Anda di halaman 1dari 7

PARTISIPASI POLITIK

Pengertian partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang bertujuan untuk


mempengaruhi pengambilan keputusan politik.[1] Partisipasi politik dilakukan
orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun pegawai
negeri dan sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan dimobilisasi oleh
negara ataupun partai yang berkuasa. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah
segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk
memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak
langsung -- dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa.

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi


politik menjadi:
1. Kegiatan Pemilihan yaitu kegiatan pemberian suara dalam
pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari
dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain
yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu;
2. Lobby yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi
pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka
tentang suatu isu;
3. Kegiatan Organisasi yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi,
baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah;
4. Contacting yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun
jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka, dan
5. Tindakan Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu atau
kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara
menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di
sini adalah huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik
(assassination), revolusi dan pemberontakan.
Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson belumlah relatif
lengkap karena keduanya belum memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik
seperti kegiatan diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang
berlangsung di dalam skala subyektif individu. Misalnya, Thomas M. Magstadt
menyebutkan bentuk-bentuk partisipasi politik dapat meliputi: (1) Opini publik;
(2) Polling; (3) Pemilihan umum; dan (4) Demokrasi langsung. [6] Opini publik
adalah gagasan serta pandangan yang diekspresikan oleh para pembayar pajak
dan konstituen pemilu.
DIMENSI PARTISIPASI POLITIK

B. Dimensi Partisipasi Politik


Orang mengambil bagian dalam politik dengan berbagai cara. Cara-cara itu berbeda dalam
tiga hal atau dimensi, gaya umum partisipasi, motif yang mendasari kegiatan mereka, dan
konsekuensi berpartisipasi pada peran seseorang dalam politik.

Gaya partisipasi
Gaya mengacu kepada baik apa yang dilakukan maupun bagaimana ia
melakukannya. Sebagaimana gaya pembicaraan politik (seperti singkat, padat, jelas
atau bertele-tele), gaya umum partisipasi pun juga bervariasi.
1.

Langsung atau Mewakilkan : Ada orang yang melibatkan diri sendiri (aktual)
dengan hubungan yang dilakukan terus menerus dengan figur politik. Hubungan
tersebut dengan cara menelepon, mengirim surat atau email, dan mengunjungi
kantor pemerintahan. Yang lain bertindak terhadap politikus, tetapi tidak bersama
politikus. Misalnya, mereka memberikan suara untuk memilih pejabat pemerintahan
yang belum pernah dilihat atau ditemuinya. Yang lain lagi dengan menonton televisi
untuk mengetahui siapa yang terpilih menjadi presiden atau walikota, dalam
persaingan tersebut mereka tidak cukup tergerak untuk memilih, jadi ambil bagian
dengan cara turut merasakan (dengan cara mewakilkan) dengan mengetahui siapa
yang menang. Manakala komunikasi interpersonal dengan pemegang jabatan
memerlukan hubungan langsung, komunikasi massa mengambil sifat wakilan (tidak
langsung) dari hubungan komunikasi politik tersebut.

2.

Kentara/ Tidak Kentara, jika seseorang mengutarakan opini politik, hal itu bisa
meningkatkan kemungkinan diperlohnya keuntungan material (seperti jika
mendukung kandidat politik dengan imbalan akan diangkat atau masuk untuk
menduduki jabatan dalam pemerintahan). Gaya ini melibatkan keuntungan yang
kentara (terlihat) dan intrumental. Ada partisipasi yang kurang kentara, misalnya
seperti upaya mendemontrasikan keunggulan statusnya kepada kawan-kawan.
Perhatikan seorang dosen yang keras kepala pada pendapatnya, mempengaruhi

mahasiswanya dengan tingkat pengetahuan dan informasinya yang lebih tinggi, atau
seorang wakil rakyat (DPR) kepada anggota yang lainnya. Wakil Rakyat atau dosen
itu seolah-seolah berkata Anda harus menilai pandangan saya lebih baik daripada
pandangan anda karena saya lebih berpengetahuan. Akhirnya partisipasi bahkan
bisa lebih tak kentara dan lebih ekspresif seperti jika mengatakan pembohong
jahat kepada seorang politikus yang berada di luar jangkauan pendengaran dan
penglihatannya. Orang itu merasa senang karena telah mengatakannya, tetapi hal itu
tidak mengubah perilaku orang tersebut sedikit pun.
3.

