Anda di halaman 1dari 10

PAJAK INTERNASIONAL

Pajak Penghasilan Atas Pelayaran dan Penerbangan


Dalam Negeri & Luar Negeri

DISUSUN OLEH :

Angelina Herky Jullianna (3111811043)


Aulia Nisaq Miftahul Janah (3111811017)
Krisnawaty Sitanggang (3111811024)

PROGRAM STUDI DIII - AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI BATAM

MARET - 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat

dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih banyak

kekurangan di dalamnya.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi kelengkapan tugas dari dosen

pengajar Pajak Internasional di Politeknik Negeri Batam tahun 2020. Makalah ini membahas

tentang Pajak Penghasilan atas Pelayaran dan Penerbangan Luar Negeri Dan Dalam

Negeri

Semoga makalah ini dapat dipahami oleh para pembaca. Kami mohon maaf apabila

terdapat kata-kata yang kurang berkenan. Oleh karena itu, berbagai kritik dan saran yang

membangun sangat diperlukan untuk memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah ikut serta

berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT senantiasa

meridhai segala segala usaha kita. Aamiin

Batam, 12 Maret 2020


Tim Penyusun

1.1  Latar Belakang

PPh Pasal 15 adalah Pajak Penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau

diperoleh oleh Wajib Pajak Tertentu, yaitu Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,

Perusahaan pelayaran dalam negeri, Perusahaan penerbangan dalam negeri, Perusahaan asuransi

luar negeri, Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, Perusahaan dagang asing

Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah atau BOT (“build,

operate, and transfer”).

Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi

golongan Wajib Pajak tertentu tersebut, berdasarkan pertimbangan praktis atau sesuai dengan

kelaziman pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi

wewenang untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya

penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu tersebut.

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        Apakah pengertian dari Pajak Penghasilan Pasal 15?

1.2.2        Bagaimana pajak penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri?

1.2.3        Bagaimana pajak penghasilan atas perusahaan penerbangan dalam negeri?

1.2.4        Bagaimana pajak penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN
Pasal 15 Undang-Undang PPh mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk

menghitung penghasilan neto dari wajib pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan

ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) Undang-Undang PPh ditetapkan Menteri Keuangan

(Dirjen Pajak 2008).

Norma Penghitungan Khusus untuk golongan wajib pajak tertentu, antara lain:

1.      Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional

2.      Perusahaan asuransi luar negeri

3.      Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi

4.      Perusahaan dagang asing

5.      Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and

transfer/BOT).

2.2  PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PELAYARAN/PENERBANGAN LUAR


NEGERI
2.2.1        DASAR HUKUM
1.      Pasal 15 Undang-Undang PPh
2.      Keputusan Menteri Keungan Nomor 417/KMK.04/1996
3.      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996
2.2.2        SUBJEK PAJAK
Perusahaan pelayaran/penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan
usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).
2.2.3        OBJEK PAJAK
Penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh wajib pajak
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk
Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
      Tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dar pengangkutan orang dan/atau barang dari
pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.

2.2.4        TARIF PAJAK
Tarifnya adalah sebesar 2,64 % dari peredaran bruto dan bersifat final.

2.2.5        CONTOH KASUS
B shpping co. perusahaan pelayaran penduduk negara D, dimana indonesia dan negara D
mempunyai P3b . B shipping co. mengoperasikan kapal dengan rute ibukota negara B- Jakarta-
Medan-Ibukota negara B . Pendapatan dari pengoperasian kapal tersebut sebagai berikut
Ibukota negara b-jakarta 800.000.000
Jakarta-medan 400.000.000
Medan-ibukota negara B 600.000.000
Jumlah 1.800.000.000
Dalam kasus ini , indonesia dapat melakukan pemajakan pph pasal 15 perusahaan pelayaran
asing atas penghasilan dari rute pelayaran jakarta-medan dan medan-ibukota negara B dengan
perhitungan sebagai berikut :
Jakarta-medan 400.000.000 x 2.64% =10.560.000
Medan-Ibukota negara B 600.000.000 x 2.64% = 7.920.000
Jumlah 1.000.000.000 =18.480.000(final)

2.2.6        TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN


1.      Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, maka pihak yang membayar atau
pihak yang mencarter wajib:
a.       Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti.
b.      Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan.
c.       Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10
bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP).
d.      Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan.
2.      Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud pada huruf a di atas, maka wajib pajak
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib:
a.       Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 15
bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak (final).
b.      Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal
20 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.

