Anda di halaman 1dari 7

22. Demokrasi yang berkeadilan sosial.

Demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


menggariskan keadilan sosial di antara berbagai kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat.
Sistem demokrasi diterapkan dengan cita-cita menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Keadilan sosial dapat dibayangkan dengan tidak adanya atau mungkin sedikit sekali
adanya kesenjangan sosial antar kelas. Penyelenggaraan demokrasi yang berkeadilan sosial
artinya, keberpihakan untuk mengangkat derajat kelas yang lemah agar mampu naik kelas,
sehingga tingkat kesenjangan menurun. Pada prinsipnya, juga tidak ada kelompok sosial atau
golongan tertentu yang diistemewakan atau didiskreditkan oleh kebijakan penyelenggara
negara.
Demokrasi politik berhubungan dengan keadilan sosial memberi hak yang sama kepada
segala warga dalam hukum dan susunan masyarakat negara, seperti dirumuskan dalam pasal
27 dan 31, yakni
- Persamaan kedudukan di di dalam hukum dan pemerintahan
- Kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan
- Hak yang sama atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
- Setiap warga negara berhak mendapat pengajaran
Pada dasarnya pelaksanaan demokrasi yang berkeadilan sosial didasarkan pada sila
kelima. Adapun contoh penerapan konkret dari demokrasi yang berkeadilan sosial yang
diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diantara lain :
1. Pemerataan pelayanan kesehatan
Masyarakat tentunya berhak untuk memperoleh layanan kesehatan yang merata untuk
semua kalangan. Masyarakat yang kaya dapat dengan mudah memperoleh pelayanan
kesehatan dari berbagai Rumah Sakit.Sementara itu para kaum masyarakat yang
“miskin” termajinalkan. Mereka seharusnya juga memperoleh pelayanan kesehatan
yang layak yang merupakan hak bagi mereka sebagai Warga Negara Indonesia.
2. Pemerataan proses pendistribusian bantuan dana atau subsidi dari pemerintah pusat.
Dalam pendistribusian bantuan dana oleh pemerintah, seharusnya dana bisa secara utuh
didapatkan oleh masyarakat yang layak mendapatkannya.
3. Masyarakat harus menggunakan hak miliknya dengan tidak bertentangan dan
merugikan kepentingan umum.
Contohnya, dalam melakukan demonstrasi atau unjuk rasa harus tetap menjaga
ketertiban umum.
4. Tidak adanya diskriminasi dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat
Contohnya, Dalam mengadakan musyawarah masyarakat perlu menghargai, menerima
usul, saran, serta pendapat orang lain. Tidak peduli warna kulit, keturunan, jenis
kelamin, status sosial, kedudukan, dan sebagainya
5. Pemilu dilaksanakan dengan asas Keadilan
Penyelanggaraan pemilu di Indonesia menggunakan adil, artinya dalam
penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat
perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Pada intinya, demokrasi yangberkadilan sosial mewajibkan negaranya agar dapat
melindungi hak-hak asasi warganya, sebaliknya warga negara berkewajiban mentaati peraturan
perundang-undangan sebagai manifestasi keadilan legal dalam kehidupan bersama.
24. Pengertian Pemilu
Menurut Ali Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada hakekatnya, pemilu
adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankn kedaulatannya sesuai dengan azas
yang bermaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Pemilu itu sendiri pada dasarnya adalah suatu
Lembaga Demokrasi yang memilih anggota-anggota perwakilan rakyat dalam MPR, DPR,
DPRD, yang pada gilirannya bertugas untuk bersama-sama dengan pemerintah, menetapkan
politik dan jalannya pemerintahan negara”.
Menurut Suryo Untoro, “Bahwa Pemilihan Umum (yang selanjutnya disingkat Pemilu)
adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia yang mempunyai hak
pilih, untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam Badan Perwakilan Rakyat, yakni
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I dan Tingkat II
(DPRD I dan DPRD II)”.
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU No.22 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan
Umum disebutkan dan dijelaskan tentang pengertian Pemilihan Umum, selanjutnya disebut
Pemilu, adalah : “ Sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan mengenai pengertian pemilihan
umum secara luas yaitu sebagai sarana yang penting dalam kehidupan suatu negara yang
menganut asas Demokrasi yang memberi kesempatan berpartisipasi politik bagi warga negara
untuk memilih wakil-wakilnya yang akan menyuarakan dan menyalurkan aspirasi mereka.
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber dan Jurdil”. Adapun yang
dimaksud dengan asas“Luber dan Jurdil” dalam pemilu menurut UU No. 10 tahun 2008,
tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam UU No.10 Tahun 2008 ,
yakni :
1.Langsung, artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan
suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
2.Umum, artinya semua WN yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak
untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi
(pengecualian).
3.Bebas,artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa adanya pengaruh,
tekanan atau paksaan dari siapapun/dengan apapun.
4.Rahasia, artinya rakyat pemilihdijamin oleh peraturan tidak akan diketahui oleh pihak
siapapun dan dengan jalan apapun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan
(secret ballot).
5.Jujur,dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggaraan pelaksana, pemerinta hdan partai
politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu,termasuk pemilih, serta semua pihak
yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
6.Adil, dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu
mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
Alasan Mengapa Indonesia menggunakan pemilu
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi, sehingga Indonesia
menggunakan pemilu dalam memilih wakil-wakilnya di kursi pemerintahan. Dengan
melaksanakan pemilu, dapat terwujud kedaulatan rakyat dengan pemerintahan negara yang
demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Selain itu, Pemilu dinilai begitu penting, karena terdapat banyak manfaat dari
pelaksanakan pemilu. Berikut manfaat dari pemilu.

1. Pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat
dapat memilih wakil-wakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan
kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil
rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat.
2. Pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara
konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau
untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang
aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat
tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan
baru yang didukung oleh rakyat.
3. Pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi.
Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian
mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan.
Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari
rakyat.
4. Pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan
kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan
publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang
dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung
rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk
pemerintahan.
5. Dengan adanya penyelenggaraan pemilu maka diharapkan dapat mewujudkan kondisi
negara yang kondusif, aman dan terkendali ketika ada pemilihan pemimpin negara dan
tidak merugikan pihak manapun.

Kondisi Demokrasi Indonesia Saat Ini


Samuel Huntington mengidentifikasi tiga gelombang demokratisasi dalam sejarah
manusia (Huntington, 1991). Gelombang pertama antara tahun 1828 hingga 1926, gelombang
kedua tahun 1943 hingga tahun 1962, Sejak tahun 1974, menurutnya, dunia memasuki
gelombang ketiga demokratisasi dengan lebih banyak lagi negara menjadi demokratis.
Gelombang demokratisasi ini juga diikuti arus balik di mana beberapa negara yang telah
menjadi demokrasi kembali menjadi otoriter. Kendati demikian, gelombang demokratisasi
selalu datang dan lebih banyak negara menjadi demokratis.
Indonesia sendiri mengalami masa ‘demokratisasi gelombang ketiga’ bersama
Malaysia, Filipina dan Thailand. Apabila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara dan
negara berkembang lainnya, Indonesia menjadi negara dengan perkembangan keterbukaan
politik yang paling meluas.1 Indonesia juga menjadi negara tanpa kudeta militer atau
pemberontakan berdarah. Bahkan hingga pemilu terakhir pasca reformasi, Indonesia tidak
pernah jatuh kembali pada sistem otoritarian.2 Ini menjadi indikasi bahwa Indonesia memiliki
kecenderungan untuk berkembang dengan sistem tersebut. Menurut Ikrar Nusa Bhakti,
Indonesia mengalami empat fase menuju kedewasaannya sebagai negara demokrasi yang
mapan, yakni pra-transisi, liberalisasi, transisi demokrasi dan yang terakhir dan masih
berproses hingga saat ini yakni fase konsolidasi demokrasi.3