Individu/kolektif, bahwa tekanan dalam sosialisasi masa mahasiswa adalah gaya


partisipasi individual (memberikan suara, mengirim surat kepada pejabat, atau
mengirim opini politik melalui surat kabar), bukan pada memasuki kelompok
terorganisasi

atau

pada

demonstrasi

untuk

memberikan

tekanan

kolektif

kepadapembuat kebijakan. Ketika keluar dari dunia pendidikan bisa muncul lebih
banyak gaya kolektif-masuk ke dalam partai politik, berusaha menjadi kandidat
politik, menjadi aktif dalam serikat buruh atau dalam lembaga politik non
pemerintah.
4.

Sistematis/Acak, beberapa individu berpartisipasi dalam politik untuk mencapai


tujuan tertentu, mereka bertindak bukan karena dorongan hati melainkan
berdasarkan perhitungan, pikiran, perasaan, dan usul mereka untuk melakukan
sesuatu

bersifat

konsisten,

tidak

kontradiksi,

dan

tindakan

mereka

berkesinambungan dan teguh. Bukan sewaktu-waktu atau dengan intensitas yang


berubah. Orang-orang demikian menunjukan gaya sistematis, bukan gaya yang acak.
5.

Terbuka/Tersembunyi, orang yang mengungkapkan opini politik secara terangterangan dan tanpa ragy-ragu, dan yang menggunakan berbagai alat yang dapat
diamati untuk melakukannya bergaya berpartisipasi terbuka. Yang lain sangat hatihati dalam pandangannya, misalnya selalu merahasiakan pilihannya, dan sangat
memuji kerahasiaan surat suaranya.

6.

Berkomitmen/Tak berkomitmen, warga negara berbeda-beda dalam intensitas


partipasi politiknya. Orang yang sangat mendukung tujuan, kandidat, kebijakan,
atau program bertindak dengan bersemangat dan antusias, ciri yang tidak terdapat
pada orang yang memandang pemilu hanya sebagai memilih antara si A dan si B
yang tidak ada bedanya sama sekali.

7.

Senang dan Menderita, bahwa seseorang bisa menaruh perhatian kepada politik
dan melibatkan apapun konsekuensi yang akan terjadi (misalnya akan mendapat
penderitaan), karena kegiatan politik itu sendiri merupakan kegiatan yang
menyenangkan. Yang lain ingin mencapai sesuatu yang lebih jauh dari politik
melalui partisipasi. Mereka bisa jadi ingin lebih berpengetahuan, memenangkan
argumentasi, memilih pejabat pemerintahan, atau meningkatkan perbaikan sekolah.
Orang yang menaruh perhatian pada pengajuan tujuan yang kentara maupun tak
kentara bisa mengalami apa yang oleh Stephenson disebut derita komunikasi,
mereka yang menikmati keiikutsertaan dalam politik semata-mata karena hal itu
menyenangkan dan tanpa tujuan yang lebih jauh, memetik ganjaran dari kesenangan
komunikasi.
C. Motif Partisipasi

Berbagai faktor meningkatkan atau menekan partisipasi politik. Salah satu perangkat faktor
seperti itu menyangkut motif orang yang membuatnya ambil bagian. Motif-motif ini seperti
gaya partisipasi yang diberikannya berbeda-beda dalam beberapa hal :
1. Sengaja/Tak Sengaja, beberapa warga negara mencari informasi dan peristiwa
politik

untuk

mencapai

tujuan

tertentu.

Mereka

bisa

berhasrat

menjadi

berpengetahuan, mempengaruhi suara legislator, atau mengarahkan kebijaksanaan


pejabat pemerintahan. Bagi mereka politik itu bertujuan dan hal yang disengaja.
Yang lain melakukan kegiatan politik hampir secara kebetulan, barangkali mereka
terlibat ke dalam cerita politik, menemukan stiker kampanye menempel pada
bumper mobil dan sebagainya. Yang menyebabkan mereka berpartisipasi adalah
karena keadaan, bukan dengan secara sengaja.

2.

Rasional/Emosional, orang yang berhasrat mencapai tujuan tertentu, yang dengan


teliti mempertimbangkan alat alternatif untuk mencapai tujuan itu, dan kemudian
memilih yang paling menguntungkan dipandang dari segi pengorbanan dan
hasilnya, disebut bermotivasi rasional. Sebaliknya, beberapa orang yang bertindak
tanpa berfikir, semata-mata karena dorongan hati. Kecemasan, kekhawatiran,
frustasi, kecenderungan, praduga harapan dan cita-cita, dan perasaan lain yang
tidak ditentukan, telah memotivasi partisipasi emosional (sering dengan gaya ekspresif).

3.