2.3  PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PENERBANGAN DALAM NEGERI


2.3.1        DASAR HUKUM
1.      Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan
2.      Keputusan Menteri Keungan Nomor 475/KMK.04/1996
3.      Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996
2.3.2        OBJEK PAJAK
Penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dar pengangkutan orang dan/atau barang
yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dar pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri.
2.3.3        SUBJEK PAJAK
Perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan
berdasarkan perjanjian carter/sewa.
2.3.4        TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK
Tarifnya adalah sebesar 1,8 persen dari peredaran bruto dan tidak bersifat final.
2.3.5        CONTOH KASUS
PT Ayu mencharter pesawat dari Raffi Airlines, sebuah maskapai penerbangan nasional untuk
mengangkut barang. Biaya charter sebesar Rp100.000.000,-
Jawab :
PT Ayu memotong PPh Pasal 15 sebesar 1,8% = 1,8% x Rp100.000.000,- = Rp1.800.000,-
Dipotong pada saat membayar ongkos charter

2.3.6        PEMOTONGAN DAN PELAPORAN


Atas pemotongan PPh ini pencarter wajib:
a.       Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan.
b.      Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya tanggal 10
bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nlai pengganti, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
c.       Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau
nilai pengganti.

2.4  PAJAK PENGHASILAN ATAS PERUSAHAAN PELAYARAN DALAM NEGERI


2.4.1        DASAR HUKUM
1.      Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan
2.      Keputusan Menteri Keungan Nomor 416/KMK.04/1996
2.4.2        OBJEK PENGENAAN PPH
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang,
termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari :
1.      pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
2.      pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
3.      pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
4.      pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.

2.4.3        SUBJEK PAJAK
Subjek Pajak Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri adalah orang yang bertempat tinggal atau
badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan
kapal yang didaftarkan baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
2.4.4        TARIF DAN DASAR PENGENAAN PAJAK
Besarnya PPh yang terutang adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto
adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan orang dan/atau
barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan
di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.

2.4.5        CONTOH KASUS
PT Pevita Pearce terdaftar di KPP Jurang Mangu, pada bulan Februari 2017 mengangkut alat
-alat rumah tangga senilai Rp2.000..000,000, - dengan kapal dari Cina menuju pelabuhan
Tanjung Perak Surabaya dengan imbalan Rp32.000.000, - dengan biaya -biaya perjalanan
sebesar Rp20.000.000, -. Selain itu pada bulan Maret 2016 ternyata juga mengangkut produk
kerajinan ukir kayu senilai Rp600.000.000, - milik PT Mike Lewis dengan kapal dari pelabuhan
Tanjung Mas menuju Pelabuhan Pahang Malaysia. Atas hal tersebut PT Pevita Pearce
memperoleh penghasilan Rp28.000.000, - dengan total biaya perjalanan sebesar Rp20.000.000, -
Jawaban :
Dasar Hukum : KMK No. 416/KMK.04/1996
PPh Pasal 15 (Februari) : 1,2% x Rp32.000.000,- = Rp384.000,-
PPh Pasal 15 (Maret) : 1,2% x Rp28.000.000,-= Rp 336.000,-
Total PPh Pasal 15 = Rp 720.000,- (Final)

2.4.6        TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN


1.      Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan
pemotong pajak, maka pihak yang maembayar atau terutang hasil tersebut wajib:
a.       Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti.
b.      Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan.
c.       Menyetor PPh yang terutang ke bank presepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nlai
pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
d.      Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau
nilai pengganti dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas
Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Neger (final).
2.      Dalam hal penghasilan diperoleh selain dimaksud di atas, maka Wajib pajak perusahaan
pelayaran dalam negeri wajib:
a.       menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
b.      melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal
20 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Pasal 15 Undang-Undang PPh mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk
menghitung penghasilan neto dari wajib pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan
ketentuan Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) Undang-Undang PPh ditetapkan Menteri Keuangan
(Dirjen Pajak 2008).
Norma Penghitungan Khusus untuk golongan wajib pajak tertentu, antara lain: Perusahaan
pelayaran atau penerbangan internasional, Perusahaan asuransi luar negeri, Perusahaan
pengeboran minyak, gas, dan panas bumi, Perusahaan dagang asing, dan Perusahaan yang
melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build, operate, and transfer/BOT).

Anda mungkin juga menyukai