Sebagai negara berkembang, Indonesia menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi bisa


sejalan dengan kemajuan dalam bidang politik. Selama ini, ada banyak negara berkembang
yang masih berkutat pada sistem otoritarian. Adapun yang mengalami ‘fase ketiga dalam
demokratisasi’ seperti halnya Indonesia ternyata juga masih stagnan dalam bertranformasi.
Entah masih lemah dalam legalitas, pola maupun kinerja sistem politik yang masih tertutup
dan terbatas atau struktur yang masih sama. Sedangkan demokrasi Indonesia, meski masih
memiliki banyak kelemahan namun terus bertransformasi ke arah yang lebih baik. Hal itu dapat
dilihat dari berbagai sisi, mulai dari pola sistem politik dan pemerintahan yang makin mencapai
titik ‘pas’-nya, lembaga negara, hukum dan perwakilan yang terus diawasi dan direformasi,
berjalannya fungsi pengawasan dari media, organisasi masyarakat dan keterbukaan informasi
dan penegakan hukum. Salah satu bukti tersebut tergambar melalui kinerja KPK yang berhasil
memenjarakan koruptor baik dari legislator maupun pejabat pemerintah termasuk besan
presiden pada 2008.4

Selain itu, kedewasaan demokratisasi Indonesia hari ini tidak lepas dari dukungan pihak
internasional dan upaya Indonesia sendiri dalam memainkan peran dan mempertahankan
identitasnya sebagai negara demokrasi di ranah internasional. Indonesia menjadi inisiator
dalam banyak kegiatan baik pada level regional maupun internasional terkait demokrasi. Di era
kepemimpinan Megawati Sukarnoputri, Indonesia mendorong reformasi ASEAN dan menjadi
inisiator komisi HAM. Pada masa kepemimpinan SBY, Indonesia makin membuktikan
komitmennya terhadap denokrasi bahkan di luar batas regional dengan melakukan aksi
unilateral seperti Democracy Forum. Pada saat Bali Concord II, Indonesia menjadi pendorong
dalam Piagam ASEAN pada 2007 dengan menjadikan isu HAM sebagai prinsip fundamental
dalam ASEAN. Sehingga kemudian terbentuklah badan HAM ASEAN yang terbentuk pada
2009.5
Dibanding negara lain, Indonesia telah memiliki landasan yang kuat sebagai negara
demokrasi. Fakta material itu bisa ditemukan dalam sistem politik dan pemerintah Indonesia
dimana Indonesia merupakan sebuah negara Republik Perwakilan. Berbeda dengan Malaysia
maupun Thailand misalnya, presiden dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan
kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Konstitusi Indonesia, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menjadi landasan legal yang memisahkan
secara terbatas kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.6 Selain itu, adanya aturan dan
perundangan yang jelas dan mengikat menjadi basis legitimasi bahwa Indonesia memang
berdiri dengan sistem yang demokratis. Tidak hanya berdasarkan hal-hal prosedural, namun
juga pada hal-hal substansial semisal keterwakilan minoritas dan perempuan, keterbukaan
media, kebebasan berkelompok dan hak asasi manusia yang dijamin oleh negara. Legitimasi
tersebut telah ada seperti halnya yang dimiliki oleh negara-negara maju seperti Inggris dan
Australia. Di Australia misalnya, kebijakan Partai Buruh mengharuskan perempuan dipilih
terlebih dahulu untuk mengisi paling sedikit 40 persen dari kursi yang ‘dapat dimenangkan'
pada pemilihan umum.7 Sedangkan di Indonesia, legalisasi keterlibatan perempuan terkandung
dalam kouta kursi yang disiapkan khusus bagi perempuan sebesar 30 %.
Kualitas demokrasi di Indonesia dengan melihat hasil yang dicapai dalam kehidupan
masyarakat tentu masih jauh dari tujuan demokrasi yang mensejahterakan dan memenuhi hak-
hak individu. Namun, berkaca pada kondisi Indonesia di mana angka masyarakat kelas
menengah makin besar dan peningkatan capaian target Millenium Development Goals yang
terus naik dibandingkan negara-negara lainnya yang juga masih dalam tahap baru memulai
demokrasi maupun telah menjadi demokratis, Indonesia terbilang menjadi kasus yang berhasil.
Meski pemilu sebagai suatu aktivitas demokrasi di Indonesia sering dikritisi karena
dianggap menimbulkan konflik dimana-mana. Namun, dari sisi ini, hal tersebut menurut Jan
H.Pierskalla dari Ohio State University tidak sepenuhnya benar. Pemilu di Indonesia benar bisa
menimbulkan konflik, namun berdasarkan statistik dan analisis kuantitatif dalam risetnya,
Pierskalla menemukan bahwa konflik umum dan bahkan konflik separatis di daerah malah
cenderung menurun.8 Belakangan, meski ada banyak pertanyaan mengenai keberlangsungan
demokrasi Indonesia. Faktanya, Indonesia sebagai negara demokrasi masih bertahan,
berkembang dan bertransformasi dalam semua sisi. Baik pada level struktur di daerah hingga
pusat, pada pola dan sistem, hukum serta kelembagaan dan masyarakatnya. Berdasarkan riset
Puskapol UI, fenomena saat ini menunjukkan makin rasionalnya pemilih dalam mengikuti
proses pemilu. Dari keseluruhan pemilih, hanya 30 % yang memilih atas dasar uang dan 18 %
dari mereka yang bisa dimobilisasi untuk memilih kandidat tertentu.9
Hal ini menjadi indikasi bahwa kekhawatiran akan identitas demokrasi Indonesia yang
dianggap mulai meredup bahkan luntur ternyata tidak benar. Indonesia malah mampu
mempertahankan dan bertansformasi menjadi negara demokrasi yang sistem, lembaga, hukum
dan masyarakatnya adalah contoh bagi model demokrasi untuk negara-negara lainnya. Adapun
ke depan Indonesia akan terus menghadapi tantangan-tantangan lama dan baru seputar sistem
demokrasi yang telah berlangsung dalam dekade. Untuk itu, Indonesia Namun, sistem yang
ada saat ini masih menjadi pilihan terbaik yang bisa diambil dan diharapkan mampu membawa
Indonesia bukan hanya sebagai ‘role model’ bagi negara lain terutama negara berkembang
bahwa transformasi ekonomi harus dibarengi dwengan transformasi politik.