Kebutuhan Psikologis/Sosial, kadang-kadang orang memproyeksikan kebutuhan


psikologis mereka pada objek-objek politik. Misalnya dalam mendukung pemimpin
politik karena kebutuhan yang mendalam untuk tunduk kepada autoritas, atau
ketika memproyeksikan ketidakcukupannya pada berbagai kelas musuh politik
yang dipersepsi-minoritas, negara asing, atau politikus dari partai oposisi. Yang lain
menggunakan

politik

untuk

meningkatkan

persahabatan

sosial,

mengindentifikasikan diri dengan orang-orang yang statusnya diinginkan, atau


meningkatkan posisi kelompok sosial mereka terhadap kelompok sosial yang lain.
4.

Diarahkan dari dalam/dari luar, perbedaan partisipasi politik yang diarahkan dari
dalam diri pribadi dan dari luar erat hubungannya dengan motivasi batiniah dan
motivasi sosial untuk partisipasi politik orang yang diarahkan oleh dirinya sendiri
adalah orang yang beraksi sendiri,yaitu orientasi dan kecenderungannya diperoleh
dari bimbingan orang tuanya : Karena arah yang diambil dalam kehidupannya telah
dipelajari dalam keluasan pribadi dalam rumah tangga (keluarga) dari sejumlah kecil
pedoman, maka orang yang dirahkan oleh dirinya sendiri bisa sangat stabil. Sebaliknya,
orang yang diarahkan dari luar lebih kosmopolitan menanggapi berdasarkan
orientasi yang diperoleh dari lingkungannya yang jauh lebih luas ketimbang hanya
orang tua. Moral dan prinsip memotivasi orang yang diarahkan oleh dirinya sendiri,
hasrat untuk menyesuaikan diri dan berada di dalam secara sosial mendorong orang
yang diarahkan dari luar.

5.

Berfikir/tanpa berfikir, setiap orang berbeda dalam tingkat kesadarannya ketika


menyusun tindakan politik. Perilaku yang dipikirkan meliputi interpretasi aktif dari
tindakan seseorang dan perkiraan konsekuensi tindakan itu terhadap dirinya dan
orang lain. Kegiatan yang tidak dipikirkan seperti terseret orang banyak, membuat
kerusuhan tanpa tujuan, partisan yang bersemangat atau meneriakan dengan slogan
idiologi-menunjukkan kurangnya penggunaan pikiran di pihak individu. Misalnya
bisa jadi seseorang tidak bermaksud ikut dengan demonstrasi yang menggunakan
kekerasan, tetapi ia terseret oleh keadaan dan peristiwa.

D. Konsekuensi Partisipasi
Pembahasan mengenai segi partisipasi politik yang dipikirkan dan interpretatif
dibandingkan dengan jenis yang kurang dipikirkan dan lebih tanpa disadari
menimbulkan pertanyaan tentang apa konsekuensi partisipasi bagi peran seseorang
dalam politik pada umumnya.
1.

Fungsional/disfungsional, tidak setiap bentuk partsipasi memajukan tujuan


seseorang. Jika, misalnya tujuan seorang warga negara adalah melaksanakan
kewajiban kewarganegaraan yang dipersepsi, maka pemberian suara merupakan
cara fungsional untuk melakukannya. Namun jika orang itu ingin menggulingkan
seluruh aparat pemerintah, maka pemberian suara relatif tidak banyak membantu
tujuan itu, setidak-tidaknya seperti pada umumnya yang berlaku di negara
Indonesia, pemberian suara rakyat tidak mendukung maksud diadakannya suatu
revolusi sosial dan politik.

2.

Sinambung/terputus, Jika partisipasi politik seseorang membantu meneruskan


situasi, program, pemerintah, atau keadaan yang berlaku. Maka konsekuensinya
sinambung. Jika partisipasi itu mengganggu kesinambungan kekuatan yang ada,
merusak rutin dan ritual, dan mengancam stabilitas, partisipasi itu terputus.
Partisipasi pemilih pada umumnya sinambung, peledakan pesawat atau mengancam

dengan sandera, penculikan dan pembunuhan terhadap aktivis politik mempunyai


konsekuensi yang terputus.
3.

Mendukung/Menuntut, melalui beberapa tipe tindakan, orang menunjukkan


dukungan mereka terhadap rezim politik yang ada-dengan memberikan suara,
membayar pajak, mematuhi hukum, menyanyikan lagu kebangsaan, berikrar setia
kepada bendera, dan sebagainya. Melalui tindakan yang lain mereka mengajukan
tuntutan kepada pejabat pemerintahan-mengajukan petisi kepada anggota wakil
rakyat (DPR) dengan surat, kunjungan, dan telepon. Melobi atau menarik dukungan
finansial dari kampanye kandidat.

Anda mungkin juga menyukai