan.
3. Tarif Pajak
Untuk menghitung penghasilan neto dari BUT yang melakukan kegiatan usaha di bidang
pengeboran migas secara internasional, sukar dilaksanakan dengan seksama karena
adanya kesulitan untuk menghitung besarnya penyusutan atas peralatan pengeboran
(drilling rings) dan biaya operasional lainnya.
Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 628/KMK.04/1991 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak Badan yang Melakukan
Kegiatan Usaha di Bidang Pengeboran Minyak dan Gas Bumi serta Angsuran Pajak
Penghasilan dalam Tahun Berjalan oleh Wajib Pajak Sendiri, disebutkan bahwa
penghasilan neto wajib pajak BUT pengeboran migas dihitung dengan menggunakan
norma penghitungan khusus sebesar 15% dari penghasilan bruto.
Adapun besarnya tarif pajak atas penghasilan netto dari BUT pengeboran migas sesuai
dengan Pasal 17 ayat 2a UU PPh yaitu 25% untuk wajib pajak badan dalam negeri dan
bentuk usaha tetap.
4. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan
Wajib pajak BUT pengeboran migas terutang pajak penghasilan di akhir tahun yang
dapat dibayarkan secara angsuran setiap bulannya sesuai dengan PPh Pasal 25.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi wajib pajak BUT adalah jumlah yang
dihasilkan dari penerapan tarif menurut Pasal 17 UU PPh atas penghasilan netto dari
usaha di bidang pengeboran migas yang dihitung dengan menggunakan norma
penghitungan khusus ditambah penghasilan netto dari kegiatan usaha lain yang
disetahunkan, kemudian dibagi 12.
Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 dianggap telah disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada SSP. Batas waktu
pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan berikutnya. Apabila tanggal 15
jatuh pada hari libur, maka pembayaran PPh Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Sedangkan batas waktu untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari
setelah berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20 jatuh
pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya. Hari libur
meliputi hari libur nasional dan hari-hari yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh
pemerintah.
1. Subjek Pajak
Subjek pajak dari PPh Pasal 15 ini adalah wajib pajak luar negeri (WPLN) yang
mempunyai kantor perwakilan dagang (representative office/liaison office) di Indonesia
yang berasal dari negara yang belum mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak
Berganda (P3B) dengan Indonesia.
2. Objek Pajak
Objek pajaknya adalah nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang
diterima atau diperoleh WPLN yang mempunyai kantor perwakilan dagang di Indonesia
dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat
kedudukan di Indonesia.
3. Tarif Pajak
Penghasilan neto dari WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia
ditetapkan sebesar 1% dari nilai ekspor bruto. Nilai ekspor bruto adalah semua nilai
pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh WPLN yang mempunyai Kantor
Perwakilan Dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan
yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Besarnya tarif pajak bagi WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di
Indonesia adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.
4. Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pembayaran dan pelaporan PPh dari WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan
Dagang di Indonesia dan pengadministrasiannya di Kantor Pelayanan Pajak dilakukan
sebagai berikut:
WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib membayar
PPh yang terutang dalam suatu masa pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan, dengan menggunakan satu Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia wajib melaporkan
pembayaran PPh yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan bentuk formulir sesuai lampiran I KEP-667/PJ./2001 dan dilampiri
dengan lembar ke-3 SSP Final.
Jawaban :
Atas penghasilan PT Sebrang Laut dari PT Pulp Wijaya yaitu untuk jasa pengangkutan
bahan setengah jadi untuk pembuatan kertas (pulp) dari Jakarta ke Surabaya terutang PPh
sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Pada bulan Juli 2016 dilakukan satu kali pengangkutan dan telah dibayar pada 25 Juli 2016.
Dewys Lines Ltd. memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia yaitu BUT Dewys
Lines (BUT DL).
Jawaban :
Kapal Dewys Lines Ltd.-Swiss yang disewa oleh PT Kayu Sejahtera beroperasi dalam lalu
lintas internasional (international traffic) sebagaimana dimaksud dalam P3B Indonesia-
Swiss, sehingga atas penghasilan dari persewaan kapal tersebut dapat dikenai pajak di
Indonesia namun tidak melebihi 50% dari pajak yang dikenakan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan PPh.
Mengingat Dewys Lines Ltd. melakukan usaha melalui BUT di Indonesia maka atas
penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang dalam lalu lintas internasional
tersebut dipotong PPh yang bersifat final sebesar 50% x 2,64% dari peredaran bruto, yang
dipotong oleh PT Kayu Sejahtera sebagai pihak yang mencarter.
Kewajiban PT Kayu Sejahtera sebagai pemotong PPh Pasal 15 atas penghasilan dari BUT
Dewys Lines adalah:
Melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa penyewaan kapal untuk
pengangkutan alat-alat mebel tersebut sebesar Rp6.000.000 dan memberikan bukti
pemotongan tersebut kepada BUT Dewys Lines;
Menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara melalui Kantor Pos
atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 12 Agustus 2016;
Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Juli 2013 paling lama tanggal 20
Agustus 2016.