Catatn kaki
1
Berdasarkan survei Freedom House antara 2005 hingga 2010, Indonesia menjadi satu-satunya negara
Asia Tenggara yang masuk dalam peringkat negara „bebas‟. Lihat
http://polisci.berkeley.edu/sites/default/files/people/u3833/Civic%20Engagement%20and%20Democr
acy %20in%20Indonesia.pdf
2Republika.2014. Terima Gelar Doktor HC Dari Jepang, SBY Bicara Soal Demokrasi.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/09/29/ncn99h-terima-gelar-doktor-
hc-dari-jepang-sby-bicara-soal-demokrasi
3
Ikrar Nusa Bhakti. The Transition To Democracy In Indonesia: Some Outstanding Problems. Dalam
In The Asia Pacific : A Region in Transition , ed. Jim Rolfe. (Honolulu: The Asia Pacific for Sceurity
Studies) Hal. 200
4
Lowy Institute. Indonesia’s 2009 Elections: Populism, Dynasties and the Consolidation of the
Party System. (Lowy Institute 2009). Hal.6
5
Gerd Schönwälder. Promoting Democracy What Role for the Democratic Emerging Powers?
(Discussion Paper 2/2014) Hal.22
6
Rumah Pemilu. Gambaran Singkat Pemilihan Umum 2014. Diakses pada
http://www.rumahpemilu.org/in/read/4030/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-Indonesia
7
Norm Kelly dan Sefakor Ashiagbor . Partai Politik dan Demokrasi dalam Perspektif Teoritis dan
Praktis. (Washington DC: National Democratic Institute., 2011). Hal.4
8
Puskapol. “Lembar Fakta”. http://www.puskapol.ui.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/LEMBAR-
FAKTA-PILKADA-LANGSUNG.pdf Diakses pada tanggal 12 November 2014
9
Puskapol. “Lembar Fakta”. http://www.puskapol.ui.ac.id/wp-
content/uploads/2014/10/LEMBAR-FAKTA-PILKADA-LANGSUNG.pdf Diakses pada tanggal 12
November 2014
Referensi :
https://guruppkn.com/sistem-pemilu-di-indonesia
http://sosiologis.com/demokrasi-pancasila
http://digilib.unila.ac.id/12871/14/BAB%20II.pdf

Bachtiar, Rachma F.(2014). PEMILU INDONESIA: KIBLAT NEGARA DEMOKRASI


DARI BERBAGAI REFRESENTASI. Jurnal Politik Profetik .Volume 3.Diakses dari
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/jpp/article/download/817/786

Anda mungkin juga menyukai