Anda di halaman 1dari 14

Partisipasi Politik

 Partisipasi politik adalah keterlibatan masyarakat


dalam kegiatan2 politik dengan tujuan untuk
mempengaruhi proses perumusan kebijakan
pemerintah.
 Helbert McClosky mengemukakan bahwa partisipasi
politik adalah kegiatan2 sukarela dari warga
masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian
dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung
atau tidak tidak langsung dalam proses pembentukan
kebijakan umum.
 Partisipasi politik menurut Norman H. Nie dan Sidney
Verba adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal
yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk
mempengaruhi seleksi pejabat2 negara dan atau
tindakan yang diambil mereka. Namun Huntington
dan Nelson berpendapat bahwa tindakan politik yang
negatif (tidak legal) terkategori partisipasi politik.
 Dalam kerangka kerja sistem politik, tindakan
masyarakat untuk melibatkan diri atau minimal
mempengaruhi keputusan pemerintah merupakan
realisasi dari fungsi input, yang menurut David Easton
merupakan energi bagi bekerjanya sistem politik.
 Sifat partisipasi politik bisa individual atau kolektif,
terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal,
dan efektif atau tidak efektif.
 Anggota masyarakat yang terlibat dalam proses politik
percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek
mempengaruhi tindakan yang berwenang untuk
membuat keputusan yang mengikat. Inilah yang
dinamakan political efficacy (kemanjuran politik).
 Namun ada juga warga yang acuh tak acuh terhadap
masalah politik karena tidak yakin bahwa usaha untuk
mempengaruhi kebijakan pemerintah akan berhasil,
atau dianggap tidak perlu karena sudah puas dan
percaya pada sistem. Ini yang disebut apatisme politik.
 Lipset berpendapat bahwa gejala apatisme bisa
diartikan sebagai cermin stabilitas sistem politik.
Sementara itu Galen A. Irwin mengatakan bahwa
dalam keadaan tertentu, perasaan puas terhadap
sistem politik menyebabkan partisipasi yang lebih
rendah.
 Ada juga warga yang tidak mau berpartisipasi karena
curiga terhadap sikap, motif dan tindakan politik
orang lain. Mereka beranggapan bahwa politik itu
kotor dan para politisi tidak dapat dipercaya. Ini yang
disebut sinisme politik.
 Perilaku orang yang berpartisipasi atau tidak
tergantung dari motif atau keberadaan daya
pendorong. Milbrath mengemukakan 4 faktor yang
mendorong orang berpartisipasi dalam politik:
1. Adanya perangsang
2. Faktor karakteristik pribadi seseorang (berwatak
sosial, peduli terhadap problem masyarakat).
3. Faktor karakter sosial seseorang menyangkut status
sosial ekonomi.
4. Faktor situasi dan lingkungan politik.
Tipe dan bentuk partisipasi politik
 McClosky, Almond, Nie, Verba berpendapat bahwa
partisipasi politik hanya terbatas pada kegiatan yang
bersifat sukarela saja, tanpa paksaan atau tekanan dari
pihak lain. Tetapi Huntington dan Nelson membagi
partisipasi atas 2, yaitu partisipasi politik otonom
(berdasarkan kesadaran sendiri) dan yang dimobilisasi
(dorongan pihak lain).
 Philo C. Wasburn membagi partisipasi politik
berdasarkan sarana partisipasi menurut pemerintah
atau tidak, yaitu partisipasi politik umum dan
partisipasi politik tidak umum.
 Partisipasi politik umum adalah tindakan politik
melalui sarana atau jalur yang disediakan pemerintah;
sedangkan partisipasi politik tidak umum adalah
tindakan politik yang tidak melalui jalur yang
disediakan pemerintah atau penguasa.
 Dari berbagai pendapat tentang bentuk-bentuk
partisipasi politik sebagaimana dikemukakan oleh
para sarjana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
partisipasi politik secara umum dapat dikelompokkan
menjadi 2, yaitu partisipasi politik konvensional (yang
biasanya dilakukan di negara2 maju) dan partisipasi
politik non konvensional (yang biasa dilakukan di
negara2 berkembang karena tidak lancarnya sistem
politik bekerja).
Bentuk-bentuk partisipasi politik
Konvensional Non-Konvensional
1. Pemberian suara (voting, pemilu) 1. Pengajuan petisi
2. Diskusi politik 2. Berdemonstrasi
3. Kegiatan kampanye 3. Mogok
4. Bergabung dengan parpol 4. Tindakan kekerasan politik thd
harta benda (perusakan,
pemboman, penjarahan,
pembakaran)
5. Membentuk/bergabung dgn 5. Tindakan kekerasan politik thd
kelompok kepentingan manusia (penculikan, teror,
pembunuhan,
6. Komunikasi individual/ 6. Perang gerilya, revolusi
kelompok dgn pejabat politik
dan birokrasi
7. Kudeta
Perkembangan Partisipasi Politik di Indonesia
 Tinggi rendahnya partisipasi politik di negara2
berkembang termasuk Indonesia, sangat ditentukan
oleh 3 faktor utama, yaitu tingkat pendidikan, tingkat
kehidupan ekonomi, dan fasilitas2 yang memungkin-
kan berlangsungnya partisipasi politik. Salah satu
fasilitas adalah adanya suatu sistem komunikasi yang
lancar dalam masyarakat dengan sistem politik.
 Pada masa demokrasi liberal, partisipasi politik yang
bersifat sukarela lebih menonjol. Walaupun demikian,
partisipasi politik masyarakat masih didorong oleh
elit2 politik di tingkat atas.
 Pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno mengambil
alih kepemimpinan dan komando seluruh sendi
politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan,sehingga
mempersempit ruang kebebasan bagi publik untuk
berpartisipasi dalam politik. Partisipasi politik yang
dimobilisasi terlihat menonjol dalam era ini.
 Pada jaman orde baru, Soeharto justru lebih
mempersempit ruang kebebasan untuk berpartisipasi
dalam politik. Soeharto menghendaki agar tercipta
stabilitas politik guna pembangunan ekonomi.
Partisipasi politik justru diarahkan untuk
memenangkan Golkar.
 Pada era pasca orde baru, kebebasan untuk
berpartisipasi dalam politik kembali terbuka lebar.
Masyarakat diberi kebebasan untuk mengkritisi
kebijakan pemerintah. Bahkan rakyat diberi
kesempatan untuk ikut menentukan wakil2nya di
parlemen, ikut memilih presiden dan wakil presiden,
gubernur, kepala daerah secara langsung. Hal ini
dilakukan untuk memperbaiki sistem politik dari
dalam. Ini yang dikenal sebagai reformasi. Dalam
keadaan seperti ini tipe partisipasi yang dimobilisasi
semakin berkurang dan partisipasi otonom semakin
meningkat, walaupun diwarnai dengan isu politik
uang dan motif pilihan yang kadang tidak rasional.
 Ada 4 alasan utama mengapa ada warga masyarakat
yang tidak ikut berpartisipasi dalam politik (pemilu)
di era reformasi dewasa ini:
- Alasan politis (tidak ada kandidat atau parpol yg
sesuai keinginan)
- Alasan pragmatis (sibuk bekerja, lelah,malas)
- Alasan teknis (tidak memiliki kelengkapan
administrasi)
- Alasan ideologis (tidak menyukai sistem politik yang
berlaku, protes)
Ciri khas partisipasi politik di Indonesia
 Partisipasi politik di Indonesia cenderung dimonopoli
oleh elit politik, baik utk mengerahkan dukungan
massa maupun untuk meredam partisipasi politik itu
sendiri (ini terutama terjadi pada masa Orba).
 Setelah kejatuhan Soeharto, terjadi ledakan
partisipasi. Hal ini terjadi ketika ‘kran’ partisipasi tiba2
dibuka setelah sekian lama sistem politik menutup
ruang gerak masyarakat untuk berpartisipasi dalam
politik.

Anda mungkin juga menyukai